Anda di halaman 1dari 51

PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI

GURU BIMBINGAN KONSELING DI SMP NEGERI 1 PAMEKASAN

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH:
WINDA ERINA DAMAYANTI
NIM. 20170701042191

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2020

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Asssalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan rahmat, hidayah, sertainayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyusun proposal yang berjudul “Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
Kompetensi Guru Bimbingan Konseling di SMP Negeri 1 Pamekasan”. Kemudian
sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW. Sang revolusioner dunia yang telah membawa umatnya dari zaman
kegelapan menuju zaman terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan
seperti sekarang ini.
Tujuan dilakukannya penulisan ini yaitu untuk mengetahui tentang Peran
Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Bimbingan Konseling di
SMP Negeri 1 Pamekasan. Manfaat dari penulisan ini bagi peneliti dapat
dijadikan pengalaman untuk memperluas keilmuan, serta dapat menjadi bahan
kajian, bahan rujukan dan inspirasi bagi mahasiswa dan mahasiswi dalam proses
pengayaan keilmuan
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan proposal ini tidak lepas dari
bantuan, support, arahan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Mohammad Kosim, M. Ag. Selaku Rektor IAIN Madura.
2. Bapak Dr. Atiqullah, S.Ag. M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Madura
3. Bapak Dr. H. Ali Nurhadi, S.Pd., M.Pd selaku Ketua Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam yang telah memperlancar dalam pengajuan
judul skripsi dan telah setia menjadi mitra belajar menulis.
4. Bapak Dr. Buna’i, S.Ag, M.Pd selaku pembimbing yang penuh kesabaran
dalam memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis, dan

iv
beliau juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing disela-sela
kesibukannya dalam proses penyelesaian proposal ini.
5. Semua Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura yang telah sabar
dalam memberikan ilmu dan pengetahuannya serta pengalaman akademik
kepada penulis.
6. Bapak Jamil, M.Pd selaku Kepala SMP Negeri 1 Pamekasan yang telah
memberikan izin dan memberikan data untuk menyelesaikan proposal ini.
7. Semua dewan guru terlebih guru Bimbingan Konseling dan staf di SMP
Negeri 1 Pamekasan yang telah memberikan izin untuk meneliti dan
membantu penulis mengumpulkan data-data peneliti.
8. Kedua orang tua saya terimakasih atas do’a, kasih sayangnya serta senantiasa
memberikan semangat dalam proses penyusunan proposal ini sehingga dapat
menyelesaikan tugas Akademik di Institut Agama Islam Negeri Madura.
9. Kakak dan adik saya, serta seluruh keluarga terimakasih atasdo’anya dan
telah memberikan dukungan dan membantu dalam penyelesaian proposal ini.
10. Sahabat saya yang selalu meluangkan waktunya dan memberikan nasehat,
bimbingan dan arahan, mensupport, menemani dalam proses penyusunan
tugas akhir ini, serta memotivasi saya untuk tidak menyerah demi selesainya
proposal ini.
11. Teman-teman MPI Angkatan 2017 terimakasih atas bantuan serta
semangatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif. Penulis berharap semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi
peneliti khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

v
Pamekasan, 1 September 2020
Penulis,

Winda Erina Damayanti


NIM. 20170701042191

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
A. Judul Penelitian ....................................................................................... 1
B. Konteks Penelitian .................................................................................. 1
C. Fokus Penelitian ...................................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9
E. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 9
F. Definisi Istilah ......................................................................................... 10
G. Kajian Pustaka ........................................................................................ 11
1. Kajian Teoritik Tentang Peran Kepala Sekolah ................................. 11
a. Pengertian Kepala Sekolah ............................................................ 11
b. Peran, Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah ..................................... 13
2. Kajian Teoritik Tentang Program Peningkatan Kompetensi
Guru BK ............................................................................................ 16
a. Pengertian Program Peningkatan Kompetensi Guru BK .............. 16
b. Prinsip-Prinsip Program Peningkatan Kompetensi Guru BK ....... 21
c. Pengelolaan atau Tahapan Proses Program
Peningkatan Kompetensi Guru BK ............................................... 23
d. Faktor Pendukung dan Penghambat Program
Peningkatan Kompetensi Guru BK ............................................... 28
3. Kajian Penelitian Terdahulu ............................................................... 29
H. Metode Penelitian ................................................................................... 32
1. Pendekatan dan Jenis penelitian ......................................................... 32
2. Kehadiran Peneliti .............................................................................. 33
3. Lokasi Penelitian ................................................................................ 34
4. Sumber Data ....................................................................................... 34

vii
5. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 35
6. Analisis Data ...................................................................................... 37
7. Pengecekan Keabsahan Data .............................................................. 38
8. Tahap-Tahap Penelitian...................................................................... 40
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 41

viii
1

A. Judul
Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Bimbingan Konseling di SMP Negeri 1 Pamekasan.
B. Konteks Penelitian

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan
peserta didik yang beriman dan beramal soleh berdasarkan fungsi pendidikan
nasional di atas maka guru bimbingan dan konseling dituntut untuk memiliki
kemampuan lebih dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.1

Melihat hal tersebut tentu saja tidaklah mudah karena menjadi seorang
guru Bimbingan Konseling harus siap menghadapi berbagai tantangan,
tantangan itu sendiri berasal dari karakteristik peserta didik yang unik dan
berbeda-beda, oleh sebab itu guru Bimbingan Konseling harus mampu
berinteraksi dengan karakteristik peserta didik, harus memiliki kesabaran
dalam melayani, santun dan ikhlas menjalankan tugasnya, serta mampu
mempengaruhi perkembangan dan kemandirian peserta didik.

Bimbingan Konseling atau konseling adalah salah satu komponen


layanan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional, karena pendidikan
sebagai suatu sistem diselenggarakan melalui layanan pembelajaran mata
pelajaran atau bidang studi, manajemen, layanan bantuan khusus melalui
layanan Bimbingan Konseling atau konseling, dan kegiatan lainnya. Maka
dari itu sesuai dengan Permendikbud No. 111 tahun 2014 pasal 5 poin g

1
Hazrullah dan Furqan, “Kompetensi Profesional Guru Bimbingan Konseling Dalam Pemecahan
Masalah Belajar Siswa Di MAN Rukoh Banda Aceh.” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. 18, No. 2
(Februari, 2018) hlm., 246.
2

(Depdikbud, 2014) dapat ditegaskan bahwa Bimbingan Konseling atau


konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan.2

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwasanya proses pendidikan


tidak akan berhasil dengan baik tanpa didukung dengan pelaksanaan layanan
konseling yang baik pula, karena sejatinya lembaga pendidikan itu sendiri
memiliki tanggung jawab penuh dalam membantu siswa supaya berhasil
dalam proses pembelajaran, untuk itu sekolah memberikan bantuan kepada
siswa berupa layanan bimbingan dan konseling agar bisa mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada dalam kegiatan belajar mengajar baik
itu di dalam kelas ataupun diluar kelas.

Kehadiran pelayanan bimbingan dan konseling di dunia pendidikan


sering disebut sebagai kekuatan pendidikan yang ketiga setelah kekuatan
manajemen dan pembelajaran.3 Kekuatan pendidikan yang ketiga ini
berkaitan dengan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap
peserta didik serta kegiatan lainnya dalam lingkup Bimbingan Konseling
untuk membantu peserta didik mengembangkan dirinya. Oleh karena itu
pelaksanakan proses pendidikan di sekolah tidak akan terlepas dari
pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Kegiatan konseling akan
selalu terkait dengan pendidikan, karena keberadaan konseling dalam
pendidikan merupakan hal yang logis dari upaya pendidikan itu sendiri.

Pada umumnya layanan bimbingan dan konseling itu dilakukan oleh


guru-guru yang tidak disiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas
bimbingan dan konseling, akan tetapi tahap selanjutnya dilaksanakan oleh
guru yang memperoleh pelatihan dan jabatan, sampai pada saatnya
diselenggarakan pendidikan prajabatan untuk tugas tersebut di berbagai
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), dengan isi program

2
Ardimen, “Visi Baru Konselor Sekolah dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Layanan
Pendidikan di Sekolah dan Madrasah.” Jurnal Konseling Indonesia, Vol. 4, No. 1 (Oktober, 2018)
hlm., 24.
3
Syarifuddin Dahlan, Bimbingan dan Konseling di Sekolah; Konsepsi Dasar dan Landasan
Pelayanan (Yogyakarta, GrahaIlmu, 2014), hlm. 17.
3

pendidikan yang cenderung bersifat teoritik.4 Hal tersebut mengingat bahwa


kondisi guru Bimbingan Konseling yang sangat minim, akan tetapi dengan
adanya perkembangan zaman dimana seorang guru yang memangat tidak
memiliki keahlian secara khusus untuk melaksanakan tugas bimbingan dan
konseling maka akan diberikan pelatihan khusus dan peningkatan jabatan
sesuai dengan bidang keahliannya, agar mereka mampu memberikan
kesejahteraan kepada peserta didik.

