Anda di halaman 1dari 28

Rekayasa Ide

“Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Materi Kesebangunan
Bangun Datar”

Dosen Pengampu: - Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd

- Michael Simanullang, M.Pd

Disusun Oleh:

Dahlia Rizky Ketaren (4173311019)

Enni Fransiska Simamora (4173311037)

Fatimah Harahap (4173311044)

Mauryn Putri Sarasanty (4173111045)

Monika Nasution (4173311073)

Sandy William Damanik (4173111070)

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................................................................4
2.1 Teori Model Pembelajaran CTL............................................................................................4
2.2 Materi Pembelajaran..............................................................................................................7
BAB III DESKRIPSI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MODEL
PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI
PEMBELAJARAN KESEBANGUNAN BANGUN DATAR.........................................................10
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................................16
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................16
4.2 Saran....................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................18

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Belajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai penerima
pelajaran (siswa), sedangkan mengajar menunjukkan kepada apa yang harus dilakukan oleh
seorang guru yang menjadi pengajar. Jadi belajar- mengajar merupakan proses interaksi
antara guru dan siswa pada saat proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan berhasil jika
kemampuan guru dalam menentukan model pembelajaran tepat dengan materi dan tujuan
pembelajaran tercapai serta ditentukan oleh minat belajarsiswa.
Guru tidak selamanya menjadi satu-satunya sumber belajar, sumber belajar bisa
diperoleh dari buku, lingkungan, pengalaman, dan sumber apapun yang dapat digunakan
oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1)
menjelaskanbahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru atau teacher center. Pembelajaran
yang berpusat pada guru membuat siswa menjadi pasif karena hanya mendengarkan
penjelasan dari guru saja. Pada pembelajaran teacher center, guru lebih banyak melakukan
proses belajar-mengajar dalam bentuk ceramah. Sehingga, siswa kurang aktif dan siswa
tidak diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan danpemahamannya.
Pada proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif. Dengan melibatkan siswa pada
proses pembelajaran, siswa menjadi lebih aktif dan pembelajaran yang dilakukan akan lebih
bermakna. Dahar (Trianto, 2007: 25) menjelaskan bahwa belajar bermakna merupakan suatu
proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang.
Pembelajaran yang melibatkan siswa sering disebut dengan student center atau
berpusat pada siswa. Kelebihan dari student center adalah pembelajaran lebih aktif,
pembelajaran lebih menyenangkan, melibatkan siswa dengan dunia nyata sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan siswa dituntut untuk mengkonstruksi
pengalaman dan pemahaman.
Hal ini sejalan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh David Ausubel yaitu
tentang belajar bermakna. Teori ini membedakan antara belajar menerima dan belajar
menemukan. Pada belajar menerima, bentuk akhir dari yang diajarkan itu diberikan oleh
guru. Sedangkan pada belajar menemukan, bentuk akhir dari yang diajarkan itu harus dicari
oleh siswa. Ia juga membedakan antara belajar menghafal dan belajar bermakna. Belajar
bermakna yang dikemukakan oleh David Ausubel yaitu belajar untuk memahami apa yang
sudah diperolehnya, kemudian dikaitkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih mengerti (Maulana,2008b).
Dalam teori Konstruktivisme, guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada siswa. Akan tetapi, siswa harus membangun sendiri pengetahuannya dengan cara
menemukan ide-ide mereka sendiri yang diperoleh dari pengalaman mereka. Dalam hal ini,
John Dewey (Maulana, 2008b) menjelaskan bahwa guru tidak hanya memberikan konsep
begitu saja, namun harus mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep
1
tersebut. Teori ini lebih menekankan pada proses daripada hasil.
Banyak model-model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses
pembelajarannya dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Salah satu model pembelajaran
tersebut adalah Contextual Teacing and Learning (CTL). Contextual Teaching and
Learning (CTL) dilandasi oleh filosofi Konstruktivisme, yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal, akan tetapi mengkonstruksi pengetahuan dari pengalaman.
