Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi Pembelajaran merupakan salah satu sumber yang paling penting dari
keberlanjutan usaha yang memiliki keunggulan kompetitif (de Geus 1988), serta penting
mendorong kinerja perusahaan (Stata 1989). Mengingat adanya ketidakpastian lingkungan
kerja dalam organisasi, proses pembelajaran yang terus menerus merupakan pendorong
utama agar perusahaan mampu untuk tetap adaptif dan fleksibel, yaitu untuk bertahan
hidup dan efektif bersaing (Burke et al 2006.). Penelitian ini telah menunjukkan bahwa
organisasi belajar mempengaruhi keunggulan kompetitif (Jashapara 2003), keuangan dan
nonkeuangan, seperti kinerja,manfaat nyata dan intangible seperti kolaborasi dalam aliansi
strategis, unit biaya produksi serta inovasi
Mengingat pentingnya organisasi pembelajaran untuk kinerja perusahaan,
pemahaman cara dimana manajer dapat mempengaruhi proses pembelajaran di organisasi
menjadi semakin penting. Pembahasan jurnal ini menekankan pentingnya kepemimpinan
untuk pembelajaran organisasi. Maani / Benton (1999),Slater / Narver (1995), dan Snell
(2001) menggambarkan kemampuan yang berkaitan dengan kepemimpinan
transformasional sebagai salah satu cara yang paling penting untuk mengembangkan
organisasi belajar, sedangkan teori perkembangan baru-baru ini menekankan pentingnya
pendekatan kontingen terhadap kepemimpinan dan organisasi belajar (Vera / Crossan
2.004)

Selain yang disebutkan di atas, literatur jarang membahas hubungan antara


kepemimpinan dan organisasi pembelajaran, terutama dalam konteks ekonomi transisi di
luar Amerika Utara. Hanya beberapa studi empiris yang ada sampai saat ini menunjukan
dampak kepemimpinan pada organisasi pembelajaran tidak menjadi fokus penelitian
utamanya. Oleh karena itu, Vera / Crossan (2004) membahas penelitian empiris baik gaya
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional yang menghubungkan
dengan kinerja organisasi. Namun, terbatas pada bukti empiris yang memang menunjukkan

1|Page
bahwa beberapa jenis perilaku kepemimpinan, seperti mendukung, memberdayakan, serta
kepemimpinan transformasional, memiliki pengaruh positif dalam proses pembelajaran
organisasi.

Studi empiris meneliti hubungan antara kepemimpinan dan organisasi pembelajaran


dalam konteks ekonomi transisi. Lebih khusus, penelitian ini menguji pengaruh
kepemimpinan transformasional dan transaksional dalam unit organisasi belajar yang
diambil dari berbagai organisasi. Pertanyaan penelitian dasar adalah: (1) apakah
kepemimpinan transformasional memberikan kontribusi untuk belajar dalam organisasi, (2)
apakah kepemimpinan transaksional berkontribusi pada pembelajaran organisasi, dan (3)
apakah pengaruh kepemimpinan transformasional lebih kuat daripada pengaruh jenis
tradisional, yaitu kepemimpinan transaksional.

Jurnal ini membahas empat bagian. Bagian pertama memberikan gambaran tentang
konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tentang pembelajaran organisasi dan
transformasional kepemimpinan. Jurnal ini juga mengkaji penelitian yang ada pada
hubungan antara kepemimpinan dan pembelajaran dalam organisasi, pengembangan model
teori, dan mengusulkan hipotesis yang akan diuji. Bagian kedua membahas metodologi dan
instrumen penelitian, desain penelitian dan koleksi data, karakteristik sampel, dan metode
statistik yang digunakan. Bagian ketiga menyajikan hasil yang berkaitan dengan empat
hipotesis utama yang diuji dalam penelitian. Bagian terakhir membahas implikasi teoritis
dan praktis pada penelitian ini, kontribusi ulasan dan keterbatasannya, dan menyimpulkan
dengan mengajukan beberapa tantangan penelitian di masa depan.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Apakah ada pengaruh yang positif antara kepemimpinan transformasional dengan
pembelajaran organisasi ?

1.2.2 Apakah ada pengaruh yang positif antara kepemimpinan transaksional dengan
pembelajaran organisasi ?

2|Page
1.2.3 Apakah kepemimpinan transformasional memiliki dampak terkuat pada semua
empat aspek dari proses pembelajaran organisasi dibandingkan dengan
kepemimpinan transaksional?