Konseling merupakan salah satu aktivitas penting dalam mengubah sikap


dan perilaku individu, yang dalam prosesnya harus dilaksanakan oleh seorang
konselor professional. Sebagai sebuah proses yang professional, maka dalam
melaksanakan konseling diperlukan seperangkat teori dan pendekatan yang
mendasarinya, dan para konselornya pun merupakan orang-orang yang
khusus mendapatkan pendidikan untuk hal itu.5

Bimbingan konseling bukanlah pekerjaan serampangan yang dilakukan


oleh siapa saja, akan tetapi bimbingan konseling harus dilakukan oleh orang
yang memiliki keahlian khusus. Seorang guru bimbingan konseling dalam
menjalankan tugasnya harus mempertahankan sikap dan profesionalnya. Guru
bimbingan konseling harus diberikan oleh seorang ahli, dan harus memiliki
bobot tertentu yang dapat memperlancar proses bimbingan konseling yaitu
memiliki pengetahuan dasar menyangkut teori, praktik konseling, dan
keterampilan konseling yang dapat diperoleh baik secara pendidikan formal
dari jurusan Bimbingan Konseling, penataran dan harus memiliki kompetensi
dalam memberikan layanan bimbingan konseling untuk mencapai tujuan yang
efektif. Seorang konselor harus memiliki kemantapan wawasan, kemampuan
yang professional, nilai dan sikap dalam bidang pelayanan bimbingan
konseling, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Prayitno “Seorang
konselor harus memenuhi persyaratan tertentu, salah satunya persyaratan
yang harus dimiliki oleh seorang konselor yaitu pendidikan formal,

4
Anak Agung Ngurah Adhiputra, BIMBINGAN DAN KONSELING; Aplikasi di Sekolah Dasar dan
Taman Kanak-Kanak (Yogyakarta: GrahaIlmu, 2013), hlm. 11.
5
Erhamwilda, Konseling Islami (Yogyakarta: Psikosain, 2019), hlm. 1.
4

kepribadian, latihan, atau pengalaman khusus.”6 Berdasarkan hal tersebut


dapat kita ketahui bahwasanya latar belakang pendidikan seorang konselor
sangat berpengaruh terhadap pelayanan yang akan diberikan terhadap peserta
didik, oleh karena itu seorang konselor harus mengikuti berbagai pelatihan
yang telah disiapkan oleh sekolah untuk bisa mempertahankan
profesionalistasnya.

Guru bimbingan dan konseling (BK) atau konselor sekolah pada


hakikatnya seorang psychological-educator, yang dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 dimasukkan sebagai kategori pendidik. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1
ayat 6 yang berbunyi: pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan pengertian pendidik di atas dapat diketahui bahwa guru BK atau
konselor sekolah mempunyai tanggung jawab sebagai tenaga kependidikan
untuk berpartisipasi dalam pendidikan sesuai dengan bidangnya yaitu
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik.7

Pada dasarnya kinerja guru BK professional ditentukan oleh standar


kualifikasi akademik dan kompetensi, serta kesejahteraan. Penetapan standar
kualifikasi akademik dan kompetensi terkait dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor (SKAKK) pasal 1 ayat 1 yang
menyebutkan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang
berlaku secara nasional.8 Kesejahteraan yang dimaksud yaitu berupa adanya

6
Hazrullah dan Furqan, “Kompetensi Profesional Guru Bimbingan Konseling Dalam Pemecahan
Masalah Belajar Siswa Di MAN Rukoh Banda Aceh.” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. 18, No. 2
(Februari, 2018) hlm., 246.
7
Gusfar Efendi, dkk, “Kompetensi Sosial Guru BK atau Konselor Sekolah (Studi Deskriptif di
SMA Negeri Kota Padang).” Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 2, No. 1 (Januari, 2013) hlm., 162-
163.
8
Fitria Kasih, “Profil Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling Dalam Pelayanan Kelompok Di
SMA Sumatra Barat.” Jurnal Counseling Care, Volume 1, Nomor. 1 (April, 2017) hlm., 15.
5

upah dan fasilitas yang memadai yang diberikan kepada seorang konselor
yang telah berkualifikasi sehingga mereka bisa menjalankan tugasnya dengan
sungguh-sungguh.

Rumusan standar kompetensi konselor telah dikembangkan dan


dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspetasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi
pendidik sebagaimana dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi
akademik dan professional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke
dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional.9 Standar
kompetensi konselor menurut Moh. Surya “kompetensi mempunyai makna
sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial dan moral harus dimiliki
oleh seorang konselor secara utuh untuk membantu konseling.” Kompetensi
ini sangat penting bagi seorang konselor, karena konseli datang pada konselor
untuk belajar dan mengembangkan kompetensinya yang dibutuhkan untuk
mencapai hidup yang lebih efektif dan bahagia. Peranan seorang konselor
adalah menggunakan semua kompetensi sebagai landasan dalam membantu
konseli.10

Dalam naskah akademik, sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua
komponen yaitu, kompetensi akademik dan kompetensi professional.
Kenyataan di lapangan konselor belum sepenuhnya memiliki karakteristik
konselor yang diharapkan. Hal ini disebabkan konselor di sekolah masih
belum memahami kompetensi konselor yang dituntutkan pada mereka dan
cukup banyak konselor yang masih bersikap sebagai guru yang selalu
menasehati siswa-siswa yang datang untuk berkonseling, sehingga konselor
seringkali memasukkan idealismenya dalam proses konseling. Selain
keberadaan kompetensi konselor yang dijadikan landasan bagi pengembangan
konselor yang profesional, latar belakang pendidikan juga merupakan hal

9
Zaini Dahlan, “Peningkatan Kualitas Kompetensi Guru BK Sebagai Konselor Di Sekolah Dalam
Mengahdapi Tantangan Global.” Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 7, No. 1
(Januari-Juni 2017) hlm., 14.
10
Saiful Hadi, “Pengaruh Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Terhadap Kinerja
Guru Bimbingan dan Konseling di SDLB Kota Bandung.” Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi,
Volume VIII, No. 1 (Juni, 2018) hlm., 3.
6

yang penting dalam membentuk konselor yang profesional. Keberadaan


konselor yang profesional diharapkan diperoleh dari orang-orang yang
memiliki latar belakang Pendidikan bimbingan dan konseling yang telah
menyelesaikan matakuliah 151 SKS (Satuan Kredit Semester).11

Hal ini juga senada dengan pernyataan Permendiknas No 27 tahun 2009


bahwa kompetensi guru BK memiliki standar kualifikasi akademik yang
merupakan suatu keutuhan antara kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial
dan professional.12 Diantara keempat kompetensi tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain, oleh sebab itu guru BK harus menguasai dan
menghayatinya agar dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya guru BK
bisa mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Untuk mewujudkan pelaksanaan pelayanan BK yang berhasil perlu


adanya penguasaan dan pemahaman kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru BK, dan adanya pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan
pengawas BK. Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh kepala sekolah
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan dan kelancaran proses pelayanan
BK di sekolah, seperti kepengawasan yang dilakukan secara berkelanjutan
dan menyeluruh meliputi seluruh aspek, antara lain personil, pelaksanaan
kegiatan, material dan hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
pelayanan BK di sekolah.13 M.D Dahlan menyatakan bahwa:

Konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan melaksanakan


konseling. Guru pembimbing atau konselorharus mampu mengetahui dan
memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada
diri seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong
seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa,
selanjutnya mengambangkan potensi individu secara positif.14

11
M. Fatchurahman, “Problematik Pelaksanaan Konseling Individual.” Jurnal Bimbingan dan
Konseling Ar-Rahman, Volume 3, Nomor 2 (2017) hlm., 27-28.
12
Ummul Hanifah, “Kompetensi Profesional Guru BK Dalam Implementasi Asessmen BK Pada
Guru BK di SMA Favorit Kota Banda Aceh.” Suloh Jurnal Bimbingan Konseling Universitas
Syiah Kuala, Volume 2, Nomor 1 (Juni, 2017) hlm., 17.
13
Sisca Meidina Saputri, “Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling Serta Pembinaannya.”
Enlighten: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Volume. 1, No. 1 (Januari-Juni, 2018) hlm., 2.
14
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta:
RajawaliPers, 2014), hlm. 119.
7

Merujuk pada hal tersebut kepemilikan kompetensi dan keterampilan


oleh guru pembimbing merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan
kompetensi dan keterampilan, tidak mungkin guru pembimbing dapat
melaksanakan tugas secara baik. Oleh sebab itu pembinaan yang dilakukan
oleh kepala sekolah harus diperhatikan karena sangat mendukung terhadap
peningkatan kinerja guru BK dan mampu memotivasi semangat mereka untuk
selalu mengembangkan keterampilan yang dimiliki.

