Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STUDI SOSIAL ANAK USIA DINI

“Menganalisis Lingkungan dan sosial budaya anak di era teknologi dan memahami
multikultural dalam konteks sosial anak usia dini”

Dosen Pengampu:

Dra. Hj. Izzati, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 4:

Puja Nofila Sari 19022111

Sopia 19022130

Viuty Efendi 19022135

Welli Mailona 19022137

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan  makalah yang bertemakan Menganalisis
Lingkungan dan sosial budaya anak di era teknologi dan memahami multikultural dalam konteks
sosial anak usia dini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Studi Sosial
AUD.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini selesai dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari  kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
harapkan kritik dan saran dari pembaca terhadap makalah ini. Penulis berharap makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa bersangkutan guna
mengetahui karakeristik kompetensi sosial anak usia dini.

20 September 2021

      
                                                                                                                               Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... 
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 
A. Menganalisis Lingkungan dan sosial budaya anak di era teknologi………….…………
B. Memahami multikultural dalam konteks sosial anak usia dini……………………………

BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 


A. KESIMPULAN............................................................................................................ 
B. SARAN......................................................................................................................... 

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Teknologi semakin hari semakin berkembang dengan pesat sesuai dengan
perkembangan zaman, saat era globalisasi saat ini teknologi semakin canggih dan masyarakat
tidak dapat dipisahkan lagi dengan perkembangan teknologi tersebut, teknologi sangat
berpengaruh terhadap kehidupan manusia, baik itu memberikan dampak positif maupun
negative, Pengaruh teknologi ini bukan hanya dirasakan oleh orang dewasa saja namun anak
anak juga menghadapi dampaknya baik itu dalam hal positif maupun negative, Teknologi pada
anak usia dini juga berpengaruh terhadap sosial dan budaya anak, anak yang cenderung suka
bermain gadget biasanya lebih senang bermain dengan game sehingga menyebabkan anak jarang
bermain dan berbaur dengan teman sebaya hal itu juga berpengaruh terhadap budaya anak yang
jarang memahami akan budaya sekitarnya karena jarangnya berinterkasi dengan dunia luar atau
lingkungan sekitarnya, oleh sebab dirancang pendidikan multikultural dimana merupakan
kegiatan yang disengaja guna memberikan pendidikan atau pelajaran kepada anak usia dini
bahwa kita sebagai manusia tentunya hidup berdampingan dengan orang yang tentunya berbeda
latar terutama berbeda kultural atau budaya. Indonesia sudah dikenal dengan banyak nya kultural
atau budaya yang berbeda-beda, jadi setiap warga Indonesia wajib memiliki sikap yang toleran,
bisa menghargai orang yang berbeda dengan dirinya sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana lingkungan dan sosial budaya anak di era teknologi?


2. Bagaimana memahami multikultural dalam konteks sosial anak usia dini?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana lingkungan sosial dan budaya anak di era teknologi

2. Untuk mengetahui bagaimana multikultural dalam konteks sosial anak usia dini
BAB II
PEMBAHASAN

A. Menganalisis Lingkungan dan sosial budaya anak di era teknologi


Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan
perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-
psikologis, yang termasuk di dalamnya adalah proses belajar. Seperti yang dijelaskan di
awal bahwa lingkungan sosial budaya adalah hubungan timbal balik atau suatu interaksi
yang terjadi antara masyarakat dengan lingkungannya, di mana keduanya adalah saling
memberikan pengaruh untuk satu sama lain.

Menurut Hurlock (1998) factor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu :
a) Keluarga
1) Hubungan antar orang tua, antar saudara antar anak dengan orang tua.Hubungan anak
dengan orangtua ataupun saudara akan terjalin rasa kasih sayang, dimana anak akan lebih
terbuka dalam melakukan interaksi karena terjalinnya hubungan yang baik yang di
tunjang oleh komunikasi yang tepat. Peran orang tua akan membimbing sang anak untuk
mengenal lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

2) Urutan anak dalam keluarga (sulung/tengah/bungsu), Urutan posisi anak dalam


keluarga berpengaruh pada anak misalnya sang anak merupakan anak terakhir maka
dipastikan sang anak selalu bergantung pada orangtua dan saudaranya. Jika hal ini terjadi
akan berpengaruh pada tingkat kemandirian anak tersebut.