Dengan menggunakan model pembelajaran CTL, pembelajaran akan lebih bermakna karena
materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Sehingga siswa bisa
mengkonstruksi pemahamannya dari pengalamannya. Sanjaya (2006: 253) menjelaskan
bahwa:
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.Dalam kehidupan sehari-hari siswa,
siswa banyak menemukan hal-hal yang berkaitan dengan mata pelajaran terutama
matematika. Matematika memang memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari,
karena hampir dalam setiap aktivitas sehari-hari entah disadari atau tidak siswa pasti
menggunakan Matematika. Selain memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari, mata
pelajaran matematika pun memiliki tujuan yaitu sebagai berikut (Depdiknas, 2006: 30).
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahanmasalah.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataanmatematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yangdiperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan ataumasalah.
5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahanmasalah.
Dalam kehidupan sehari-hari, siswa sering melihat foto yang ukuran besar dan foto
yang berukuran kecil. Bahkan mungkin siswa sering menggambar suatu bangun atau benda
yang sama dengan ukuran yang berbeda. Tanpa disadari mereka sudah menggunakan konsep
kesebangunan. Akan tetapi, foto atau benda yang digambar siswa belum tentu sebangun.
Karena untuk menentukan kesebangunan suatu benda, bangun, atau suatu bentuk tertentu
kita harus paham terlebih dahulu tentang konsep kesebangunan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik terkait model pembelajaran
Contextual Teacing and Learning (CTL), dan dibawah ini akan dipaparkan mengenai model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi pembelajaran
kesebangunan bangun datar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar model pembelajaran Contextual Teacing and Learning?
2. Apasajakah kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Contextual Teacing and
2
Learning?
3. Bagaimanakah langkah – langkah dalam model pembelajaran Contextual Teacing and
Learning?
4. Bagaimanakah sintaks (Implementasi) pembelejaran Contextual Teacing and
Learning pada materi pembelajaran kesebangunan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar model pembelajaran Contextual Teacing and Learning.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Contextual Teacing and
Learning.
3. Megetahui langkah – langkah dalam model pembelajaran Contextual Teacing and
Learning.
4. Mengetahui sintaks (implementasi) pembelajaran Contextual Teacing and Learning
pada materi pembelajaran kesebangunan.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Model Pembelajaran CTL
a. Pengertian CTL (contextual teaching and learning)
Model Pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) Nurhadi (dalam
Muslich, 2009:41) mengemukakan bahwa pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Johnson (dalam Sugiyanto, 2008:18)
menyatakan bahwa CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para
siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian
mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. CTL adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka
(Sanjaya, 2006:255).
Model pembelajaran CTL adalah konsep pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
melihat makna di dalam materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami, yakni: CTL menekankan
pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, CTL
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan. Dalam upaya itu, siswa
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Pembelajaran CTL sebagai suatu
pendekatan memiliki7 asas atau komponen yang melandasi pelaksanaan proses
pembelajaran, yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu
memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang (Sanjaya,
2006:264). Muslich (2009:44) mengemukakan konstruktivisme adalah proses pembelajaran
yang menekankan terbangunnya pemahaman sendirisecara aktif, kreatif dan produktif
berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan
bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktikannya. Manusia harus
mengkonstruksikannya terlebih dahulu pengetahuan itu dan memberikan makna melalui
pengalaman nyata.
2. Menemukan (Inquiri)
Komponen kedua dalam CTL adalah inquiri. Inquiri, artinya proses pembelajaran
didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara
umum proses Inquiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah,
mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan
(Sanjaya, 2006:265). Menemukan (Inquiri) merupakan proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena,
dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermaknauntuk menghasilkan temuan yang diperoleh