Kepala sekolah sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan pendidikan


di sekolah yang dipimpinnya, baik kegiatan pengajaran, pelatihan maupun
kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Artinya tercapai tidaknya tujuan
pendidikan bergantung kepada tanggung jawab kepala sekolah. Bimbingan
dan konseling merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan
kegiatan pendidikan, maka kepala sekolah memiliki peran dalam layanan
bimbingan konseling.15 Kepala sekolah berperan sebagai pemimpin
pendidikan, administrator pendidikan dan supervisor pendidikan yang turut
menentukan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin, karena ia mempunyai tugas untuk
memimpin staf sekolah, yakni guru dan pegawai, membina kerjasama yang
harmonis antar anggota staf sehingga dapat membangkitkan semangat serta
motivasi kerja para staf yang dipimpin dan menciptakan suasana yang
kondusif. Kepala sekolah sebagai administrator atau manager pendidikan
yang bertanggung jawab mengelola penyelenggaraan pendidikan di
sekolahnya. Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan mempunyai tugas
untuk meningkatkan mutu belajar mengajar, memotivasi, membimbing serta
membantu guru-guru agar meningkatkan kompetensi professional melalui
supervisi.16

Berdasarkan penjelasan diatas peran dan tanggung jawab kepala sekolah


sangatlah penting dalam proses bimbingan dan konseling, oleh sebab itu
peran dan tanggung jawab kepala sekolah yang efektif dan optimal, akan

15
Giyono, Bimbingan Konseling (Yogyakarta: Media Akademi, 2015), hlm. 138-139.
Septin Anggraini, “Peran Supervisi BK untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru BK.”
16

Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1 No. 1 (2017) hlm., 334.
8

mendorong semangat guru BK kearah perubahan yang diinginkan apalagi


terkait dengan peningkatan kompetensi guru BK. Pada umumnya
keberhasilan guru BK dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dapat
dilihat dari beberapa hal, yaitu: 1. Menjalankan tugas pokok serta fungsinya
terhadap proses pelaksanaan pelayanan BK di sekolah, 2. Adanya kegiatan
tatap muka di dalam kelas selama 2 jam pembelajaran perminggu, 3. Adanya
sarana dan prasarana serta pembiayaan dalam menunjang pelaksanaan
pelayanan BK. 4. Adanya siswa asuh dengan rasio satu guru BK melayani
150 siswa.

Dari hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti di lembaga SMP


Negeri 1 Pamekasan, melalui wawancara dengan kepala sekolah dan guru BK
didapatkan informasi sebagai berikut:

Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh Guru BK di


SMP Negeri 1 Pamekasan sudah terjadwal masuk kelas secara rutin
walaupun tidak sepenuhnya maksimal, materi yang diberikan kepada
siswa sesuai dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang
telah guru BK buat. Pelayanan konseling kelompok dan konseling
pribadi yang diberikan guru BK kepada siswa hanya bersifat insidental
saja, seperti ketika ada siswa yang bermasalah maka mereka akan
menemui guru BK untuk melaksanakan konseling. Pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling selain dibantu oleh sarana dan prasarana
sekolah beserta kelengkapan administrasi, juga dibantu oleh sistem
aplikasi yang memudahkan guru BK dalam menjalankan tugasnya. Untuk
pembentukan karakter anak, guru BK menjalankan program yang ada di
sekolah seperti 3S (Salam, Senyum dan Sapa) dan sholat berjemaah.17
Sedangkan untuk keperluan peningkatan kompetensinya kepala sekolah
memberikan kebebasan kepada guru BK untuk mengikuti workshop dan
kegiatan MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan Konseling) yang
diadakan di sekolah lain. Selain itu kepala sekolah sering mengadakan
rapat koordinasi terbatas dengan melibatkan guru BK dan waka
kesiswaan untuk mengevaluasi hasil kerja mereka termasuk bagaimana
upaya meningkatkan kinerja yang sering dilakukan, termasuk juga dalam
penanganan kasus sehingga menjadi referensi tersendiri bagi guru BK.
Kepala sekolah secara berkala meminta guru BK untuk memberikan
laporan-laporan terkait dengan perkembangan siswa, lebih-lebih ketika
ada kasus yang menonjol itu setidak-tidaknya harus dilakukan persiapan
secara dini untuk menanganinya.18

17
Jamil, Kepala sekolah SMP Negeri 1 Pamekasan, Wawancara Langsung (27 Juli 2020).
18
Dwi Elly Shofa Aprillia Rahmawati, Guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 1 Pamekasan,
Wawancara Langsung, (27 Juli 2020).
9

Atas dasar konteks penelitian dan penelitian awal tersebut, penulis ingin
meneliti, mengkaji dan mengetahui lebih mendalam tentang “Peran Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru BK di SMP Negeri 1
Pamekasan.”

C. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian diatas maka fokus penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apa upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK di
SMP Negeri 1 Pamekasan?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi kepala sekolah
dalam meningkatkan kompetensi guru BK di SMP Negeri 1 Pamekasan?
3. Bagaimana keadaan kompetensi guru BK setelah adanya upaya dari kepala
sekolah di SMP Negeri 1 Pamekasan?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk menjawab tiga permasalahan pokok sebagaimana
telah dipaparkan pada fokus penelitian diatas, Adapun tujuan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi
guru BK di SMP Negeri 1 Pamekasan.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi
kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK di SMP Negeri 1
Pamekasan.
3. Untuk mengetahui keadaan kompetensi guru BK setelah adanya upaya dari
kepala sekolah di SMP Negeri 1 Pamekasan
E. KegunaanPenelitian
Penelitian ini mempunyai dua kegunaan, yaitu kegunaan secara teoritis
dan kegunaan secara praktis.
1. Kegunaan teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat menjadi suatu
pengembangan dalam pendidikan utamanya dalam peningkatan
kompetensi guru BK dan sebagai bahan masukan dalam memberikan ide
10

atau gagasan pada pendidikan agar lebih memperhatikan peran kepala


sekolah untuk meningkatkan kompetensi guru BK.
2. Kegunaan praktis
Secara praktisnya penelitian ini diharapkan berguna dan memberikan
manfaat bagi:
a. IAIN Madura
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan atau
sumbangan pemikiran berupa rujukan atau referensi bagi kalangan
mahasiswa baik pengajaran materi perkuliahan, maupun untuk
kepentingan penelitian selanjutnya.
b. SMP Negeri 1 Pamekasan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi SMP Negeri
1 Pamekasan sebagai kontribusi pemikiran yang bersifat membangun
segala konsep-konsep yang ada, sehingga dapat memberikan
sumbangsih yang besar bagi kemajuan pendidikan. Sebagai masukan
untuk mendorong kepala sekolah agar mengoptimalkan perannya dalam
mengelola lembaga pendidikan terlebih untuk meningkatkan
kompetensi guru BK supaya pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling berjalan dengan maksimal.
c. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang selama ini masih belum sempurna, serta ingin
mengembangkan penelitian ini lebih lanjut dalam penelitian peran
kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru bk. Selain itu
untuk melatih kepekaan dan kepedulian penulis dalam melihat
permasalahan di lembaga pendidikan.
F. Definisi Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam memahami judul peneliti
ini, maka dari itu peneliti perlu menjelaskan definisi-definisi istilah dari judul
peneliti tersebut sebagai berikut:
1. Peran adalah serangkaian sikap dan perilaku seseorang sebagai bagian dari
tanggungjawabnya dalam kedudukan tertentu.
11

2. Kepala Sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin sekolah tempat diselenggarakan proses belajar mengajar, atau
tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang member pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran.
3. Kompetensi adalah suatu kemampuan atau kecakapan yang dimiliki oleh
seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas di bidang
tertentu, sesuai dengan jabatan yang disandangnya.
4. Guru BK adalah pendidik yang bertanggung jawab penuh terhadap
kegiatan bimbingan dan konseling bagi peserta didiknya.
5. Kompetensi Guru BK adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dikuasai oleh guru BK dalam melaksanakan tugasnya.

Melihat penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peran kepala sekolah


merupakan serangkaian perilaku, sikap dan tanggung jawab yang ditimbulkan
oleh adanya jabatan kepala sekolah untuk memimpin lembaga pendidikan
agar pelaksanaan pendidikan dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan
teknis yang telah ditentukan. Oleh sebab itu peran dan tanggung jawab kepala
sekolah yang efektif dan optimal, akan mendorong semangat guru BK dalam
meningkatkan kompetensinya.

G. Kajian Pustaka
1. Kajian Teoritik Tentang Peran Kepala Sekolah
a. Pengertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah tersusun dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah.
kepala dapat diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu
organisasi atau lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga
dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Jadi secara
umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu
lembaga dimana tempat menerima dan memberi pelajaran.
Secara etimologi kepala sekolah adalah guru yang memimpin
sekolah. berarti secara terminologi kepala sekolah dapat diartikan
sebagai tenaga fungsional guru yang diberikan tugas tambahan untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar
12

mengajar atau tempat dimana terjadinya interaksi antara guru yang


memberi pelajaran dan peserta didik yang menerima pelajaran.
Sementara Rahman dkk mengungkapkan bahwa kepala sekolah adalah
seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki
jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah.19 Husaini Usman
menyatakan bahwa:
Kepala sekolah merupakan manajer yang mengorganisir seluruh
sumber daya sekolah dengan menggunakan prinsip “teamwork”,
yaitu rasa kebersamaan (together), pandai merasakan (empathy),
saling membantu (assist), saling penuh kedewasaan (maturity),
saling mematuhi (willingness), salin teratur (organization), saling
menghormati (respect), dan saling berbaik hati (kindness).
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan
yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja
guru. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan
kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana
dan prasarana.20

Selain itu kepala sekolah harus bertanggung jawab atas kelancaran


dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolaan sekolah
secara formal kepada atasannya atau secara informal kepada masyarakat
yang telah menitipkan anak didiknya. Kepala sekolah sebagai pendidik,
administrator, pemimpin dan supervisior, diharapkan dengan sendirinya
dapat mengelola lembaga pendidikan kearah perkembangan yang lebih
baik dan dapat menjanjikan masa depan.21

19
Sowiyah, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Yogyakarta: Media Akademi, 2016), hlm. 13-14.
20
Donni Juni Priansa dan Rismi Somad, Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan Kepala Sekolah
(Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 49-50.
21
Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: PT
Refika Aditama, 2013), hlm. 33.
13