3) Jumlah keluarga, Pada dasarnya jumlah anggota yang besar berbeda dengan jumlah
anggota yang sedikit, maka perhatian, waktu dan kasih saying lebih banyak tercurahkan,
dimana segala bentuk aktifitas dapat ditemani ataupun dibantu. Hal ini berbeda dengan
anak dengan keluarga yang besar.

4) Perlakuan keluarga terhadap anak, Adanya perlakuan keluarga terhadap anak


prasekolah secara langsung mempengaruhi pribadi dan gerakan sang anak, dimana dalam
keluarga tertanam rasa saling perhatian, tidak kasar dan selalu merespon setiap kegiatan
anak, maka dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak yang lebih baik dan terarah.

5) Harapan orang tua terhadap anak, Setiap orangtua memiliki harapan mempunyai anak
yang baik, cerdasdan terarah dalam masa depannya. Harapan orangtua adalah mempunyai
anak yang memilikiperkembangan sesuai dengan pertumbuhannya. Artinya bahwa
perkembangan anak pra sekolah yang sekolah bertujuan mempunyai arah sesuai
perkembangannya.

b) Lingkungan sosial anak

1) Interaksi dengan teman sebaya. Setiap anak jika mempunyai perkembangan yang baik,
maka secara alami dapat berinteraksi dengan temannya tanpa harus disuruh atau
dditemani keluarga karena anak memiliki arahan yang jelas.
2) Hubungan dengan orang dewasa diluar rumah. Jika seorang anak selalu bergaul
dengan siapa saja maka sang anak dapat menyesuaikan lingkungan orang dewasa dimana
anak tanpa malu-malu berinteraksi dengan orang yang lebih dewasa darinya.

3) Kemampuan untuk dapat diterima dikelompok. Anak-anak yang populer dan melihat
kemungkinan memperoleh penerimaan kelompok lebih di pengaruhi kelompok, kurang di
pengaruhi keluarga dibandingkan hubungan anak-anak yang pergaulannya dengan
kelompok tidak begitu akrab. Anak-anak yang hanya melihat adanya kesempatan kecil
untuk dapat diterima kelompok mempunyai motivasi kecil pula untuk menyesuaikan diri
dengan standar kelompok.

4) Keamanan karena status dalam kelompok. Anak-anak yang merasa aman dalam
kelompok akan lebih bebas dalam mengekspresikan ketidak cocokan mereka dengan
pendapat anggota lainnya. Sebaliknya, mereka yang merasa tidak aman akan
menyesuikan diri sebaik mungkin dan mengukuti anggota lainnya.
5) Tipe kelompok. Pengaruh kelompok berasal dari jarak sosial yaitu derajat hubungan
kasih sayang diantara para anggota kelompok. Pada kelompok primer ( antara lain
keluarga atau kelompok teman sebaya) ikatan hubungan dalam kelompok lebih kuat
dibandingkan dengan pada kelompok sekunder (antara lain kelompok bermain yang
diorganisasikan atau perkumpulan sosial) atau pada kelompok tertier ( antara lain orang-
orang yang berhubungan dengan anak minsalnya di dalam bus)