4
sendiri oleh siswa. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil
mengingat seperangkat fakta, akan tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang
dihadapinya Muslich (2009:45).
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Sanjaya, 2006:266).
Menurut Mulyasa (2009:70) menyebutkan ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan
pembelajaran, yakni pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi acuan, memusatkan
perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberian kesempatan berpikir, dan
pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran melalui CTL guru tidak menyampaikan informasi
begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran
bertanya sangatpenting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pemahaman anak banyak
dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan
sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Konsep masyarakat belajar (Learning
Comunity) dalam CTL hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain,
teman, antar kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267). Muslich
(2009:46) mengemukakan konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil
belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu
kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Modeling merupakan azas yang cukup penting dalam
pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoritis (abstrak) yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme (Sanjaya, 2006:267).
Konsep pemodelan (modeling), dalam CTL menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan
dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud
bisa berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukan hasil karya,
mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran seperti ini, akan lebih cepat dipahami
siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukan
model atau contohnya (Muslich, 2009:46).
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara
mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang
telah dipelajarinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa

5
memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual ataupun mental
siswa. Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar bukan sekedar pada hasil
belajar (Sanjaya, 2006:268). Muslich (2009:47) Penilaian yang sebenarnya (authentic
assesment) merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan
pengalaman belajar siswa perlu diketahui oleh guru setiap saat agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.

b. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual


Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual Menurut Kunandar (2007: 45) kelebihan
dan kekurangn pembelajaran kontekstual dapat di jelaskan sebagai berikut.
Kelebihan pembelajaran Kontekstual yaitu :
1. pembelajaran yang menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa ;
2. melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran ;
3. melatih siswa untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya dan bergulat dengan ide-ide serta mampumengidentifikasikan dan menyimpulkan
materi yang dipelajarinya ;
4. membangkitkan motivasi siswa dalam belajar ;
5. merangsang keingintahuan siswa terhadap materi pelajaran ;
6. menciptakan proses pembelajaran dalam bentuk kelompok belajar ;
7. merefleksikan pengetahuan siswa dengan materi yang baru saja dipelajari sebagai
struktur pengetahuan yang baru ;
8. melaksanakan penilaian sepanjang proses kegiatan pembelajaran ;
9. mendorong siswa untuk mengartikan apa makna belajar dan apa manfaatnya ;
10. memposisikan siswa sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti.
Kekurangan CTL bersumber pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktordari
luar (ekstern).
Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut ;
1. guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih
banyak tenaga, pemikiran dan waktu ;
2. agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan, fasilitas,
alat, dan biaya yang cukup memadai ;
3. selama kegiatan berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang
dibahasa meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
c. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual Menurut Kunandar (2007:298)
Adapun Ciri-ciri pembelajaran kontekstual antara lain :
 adanya kerjasama antar semua pihak.
 menekankan pentingnya pemecahan masalah.
 bermuara pada keragamankonteks kehidupan siswa yang berbedabeda.
 saling menunjang.
 menyenangkan, tidak membosankan.
 belajar dan bergairah.
 pembelajaran terintegrasi.
 menggunakan berbagai sumber.
6
 siswa aktif.
d. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Menurut Johnson (2007: 65)
Ada delapan komponen utama dalam sistem pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut :
 melakukan hubungan yang bermakna.
 melakukan kegiatankegiatan yang signifikan.
 belajar yang diatur sendiri.
 bekerja sama.
 berfikir kreatif dan kritis.
 mengasuh atau memelihara pribadi siswa.
 mencapai standar yang tinggi.
 menggunakan penilaian autentik.
e. Sintaks CTL (contextual teaching and learning)
Sintaks model CTL (contextual teaching and learning) adalah sebagai berikut:

No. Tahap Kegiatan Guru


Guru membangun pemahaman pemahaman siswa
1. Konstruktivisme
tentang materi yang akan diberikan
Guru mengarahkan siswa untuk belajarndan saling
2. Belajar kelompok
membantu dalam kelompok
Guru mengarahkan siswa untuk menemukan dan
3. Inkuiri menghasilkan pengetahuan dan keterampilannya
sendiri
guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
4. Bertanya dan authentic assessment
kemampuan berfikir siswa
Guru mengarahakan siswa untuk membentuk
Masyarakat belajar dan authentic
5. kelompok belajar dan melakukan pengajaran di tiap
assessment
tiap kelompo seperti tutor sebaya
Guru mengarahkan untuk melihat kembali,
mengorganisasi kembali, menganalisis kembali,
6. Refleksi
mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal
yang telah dipelajari.

2.2 Materi Pembelajaran


a. Kesebangunan
Syarat dua bangun datar dikatakan sebangun adalah:
1. Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
2. Sisi-sisi yang bersesuaian sebanding.
Contoh bangun datar sebangun adalah:
1. Segitiga sama kaki
2. Lingkaran
3. Persegi

7
Contoh :
Dua bangun datar yang sebangun

Dua bangun datar diatas adalah sebangun. Oleh karena itu dua bangun datar diatas
memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Pasangan sisi yang bersesuaian memiliki perbandingan nilai yang sama. Berikut dapat
dibuktikan:
AD 3 1
 Sisi  AD dan KN =  = =
KN 6 2
AB 3 1
 Sisi AB dan KL =  = =
KL 6 2
BC 3 1
 Sisi BC dan LM =  = =
LM 6 2
CD 3 1
 Sisi CD dan MN =  = =
MN 6 2
AD AB BC CD
Jadi, dapat disimpulkan bahwa =  = = =
KN KL LM MN
Besar Sudut yang bersesuaian sama yaitu ∠ A=∠ K ; ∠ B=∠ L ; ∠ C=∠ M ; ∠ D=∠N
B. Kongruen
Kekongruenan dilambangkan dengan ≅. dua buah bangun datar dapat dikatakan kongruen
jika memenuhi dua syarat, yaitu:
 Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar
 Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang

Contoh

Dua bangun datar yang kongruen

8
Pada kedua bangun di atas, panjang KL = PQ, Panjang LM = QR, panjang MN =
RS, panjang NK = SP dan oleh karena itu, pada bangun KLMN dan PQRS adalah kongruen
karena memiliki bentuk dan ukuran yang sama.
Dua segitiga yang kongruen
Secara geometris dua segitiga yang kongruen adalah dua segitiga yang saling
menutupi dengan tepat. Sifat dua segitiga kongruen yaitu: (1) pasangan sisi yang bersesuaian
sama panjang , (2) sudut yang bersesuaian sama besar.
Syarat dua segitiga yang kongruen adalah sebagai berikut:
a. Tiga sisi yang bersesuaian sama besar (sisi, sisi, sisi)

Pada segitiga ABC dan segitiga PQR di atas, bahwa panjang AB = PQ, panjang AC = PR,


dan panjang BC = QR.
b. Sudut dan dua sisi yang bersesuaian sama besar (sisi, sudut, sisi)

Pada segitiga ABC dan segitiga PQR di atas, bahwa sisi AB = PQ, ∠B =  ∠Q, dan sisi BC =


QR
c. Satu sisi apit dan dua sudut yang bersesuaian sama besar (sudut, sisi, sudut)

Pada segitiga ABC dan segitiga PQR di atas bahwa, ∠A =  ∠P, sisi AC = PR, dan ∠Q =  ∠R

9
BAB III
DESKRIPSI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI PEMBELAJARAN
KESEBANGUNAN BANGUN DATAR

A. Langkah-Langkah Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

Sintaks CTL Aktivitas Pembelajaran


Konstruktivisme Guru memberikan dua model/gambar persegi panjang
dengan ukuran masing-masing 2 x 3 cm dan 4 x 6 cm dan
3 x 4 cm. Siswa diminta memberikan tanggapan
mengenai ketiga gambar tersebut, dikaitkan dengan
kesebangunan. Dengan pertanyaan : “ model/gambar
mana yang sebangun?”, “ Apa yang membedakan
sebangun dengan kongruen?”.

2 x 3 cm
4 x 6 cm

3 x 4 cm

Guru menginformasikan tujuan pembelajaran yaitu


menentukan syarat dan unsur yang sama dari dua bangun
yang sebangun dan kongruen.
Guru mempersilahkan beberapa siswa ke depan untuk
mengungkapkan pendapatnya tentang sisi-sisi dan sudut-
sudut yang terjadi pada dua bangun datar yang sebangun
dan kongruen.
Belajar Kelompok Guru menyajikan informasi awal mengenai cara
menemukan perbedaan antara dua bangun datar yang
sebangun dan kongruen.

Cara menemukan perbedaan antara dua bangun


datar yang sebangun dan kongruen :

Ilustrasi tentang sebangun :

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 7.977 mil


di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. L
10 1.922.570 km2 dan luas perairannya
uas daratannya
3.257.483 km2 . Dengan ukuran seluas itu tidak
mungkin bisa menggambar Indonesia diatas
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang
terdiri dari 4-5 orang.
Guru meminta siswa melakukan pengamatan terhadap
unsur-unsur dari dua bangun datar yang sebangun dan
kongruen.
Inkuiri Guru memberikan LKPD untuk diselesaikan oleh siswa.
Guru mengawasi siswa saat mengisi LKPD.

11
Bbetg Bertanya dan Autentic Guru berkeliling untuk membimbing setiap kelompok
Assesment (Penilaian sambil melakukan tanya jawab dan melakukan penilaian
proses belajar) kinerja tiap kelompok.