3|Page
BAB II

KAJIAN TEORITIS

Organisasi belajar

Banyak sekali definisi tentang pembelajaran organisasi yang ada (Bontis et al


2002.;Dimovski 1994; Shrivastava 1983). Huber (1991) mendefinisikan organisasi
pembelajaran sebagai pengolahan informasi dengan tujuan untuk menyimpan pengetahuan
dalam memori organisasi. Menurut Huber (1991), pembelajaran organisasional terdiri dari
empat konstruksi:

(1) Akuisisi informasi ,

(2) Distribusi informasi,

(3) Interpretasi informasi, dan

(4) Memori organisasi ( perubahan perilaku dan kognitif yang dihasilkan)

Menurut Kim (1993), Dimovski (1994), Crossan (1995), dan Sanchez (2005) yang
menambahkan Hubers proses informasi untuk memasukkan perspektif perilaku dan
perubahan kognitif pada saatnya akan berdampak pada kinerja organisasi.

(1) Penggabungan informasi(Akuisisi informasi)

Bersama dengan proses pembelajaran organisasi pada umumnya, pengolahan informasi


dimulai dengan akuisisi informasi. Anggota organisasi mengumpulkan informasi dari
sumber-sumber di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan, sementara di organisasi
pembelajaran modern yang merupakan aspek penting dari penggabungan informasi terjadi
melalui pelatihan karyawan. Berikut ini penjelasan mengenai tiga subdimensi untuk akuisisi
informasi:

4|Page
(1) Akuisisi informasi dari sumber internal
(2) Akuisisi informasi dari sumber eksternal
(3) Pelatihan karyawan

Ketika karyawan ditugaskan dalam sebuah pekerjaan, diharapkan mendapatkan tiga


elemen tersebut yang memungkinkan karyawan untuk terus memperbarui diri mereka
terkait dengan informasi dasar dari pekerjaannya.

(2) Distribusi informasi.

Distribusi informasi adalah mengumpulkan informasi dan cara-cara melalui berbagai sumber
kemudian dibagikan kepada para anggota dari sebuah organisasi yang mungkin
memerlukannya (Huber 1991). Beberapa saluran dan saluran yang ada yang memungkinkan
untuk distribusi informasi , seperti yang dinyatakan Brown dan Duguid (1991), Koffman dan
Senge (1993) lebih mengandalkan "orang" (misalnya karyawan yang berkenalan dengan
tujuan tertentu, mengambil bagian dalam tim lintas fungsional, dll) sementara yang lain
bergantung pada "sistem" (misalnya sistem informasi, pertemuan yang diselenggarakan
untuk menginformasikan karyawan, mekanisme yang diformalkan, dan sistem untuk
memfasilitasi transfer latihan yang terbaik).

(3) Interpretasi informasi.

Intrepretasi informasi dipahami sebagai proses kegiatan menerjemahkan,mengembangkan


model untuk memahami, membawa makna keluar, dan skema perakitan konseptual
(Weick / Daft 1984). Tujuan menafsirkan informasi adalah untuk mengurangi ambiguitas
yang berkaitan dengan informasi. Organisasi menggunakan media yang berbeda untuk
menafsirkan informasi: kontak pribadi, telepon percakapan, memorandum tertulis, surat,
laporan khusus, rantai perintah formal, serta beberapa media modern seperti video
conference, surat elektronik, atau intranet (Daft / Lengel 1986).

(4) Perilaku dan kognitif perubahan.

5|Page
Pembelajaran organisasi tercermin dalam perubahan yang menyertainya (Garvin 1993).
Spector dan Davidsen (2006) menyatakan bahwa "belajar pada dasarnya adalah tentang
perubahan". Jika tidak ada perubahan perilaku atau kognitif yang terjadi, organisasi
pembelajaran pada kenyataannya belum terjadi proses belajar dan satu-satunya yang
tersisa adalah potensi yang tidak terpakai untuk perbaikan (Fiol / Lyles 1985, Garvin 1993,
Sanchez 2005).

Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional

Penelitian ini menerapkan " teori kepemimpinan full-range " yang dikonsep oleh Bass (1985)
dan dikembangkan oleh Avolio dan Bass (1991). Mereka membedakan antara tiga besar
jenis perilaku kepemimpinan:

a.) Laissez-faire (non-kepemimpinan),


b.) Kepemimpinan transaksional, dan
c.) Kepemimpinan transformasional.

Jurnal ini berfokus pada dua yang terakhir. Proses kepemimpinan transaksional
dibangun berdasarkan pertukaran, yaitu dimana pemimpin menawarkan penghargaan (atau
mengancam hukuman) untuk perilaku kinerja yang diinginkan dan penyelesaian tugas-tugas
tertentu. Jenis kepemimpinan dapat mengakibatkan kepatuhan pengikut, tetapi tidak
mungkin untuk menghasilkan untuk antusiasme dan komitmen untuk tujuan tugas.
Kepemimpinan transformasional terletak pada kemampuan pemimpin untuk menginspirasi
kepercayaan, kesetiaan, dan kekaguman para pengikut, yang kemudian kepentingan
bawahan masing-masing untuk kepentingan kelompok.