Dalam hal ini lingkungan sosial dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Lingkungan Sosial Primer
Lingkungan sosial primer adalah lingkungan di mana kumpulan-kumpulan masyarakat
yang ada di dalam lingkungan tersebut memiliki hubungan yang erat dan saling
mengenal baik. Contohnya, masyarakat-masyarakat di pedesaan atau di daerah pinggir
perkotaan kebanyakan adalah termasuk dari lingkungan sosial primer. Karena, di tempat
tinggal mereka sifat kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, menjaga silaturahmi
masih sangat kental di dalamnya. Dalam masyarakat tersebut masih menjunjung tinggi
adanya nilai-nilai sosial seperti kekeluargaan, kesopanan dan lain-lain. Sehingga antara
warga satu dengan yang lainnya cenderung saling mengenal baik satu sama lain, keep
contact, dan lebih bersifat sosialis (tidak individualis).
2. Lingkungan Sosial Sekunder
Lingkungan sosial sekunder adalah kebalikan dari lingkungan sosial primer, lingkungan
sosial sekunder adalah lingkugan sosial di mana masyarakat yang ada di dalamnya
cenderung individualis, cuek, bersikap acuh tak acuh kepada sesamanya. Contohnya,
masyarakat di komplek-komplek perkotaan, mereka cenderung tidak mengenal satu sama
lainnya di lingkungan tempat tinggal mereka, tidak peduli akan sesamanya. Nilai-nilai
sosial dalam lingkungan sosial sekunder sangat sedikit sekali yang mengamalkan.

Sebagai makhluk sosial, manusia tentu tidak akan lepas dari manusia lainnya. Sehingga,
hal tersebut mengharuskan manusia agar berusaha sebaik mungkin dalam berinteraksi
dengan sesamanya, dan menjalin hubungan yang baik dengan manusia lain maupun
lingkungan sekitarnya. Lingkungan sosial memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan kepribadian seseorang. Lingkungan yang baik tentu akan membawa
pengaruh baik terhadap seseorang tersebut, dan sebaliknya lingkungan yang buruk akan
membawa pengaruh yang buruk pula terhadap seseorang tersebut, terlebih jika seseorang
itu tidak memiliki pondasi yang kuat dalam membawa dirinya.
Pada pembahasan sebelumnya sudah dibahas mengenai dampak dari teknologi terhadap
sosial anak. tentu saja ini juga berpengaruh terhadap budaya sang anak. Berikut
penjelasannya:
1. Dampak positif dari penggunaan media informasi dan teknologi ini adalah antara
lain untuk memudahkan seorang anak dalam mengasah kreativitas dan kecerdasan anak.
Adanya beragam aplikasi digital seperti mewarnai, belajar membaca, dan menulis huruf
tentunya memberikan dampak positif bagi perkembangan otak anak. Mereka tidak
memerlukan waktu dan tenaga yang lebih untuk belajar membaca dan menulis di buku
atau kertas, cukup menggunakan tablet sebagai sarana belajar yang tergolong lebih
menyenangkan. Anak-anak menjadi lebih bersemangat untuk belajar karena aplikasi
semacam ini biasanya dilengkapi dengan animasi yang menarik, warna yang cerah, serta
lagu-lagu yang ceria. Selain itu, kemampuan berimajinasi anak juga semakin terasah
karena permainan yang mereka gunakan bervariasi dan memiliki jalan cerita yang
beragam. Anak juga mengenal berbagai macam budaya di Indonesia ataupun di luar negri
sehingga menambah wawasan sang anak.
2. Dampak negatif yang cukup besar bagi perkembangan anak. Dengan adanya
kemudahan dalam mengakses berbagai media informasi dan teknologi, menyebabkan
anak-anak menjadi malas bergerak dan beraktivitas. Mereka lebih memilih duduk diam di
depan gadget dan menikmati dunia yang ada di dalam gadget tersebut. Hal ini tentunya
berdampak buruk bagi kesehatan dan perkembangan tubuh anak, terutama otak dan
psikologis anak. Selain itu, terlalu lama menghabiskan waktu di depan gadgetjuga dapat
membawa pengaruh buruk bagi kemampuan sosialisasi anak. Mereka menjadi tidak
tertarik bermain bersama teman sebayanya karena lebih tertarik bermain dengan
permainan digitalnya. Selain itu, anak-anak juga dapat menjadi lebih sulit berkonsentrasi
dalam dunia nyata. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut sudah terbiasa hidup dalam
dunia digital. Pada segi budaya, tentu saja hal ini dapat memberi pandangan yang buruk.
Misalnya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menyebarkan isu-isu tidak benar
mengenai suatu budaya atau kaum dan disebarkan melalui sosial-media. Contoh lain
misalnya gaya berpakain orang timur dengan orang barat tentu berbeda.