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepala


sekolah merupakan seorang guru yang mendapat tugas tambahan
sebagai kepala sekolah.

b. Peran, Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah


Menurut Depdiknas, kepala sekolah memiliki beberapa peran
utama, yaitu:
1) Educator (pendidik). Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari
proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang
utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan
komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan
kegiatan pembelajaran di sekolahnya tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus
juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar
para guru dapat secara terus-menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien.
2) Manajer. Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas
yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan
pemeliharaan dan pengembangan profesi guru. Dalam hal ini, kepala
sekolah seyogianya dapat memfasilitasi dan memberikan
kesempatan yang luas kepada guru untuk dapat melaksanakan
kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah, in
house training, diskusi profesional dan sebagainya, atau melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan diluar sekolah, seperti kesempatan
melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan
yang diselenggarakan pihak lain.
3) Administrator. Kepala sekolah berperan sebagai pengelola keuangan,
bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas
dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan
anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan memengaruhi
terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu, kepala
14

sekolah seyogianya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai


bagi upaya peningkatan kompetensi guru.22
4) Supervisor. Supervisi sangat penting dilakukan oleh kepala sekolah
dalam rangka mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan
pembelajaran. Supervisi yang dilakukan kepala sekolah dapat
dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati dan
penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui
kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang
bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang
ada sekaligus mempertahankan keunggulan dalam melaksanakan
pembelajaran.
5) Leader (pemimpin). Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita
mengenal dulu gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada
manusia. dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang
kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan
tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan yang ada. Kepemimpinan kepala sekolah sebagai
pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat: a) Jujur, b) Percaya diri,
c) Tanggung jawab, d) Berani mengambil resiko dan keputusan, e)
Berjiwa besar, f) Emosi stabil, dan g) Teladan.
6) Pencipta iklim kerja. Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan
memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan
kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan
kompetensinya.
7) Wirausahawan. Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan
dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala
sekolah harus dapat menciptakan pembaruan, keunggulan
22
Ahmad Susanto, MANAJEMEN PENINGKATAN KINERJA GURU Konsep, Strategi, dan
Implementasi (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 15-16.
15

komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah


dengan sikap kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan
perubahan-perubahan yang inovatif disekolahnya, termasuk
perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.23

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin suatu lembaga


pendidikan, kepala sekolah atau madrasah sedikitnya harus mampu
berfungsi sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader,
innovator, dan motivator.24 Dalam rangka melakukan peran dan
fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang
tepat untuk mendayagunakan tenaga kependidikan melalui kerjasama
atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan
untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh
tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program
sekolah.

Pertama, memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama


atau kooperatif dalam peningkatan profesionalisme tenaga
kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus mementingkan
kerjasama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain dalam
melaksanakan setiap kegiatan. Kepala sekolah harus mampu
mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah dalam rangka
mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuan. Kepala sekolah harus
mampu menghadapi berbagai persoalan, berfikir secara analitik dan
konseptual, menjadi juru penengah, serta berusaha untuk mengambil
keputusan yang memuaskan bagi seluruh warga sekolah.

Kedua, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan


untuk meningkatkan profesinya. Dalam hal ini kepala sekolah harus
bersikap demokratis dan memberikan kesempatan bagi seluruh
anggotan kependidikan untuk mengembangkan potensinya secara
23
Ibid. hlm. 16-17.
24
Muwahid Shulhan, Model Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Guru
(Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 48.
16

optimal. Misalnya memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk


meningkatkan profesinya melalui berbagai penataran dan lokakarya
sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Ketiga, mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam


setiap kegiatan di sekolah dengan berpedoman kepada asas tujuan, asas
unggulan, asas mupakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empirisme,
asas keakraban, dan asas integritas.25

Peran ganda kepala sekolah sebagai manajer sekolah dan pemimpin


pendidikan secara konseptual memiliki 10 (sepuluh) layanan atau
tanggung jawab penting bagi sekolah, yaitu: pusat komunikasi sekolah,
kantor penerimaan bagi transaksi bisnis sekolah, pusat konseling bagi
guru dan murid, pusat konseling bagi penyokong sekolah, devisi riset
sekolah untuk megoleksi, menganalisis dan mengevaluasi informasi
berkaitan dengan hasil kegiatan belajar mengajar, tempat menyimpan
rekor sekolah, pusat perencanaan untuk problem solving sekolah dan
pemrakarsa perbaikan sekolah, pusat sumber untuk mendorong kerja
yang kreatif, agen koordinasi yang membina hubungan sekolah dengan
masyarakat secara sehat, dan pusat koordinasi kegiatan atau usaha
sekolah.26

Mengenai peran dan fungsi kepala sekolah diatas, apabila kepala


sekolah dapat mewujudkan dan mengoptimalkan beberapa peran
tersebut, maka secara tidak langsung kepala sekolah dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru.

2. Kajian Teoritik Program Peningkatan Kompetensi Guru BK


a. Pengertian Program Peningkatan Kompetensi Guru BK
Program peningkatan kompetensi guru merupakan proses
penyelenggarakan kegiatan dalam rangka meningkatkan kemampuan
dan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya.

25
Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar (Learning
Organization) (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 64-65.
26
Marno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, hlm. 35.
17

Peningkatan kemampuan tersebut mencakup kegiatan-kegiatan yang


bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan kemampuan, sikap, dan
keterampilan. Dalam kegiatan ini diharapkan akan menghasilkan suatu
perubahan perilaku guru yang secara nyata perubahan perilaku tersebut
berdampak pada peningkatan kinerja guru dalam proses belajar
mengajar di kelas. Program peningkatan kompetensi guru menjadi
bagian penting yang harus selalu dilakukan secara terus menerus atau
berkelanjutan untuk menjaga profesionalitas guru. Program peningkatan
kompetensi guru harus dirancang untuk memberikan pengalaman baru
dalam membantu meningkatkan kompetensi sesuai bidang tugasnya
agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan meningkatkan sikap
perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik
sesuai dengan tanggung jawabnya. Program peningkatan kompetensi
guru BK dirancang berdasarkan Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008
tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.27
Sesuai dengan Permendiknas nomor 27 tahun 2008 tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, rumusan standar
kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor telah
dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka berpikir yang
menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru bimbingan dan
konseling. Secara lebih detail, Permendiknas nomor 27 tahun 2008
tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor
mengidentifikasi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional konselor.28 Adapun
penjelasan dari ke-empat macam kompetensi guru BK sebagai berikut:
1) Kompetensi Pedagogik
a) Menguasai teori dan praksis pendidikan
1). Menguasai ilmu pendidikan dan landasan ke ilmuannya.
2). Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses
pembelajaran.
3). Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan.

27
Pedoman Program Peningkatan Kompetensi (Moda Tatap Muka, Dalam Jaringan (Daring), dan
Daring Kombinasi), (Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2016), hlm., 13.
28
Dede Rahmat Hidayat dan Herdi, Bimbingan Konseling Kesehatan Mental di Sekolah (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 115.
18

b) Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta


perilaku konseli
1). Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku manusia,
perkembangan fisik dan psikologis individu terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
2). Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian, individualitas
dan perbedaan konseli terhadap sasaran pelayanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan.
3). Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
4). Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberkatan terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya pendidikan.
5). Mengaplikasikan kaidah-kaidah Kesehatan mental terhadap
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling dalam upaya
pendidikan.
c) Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam
jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan
1). Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jalur
pendidikan formal, nonformal dan informal.
2). Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan jenis
pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
3). Menguasai esensi bimbingan dan konseling pada satuan
jenjang pendidikan usia dini, dasar dan menengah, serta tinggi.29
2) Kompetensi Kepribadian
a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
1). Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2). Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan
toleran terhadap pemeluk agama lain.
3). Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
b) Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas dan kebebasan memilih
1). Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang
manusia sebagai makluk spiritual, bermoral, social, individual,
dan berpotensi.
2). Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu
pada umumnya dan konseli pada khususnya.
3). Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan
konseli pada khususnya.
4). Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan
hak asasinya.
5). Toleran terhadap permasalahan konseli.
6). Bersikap demokratis.
c) Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
1). Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti
berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten).

29
Ibid. hlm. 115-117.
19

2). Menampilkan emosi yang stabil.


3). Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan
perubahan.
4). Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang
menghadapi stress dan frustasi.
d) Menampilkan kinerja berkualitas tinggi
1). Menampilkan Tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif.
2). Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri.
3). Berpenampilan menarik dan menyenangkan.
4). Berkomunikasi secara efektif.30
3) Kompetensi Sosial
a) Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja
1). Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran pihak-pihak
lain (guru, wali kelas, pimpinan sekolah atau madrasah, komite
sekolah atau madrasah) di tempat bekerja.
2). Mengomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak lain di tempat
bekerja.
3). Bekerjasama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat
bekerja
b) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan
konseling.
1). Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART organisasi profesi
bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi.
2). Menaati kode etik profesi bimbingan dan kensling.
3). Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk
pengembangan diri dan profesi.
c) Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi
1). Mengomunikasikan aspek-aspek profesional bimbingan dan
konseling kepada organisasi profesi lain.
2). Memahami peran organisasi profesi lain dan
memanfaatkannya untuk kesuksesan pelayanan bimbingan dan
konseling.
3). Bekerja dalam tim bersama tenaga para profesional dan
profesional profesi lain.
4). Melaksanakan referal kepada ahli profesi lain sesuai dengan
keperluan.31
4) Kompetensi Profesional
a) Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi,
kebutuhan, dan masalah konseli.
1). Menguasai hakikat asesmen
2). Memilih teknis asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan
bimbingan dan konseling.