Masyarakat Belajar dan Guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan


Autentic Assement hasil diskusi dan melakukan penilaian kelompok.
Guru dan siswa melakukan diskusi kelas untuk menarik
kesimpulan.
Guru memberikan penguatan dan pengembangan konsep
serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya : Pengubinan untuk kekongruenan dan
lainnya.
hRer Refleksi Guru membimbing siswa untuk merangkum hasil
pembelajaran yang telah dipelajari.
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik
dari hasil penilaian kinerja dan penguasaan konsep.
Guru memberikan tugas untuk pertemuan berikutnya.

B. Sistem Pendukung
Sarana Sistem pendukung yang digunakan dalam model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning pada materi pembelajaran kesebangunan bangun datar , yakni :
- Buku Mata Pelajaran Matematika kelas IX yang disediakan sekolah atau buku pegangan
yang direkomendasikan oleh guru .

12
- LKS atau LKPD yang berisikan soal soal permasalahan yang disediakan oleh guru tentang
kesebangunan bangun datar.
- Alat eksperimen yang dapat digunakan sesuai materi kesebangunan bangun datar.
- Power point dan video pembelajaran dengan materi kebangunan bangun datar.
- Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan materi kesebangunan
bangun datar.
C. Dampak Instruksional dan Pengiring
Dampak instruksional dari pelaksanaan model Contextual Teaching and Learning pada
materikebangunan bangun datar adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan aktivitas belajar siswa.
2) Peningkatan hasil belajar siswa
Dampak pengiring dari pelaksanaan model Contextual Teaching and Learning pada materi
kebangunan bangun datar adalah sebagai berikut:
1) Siswa dapat bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran.
2) Dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri saat bekerja
kelompok.
3) Siswa dapat dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah.
4) Siswa berani mengungkapkan pendapatnya di depan umum, sehingga siswa dapat
belajar menerima kelebihan dan kekurangan temannya serta menerima pendapat orang
lain.
5) Terjalin kekompakan dalam kelompok.

D. Prinsip Reaksi Pengelolaan


1) Pembelajaran berfokus pada siswa, guru sebagai mitra pembelajaran yang
artinya pada pembelajaran materi kebangunan bangun datar dengan menggunakan
model CTL maka siswalah yang lebih beperan aktif dalam belajar dan mengeluarkan
ide ide atau pemikiran dan pendapatnya tentang sebuah materi . Dan guru disini
sebagai Mitra Pembelajran maksudnya dimana guru sebagai yang memberikan materi
dalam bentuk video atau powerpoint yang dapat dibaca atau dilihat dan dipelajari oleh
siswa tersebut, guru juga berperan sebagai pengarah dalam pembelajaran yang
memberikan arahan kepada siswa .

2) Pemberi Scaffolding,dimana scaffolding merupakan teknik pemberian dukungan


belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa
agar dapat belajar secara mandiri. Disini guru memberikan dukungan atau motivasi
kepada siswa untuk dapat belajar mandiri dan menyelesaiakan permasalahannya .

3) Fasilitator , dimana guru memberikan fasilitas dalam belajar seperti LKPD atau LKS
yg berisi soal-soal atau permasalahan yang dapat dikerjakan oleh siswa , atau dapat
juga memberikan materi atau tambahan pembelajaran melalui powerpoint atau video
pembelajaran .

4) Motivator dan mediator dalam pemecahan masalah , guru membrikan soal-soal


seperti LKPD atau LKS, disini guru menjadi motivator yang memberikan motivasi
kepada siswa untuk dapat dan yakin bahwa dia bisa mneyelesaikan permasalahan yang

13
diberikan dalam pembelajaran dan membimbing jika ditemukan kesulitan saat proses
pengerjaan soal.

5) Mendorong kelompok belajar berbasis inquiri , dimana siswa diajak untuk aktif
dan dapat bekerjasama dalam sebuah kelompok dalam menyelasiakan masalah dan
dapat saling membantu teman yang kurang paham daam kelompoknya , dan guru
berperan memberi persoalan atau permasalahan yang akan dibahas dalam kelompok.

6) Sistem sosial
- Flexible (luar atau dalam kelas)
Model pembelajaran Contextual Teaching and Learningmembuat kondisi saat
KBM nyaman, dimana terjadi interaksi secaralangsung baik antara guru dengan
siswa maupun siswa dengan siswa.

- Demokrasi
Pembentukan kelompok-kelompok kecil dengan kondisi siswa yang heterogen dan
bersifat demokratis.

- Komunikasi Transaksional
Proses komunikasi dalam model CTL ini dalam bentuk verbal maupun non verbal,
yang dapat dipahami dalm konteks hubungan antara dua orang atau lebih.