 Sosial Budaya Anak Di Era Teknologi

Interaksi sosial adalah hubungan atau komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan tujuan untuk saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini dapat diartikan bahwa dalam interaksi sosial
terdapat dalam hubungan antar individu, kelompok, yang merupakan hubungan yang
dilakukan oleh manusia untuk bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki
oleh manusia. Perkembangan perilaku sosial anak ditandai dengan adanya minat terhadap
aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai
anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak
lagi puas bermain sendiri dirumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan
kegiatan-kegiatan dengan anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman
temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.

Kesimpulan kelompok 4 : penggunaan teknologi pada anak di era digital ini bisa
berdampak baik dan berdampak buruk pada anak. dimana teknologi sudah
menyatu dengan kehidupan kita sekarang ini, apapun yang kita lakukan pasti
berhubungan dengan teknologi. Pada anak penggunaan teknologi bisa juga sebagai
sarana belajar anak, namun hal ini tergantung kepada orangtuanya.jika orangtua
pandai memilih dan memilah serta membatasi anak dalam penggunaan teknologi
bisa bermanfaat bagi anak. contohnya seperti penggunaan gadget pada anak,
sebagian orangtua pasti sudah mengenalkan gadget pada anak. dengan anak
bermain gadget tanpa pengawasan dari orangtua bisa saja nanti anak melihat yang
tidak seharusnya ia lihat, dan itu akan mempengaruhi anak nantinya. Penggunaan
teknologi dalam pembelajaran anak usia dini harus menjadi media yang
mendukung pembelajaran anak, tujanya agar para orangtua dan juga pendidik
untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman anak tentang pemilihan media
yang tepat dan efektif bagi anak. dengan media yang tepat bisa mengembangkan
seluruh aspek perkembangan anak. Dalam penggunaan teknologi pada anak
merupakan tantangan bagi orang tua. Banyak orangtua yang mengeluh karena sulit
mencegah anak agar tidak kecanduan bermain gadget. Tidak ada yang bisa
disalahkan, karena orangtua yang sibuk dan kurang ada waktu bagi anak,
membiarkan anak bermain gadget sesuka hati tanpa pengawasan, atau anak yang
selalu rewel lalu dikasih gadget pada anak akan membuat anak menjadi diam.
Padahal seperti ini akan berakibat buruk bagi anak, aspek perkembangan anak
kurang berkembang terutama motoric kasar anak, anak kurang bersosialisasi
dengan teman temannya, dan sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa
memperdulikan orang lain. Nah sekarang pada kondisi pandemi seperti sekarang,,
pembelajaran dilakukan dari rumah (darig), dengan seperti ini pasti anak akan
lebih leluasa menggunakan gadget dengan alasan belajar.
Maka dari itu orang tua harus lebih berhati-hati dalam membiarkan anak
menggunakan teknologi, kapan perlu luangkan waktu bersama anak ketika anak
hendak menggunakan gadget.