30
Fadhilla Yusri, “Penguasaan Kompetensi Konselor Mahasiswa Peserta Program Pengalaman
Lapangan (PPL) Prodi Bimbingan Konseling IAIN Bukit Tinggi.” Jurnal Al-Taujih Bingkai
Bimbingan dan Konseling Islami, Vol. 5, No. 2 (Juli-Desember 2019) hlm., 187-188.
31
Ibid. hlm. 188.
20

3). Menyusun dan mengembangkan instrument asesmen untuk


keperluan bimbingan dan konseling.
4). Mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan
masalah-masalah konseli.
5). Memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen
pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi
konseli.
6). Memilih dan mengadministrasikan instrument untuk
mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan
lingkungan.
7). Mengakses data dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan
bimbingan dan konseling.
8). Menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan
konseling dengan tepat.
9). Menampilkan tanggung jawab profesional dalam praktik
asesmen.
b) Menguasai kerangka teoritis dan praksis bimbingan dan
konseling.
1). Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan dan konseling.
2). Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan konseling.
3). Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan bimbingan dan
konseling.
4). Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai
kondisi dan tuntutan wilayah kerja.
5). Mengaplikasikan pendekatan atau model atau jenis pelayanan
dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.
6). Mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan bimbingan
dan konseling.32
c) Merancang program bimbingan dan konseling.
1). Menganalisis kebutuhan konseli.
2). Menyusun program bimbingan dan konseling yang
berkelanjutan berdasarkan kebutuhan peserta didik secara
komprehensif dengan pendekatan perkembangan.
3). Menyusun rencana pelaksanaan program bimbingan dan
konseling.
4). Merencanakan sarana dan biaya penyelenggaraan program
bimbingan dan konseling.
d) Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang
komprehensif.
1). Melaksanakan program bimbingan dan konseling.
2). Melaksanakan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan
bimbingan dan konseling.
3). Memfasilitasi perkembangan akademik, karier, personal, dan
sosial konseli.
4). Mengelola sarana dan biaya program bimbingan dan
konseling.33

Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Jogjakarta:
32

DIVA Perss, 2010), hlm. 179-182


21

e) Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling.


1). Melakukan evaluasi hasil, proses, dan program bimbingan dan
konseling.
2). Melakukan penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan
konseling.
3). Menginformasikan hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan
bimbingan dan konseling kepada pihak terkait.
4). Menggunakan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan
mengembangkan program bimbingan dan konseling.
f) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional.
1). Memahami dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi
dan profesional.
2). Menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kewenangan dan
kode etik profesional guru bimbingan dan konseling atau
konselor.
3). Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar tidak larut
dengan masalah konseli.
4). Melaksanakan referral sesuai dengan keperluan.
5). Peduli terhadap identitas profesional dan pengembangan
profesi.
6). Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan
pribadi.
7). Menjaga kerahasiaan konseli.
g) Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan
konseling.
1). Memahami berbagai jenis dan metode penelitian.
2). Mampu merancang penelitian bimbingan dan konseling.
3). Melaksanakan penelitian bimbingan dan konseling.
4). Memanfaatkan hasil penelitian dalam bimbingan dan
konseling dengan mengakses jurnal pendidikan dan bimbingan
konseling.34
b. Prinsip-Prinsip Program Peningkatan Kompetensi Guru BK
Secara umum program peningkatan kompetensi guru termasuk
guru BK diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1) Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
2) Satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka dan
multimakna.

33
Ibid. hlm. 182-183.
34
Ibid. hlm. 184-186.
22

3) Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang


berlangsung sepanjang hayat.
4) Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas guru dalam proses pembelajaran.
5) Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.35
Adapun secara khusus program peningkatan kompetensi guru
termasuk guru BK diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1) Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam kompetensi dan indikator harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2) Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru
sebagai tenaga pendidik profesional yakni memiliki kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional.
3) Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4) Konsisten, adanya hubungan yang berlangsung tetap dan taat asas
antara kompetensi dan indikator.
5) Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator
dapat mengikuti perkembangan ipteks.
6) Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.
7) Demokratis, setiap guru mempunyai hak dan peluang yang sama
untuk diberdayakan melalui proses pembinaan dan pengembangan
profesionalitasnya, baik secara individual maupun institusional.
8) Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan
karirnya dengan mengacu kepada penilaian yang dilaksanakan
berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi profesinya.

35
Iwan Wijaya, Professional Teacher: Menjadi Guru Profesional (Sukabumi: CV Jejak, 2018),
hlm. 26-27.
23

9) Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan


karirnya untuk mencapai kompetensi profesi dan kinerja yang
bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam rangka
membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan
atau kompetensi, mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa
menjalani hidup bersama orang lain.
10) Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan
untuk mampu meningkatkan kompetensinya secara
berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional
dalam melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.
11) Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru
dilaksanakan dengan mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
12) Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir
guru dilaksanakan berdasarkan tahapan waktu atau kualitas
kompetensi yang dimiliki oleh guru.
13) Berjenjang, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan
karir guru dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan jenjang
kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada
standar kompetensi.
14) Berkelanjutan, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan
karir guru dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta adanya kebutuhan
penyegaran kompetensi guru.36
c. Pengelolaan atau Tahapan Proses Program Peningkatan Kompetensi
Guru BK
Peningkatan kompetensi guru BK dilaksanakan melalui berbagai
program, pemerintah selalu membuat kebijakan-kebijakan dalam
meningkatkan keprofesionalan guru BK. Sehingga tidak ada alasan
guru BK kesulitan mengembangkan kompetensinya. Adapun
pengelolaan peningkatan kompetensi guru BK yaitu sebagai berikut:
1) Penyusunan program peningkatan kompetensi guru BK

36
Ibid. hlm. 27-28.
24

Kemampuan kepala sekolah dalam mengambil keputusan adalah


melibatkan semua unsur yang berkepentingan agar terjadi suatu
keputusan bersama bukan keputusan kepala sekolah saja. apapun
keputusan yang diambil oleh kepala sekolah pasti memiliki makna
penting, baik bagi orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.
Artinya sebagai pemimpin kepala sekolah perlu melibatkan pihak
lain dalam mengambil setiap keputusan penting. Kepala sekolah
menyusun program dalam meningkatkan kompetensi guru BK dalam
bentuk program tahunan. Program peningkatan kompetensi guru BK
dirumuskan sebelum tahun ajaran baru bersama tim pengembangan
sekolah sesuai dengan surat keputusan sekolah. Tim pengembangan
sekolah meliputi kepala dan wakil kepala sekolah, pengawas
sekolah, komite dan beberapa guru senior di sekolah. Dalam proses
penyusunan program kepala sekolah menentukan jadwal, instrument,
program, intensitas tatap muka, waktu pelaksanaan, tujuan yang
ingin dicapai, dan pendekatan yang akan dilakukan.37
Program sekolah yang direncanakan pada setiap awal tahun
ajaran baru yaitu melakukan pembinaan kepada guru BK secara rutin
melalui pembinaan rentang penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran serta melaksanakan MGBK di sekolah. Kegiatan
MGBK membudayakan kepada guru BK untuk menyusun program
bimbingan dan konseling yang lengkap. Sehingga kegiatan
bimbingan konseling terarah dengan baik sesuai dengan program
yang telah disusun oleh guru BK. Kemudian program peningkatan
kompetensi guru BK yang dibuat oleh kepala sekolah diupayakan
dengan semaksimal mungkin untuk dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah diprogramkan.

Eka Mayasari dan Muhammad Syarif, “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan
37

Kompetensi Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Di SMA Negeri 1 Peukan Bada Aceh Besar.”
FITRAH: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 04, No. 1 (Juni, 2018) hlm., 151-152.
25

2) Pelaksanaan program peningkatan kompetensi guru BK


Pelaksanaan program diawali dengan pembagian tugas sesuai
dengan kemampuan dan keahlian masing-masing. Setiap guru harus
menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu
berdasarkan jadwal yang disepakati dan ditentukan pada
perencanaan sekolah. Kepala sekolah selalu menyarankan dan
memberikan arahan kepada seluruh guru termasuk guru BK agar
mampu menguasai pengetahuan yang diampunya meliputi,
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai
standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, kelompok
mata pelajaran yang akan diampunya, mengerti dan dapat
menerapkan teori sesuai taraf perkembangan peserta didik, mampu
menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi
tanggung jawabnya, mengerti dan dapat menggunakan metode
pembelajaran yang bervariasi, mampu mengembangkan dan
menggunakan alat, media dan sumber belajar yang relevan, mampu
mengorganisasi dan melaksanakan program pembelajaran, dan
mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik. Dalam
proses pelaksanaan program peningkatan kompetensi Guru BK,
kepala sekolah melakukan berbagai pendekatan. Pendekatan ini
dimaksudkan untuk terjalinnya hubungan yang harmonis dan bersifat
terbuka, sehingga masing-masing bekerja sesuai dengan tugas dan
fungsinya masing-masing. 38
Salah satu peran kepala sekolah yakni melakukan suatu usaha
untuk membantu para guru termasuk guru BK dalam meningkatkan
pertumbuhan pribadi dan jabatannya agar anak didik dapat belajar
secara lebih baik dalam situasi proses mengajar lebih efektif dan
efisien. Sehingga peningkatan kompetensi pada diri seorang harus
didukung oleh adanya peran kepala sekolah yang efektif dan efisien.
Oleh karena itu ketika ada seorang guru BK yang mengalami
kesulitan untuk meningkatkan kompetensi dirinya ada yang