Daripada menganalisis dan mengendalikan transaksi tertentu dengan pengikut yang


menggunakan aturan, petunjuk dan insentif, kepemimpinan transformasional berfokus pada
kualitas intangible seperti visi, nilai-nilai bersama, dan ide-ide dalam rangka membangun
hubungan, memberi arti yang lebih besar untuk kegiatan yang terpisah, dan memberikan
alasan umum dalam rangka untuk meminta pengikut dalam proses perubahan. Berikut ini
pembahasan konsep secara terpisah untuk kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional.

6|Page
Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan


mempengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu.
Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan
mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Alasan ini mendorong Burn dalam Pawar dan Eastman (1997) untuk mendefinisikan
kepemimpinan transaksional adalah sejumlah langkah dalam proses transaksional yang
meliputi: pemimpin transaksional memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari
pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan bawahan peroleh jika hasil kerjanya
sesuai dengan transaksi. Pemimpin menjanjikan imbalan bagi usaha yang dicapai, dan
pemimpin tanggap terhadap minat pribadi bawahan bila ia merasa puas dengan kinerjanya.
Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi
interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran.
Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar
kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Jadi, kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang


bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan
kontrak yang telah mereka setujui bersama. Pada hubungan transaksional, pemimpin
menjanjikan dan memberikan penghargaan kepada bawahannya yang berkinerja baik, serta
mengancam dan mendisiplinkan bawahannya yang berkinerja buruk. Apakah penghargaan
yang dijanjikan atau terhindarnya dari hukuman itu mampu memotivasi bawahannya untuk
meningkatkan kinerjanya? Hal ini tergantung pada apakah pemimpinnya mampu
mengendalikan penghargaan dan hukuman tersebut, serta apakah bawahan menginginkan
penghargaan atau takut terhadap hukuman tersebut (Bass, 1990a). Bass dalam Howell dan
Avolio (1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas
dua aspek, yaitu: contingent reward dan management by exception. Hal ini sejalan dengan
pendapat Antonakis, dkk. (2003)

Kepemimpinan transaksional memiliki tiga dimensi, diantaranya :

7|Page
a.) Kontinjensi hadiah kepemimpinan mengacu pada perilaku pemimpin, berfokus pada
peran mengklarifikasi dan persyaratan tugas serta menyediakan pengikut dengan
materi atau imbalan psikologis bergantung pada pemenuhan kewajiban kontrak.
b.) Manajemen aktif dengan pengecualian mengacu dengan kewaspadaan pemimpin
aktif, yang tujuannya adalah untuk memastikan pemenuhan standar.
c.) Manajemen pasif dengan pengecualian terjadi ketika pemimpin menunggu untuk
mengambil tindakan sampai kesalahan dibawa ke perhatian nya - the leader fails to
intervene until problems become serious (Antonakis et al. 2003).

Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang


melibatkan perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai
kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia
bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan
pribadinya pada saat itu (Bass, 1985 dalam Locke, 1997). Popper dan Zakkai (1994)
mendefinisikan kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang proaktif.
Proaktif di sini berarti pemimpin melihat kondisi saat ini sebagai batu loncatan untuk
pencapaian tujuan di masa depan. Pemimpin yang berhubungan dengan kebutuhan
pengembangan para bawahannya, sedangkan menurut Jung dan Avolio (1999)
kepemimpinan transformasional meliputi pengembangan hubungan yang lebih dekat antara
pemimpin dan pengikutnya, bukan hanya sekedar sebuah perjanjian tetapi lebih didasarkan
pada kepercayaan dan komitmen. Sejalan dengan hal tersebut Podsakoff (1996)
menyatakan bahwa perilaku pemimpin transformasional dapat menaikkan imbas (impact)
perilaku pemimpin transaksional pada variabel-variabel outcomes bawahan, sebab bawahan
merasa percaya dan hormat terhadap pemimpin serta mereka termotivasi berbuat lebih
daripada apa yang diharapkan.