B. Memahami multikultural dalam konteks sosial anak usia dini


Budaya merupakan perilaku, pola, kepercayaan dan semua hasil lainnya dari suatu
kelompok orang tertentu yang diteruskan dari generasi ke generasi. Produk tersebut
merupakan hasil interaksi dari antara berbagai kelompok orang dan lingkungan selama
bertahun-tahun. Budaya mencakup banyak komponen dan dapat dianalisis dalam banyak
cara.
Terdapat tujuh karakteristik budaya (Brislin dalam Santrok, 2007).Pertama, budaya
dibentuk dari konsep ideal, nilai dan asumsi tentang kehidupan yang menuntun perilaku
orang. Dengan demikian, budaya memberikan pemahaman mengenai arah tingkah laku
ideal yang diharapkan dilakukan oleh semua orang yang ada dalam lingkup budaya
tersebut, agar terjadi penerimaan dan pemahaman sosial.
Kedua, budaya terdiri dari aspek-aspek lingkungan yang dibuat orang. Aspek-aspek
tersebut menyangkut hal-hal yang bersifat immateri, misalnya nilai-nilai, adat istiadat dan
sebagainya, maupun hal-hal yang bersifat materi, misalnya bentuk dan aksesoris pakaian,
bangunan, dan perwujudanperwujudan lainnya.
Ketiga, budaya diteruskan dari generasi ke generasi. Tanggung jawab atas penerusan
tersebut berada di bahu orang tua, guru dan pemimpin masyarakat. Dengan demikian,
terjadi proses transfer budaya dari generasi ke generasi yang merupakan salah satu upaya
untuk melestarikan budaya.
Keempat, pengaruh budaya terlihat dalam benturan yang terjadi ketika terdapat interaksi
budaya. Misalnya, antara orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda dan
tinggal dalam satu lokasi. Benturan-benturan ini pada akhirnya dapat bernilai positif,
yaitu apabila kemudian terjadi asimilasi, ataupun bahwa bernilai negatif, yaitu ketika
terjadi penolakan yang berkepanjangan. Di sinilah pentingnya pandangan
multikulturalisme dikuatkan, sehingga dampak negatif dapat diminimalisir.
Kelima, walaupun ada kompromi, nilai-nilai budaya masih bertahan, terutama nilai-nilai
yang sudah sangat mengakar. Misalnya tradisi yang berlaku turun-temurun.
Keenam, ketika nilai budaya dilanggar atau ekspektasi budaya diabaikan, orang bereaksi
secara emosional
Ketujuh, bukan sesuatu yang aneh bagi orang untuk menerima nilai budaya dalam
kehidupannya dan menolaknya pada saat yang lain. Sebagai contoh, remaja-remaja dan
pemuda yang memberontak atau tidak mengikuti norma yang berlaku dalam keluarga
mungkin akan menerima nilai dan ekspektasi budaya setelah memiliki anak sendiri.

