Anda di halaman 1dari 6

faktor penentu volume produksi,

Membandingkan Industri Sebagai konsekuensi dari per-


CPO Malaysia dengan Malaysia memiliki area TM yang
bedaan luas TM, maka produksi
Indonesia

Malaysia dan Indonesia merupakan dua pemain utama dalam


perdagangan minyak sawit (CPO). Pangsa ekspor Malaysia dan
Indonesia masing-masing sekitar 62% dan 24% terhadap ekspor CPO
di pasar internasional. Karena perannya yang demikian dominan,
kedua negara tersebut sering diperbandingkan dengan
menggunakan
berbagai tolok ukur seperti volume produksi dan tingkat efisiensi.
Dalam membandingkan kedua negara tersebut, antara fakta,
perkiraan, dan opini sering kabur karena tidak didukung oleh data
yang memadai.

T ulisan ini mencoba menyajikan


beberapa data dan informasi
yang dapat membantu kita dalam
lebih luas yakni hampir 3 juta ha,
sedangkan Indonesia sekitar 2,56
juta ha. Di masa mendatang,
Indo-membandingkan kondisi industri nesia diperkirakan memiliki
area kelapa sawit Malaysia dengan In- TM yang lebih luas
dibanding Ma-donesia. Dari segi luas area total, laysia, karena
Indonesia memiliki Indonesia memiliki area yang lebih area tanaman
belum menghasilkan luas dibandingkan dengan Malaysia yang jauh
lebih luas yaitu 1,41 juta (Tabel 1). Dengan perkataan lain, ha,
sedangkan Malaysia hanya Indonesia kini adalah negara dengan
sekitar 0,56 juta ha. Selain itu, area kelapa sawit terluas di dunia
Malaysia tidak banyak lagi memiliki yakni hampir 4 juta ha. Jika yang
area untuk perluasan, sedangkan dilihat adalah area tanaman meng-
Indonesia memiliki area potensial
hasilkan (TM) sebagai salah satu sekitar 2,9 juta ha.
CPO Malaysia jauh lebih besar di-bandingkan dengan Indonesia. Un- tivitas yang dicapai Indonesia yaitu
tuk tahun 2001, produksi CPO In-donesia hanya sekitar 7,97 juta sekitar 3,11 t CPO/ha/tahun. Di
ton, sedangkan Malaysia 11,8 juta ton. Namun demikian, untuk de- samping masalah teknik budi
kade mendatang, Indonesia diper-kirakan dapat menyamai bahkan daya, produktivitas yang lebih
melebihi produksi CPO Malaysia, karena area total maupun area TM rendah juga disebabkan oleh umur
Indonesia akan semakin luas, se-dangkan Malaysia mempunyai ta- tanaman TM Indonesia yang
naman tua yang makin luas se-mentara TM justru menurun. Pada umumnya belum mencapai umur
tahun 2010-an, produksi CPO In-donesia diperkirakan sudah menya- optimum, sedang-kan Malaysia
mai bahkan melebihi produksi CPO Malaysia. sebagian besar ber-ada pada
Produktivitas kebun kelapa sa-wit Malaysia mencapai 3,66 ton umur optimum. Rendah-nya
CPO/ha/tahun, lebih tinggi diban-dingkan dengan rata-rata produk- produktivitas bukan disebabkan