Selanjutnya, menurut Bass (1998) dalam Tschannen-Moran (2003) untuk dapat


menghasilkan produktivitas, kepemimpinan transformasional telah didefinisikan sebagai
“Fours I’s” yang menjadi dimensi-dimensi dalam kepemimpinan transformasional, dengan
penjelasannya adalah: individualized influence (melalui model-model aturan bagi pengikut,

8|Page
yang mana pengikut mengidentifikasi dan ingin melakukan melebihi model tersebut.
Pemimpin-pemimpin menunjukkan standard tinggi dari tingkah laku moral dan etika, serta
menggunakan kemampuan untuk menggerakkan individu maupun kelompok terhadap
pencapaian misi mereka dan bukan untuk nilai perorangan), inspirational motivation
(pemimpin memberikan arti dan tantangan bagi pengikut dengan maksud menaikkan
semangat dan harapan, menyebarkan visi, komitmen pada tujuan dan dukungan tim),
intellectual stimulation (pemimpin transformasional menciptakan rangsangan dan berpikir
inovatif bagi pengikut melalui asumsi-asumsi pertanyaan, merancang kembali masalah,
menggunakan pendekatan pada situasi lampau melalui cara yang baru), dan individualized
consideration (melalui pemberian bantuan sebagai pemimpin, memberikan pelayanan
sebagai mentor, memeriksa kebutuhan individu untuk perkembangan dan peningkatan
keberhasilan).

Gaya kepemimpinan dan organisasi pembelajaran

Dengan status sifat mereka, para pemimpin berfungsi sebagai pusat informasi dari
unit atau tim mereka. Karenanya, mereka memiliki pengaruh yang kuat pada akuisisi dan
distribusi informasi. Pemimpin transformasional mendorong keterbukaan, jujur, dan
komunikasi tepat waktu, serta mendorong dialog dan kolaborasi antara tim anggota.
Mereka mendorong ekspresi pandangan dan ide-ide yang berbeda. Mereka bertindak
sebagai katalis, mempercepat akuisisi pengetahuan dan distribusi. Dengan membiarkan
ekspresi pandangan dan ide yang berbeda, dengan asumsi lama yang menantang dan
meyakinkan, dan dengan merangsang perspektif baru juga meningkatkan proses
interpretasi informasi. Di sisi lain, pemimpin transformasional dapat memfasilitasi
perubahan kognitif dan perilaku pada anggota organisasi yang dihasilkan dari tahap
sebelumnya dalam organisasi pembelajaran.

Bukti empiris, meskipun langka, umumnya mendukung pernyataan tersebut. Pada


meta-analisis mereka, Burke et al. (2006) menguji hubungan antara perilaku kepemimpinan
dalam tim dan hasil kinerja tim. Mereka menemukan bahwa, dari 50 studi empiris (hingga
2004), hanya tiga termasuk organisasi belajar sebagai variabel hasil dan tidak satupun dari

9|Page
mereka mengetahui hubungan tersebut antara kepemimpinan transformasional dengan
organisasi belajar.

Dari beberapa studi terbaru, Aragon-Correa et al. (2005) yang menggunakan data
dari 408 perusahaan besar Spanyol menemukan bahwa kepemimpinan transformasional
memfasilitasi kemampuan anggota organisasi untuk membuat dan menggunakan
pengetahuan. Demikian pula, sebuah studi dari 202 perusahaan Spanyol yang didirikan
berdampak kuat dan positif pada dukungan kepemimpinan dalam organisasi pembelajaran
(Llorens Montes et al. 2005). Baru-baru ini penelitian di Israel sektor (sekolah) non-profit
menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh langsung positif
yang signifikan terhadap pembelajaran organisasi (β = .21) (Kurland / Hertz-Lazarowitz
2006). Pengaruh kepemimpinan transaksional adalah masih positif tapi agak lemah (β = .15).
Sementara secara teoritis jelas argumen bahwa ada pengaruh antara kepemimpinan
transformasional dengan organisasi pembelajaran, peran kepemimpinan transaksional
adalah tidak begitu jelas.

Vera dan Crossan (2004) mengusulkan sebuah model teoritis yang baik. Pemimpin
adalah mereka yang tahu bagaimana untuk beralih antara gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional sesuai dengan situasi (mengenai lingkungan, strategi,
kinerja perusahaan sebelumnya, dan tahap kehidupan organisasi) dalam rangka
memfasilitasi pembelajaran organisasi. Salah satu mungkin berharap bahwa pemimpin
transaksional mempromosikan akuisisi dan pertukaran informasi, tetapi hanya untuk sejauh
itu menjelaskan peran dan persyaratan tugas atau melayani beberapa jelas tujuan lainnya.
Dengan cara yang sama, interpretasi informasi didorong, namun tidak untuk tingkat yang
sama seperti dengan pemimpin transformasional. Akibatnya, beberapa perubahan kognitif
dan perilaku pada anggota organisasi yang terjadi sebagai akibat dari organisasi
pembelajaran. Argumen ini mengarah pada hipotesis berikut.

Gambar 1. Hipotesis dampak dari laissez-faire, transaksional, dan kepemimpinan


transformasional pada pembelajaran organisasi

10 | P a g e
Hipotesis 1: Kepemimpinan Transformasional berpengaruh positif terhadap perolehan
informasi (H1a), distribusi informasi (H1b), interpretasi informasi (H1c), dan perubahan
kognitif dan perilaku (H1d) dimensi organisasi belajar.