Indonesia memiliki beragam budaya, yang terbentuk oleh beragam masyarakat serta
kondisi geografis. Menurut kondisi geografis, Indonesia memang memiliki banyak pulau,
yang dihuni oleh sekelompok manusia dan membentuk suatu masyarakat, yang kemudian
terbentuk sebuah kebudayaan, diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi milik
bersama dan tercermin dalam pola pikir dan pola hidup masyarakat. Hal ini tentu saja
berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam,
sehingga menjadi bangsa yang multikultural.
Beragam budaya pada akhirnya akan berinteraksi sehingga membentuk multikultural.
Multikultural merupakan isu penting yang sesungguhnya merupakan bagian dari
kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bangsa ini sesungguhnya terdiri atas beragam
jenis manusia dengan banyak ras, budaya, agama, gaya hidup, bahasa, sejarah dan
keragaman lainnya. Multikultural adalah keragaman yang sejak dulu ada, sehingga
merupakan kebanggaan ketika bangsa yang terdiri atas beraneka ragam budaya dapat
menjadi satu kesatuan bangsa yang besar. Pemahaman akan multikultural tersebut erat
dengan pluralisme. Sebagai kekayaan bangsa yang luar biasa, keragaman perlu diterima,
dipelihara, dan dijadikan sebagai alat pemersatu. Hanya saja, akhir-akhir ini sering timbul
permasalahan berkaitan dengan hal tersebut. Keberagaman seringkali dijadikan alat untuk
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Di sinilah pentingnya multikulturalisme.
Multikulturalisme pada dasarnya merupakan pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan
terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme dapat dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian
diwujudkan dalam kesadaran politik (Azra, 2007).
Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya
seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.
Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat disimpulkan bahwa inti
dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu
kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang
ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di
masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang
tanpa membedabedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Oleh karena itu, penanaman dan pemahaman akan multikulturalisme perlu dilakukan
sejak usia dini. Penanaman tersebut tentu saja melalui pengembangan kesadaran akan
multikultural. Kesadaran multikultural adalah penghargaan dan pengertian akan budaya
masyarakat, status sosial ekonomi dan gender. Kesadaran ini juga meliputi pemahaman
akan budaya sendiri. Dengan demikian, program dan kegiatan yang terkait berfokus pada
upaya untuk mengenalkan budaya lain sambil menyadarkan anak akan makna, sifat dan
kekayaan budaya sendiri (Morrison, 2012). Mempelajari budaya lain bersamaan dengan
budaya anak-anak sendiri sangat memungkinkan untuk menyatukan persamaan dan
menghargai perbedaan tanpa menekankan pada kelemahan atau kekuatan satu atau yang
lain. Salah satu institusi yang berperan strategis dalam penanaman kesadaran
multikultural adalah lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD). Anakanak tidak
memasuki program pendidikan anak usia dini sebagai papan tulis kosong yang tak
berisikan apapun tentang perbedaan. Namun sebaliknya, anak membawa bank data
sendiri-sendiri yang berisi pengamatan mengenai karakteristik orang, pengalaman dengan
respons orang dewasa terhadap pertanyaan mereka yang bisa mencerminkan tingkat
ketidaknyamanan yang beragam mengenai masalah ini, pemaparan pada prasangka
umum mengenai kelompok tertentu dan teori-teori yang disusun sendiri tentang sebab
dan pengaruh keragaman (Johson, 2011).
Sebagai ujung tombak dalam PAUD adalah pendidik, yang berinteraksi langsung dengan
anak. Pendidik memiliki tantangan untuk mengembangkan profesionalisme dalam rangka
menjadi jembatan dan agen transformasi nilai dalam kehidupan anak yang bersifat
multikultural. Dengan demikian, pendidik dituntut untuk mengembangkan konsep
pendidikan yang mengedepankan multikultural. Memperkenalkan multikulturalisme
sejak dini memiliki implikasi yang luar biasa terhadap kelas dan bahkan masyarakat.
Multikulturalisme akan mempengaruhi hubungan interpersonal dan pandangan umum
anak tentang kehidupan.
Ketika pendidik PAUD peduli akan multikultural, maka akan menjadikannya sebagai
pendidik yang multidimensional. Dengan demikian, akan meningkatkan kemampuan
untuk peduli akan keberagaman budaya, bahasa, etnis, agama, gender, dan sebagainya,
yang akan membantu pendidik dan anak untuk belajar dan tumbuh bersama. Menjadi
pendidik yang multikultural berarti juga tanggap terhadap berbagai kebutuhan anak,
bertanggung jawab dan mendidik dengan rasa hormat serta keadilan bagi semua anak.
Oleh karena itu, ketika pendidik mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat
multikultural, secara langsung membantu anak dalam melakukan penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan untuk menyesuaikan diri terhadap
orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Penyesuaian sosial
yang baik, akan membantu anak untuk meraih keberhasilan pada masa dewasa (Hurlock,
1978).
Kriteria penyesuaian sosial mencakup empat hal. Pertama, penampilan nyata, yaitu
kemampuan anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain yang tampak dari tindakan
anak. Kedua, penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok yang berbedabeda, sehingga
terjadi proses pemahaman dan penerimaan kelompok, termasuk aturan-aturan yang
berlaku dalam setiap kelompok. Ketiga, sikap sosial, seperti partisipasi sosial serta peran-
peran sosial dalam kelompok, misalnya berbagi, menghargai, dan sebagainya. Sikap
sosial tersebut menjadi dasar bagi pembentukan perilaku sosial (prososial). Keempat,
Kepuasan pribadi, yang terwujud dari sikap dan tindakan anak ketika menjadi anggota
atau pemimpin suatu kelompok anak.
Pendidikan multikulturalisme memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
membangun masyarakat antara lain: (1) meningkatkan tumbuhnya rasa empati yang
berujung pada berkembangnya perilaku saling menghargai; (2) mengantisipasi terjadinya
konflik yang disebabkan adanya perbedaan agama, suku, budaya, jenis kelamin dan
sebagainya; (3) membangun proses interaksi sosial yang positif dalam masyarakat yang
beragam; (4) membangun proses pendidikan yang adil bagi semua anak sesuai dengan
karakteristiknya, sehingga anak akan mampu membangun kolaborasi dan memiliki
komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat; dan (5) dalam jangka
panjang, memberikan kontribusi dalam penyelesaian konflik yang bernuansa SARA di
masyarakat.
Pendidikan multikulturalisme memiliki dampak jangka panjang bagi bangsa Indonesia,
terutama dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu, juga
merupakan salah satu upaya untuk membangun masyarakat yang harmonis.