38
Ibid. 152-155.
26

membantu dirinya untuk meningkatkanya. Kepala sekolah


mengikutsertakan guru BK dalam Kegiatan Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Guru (PPTG) dan tenaga kependidikan pada
umumnya. Adanya kegiatan pelatihan atau workshop terhadap
peningkatan kompetensi guru BK merupakan langkah positif dalam
rangka melahirkan pendidikan yang berkualitas, sehingga guru BK
selalu terupdate ilmunya.39 Untuk meningkatkan keprofesionalan
guru BK melalui ragam metode dalam bentuk pendidikan dan
pelatihan, dan metode bukan pelatihan sebagai berikut:
a) Kegiatan pendidikan dan pelatihan
1). Inhouse training (IHT), pelatihan dalam bentuk IHT adalah
pelatihan yang dilaksanakan secara internal di MGBK
(musyawarah guru bimbingan dan konseling), sekolah atau
tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran
bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi
guru BK tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat pula
dilakukan oleh guru BK yang telah memiliki kompetensi kepada
guru lain yang belum memiliki kompetensi.
2). Program magang, merupakan pelatihan yang dilaksanakan di
isntitusi yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi
guru BK. Program magang dipilih sebagai alternative pembinaan
dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru
BK memerlukan pengalaman nyata dengan kompleksitas
permasalahan peserta didik.
3). Kemitraan sekolah, pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat
dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau
swasta dalam keahlian tertentu. Pembinaan melalui mitra sekolah
diperlukan dengan asalan bahwa keunikan atau kelebihan yang
dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru BK yang mengikuti
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.
4). Belajar jarak jauh, pelatihan ini dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat
tertentu, melainkan dengan system pelatihan melalui internet dan
sejenisnya. Pembinaan ini dilakukan dengan mempertimbangkan
bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat
mengikuti pelatihan di tempat pembinaan yang ditunjuk seperti
ibu kota kabupaten atau di provinsi.
5). Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus, pelatihan jenis ini
dilaksanakan di P4TK (pusat pengembangan dan pemberdayaan
pendidik dan tenaga kependidikan) atau lembaga lain yang diberi
wewenang, dimana program pelatihan disusun secara berjenjang

39
Ibid. 155-156.
27

mulai dari jenajang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang


pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis
kompetensinya.
6). Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya
dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru BK
dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian
tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi pembelajaran dan lain-lain
sebagainya. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala
sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina,
melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas
internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
7). Pendidikan lanjut, pembinaan melalui pendidikan lanjut
merupakan alternatif bagi guru di masa mendatang.
Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat berupa
studi sarjana magister bimbingan konseling (S2 BK) dilaksanakan
dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun luar
negeri, bagi guru yang berprestasi.40
b) Kegiatan selain pendidikan dan pelatihan
1). Diskusi ilmiah masalah pendidikan dan konseling, diskusi ini
diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai dengan
masalah yang dialami peserta didik di sekolah. melalui diskusi ini
diharapkan para guru BK dapat memecahkan masalah yang
dihadapi peserta didik berkaitan dengan proses pembelajaran di
sekolah dengan strategi-strategi konseling ataupun masalah
peningkatan kompetensi dan pengembangakan karirnya.
2). Seminar, pengikutsertaan guru BK dalam kegiatan seminar
dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model
pembinaan berkelanjutan profesi guru BK dalam meningkatkan
kompetensinya. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada
guru BK untuk berinteraksi secara ilmiah dengan kolega
seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya
peningkatan kualitas konseling dan kualitas pendidikan.
3). Workshop, dilakukan untuk menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun
pengembangan karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya
dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum 2013,
pengembangan perangkat layanan, penulisan RPL, dan
sebagainya.
4). Penelitian, penelitian dapat dilakukan guru BK dalam bentuk
penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis
yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
5). Penulisan buku dan pembuatan media pembelajaran, bahan
ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran
ataupun buku dalam bidang pendidikan. Media pembelajaran

M Adi Putra AP dan Nurida Shofaria, “Ragam Profesionalisme Guru Bimbingan dan Konseling
40

Zaman Now.” Jurnal Bikotetik, Vol. 03, No. 01 (2019) hlm., 21-22.
28

dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun


bahan ajar elekronik.
6). Pembuatan karya inovatif konseling, karya inovatif konseling
yang dibuat guru BK dapat berupa karya konseling online yang
bermanfaat untuk masyarakat dan pendidikan serta karya inovatif
yang memiliki nilai estetika bermanfaat untuk dunia konseling
yang diakui oleh masyarakat.41
3) Evaluasi program peningkatan kompetensi guru BK
Dalam kegiatan ini kepala sekolah selalu melakukan pembinaan
kepada guru BK untuk memahami kegiatan penilaian. Kepala
sekolah sebagai supervisor mempunyai peran dan tanggung jawab
memantau, membina dan memperbaiki proses belajar mengajar di
kelas atau di sekolah. Supervisi sebagai upaya pemberian bantuan
kepada guru BK untuk mewujudkan situasi belajar yang lebih baik.
Untuk mengetahui sejauh mana guru BK mampu melaksanakan
pembelajaran, kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi
secara berkala yang dapat dilakukan melalui kunjungan kelas untuk
mengamati proses pembelajaran secara langsung. Melalui hasil
supervisi ini dapat diketahui kelemahan sekaligus kemampuan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi
guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi pembinaan
dan tindak lanjut tertentu sehingga guru BK dapat memperbaiki
kekurangan yang ada, sekaligus mempertahankan keunggulan dalam
melaksanakan pembelajaran.42
d. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Peningkatan Kompetensi
Guru BK
1) Faktor Pendukung
Adapun faktor yang mendukung dalam peningkatan kompetensi
guru yaitu sebagai berikut:
a) SDM guru yang bagus dan komitmen tinggi yang dimiliki para
guru. SDM guru berpengaruh pada kinerja, karena guru yang

41
Ibid. hlm. 22.
Eka Mayasari dan Muhammad Syarif, “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan
42

Kompetensi Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Di SMA Negeri 1 Peukan Bada Aceh Besar.”
FITRAH: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 04, No. 1 (Juni, 2018) hlm., 156-157.
29

berkompeten, dan berkualitas memudahkan upaya kepala sekolah


dalam meningkatkan kompetensi guru.
b) Lingkungan yang mendukung. Adanya lingkungan yang
mendukung yaitu input dari siswa yang terseleksi, sehingga
memotivasi para guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya.
Selain itu lingkungan individu guru dan rasa kekeluargaan yang
dimiliki kepada sesama pendidik.
c) Sarana dan prasarana yang menunjang fasilitas yang memadai
berupa tempat yaitu perpustakaan dan berupa media yaitu buku
pegangan siswa sehingga upaya kepala sekolah meningkatkan
kompetensi guru menjadi mudah.
2) Faktor Penghambat
Selain faktor pendukung juga ada faktor penghambat dalam
peningkatan kompetensi guru yaitu, karakter pribadi masing-masing
guru yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
menurut Madyawati adalah “faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation). Pegawai yang memiliki kemampuan tinggi di
dukung oleh motivasi dari dalam diri dan lingkungannya akan
mampu mencapai kinerja yang maksimal.”43
3. Kajian Penelitian Terdahulu
Tujuan penelitian terdahulu yaitu untuk memberikan kajian empiris
dan kajian teoritis bagi permasalahan sebagai dasar untuk mengadakan
pendekatan terhadap masalah yang dihadapi serta sebagai pedoman dalam
pemecahan masalah. Dalam hal ini peneliti mencoba mencari beberapa
literatur yang berkenaan dengan penelitian ini. Kutipan dari buku dan
beberapa hasil penelitian jurnal diambil dari absrtak bagian akhir yang
relevan dengan fokus permasalahan penelitian ini, proses ini dilakukan
untuk menghindari pengulangan sekaligus sebagai pembeda dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, adapun kajian terdahulu
terkait penelitian sejenis sebagai berikut:

Dewi Susanti, dkk, “Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru.”
43

Edudeena, Vol. 1, No. 2 (Juli, 2017) hlm., 79-80.