Hipotesis 2: Kepemimpinan transaksional positif mempengaruhi perolehan informasi (H2a),


distribusi informasi (H2b), interpretasi informasi (H2C), dan kognitif dan perubahan perilaku
(H2d) dimensi organisasi pembelajaran.

Hipotesis 3: Kepemimpinan transformasional memiliki dampak terkuat pada semua empat


aspek dari proses pembelajaran organisasi dibandingkan dengan kepemimpinan
transaksional.

Model konseptual pada Gambar 1 merangkum hubungan antara tiga jenis kepemimpinan
dan pembelajaran organisasi.

11 | P a g e
BAB III

ISI dan PEMBAHASAN

Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini menggunakan analisis faktor konfirmatori (CFA) untuk menilai


keandalan dan validitas konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Langkah-langkah
validitas menunjukkan seberapa baik indikator tersembunyi mewakili variabel laten yang
terkait(sesuai). Tabel 1 menunjukkan faktor non-standar dan melengkapi faktor standar
beban sepenuhnya bersama-sama sesuai dengan t-nilai untuk setiap indikator dan
membangun model pengukuran.

Hasil menunjukkan bahwa faktor pembebanan untuk semua indikator secara statistik
signifikan dan melebihi ambang 50 untuk validitas konvergen (Hair et al.1998). Satu-satunya
pengecualian adalah manajemen aktif dan pasif dengan pengecualian (MBE (a) dan MBE
(p)), yang merupakan bagian dari kepemimpinan transaksional. Temuan ini menunjukkan
bahwa kepemimpinan transformasional adalah konsep masalah. Selain itu, Alpha Cronbach
untuk kepemimpinan transformasional secara keseluruhan hanya sama dengan .57.Sebuah
kesenjangan yang besar antara dimensi kepemimpinan yang bergantung pada reward dan
dua dimensi manajeme dengan pengecualian sebagai dasar. Manajemen yang pasif dengan
pengecualian bahkan memiliki korelasi negatif secara keseluruhan dengan konsep
kepemimpinan transaksional. Tampaknya bahwa dimensi manajemen dengan pengecualian
lebih berhubungan kepemimpinan laissezfaire daripada kepemimpinan yang bergantung
pada reward, yang melambangkan kepemimpinan transaksional. Beberapa studi empiris
telah memperoleh hasil yang sama.

Dalam analisis meta oleh Lowe et al. (1996), skala MBE adalah skala hanya itu
menunjukkan bukti keandalan rendah (rata-rata Cronbach α = 65). Sebuah analisis meta
oleh Dumdum et al. (2002) memperoleh hasil yang sama untuk (p) dimensi MBE. Di Selain
itu, korelasi antara MBE (p) dan efektivitas pemimpin negatif (- .28) Dan mirip dengan
hubungan antara kepemimpinan laissez-faire dan Efektivitas (- .29). Di sisi lain, korelasi

12 | P a g e
antara MBE (a) dan efektivitas rendah (08), sedangkan korelasi antara kepemimpinan yang
bergantung pada reward dan efektivitas adalah secara signifikan lebih tinggi (.45).
Berdasarkan hasil ini, penelitian menghapus lebih dari dua analisis dimensi manajemen
dengan pengecualian (MBE (a) / MBE (p). Dimensi yang bergantung pada imbalan berfungsi
sebagai proxy untuk kepemimpinan transaksional dalam analisis selanjutnya. Kami telah
diukur dengan empat item MLQ melayani sebagai indikator.

Tabel 2. Satu-satunya pengecualian adalah konsep akuisisi informasi, yang sedikit


gagal tes AVE konsistensi internal tetapi memenuhi Cronbach dibutuhkan nilai alpha untuk
studi eksplorasi (􀄮 2) dan, apalagi, memenuhi kriteria CRI, yang dianggap paling kuat dari
semua tiga kriteria keandalan (Diamantopoulos / Siguaw 2000).

13 | P a g e
Figure 2. The impact of transformational leadership on organisational
perfermance

* Statistically significant at p<0.001.

Hubungan antara kepemimpinan dan organisasi pembelajaran


14 | P a g e
Model 1: Dampak kepemimpinan transformasional pada organisasi pembelajaran.

Gambar 2 menyajikan model struktural hubungan antara kepemimpinan transformasional


dan organisasi belajar bersama dengan nilai-nilai standar jalur koefisien. Koefisien struktural
statistik yang signifikan ditandai dengan tanda bintang. Gambar 2 juga memberikan
koefisien keseluruhan determinasi (R2)untuk masing-masing konstruk endogen.