Kesimpulan kelompok 4 : Bagi Anak Usia Dini Pendidikan multikultural memiliki


peran penting dalam memberikan potensi positif bagi pengembangan anak seperti
mengembangkan aspek pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan berbasis
multikultural sebaiknya dapat dikembangkan dalam kurikulum sekolah dan
pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra kurikuler atau menjadi
bagian dari kurikulum sekolah (khususnya untuk daerah-daerah rawan konflik
sosial).
Pendidikan berbasis multikultural akan menjadi sangat penting diterapkan guna
meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik dalam kehidupan masyarakat
secara luas. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset
(pemikiran) anak usia dini akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai
keberagaman. Dengan menanamkan konsep pendidikan multikultural pada anak
maka diharapkan anak dapat mengarhagai atau memiliki toleransi yang tinggi
terhadap kebuyaan yang dimiliki orang-orang yang ada disekitarnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan
perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-
psikologis, yang termasuk di dalamnya adalah proses belajar. Seperti yang dijelaskan di
awal bahwa lingkungan sosial budaya adalah hubungan timbal balik atau suatu interaksi
yang terjadi antara masyarakat dengan lingkungannya, di mana keduanya adalah saling
memberikan pengaruh untuk satu sama lain.
Budaya merupakan perilaku, pola, kepercayaan dan semua hasil lainnya dari suatu
kelompok orang tertentu yang diteruskan dari generasi ke generasi. Produk tersebut
merupakan hasil interaksi dari antara berbagai kelompok orang dan lingkungan selama
bertahun-tahun. Budaya mencakup banyak komponen dan dapat dianalisis dalam banyak
cara.
Pendidikan multikulturalisme memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
membangun masyarakat antara lain: (1) meningkatkan tumbuhnya rasa empati yang
berujung pada berkembangnya perilaku saling menghargai; (2) mengantisipasi terjadinya
konflik yang disebabkan adanya perbedaan agama, suku, budaya, jenis kelamin dan
sebagainya; (3) membangun proses interaksi sosial yang positif dalam masyarakat yang
beragam; (4) membangun proses pendidikan yang adil bagi semua anak sesuai dengan
karakteristiknya, sehingga anak akan mampu membangun kolaborasi dan memiliki
komitmen nilai yang tinggi dalam kehidupan bermasyarakat; dan (5) dalam jangka
panjang, memberikan kontribusi dalam penyelesaian konflik yang bernuansa SARA di
masyarakat.
Pendidikan multikulturalisme memiliki dampak jangka panjang bagi bangsa Indonesia,
terutama dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu, juga
merupakan salah satu upaya untuk membangun masyarakat yang harmonis.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna
baik dari segi penulisan maupun materi yang disampaikan. Oleh karena itu, kami sangat
berharap akan saran dan kritik dari pembaca demi menciptakan sebuah makalah yang
lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan khusunya bagi para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, A. (2007). Identitas dan krisis budaya, membangun multikulturalisme budaya Indonesia.
Makalah. Disampaikan dalam Kongres Nasional Kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta

Hurlock, E.B. (1998). Perkembangan anak. Jilid 1. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Istiyanto,S. Bekti. 2016. Telepon Gengga dan Perubahan Sosialnya. jurnal komunikasi. 01(58-
63).

Johson, J. E, & Roopnarine, J. L. (2011). Pendidikan anak usia dini dalam berbagai pendekatan.
Terjemahan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Morrison, G. S. (2012). Dasar-dasar pendidikan anak usia dini (PAUD). Terjemahan. Jakarta:
PT. Indeks.

Pebriana, H.P. (2017). Analisis Penggunaan Gadget terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Pada
Anak Usia Dini. Volume 1 Issue 1 (2017) Pages 1 – 11 Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini.

Anda mungkin juga menyukai