30

a. Puji Paramita, Program Magister Ilmu Administrasi Pendidikan,


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Tanjungpura,
dengan judul Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling di MAN 1
Pontianak. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.
Sumber datanya terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, serta
guru bimbingan dan konseling. Prosedur pengumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara terstruktur mendalam, dan dokumentasi.
Pengecekan keabsahan temuan dilakukan dengan melakukan member
chek, kecukupan referensi dan melakukan tringulasi. Analisis data yang
digunakan adalah analisis kualitatif yaitu mendeskripsikan dan
memaknai data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Perencanaan kepala
sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru bimbingan dan
konseling di MAN 1 Pontianak telah disiapkan sesuai dengan prosedur
yang ada, 2) Pengawasan kepala sekolah dalam meningkatkan
kompetensi guru bimbingan dan konseling di MAN 1 Pontianak telah
dilaksanakan dengan cara pencegahan awal dan pencegahan tindakan,
3) Evaluasi kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru
bimbingan dan konseling di MAN 1 Pontianak telah dilakukan dengan
cara melakukan supervise kepada guru BK secara berkala, 4) Deskripsi
kompetensi guru BK di MAN 1 Pontianak telah dilaksanakan dengan
memahami kompetensi pedagogik dan membantu siswa terhadap
kesulitan belajarnya, 5) Kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam
meningkatkan kompetensi guru BK di MAN 1 Pontianak sudah dapat
diminimalisir dengan memberikan kesempatan kepada guru BK untuk
mengembangkan karir.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu sama-
sama menggunakan penelitian kualitatif dan jenis penelitian deskriptif,
serta sama-sama menggunakan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sedangkan perbedaannya pada penelitian terdahulu
meneliti tentang Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah dalam
31

Meningkatkan Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling di


Madrasah Aliyah Negeri 1 Pontianak sedangkan penelitian ini meneliti
tentang Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
BK di SMP Negeri 1 Pamekasan. Selain itu perbedaannya pada letak
lokasi penelitian dimana penelitian terdahulu meneliti di MAN 1
Pontianak dan penelitian ini meneliti di SMP Negeri 1 Pamekasan.
b. Emas Kurnianingsih, Program Studi Magister Administrasi Pendidikan,
Program Pascasarjana di Universitas Galuh. Dengan judul Peran Kepala
Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di SMA Negeri 1
Banjarsari. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data
dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Uji keabsahan data
dilakukan dengan tringulasi sumber dan tringulasi teknik. Data
dianalisis dengan menggunakan tahapan pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu sama-
sama menggunakan penelitian kualitatif dan jenis penelitian deskriptif,
serta sama-sama menggunakan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi. Sedangkan perbedaannya pada penelitian terdahulu lebih
memfokuskan pada peningkatan kompetensi guru sedangkan penelitian
ini memfokuskan pada peningkatan kompetensi guru BK, selain itu
perbedaan letak lokasi penelitian yakni penelitian terdahulu meneliti di
SMA Negeri 1 Banjarsari sedangkan penelitian saat ini meneliti di SMP
Negeri 1 Pamekasan.
c. Desy Eka Ambar Sari, Prodi Pendidikan Agama Islam, FAI
UMsurabaya. Dengan judul Upaya Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru di SDN Klino 2 Kecamatan Sekar
Kabupaten Bojonegoro. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan
dan merupakan penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitiannya
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Teknik
pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dan
32

dokumentasi. Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan


teknik analisis data yang digunakan analisis deskriptif.
Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu sama-
sama menggunakan penelitian kualitatif dan jenis penelitian deskriptif,
serta sama-sama menggunakan metode observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Perbedaannya yaitu penelitian terdahulu meneliti tentang
Upaya Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di SDN
Klino 2 Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan
penelitian sekarang meneliti tentang Peran Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru BK di SMP Negeri 1 Pamekasan.
Perbedaan lain yaitu letak lokasi dimana penelitian terdahulu meneliti
di SDN Klino 2 Kecamatan Sekar Kabupaten Bojonegoro dan
penelitian sekarang meneliti di SMP Negeri 1 Pamekasan
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian mengenal dua pendekatan yaitu pendekatan
kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan penelitian secara kualitatif. Sesuai dengan yang
dikemukakan Bogdan dan Taylor bahwa metodologi kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.44
Sejalan dengan definisi tersebut, penelitian kualitatif adalah suatu
pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan
mendeskripsikan kenyataan dengan benar, dibentuk oleh kata-kata
berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang
diperoleh dari situasi yang alamiah.
Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak hanya sebagai upaya
mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan data
yang sohih yang dipersyaratkan kualitatif yaitu wawancara mendalam,
observasi partisipasi, studi dokumen dan dengan melakukan tringulasi.
Juga deskripsinya berdasarkan analisis data yang sohih mulai dari display
44
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017),
hlm. 4.
33

datanya, reduksi data, refleksi data, kajian emik dan etik terhadap data dan
sampai kepada pengambilan kesimpulan yang harus memiliki tingkat
kepercayaan tinggi berdasarkan ukuran dependability (kebergantungan),
credibility (kepercayaan), transferability (keteralihan), dan confirmability
(kepastian).45
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena pendekatan ini
dapat memudahkan peneliti untuk lebih dekat dengan subyek yang diteliti
dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di lapangan. Adapun jenis
penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif karena dalam
penelitian ini peneliti tidak melakukan apa-apa terhadap objek atau
wilayah yang diteliti. Peneliti hanya memotret apa yang terjadi di wilayah
yang diteliti kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan
penelitian secara tugas seperti apa adanya.
Menggunakan deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa kata-
kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian
akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian
laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, foto, vidieotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan
dokumen resmi lainnya. Pada penulisan laporan, peneliti menganalisis data
dalam bentuk aslinya.46
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dilapangan merupakan salah satu langkah dalam
penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif. Dalam hal ini
kehadiran peneliti dilapangan digunakan untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum terjun ke
lapangan, peneliti sudah mengenal informan sebagai sumber informasi.
Disamping itu kehadiran peneliti dilapangan sudah diketahui statusnya
sebagai peneliti oleh informan, hal ini dimaksudkan untuk lebih
memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian kedepannya.

45
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2017),
hlm. 25.
46
Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif , hlm. 11.
34

Pada tahap awal kehadiran peneliti di lokasi penelitian SMP Negeri 1


Pamekasan ini, peneliti menghubungi salah satu guru BK untuk
mendapatkan informasi tentang narasumber yang dapat dihubungi. Adapun
secara singkat prosedur yang peneliti tempuh ketika terjun ke lapangan
yaitu sebagai berikut: pertama, mengurus perizinan kepada bagian TU di
SMP Negeri 1 Pamekasan, setelah di izinkan peneliti mencari informasi
mengenai narasumber yang dapat dihubungi untuk mendapatkan
informasi, kedua, peneliti menjumpai informan dan memberitahukan
tentang penelitian ini, dan yang ketiga, pengumpulan data melalui
wawancara dan observasi secara bertahap sesuai dengan waktu yang telah
disepakati.
3. Lokasi Penelitian
Langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dalam
melaksanakan penelitian ini yaitu menentukan lokasi penelitian. Lokasi
penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pamekasan. Alasan peneliti
memilih lokasi ini karena sekolah ini merupakan sekolah unggulan yang
banyak diminati oleh masyarakat Pamekasan, dengan jumlah guru 63
orang, jumlah siswa 930 orang dan jumlah kelas 30 kelas. Selain itu
peneliti juga melihat visi, misi dan tujuan sekolah ini yang salah satu
diantaranya memfokuskan kepada terlaksananya bimbingan konseling
secara optimal.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini merupakan salah satu bagian penting
dalam sebuah penelitian, karena data merupakan salah satu syarat untuk
membentuk suatu rangkaian permasalahan yang terkait dengan penelitian
yang hendak dikaji, dan hal itu diperoleh melalui sumber data.
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain sebagainya.47 Sumber data penelitian kualitatif adalah manusia
dengan perilakunya, peristiwa, arsip, dan dokumen.48

47
Ibid. hlm. 157.
48
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2014), hlm. 142.
35

Jenis datanya dalam penelitian ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang


disampaikan oleh peneliti kepada informan sesuai dengan seperangkat
pertanyaan yang merujuk pada fokus penelitian yang ada sebagai
pedoman. Sumber datanya adalah manusia sebagai sumber data primer
(utama) dan non manusia sebagai sumber data sekunder (pendukung).
sumber data manusia melalui wawancara dengan kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, guru BK dan wali kelas, kemudian data tersebut
dirumuskan dalam bentuk transkip wawancara. Sedangkan data non
manusia yaitu observasi di lapangan dan dokumentasi mengenai peran
kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi guru BK.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian dibutuhkan prosedur pengumpulan data
yang tepat, agar data yang diperoleh bersifat objektif. Adapun prosedur
pengumpulan data dalam penelitian yaitu sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu
dengan panca indra lainnya. Dari pemahaman mengenai pengertian
observasi diatas, sesungguhnya yang dimaksud metode observasi
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.49
Pelaksanaan observasi dapat dilakukan dalam beberapa cara.
Penentuan dan pemilihan cara tersebut sangat tergantung pada situasi
objek yang akan diamati sebagai berikut:
b. Observasi partisipan
Observasi partisipan adalah suatu proses pengamatan bagian
dalam dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam
kehidupan orang-orang yang akan di observasi. Observer berlaku
sungguh-sungguh seperti anggota kelompok yang akan di observasi.
Dengan demikian peneliti terlibat langsung dalam kegiatan sehari-
hari informan yang sedang diteliti.
49
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 118.
36

c. Obsevasi non partisipan


Observasi non partisipan adalah obervasi yang dilakukan apabila
observer tidak ikut dalam kehidupan orang yang di observasi dan
secara terpisah berkedudukan selaku pengamat. Dengan demikian
peneliti tidak terlibat langsung, peneliti hanya sebagai pengamat di
dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh informan.50
Adapun jenis observasi yang digunakan oleh penulis adalah observasi
partisipan karena peneliti berperan langsung dalam kegiatannya.
d. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka
(face to face) antara pewanwancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana
pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan pola pikir
dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti..51
Wawancara dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu
sebagai berikut:
1) Wawancara terstruktur
Dalam interviu berstruktur, pertanyaan dan alternatif jawaban
yang diberikan kepada yang di wawancarai telah ditetapkan terlebih
dahulu. Dengan demikian peneliti telah menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif
jawabannya.
2) Wawancara tidak terstruktur
Wawancara ini lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan
tentang pandangan hidup, sikap, keyakinan subjek, atau tentang
keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subjek.
Wawancara ini luwes dan biasanya direncanakan agar sesuai dengan
subjek dan suasana pada saat wawancara dilaksanakan.52