Hipotesis 1 memprediksi bahwa kepemimpinan transformasional akan memiliki nilai


yang kuat dan berpengaruh positif pada semua empat konstruk pembelajaran organisasi.
Hasil ini menunjukkan bahwa hanya dua dari empat hubungan (H1a dan H1d) secara
statistik yang signifikan pada p <.001. Kepemimpinan transformasional menunjukkan
kekuatan secara tidak langsung yang berdampak pada perolehan informasi (ϒ = .72) serta
pada perilaku dan perubahan kognitif (ϒ = .50). Kepemimpinan transformasional
menunjukkan nilai pengaruh tidak langsung pada penyebaran informasi melalui akuisisi
informasi (β= .71). Demikian pula, pengaruh tidak langsung dari kepemimpinan
transformasional (melalui akuisisi informasi dan distribusi informasi) pada Interpretasi
informasi statistik yang signifikan, positif, dan kuat (β =.61). Total pengaruh kepemimpinan
transformasional pada perubahan perilaku dan kognitif, yang meliputi pengaruh langsung
dan tidak langsung, sebesar .79.

Model 2: Dampak kepemimpinan reward bergantung pada pembelajaran organisasi.

Gambar 3 menyajikan hasil yang cocok pada struktur model kepemimpinan yang
bergantung pada reward dalam proses pembelajaran organisasi. Model Itu menunjukkan
kecocokan. Dan memiliki penentuan koefisien relatif besar. Berkenaan dengan hipotesis
kedua, pola yang sangat mirip koefisien struktural muncul seperti dalam model pertama.
kepemimpinan yang bergantung pada reward sebagai wakil untuk kepemimpinan
transaksional yang menunjukkan dampak yang signifikan secara statistik, positif, dan kuat
pada akuisisi informasi serta perubahan perilaku dan kognitif . Anehnya, dampak langsung
dari kepemimpinan yang bergantung pada reward pada perubahan perilaku dan kognitif
bahkan sedikit lebih kuat dibandingkan dengan kepemimpinan transformasional.

15 | P a g e
Sekali lagi, hanya ada efek tidak langsung dari kepemimpinan yang bergantung pada
reward terhadap distribusi informasi dan interpretasi informasi sebagai dasar. Dari kedua
konsep tersebut, dampak penelitian ini secara tidak langsung lebih kuat hubungannya
dengan kepemimpinan transformasional.

16 | P a g e
Tabel 3 merangkum efek langsung dan total dari kedua jenis kepemimpinan pada empat
konsepsi organisasi belajar. Jumlah efek transformasional dan kepemimpinan transaksional
hasilnya serupa dalam besarnya mereka. Oleh karena itu, Hipotesis 3 ditolak.

Penerapan

Penelitian ini mengukur pengaruh dari kepempimpinan transformasional dan


transaksional pada proses pembelajaran organisasi, dua diantara tiga hipotesis yang
diajukan diterima dan bisa digeneralisasikan, walaupun tidak sepenuhnya. Hasilnya
menunjukan bentuk yang sama dari hubungan yang muncul dari dua tipe kepemimpinan.
Kepemimpinan berdampak pada empat konsep dari variabel proses organisasi pembelajaran
walaupun tidak secara langsung mempengaruhi. Satu penjelasan yang terletak pada korelasi
yang besar diantara tiga fase (yaitu proses informasi pada bagian organisasi pemberlajaran).
Struktur koefisien antara akuisisi informasi dan distribusi informasi dari tiga model yang
sudah dites sebesar 90 sampai 98. Demikian pula, struktur koefisien antara distribusi
informasi tersebut dan fase interpretasi informasi berkisar 0,88-0,94 meskipun memiliki
korelasi yang tinggi, hal tersebut merupakan konsep yang berbeda seperti yang dibuktikan
oleh kedua argumen teoritis (Huber 1991) dan penelitian empiris sebelumnya (Škerlavaj et
al. 2007).