11
Tabel 1. Perbandingan Malaysia dan Indonesia dalam industri CPO, 2001. Nilai ekspor (US$ juta)
3,74 Ts CPO
Aspek Malaysia Indonesia 2,67 1 , 0 9 PKO
0,23 0 , 2 4 Oleokimia
Area (juta ha) 0,67 0,24
Total 3,50 3,97 Pekebun
Tanaman menghasilkan 2,94 2,56 Harga TBS (% dari harga
Tanaman belum menghasilkan 0,56 1,41 CPO)
Produksi (juta ton) 83 Pemilikan kebun
CPO 11,8 0 (ha/petani)
7 , 9 7 PKO 1,53 4,50 2
1,59 Pendapatan petani
Produktivitas kebun (US$/ha/tahun)
TBS (t/ha/tahun) 19,14 16,39 565 533
CPO(t/ha/tahun) 3,66
3,11 Rendemen (%) 19,22 19
Pabrik CPO
Jumlah pabrik (unit) 352 249
Kapasitas (juta t CPO/tahun) 13,02
11 ,5 0
Pabrik oleokimia oleh perbedaan rendemen, tetapi
Jumlah pabrik (unit) 17 8 nilai US$0,67 juta, sementara
Kapasitas (juta t/tahun) 1,96 1 ,1 0
Oleokimia 1,30 0,80 lebih banyak karena produktivitas
Volume ekspor (juta ton) ekspor oleokimia Indonesia hanya
CPO 10,62 4,11 TBS Malaysia lebih tinggi dibanding
PKO 0,67 0,58
Oleokimia 1,20 0,52 sekitar 0,52 juta ton dengan nilai
Indonesia (Tabel 1). US$0,24 juta. tanaman sawit sekitar US$2.260/
Industri hilir (pengolahan) ke- Jika melihat kesejahteraan pe- tahun, sedangkan petani
lapa sawit Malaysia juga berkem- tani, mudah diduga petani Indonesia dengan luas 2 ha
Malaysia bang lebih pesat dibandingkan di lebih sejahtera memperoleh pendapatan sekitar
dibanding petani Indonesia. Industri pengolahan yang kelapa sawit Rp1.066/tahun. Kinerja industri
Indonesia. Penyebab berkembang di Malaysia terutama pertamanya sawit dan ke-sejahteraan yang
adalah petani sawit adalah palm kernel cake dan oleo- Malaysia lebih tinggi di Ma-laysia tidak
memiliki rata-rata area kimia. Sebagai contoh, jumlah pab- sawit terlepas dari kebijakan pemerintah
lebih luas (4,5 ha) dibanding rik oleokimia di Malaysia mencapai Malaysia yang sangat mendukung
petani Indonesia yang hanya memi-17 unit dengan produksi 1,3 juta industri sawitnya. Pe-ngembangan
liki area sekitar 2 ha. Kedua, pro-ton, sementara Indonesia hanya industri CPO Malaysia dilandasi
duktivitas CPO Malaysia rata-rata memiliki 8 unit dengan produksi se- dasar hukum yang cukup kuat,
mencapai 3,66 t/ha/tahun, sedang-kitar 0,8 juta ton. Hal ini merupa- antara lain tercantum dalam the
kan petani Indonesia hanya 3,11 t kan salah satu penyebab industri Third National Agricultural
CPO/ha/tahun. Ketiga, harga yang kelapa sawit Malaysia lebih tahan Policy 192-2010 (NAP3) dan the
diterima petani Malaysia lebih tinggi terhadap goncangan pasar interna- Second Industrial Master Plan
dari yang diterima petani Indonesia. sional dibandingkan dengan Indo- 1996-2005 (IMP2). Dasar hukum
Rata-rata harga di tingkat petani nesia. yang kuat tersebut selanjutnya di-
Malaysia berkisar 90% dari harga Industri hilir yang sudah ber- implementasikan dalam berbagai
CPO, sedangkan di Indonesia paling kembang ini selanjutnya akan me- kebijakan yang efektif. Sebagai
tinggi hanya 83%. Akibatnya, rata-macu ekspor produk olahan sawit
contoh, pemerintah Malaysia tidak
rata pendapatan petani sawit Ma-hingga mencapai 3,34 juta ton atau
lagi menerapkan pajak ekspor
laysia lebih tinggi dari petani In-sekitar 23% dari total nilai ekspor
CPO guna meningkatkan daya
donesia, yakni US$565 vs US$ produk industri CPO Malaysia. Un-
saing in-dustri CPO Malaysia. Di
533/ha/tahun. Dengan rata-rata pe-tuk oleokimia, volume ekspor Ma-
samping itu, pemerintah
milikan lahan 4,5 ha, maka penda-laysia mencapai 1,2 juta ton dengan
Malaysia secara progresif
patan petani sawit Malaysia dari
memfasilitasi kebijakan counter
trade untuk mendorong ekspor.
Pemerintah Malaysia juga
mendukung ekspor dengan
kebijak-an yang dikenal sebagai
Palm Oil Credit and Payment
Arrangement (POCPA). Kebijakan
ini memudah-kan negara importir
untuk meng-impor CPO dari
Malaysia karena adanya dukungan kredit dari Ma-laysia. Kebijakan ini nyai fungsi utama untuk menjamin
didukung oleh MOU Pemerintah Malaysia dengan pemerintah negara bahwa industri sawit berkembang
pengimpor, per-janjian antara Bank Negara Ma-laysia dan Bank seperti yang "direncanakan"
Sentral negara pengimpor, serta kontrak jangka panjang antara dengan mengontrol perijinan yang
eksportir Malaysia berkait-an dengan produksi,
dan importir negara pengimpor. Semua kebijakan tersebut tidak transportasi, penyimpanan,
terlepas dari keterpaduan tiga ke-lembagaan yang mengelola kelapa ekspor, dan penjual-an. MPOPC
sawit di Malaysia yaitu Palm Oil Registration and Licensing Authori- yang dikelola swasta mempunyai
ty (PORLA), Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM), dan peran utama dalam
Malaysian Palm Oil Promotion Council (MPOPC). PORLA mempu-