50
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), hlm. 161-162.
51
Imam, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, hlm. 162.
52
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK, hlm. 167.
37

Diantara jenis wawancara diatas, jenis wawancara yang digunakan


oleh peneliti yaitu wawancara tidak terstruktur, agar dapat menanyakan
secara lebih mendalam dan lebih terbuka serta untuk mencari jawaban
yang sempurna dalam penelitian ini.
e. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sumber data yang digunakan untuk
melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto),
dan karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan
informasi bagi proses penelitian.53
Alasan peneliti menggunakan metode dokumentasi yaitu untuk
mengidentifikasi serta mencari data tertulis, gambar dan untuk lebih
mengkongkritkan data hasil penelitian, berupa dokumen tertulis yaitu
program kegiatan atau surat keputusan kepala sekolah tentang program
peningkatan kompetensi guru BK dan laporan kegiatan peningkatan
kompetensi guru BK.
6. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola
hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-
ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut
diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.54
Data yang akan di analisis yaitu melalui hasil observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Aktivitas dalam analisis data ada tiga tahapan, adapun
langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
a. Reduksi data (data reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

53
Ibid. hlm. 178.
54
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: CV Alfabeta, 2010), hlm. 335.
38

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya


dan mencarinya bila diperlukan.
b. Penyajian data (data display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian
data. Dalam penelitian kualitiatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan
menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami.
c. Penarikan kesimpulan (verification)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah
bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.55
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengetahui keabsahan data-data yang di dapat maka peneliti
berusaha untuk mengecek ulang secara teliti supaya penelitian yang
dilakukan ada artinya. Teknik-teknik yang dilakukan peneliti untuk
mengukur keabsahan data adalah sebagai berikut:
a. Perpanjangan keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar
penelitian. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di

55
Ibid. hlm. 338-345.
39

lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.


Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan karena perpanjangan
keikutsertaan juga menuntut peneliti agar terjun ke lokasi dalam waktu
yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi
yang mungkin mengotori data.56
b. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamatan menyediakan
kedalaman. Hal ini, berarti peneliti hendak mengadakan pengamatan
dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor
yang menonjol.
c. Tringulasi
Tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin
membedakan empat macam tringulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.
Menurut Patton Tringulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Pada
tringulasi dengan metode menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu 1)
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data dan 2) pengecekan derahat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik tringulasi
penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti lainnya untuk
keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Tringulasi
dengan teori, menurut Lincoln dan Guba, berdasarkan anggapan bahwa
fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau

56
Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 327-328.
40

lebih teori. Di pihak lain, Patton berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu
dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakan penjelasan banding (rival
explanation).57
Peneliti menggunakan tringulasi sumber dan tringulasi metode, karena
dianggap lebih mudah dalam mengecek keabsahan data yang diperoleh
dari lapangan.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Agar suatu penelitian dapat dilakukan dengan baik dan teratur, maka
perlu dilakukan tahapan dalam proses penelitian. Adapun tahapan-tahapan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tahap pra-lapangan
Pada tahap ini yang harus peneliti lakukan yaitu, menyusun
rancangan penelitian, menentukan lokasi penelitian, mengurus surat
perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lokasi penelitian, menyiapkan
perlengkapan penelitian, dan yang terpenting menyiapkan diri dengan
etika penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini peneliti memasuki lapangan dan berperan serta
secara langsung untuk mengumpulkan data melalui metode wawancara,
observasi dan dokumentasi untuk keperluan penelitian.
c. Tahap analisis data
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis data terhadap temuan-
temuan yang ada di lokasi penelitian setelah semua data terkumpul. Dan
dilanjutkan kepada langkah penyusunan laporan penelitian.

57
Ibid. hlm. 329-331.
41

DAFTAR RUJUKAN

Adhiputra, Ngurah Agung Anak. BIMBINGAN DAN KONSELING; Aplikasi di


Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak. Yogyakarta: GrahaIlmu, 2013.
Anggraini, Septin. “Peran Supervisi BK untuk Meningkatkan Profesionalisme
Guru BK.” Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling, Vol. 1 No. 1
(2017).
AP, Putra Adi M dan Nurida Shofaria. “Ragam Profesionalisme Guru Bimbingan
dan Konseling Zaman Now.” Jurnal Bikotetik, Vol. 03, No. 01 (2019).

Ardimen, “Visi Baru Konselor Sekolah dalam Rangka Meningkatkan Kualitas


Layanan Pendidikan di Sekolah dan Madrasah.” Jurnal Konseling Indonesia,
Vol. 4, No. 1 (Oktober, 2018).
Asmani, Ma’mur Jamal. Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Jogjakarta: DIVA Perss, 2010.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,


dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Dahlan, Syarifuddin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah; Konsepsi Dasar dan
Landasan Pelayanan. Yogyakarta, GrahaIlmu, 2014.
Dahlan, Zaini. “Peningkatan Kualitas Kompetensi Guru BK Sebagai Konselor Di
Sekolah Dalam Mengahdapi Tantangan Global.” Al-Irsyad: Jurnal
Pendidikan dan Konseling, Vol. 7, No. 1 (Januari-Juni 2017).
Erhamwilda. Konseling Islami. Yogyakarta: Psikosain, 2019.
Efendi, Gusfar dkk. “Kompetensi Sosial Guru BK atau Konselor Sekolah (Studi
Deskriptif di SMA Negeri Kota Padang).” Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 2,
No. 1 (Januari, 2013).
Fatchurahman, M. “Problematik Pelaksanaan Konseling Individual.” Jurnal
Bimbingan dan Konseling Ar-Rahman, Volume 3, Nomor 2 (2017).
Giyono. Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Media Akademi, 2015.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2014.
42

Hadi, Saiful. “Pengaruh Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional


Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling di SDLB Kota Bandung.”
Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Volume VIII, No. 1 (Juni, 2018).
Hanifah, Ummul. “Kompetensi Profesional Guru BK Dalam Implementasi
Asessmen BK Pada Guru BK di SMA Favorit Kota Banda Aceh.” Suloh
Jurnal Bimbingan Konseling Universitas Syiah Kuala, Volume 2, Nomor 1
(Juni, 2017).
Hazrullah dan Furqan. “Kompetensi Profesional Guru Bimbingan Konseling
Dalam Pemecahan Masalah Belajar Siswa Di MAN Rukoh Banda Aceh.”
Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. 18, No. 2 (Februari, 2018).
Hidayat, Rahmat Dede dan Herdi. Bimbingan Konseling Kesehatan Mental di
Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.

Kasih, Fitria. “Profil Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling Dalam


Pelayanan Kelompok Di SMA Sumatra Barat.” Jurnal Counseling Care,
Volume 1, Nomor. 1 (April, 2017).
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan: Komponen MKDK. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Marno dan Triyo Supriyatno. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam.
Bandung: PT Refika Aditama, 2013.
Mayasari, Eka dan Muhammad Syarif. “Strategi Kepala Sekolah Dalam
Meningkatkan Kompetensi Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Di SMA
Negeri 1 Peukan Bada Aceh Besar.” FITRAH: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu
Keislaman, Vol. 04, No. 1 (Juni, 2018).

Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2017.
Pedoman Program Peningkatan Kompetensi (Moda Tatap Muka, Dalam Jaringan
(Daring), dan Daring Kombinasi). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan, 2016.
Priansa, Juni Donni dan Rismi Somad. Manajemen Supervisi dan Kepemimpinan
Kepala Sekolah. Bandung: Alfabeta, 2014.
43

Saputri, Meidina Sisca. “Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling Serta


Pembinaannya.” Enlighten: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Volume. 1,
No. 1 (Januari-Juni, 2018).
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta, 2017.
Shulhan, Muwahid. Model Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam
Meningkatkan Kinerja Guru. Yogyakarta: Teras, 2013.
Sowiyah. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Media Akademi, 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: CV Alfabeta, 2010.
Susanti, Dewi dkk. “Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan
Kompetensi Guru.” Edudeena, Vol. 1, No. 2 (Juli, 2017).

Susanto, Ahmad. MANAJEMEN PENINGKATAN KINERJA GURU Konsep,


Strategi, dan Implementasi. Jakarta: Kencana, 2016.
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi).
Jakarta: RajawaliPers, 2014.
Wahyudi. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar
(Learning Organization). Bandung: Alfabeta, 2015.
Wijaya, Iwan. Professional Teacher: Menjadi Guru Profesional. Sukabumi: CV
Jejak, 2018.

Yusri, Fadhilla. “Penguasaan Kompetensi Konselor Mahasiswa Peserta Program


Pengalaman Lapangan (PPL) Prodi Bimbingan Konseling IAIN Bukit
Tinggi.” Jurnal Al-Taujih Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, Vol. 5,
No. 2 (Juli-Desember 2019).

Anda mungkin juga menyukai