17 | P a g e
Pengaruh kepemimpinan adalah yang paling terbesar pada perubahan perilaku dan
kognitif, yang merupakan tahap final dan dampak yang paling penting dari tahapan
pembelajaran. Total pengaruh dari kepemimpinan transformasional pada perubahan
perilaku dan kognitif sebesar 7,9. Sementara kepemimpinan yang mengandalkan pada
reward memiliki pengaruh sedikit lebih besar yaitu 8,0. Kepemimpinan mempengaruhi
perubahan perilaku dan kognitif dengan dua cara. Yang pertama kepemimpinan
mempengaruhi perubahan perilaku dan kognitif melalui tahap memproses informasi
sebelumnya dalam proses pembelajaran organisasi. Dengan memfasilitasi atau
menghambat pemrosesan informasi dalam suatu organisasi, para pemimpin mendorong
atau menghambat perubahan dalam mentalitas atau perilaku anggota organisasi dalam
rangka mengatasi perubahan lingkungan bisnis internal atau eksternal. Akan tetapi
pemimpin juga mempengaruhi perubahan pada perilaku dan kognitif secara langsung,
melebihi dan melampaui pengaruh tidak langsung dari pengolahan informasi. Satu harapan
dari bahasan ini, sebagai kepemimpinan yang relatif menyeluruh untuk bisa dijadikan proses
panduan struktur, dan memfasilitasi semua aspek kegiatan dan hubungan dalam kelompok.
Arah pengaruh dari dua jenis kepemimpinan adalah sama dan sebangun dengan Hipotesis 1
dan 2. yaitu Pengaruh dari kedua tipe kepemimpinan transformasional dan transaksional
yang kuat dan positif.

Hasil yang menarik dari penelitian ini adalah pengaruh yang sama kuat antara
pengaruh kepemimpinan yang mengandalkan reward terhadap pembelajaran organisasi
dengan pengaruh kepemimpinan transformasional yang dimana menyebabkan hipotesis 3
ditolak. Sementara menurut beberapa teoritis , menjelaskan bahwa tipe kepemipinan
transformasional lebih efektif dijalankan dari berbagai pengaturan dan hasil akhir proses
kepemimpinan. Akan tetapi hasil penelitian ini lebih mendukung keefektifan menerapkan
kepemimpinan transaksional dari pada kepemimpinan transformasional dalam proses
pembelajaran organisasi.

Tiga alasan yang memungkinkan memperkuat hasil penelitian tersebut, dimana :

1. Kepemimpinan yang mengandalkan reward, lebih bisa memungkinkan pengikut


untuk memahami konsistensi perilaku kepemimpinan serta keandalan pemimpin mereka.
Pemimpin menjamin perjanjian tentang persyaratan pekerjaan dan penghargaan lain-lain

18 | P a g e
dalam pertukaran untuk memuaskan pimpinan saat pekerja melaksanakan tugas. Para
pekerja dapat mengandalkan pemimpin mereka untuk menghormati upaya mereka melalui
dukungan instrumental ataupun bantuan dalam konfrontasi dengan atasan. Sementara dari
perspektif pengikut, secara konsisten menghormati perjanjian transaksional yang
membangun kepercayaan, ketergantungan, dan persepsi konsistensi berkaitan dengan para
pemimpin, yang masing-masing membentuk dasar untuk kinerja kelompok yang efektif
(Avolio / Bass, 1991).
2. Faktor kedua yang mungkin telah mempengaruhi hasil dari penelitian ini adalah
konteks. Meskipun dalam kepemimpinan transformasional yang dasarnya mungkin universal
efektif (Bass 1997), efektivitasnya bervariasi di seluruh konteks yang berbeda. Dalam cara
yang sama, efektivitas kepemimpinan transaksional juga dapat bervariasi di seluruh konsep
yang berbeda. Terutama dalam transisi ekonomi yang berubah dengan cepat, di mana
banyak manajer belum menguasai bentuk-bentuk kepemimpinan yang lebih tinggi, jenis
perilaku ditentukan oleh kepmimpinan yang mengandalkan reward mungkin relatif lebih
efektif dibandingkan di negara-negara dengan tradisi praktik dan ilmu pengetahuan
manajemen jangka panjang. Kepmimpinan yang mengandalkan reward memperjelas tugas
setiap orang, tanggung jawab, dan harapan, menemukan makna umum seperti apa yang adil
dan hanya memberikan imbalan untuk yang memenuhi persyaratan. Mereka menekankan
penetapan tujuan, memberikan instruksi, struktur mengklarifikasi, dan kondisi. Beberapa
kualitas yang kurang mendominasi gaya kepemimpinan di masa lalu. Selain itu, tanpa dasar
yang kuat pada kepemimpinan transaksional, kepemimpinan transformasional mungkin
tidak berkembang secara maksimal.
3. Pada akhirnya, hal itu juga memungkinkan bahwa organisasi pembelajaran memiliki
sekelompok kepemimpinan dengan hasil yang efektif dari Kepmimpinan yang
mengandalkan reward,khususnya. Pada bahasan meta analisisnya, Judge dan Piccolo (2004)
menilai keefektifan berbagai perilaku kepemimpinan memisahkan enam hasil kriteria dan
menemukan bahwa kepmimpinan yang mengandalkan reward lebih efektif dari pada
kepemimpinan transformasional dari tiga katagori (untuk orang-orang yang puas akan
pekerjaannya, orang-orang yang diikuti motivasi dan kinerja pimpinan pekerjaan). Meta
analisis tidak termasuk dalam organisasi pembelajaran sebagai hasil dari kriteria. Akan
tetapi sejak tipe perilaku kepmimpinan yang mengandalkan reward menjadi fasilitator yang

19 | P a g e
penting dalam proses pembelajaran organisasi, membina kepemimpinan yang
mengandalkan reward sama pentingnya dengan membina kepemimpinan transformasional.