12
public relations, promosi, dan su-dah mulai memberikan hasil, salah seperti yang berkaitan dengan
advo-kasi. Di sisi lain, PORIM tetapi masih menyisakan hubungan antara inti dan plasma.
berperan dalam penelitian dan berbagai ma- Cess sebagai sumber pendanaan
pengembang-an. Dana untuk untuk pengembangan, penelitian,
ketiga lembaga ter-sebut dan promosi masih berlaku tetapi
diperoleh dari cess yaitu RM 5,0 dengan nilai 0 atau sama dengan
untuk PORIM, RM 1,75 untuk tidak berlaku. Lebih jauh lagi, Indo-
PORLA, dan RM 1,0 untuk nesia masih memberlakukan pajak
MPOPC per ton produk. Bahkan ekspor dengan kebijakan yang
PORLA dan PORIM melakukan berubah-ubah. Akhirnya, kelem-
konsolidasi dan bergabung bagaan untuk mengembangkan ke-
membentuk Malaysian Palm Oil lapa sawit dalam wujud Dewan
Board (MPOB). Kelapa Sawit baru terbentuk se-
Untuk Indonesia, dukungan hingga kontribusinya masih belum
ke-bijakan industri kelapa sawit tampak.
tidak sesolid di Malaysia. Dengan perbedaan tersebut
Dukungan kre-dit BLBI melalui cukup wajar bila industri kelapa
program PBSN ti-dak berjalan sawit Indonesia untuk sementara
seperti yang diharap-kan karena tertinggal dari Malaysia. Namun,
lemahnya implementasi dan Indonesia mempunyai potensi dan
pengawasan. Dukungan peme- peluang untuk mengejar dan bah-
rintah dalam bentuk proyek PIR
kan melampaui Malaysia. Jln. Salak No. 1A,
Untuk mewujudkan hal Bogor 16151
tersebut, dibu-tuhkan Untuk informasi lebih Telepon : (0251)
kemauan untuk memper-baiki lanjut hubungi: 333382
diri dan kerja keras semua 333088
stakeholders industri kelapa Lembaga Riset 333089
sawit Indonesia (Wayan R. Susila). Perkebunan Indonesia Faksimile : (0251) 315985
E-mail : ipardboo@indo.net.id
13

Anda mungkin juga menyukai