- Kolaboratif dan Kooperatif


Artinya pada model ini siswa bekerja sama dengan teman satu kelompok untuk
mendiskusikan masalah yang diberikan pada saat pembelajaran. Dan dalam model
ini juga guru memilih proses kegiatan yang memungkinan guru dan siswa
berkolaborasi.

- Toleransi terhadap Keberagaman


Dalam model pembelajaran CTL diberlakukan pembagian kelompok dalam proses
pembelajaran. Dan pembagian tersebut secara heterogen sehingga dari berbagai
kalangan suku, agama dapat digabung dalam satu kelompok. Sehingga dalam diri
siswa akan tumbuh rasa toleransi terhadap keberagaman. Dan tumbuhnya sikap
atau tenggang rasa menghargai dan memperbolehkan seseorang untuk mengajukan
pendapat yang berbeda dengan pendapat dirinya sendiri.

14
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penulis menyimpulkan bahwa, model Contextual Teaching and Learning merupakan
modelpembelajaran yang menginisiasi siswa dengan menghadirkan sebuah masalah agar
diselesaikan oleh siswa.Adapun Langkah-langkah dalam model pembelajaran ini ialah
Konstruktivisme (Constructivism), Menemukan (Inquiri), Bertanya (Questioning),
Masyarakat Belajar (Learning Comunity), Pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection),
Penilaian Nyata (Authentic Assesment). Pada suatu model pembelajaran, sintaks merupakan
bagian terpeting dari suatu model tersebut. Adapun Sintaks pada model pembelajaran ini
berdasarkan materi pembelajaran yang diangkat adalah materi kesebangunan dan
kekongruenan adalah:
Pada fase 1, Kontruktivisme. Guru memberikan gambaran tentang dua model/gambar
persegi panjang .
Pada fase 2, Belajar Kelompok. Guru menyajikan informasi awal mengenai cara
menemukan perbedaan antara dua bangun datar yang sebangun dan kongruen. Dan guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.
Pada fase 3, Inkuiri. Guru memberikan LKPD untuk diselesaikan oleh siswa.
Pada fase 4, Bertanya dan Autentic Assesment. Guru berkeliling untuk membimbing setiap
kelompok sambil melakukan tanya jawab dan melakukan penilaian kinerja tiap kelompok.
Pada fase 5, Masyarakat Belajar dan Authentic Assessment. Guru meminta perwakilan
kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan melakukan penilaian kelompok.
Pada fase 6, Refleksi. Guru membimbing siswa untuk merangkum hasil pembelajaran yang telah
dipelajari dan memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik dari hasil penilaian kinerja dan
penguasaan konsep kesebangunan dan kekongruenan.
Implementasi model pembelajaran Contextual Learing and Teaching pada materi
pembelajaran kesebangunan dan kekongruenan menimbulkan pengaruh positif terhadap
siswa seperti, meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan keterampilan
akademik, meningkatkan keterampilan Inquiri dan meningkatkan keterampilan kolaborasi.
Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah pembelajaran yang menghubungkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa ; melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran ; melatih siswa untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergulat dengan ide-ide serta
mampumengidentifikasikan dan menyimpulkan materi yang dipelajarinya ; membangkitkan
motivasi siswa dalam belajar ; merangsang keingintahuan siswa terhadap materi
pelajaran ;menciptakan proses pembelajaran dalam bentuk kelompok belajar ; merefleksikan
pengetahuan siswa dengan materi yang baru saja dipelajari sebagai struktur pengetahuan
yang baru ; melaksanakan penilaian sepanjang proses kegiatan pembelajaran ; mendorong
siswa untuk mengartikan apa makna belajar dan apa manfaatnya ;memposisikan siswa
sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti. Namun demikian, dalam model
pembelajaran ini juga terdapat kelemahan, seperti guru harus mempersiapkan pembelajaran
secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu ; agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan, fasilitas, alat, dan
biaya yang cukup memadai ; selama kegiatan berlangsung, ada kecenderungan topik

15
permasalahan yang sedang dibahasa meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.

4.2 Saran
Model pembelajaran merupakan komponen yang penting dalam proses belajar dan
pembelajaran, karena minat siswa dalam belajar tergantung dengan bagaimana guru tersebut
menyampaikan materi yang diajarkannya. Oleh karena itu, sebaiknya pendidik maupun
calon pendidik memilih dengan bijak dengan mempertimbangkan beberapa factor untuk
memilih model pembelajaran yang akan menjadi dasar dalam menyampaikan materi
pembelajarannya. Jika model pembelajaran Contextual Teaching and Learning diterapkan,
oleh pendidik maupun calon pendidik diharuskan memiliki skill atau kemampuan dan
kreatifitas untuk menciptakan inovasi-inovasi baru dalam menyelesaikan permasalahan
Matematika. Dan penulis menyarankan model pembelajaran ini dapat diterapkan kepada
siswa dalam menyelesaikan permasalahan pada mata pelajaran matematika, karena model
ini dapat membantu siswa dalam memahami materi secara lebih mudah dengan cara
berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok serta menciptakan kreatifitas siswa yang
disertai dengan pengaplikasian kehidupan sehari – hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Djumanta, Wahyudin dan Dwi Susanti. 2008. Belajar Matematika Aktif dan Menyenangkan.
Jakarta: PT. Setia Purna Invest.

Latipah , Eneng Diana Putri dan Afriansyah , Ekasatya Aldila . 2018 . Analisis Kemampuan
Koneksi Matematis Siswa Menggunakan Pendekatan Pembelajaran CTL dan RME. Jurnal
Matematika. 17 (1). (ISSN: 1412-5056 / 2598-8980)

Sitorus , Ramli . Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Pendekatan Contextual Teaching And
Learning (Ctl) Dalam Penyelesaian Soal Cerita Matematika SD.

17
Lampiran

LEMBAR KERJA
PESERTA DIDIK

Kesebangunan dan
Kekongruenan

Nama :.................................................

Kelas :.................................................

Petunjuk :

1. Berdoalah sebelum mengerjakan


2. Bacalah LKPD dengan seksama
3. Pahami dan diskusikan masalah yang telah ada
4. Tuliskan penyelesaian anda secara lengkap pada kertas yang sudah disiapkan guru
5. Waktu mengerjakan adalah 15 menit

18
Kompetensi Dasar

3.1 Mengidentifikasi Bangun – Bangun yang Sebangun dan kongruen

Amatilah Permasalahan di
Bawah ini

Kasus 1!

Sebangunkan persegi panjang ABCD dengan persegi panjang EFGH? Pada


persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH , perbandingan panjangnya
adalah 4 : 8 = 1 : 2

19
PENYELESAIAN

1. Mengidentifikasi Masalah

2. Membuat Hipotesis (merumuskan jawaban sementara)

20
3. Mencari Data
Mengumpulkan jawaban – jawaban berdasarkan data yang terdapat pada
soal.

4. Menguji Hipotesis
Menghitung perhitungan dengan menggunakan rumus pada
kesebangunan

21
5. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil yang diperoleh pada tahap – tahap sebelumnya.

Kasus 2!

Perhatikan kedua segitiga siku – siku dibawah ini

Buktikan bahwa segitiga ABC kongruen dengan segitiga PQR

22
PENYELESAIAN

1. Mengidentifikasi Masalah

2. Membuat Hipotesis (merumuskan jawaban sementara)

23
3. Mencari Data
Mengumpulkan jawaban – jawaban berdasarkan data yang terdapat pada
soal.

4. Menguji Hipotesis
Menghitung perhitungan dengan menggunakan rumus pada
kesebangunan

24
5. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil yang diperoleh pada tahap – tahap sebelumnya.

25
NAMA BAGIAN PENGERJAAN TUGAS RI

NAMA BAGIAN PENGERJAAN


DAHLIA RIZKY KETAREN BAB I (PENDAHULUAN)
ENNY FRANSISKA SIMAMORA BAB III (DESKRIPSI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS MODEL
PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA MATERI PEMBELAJARAN
KESEBANGUNAN DAN
KEKONGRUENAN
BAB IV (KESIMPULAN DAN SARAN)
FATIMAH HARAHAP BAB II ( KAJIAN PUSTAKA)
MAURIN PUTRI SARASANTI BAB II ( KAJIAN PUSTAKA)
MONIKA NASUTION BAB III (DESKRIPSI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS MODEL
PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA MATERI PEMBELAJARAN
KESEBANGUNAN DAN
KEKONGRUENAN
BAB IV (KESIMPULAN DAN SARAN)

SANDY WILLIAM DAMANIK -

26

Anda mungkin juga menyukai