Penerapan di Indonesia

Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tidak lepas
dari peran kepemimpinan, karena kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Kepemimpinan
berperan sebagai penggerak segala sumber daya manusia dan sumber daya lain yang ada
dalam organisasi, dan juga sebagai faktor kunci dalam aspek manajerial. Keberadaan
pemimpin dalam perusahaan merupakan hal yang terpenting karena merupakan tulang
punggung dan memiliki peranan yang strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Gaya
kepemimpinan yang tepat dapat menimbulkan motivasi karyawannya untuk berprestasi
karena sukses dan tidaknya karyawan dalam mengukir prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh
gaya kepemimpinan atasannya. Pemimpin yang efektif akan dapat menjalankan fungsinya
tidak hanya ditunjukkan dari kekuasaan yang dimiliki, tetapi juga ditunjukkan oleh sikap
untuk memotivasi karyawan dalam menjalankan tugasnya. Kepemimpinan yang efektif akan
memotivasi karyawan untuk bertindak mencapai kinerja yang lebih baik.

Salah satu faktor situasional yang berpengaruh terhadap efektivitas kepemimpinan


adalah relasi antara pemimpin dan pengikut. Interaksi antar pribadi yang berbeda motivasi
dan potensi kekuasaan, termasuk di dalamnya ketrampilan dalam mencapai tujuan
bersama. Interaksi ini memiliki dua bentuk, yaitu: kepemimpinan transaksional dan
transformasional (Yukl, 1998). Kepemimpinan transaksional dan transformasional sangat
penting dan dibutuhkan dalam organisasi. Organisasi membutuhkan kepemimpinan
transaksional yang dapat memberikan arahan, menjelaskan perilaku yang diharapkan, serta
memberikan reward dan punishment, yang dimungkinkan dapat berpengaruh pada kinerja
karyawan. Sementara itu organisasi juga membutuhkan visi serta dorongan yang dibentuk
oleh kepemimpinan transformasional. Esensi nyata dari kepemimpinan transformasional
adalah bahwa pemimpin ini menyebabkan pengikut melakukan lebih dari yang diharapkan
mereka lakukan, dan pengikut itu mengetahui, serta percaya bahwa pemimpin tidak akan

20 | P a g e
mengambil keuntungan dari mereka. Seseorang yang memiliki kepercayaan yang lebih pada
orang lain akan berlaku sesuai dengan apa yang seharusnya, sehingga stándar kerja yang
diharapkan dapat dicapai (Hugo, et al., 2009).

Untuk penerapan perusahaan yang ada di Indonesia, menurut saya lebih didominasi
dengan perpaduan penerapan kepemimpinan transaksional yang mengandalkan reward dan
kepemimpinan transformasional, dimana pada gaya kepemimpinan transaksional selain
memberikan motivasi tersendiri untuk karyawan tetapi juga memperjelas arahan tugasnya
serta komitmen, yang nantinya karyawan akan merasa termotivasi saat menjalankan tugas,
sehingga diharapkan karyawan akan terapresiasi dengan adanya bentuk nyata berupa
reward tersebut. Sementara kepemimpinan transformasional lebih mengarahkan
pengikutnya pada tujuan jangka panjang panjang perusahaan.

Pada pendekatan transaksional terutama management by exception (memusatkan


perhatiannya pada keluhan-keluhan, dan kegagalan-kegagalan terhadap standar yang ada)
dan contigent reward (memberikan bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada, dan
merundingkan dengan bawahan, cara mencapai target kinerja) sebelum melalukan
pendekatan transformasional yang lebih menuntut upaya dan kinerja dari karyawan sebab
dengan pendekatan tersebut akan menciptakan pembelajaran organisasi yang lebih baik.

21 | P a g e
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh kepemimpinan


transaksional dan transformasional terhadap pembelajaran organisasi, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh signifikan positif gaya kepemimpinan transaksional terhadap


pembelajaran organisasi. Dengan demikian, hipotesis satu (H1) diterima.

2. Terdapat pengaruh signifikan positif gaya kepemimpinan transformasional


terhadap pembelajaran organisasi. Dengan demikian, hipotesis satu (H2) diterima.

3. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh variabel gaya kepemimpinan


transaksional lebih besar dibanding kepemimpinan transformasional, sehingga
dengan demikan hipotesis tiga (H3) ditolak.

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai