Anda di halaman 1dari 22

TINDAKAN REHABILITASI SEBAGAI PENGGANTI PIDANA

PENJARA UNTUK PENYALAHGUNA NARKOBA

MAKALAH

ANALISIS ISU KONTEMPORER

Disusun oleh :

SUPRIYADI

NIM : 204211053

PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS PRAMITA INDONESIA

TANGERANG

2021

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinamika pada penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan obat-obatan) di negara


Indonesia memang sangat kompleks. Dimulai dari sejarah, penanganan kasus
hukum penyalah gunanya, sanksi hukum yang dijatuhkan dan regulasi terbaru yakni
rehabilitasi.

Saat ini timbul persoalan karena lembaga pemasyarakatan (lapas) sebagai tempat
menjalani hukuman, lebih banyak diisi oleh narapidana kasus narkoba. Pemerintah
pun akhirnya membuat regulasi untuk merehabilitasi saja penyalah guna narkoba,
daripada harus menjatuhinya dengan hukuman.

Awalnya Narkoba hanya dikomsumsi untuk penghilang rasa sakit dan oleh orang
yang sukar tidur. Dulu pun Narkoba beredar di kalangan penyalah guna dengan
sangat tertutup atau dijual secara black market. Kemudian, semakin banyak
penggunanya, dan mengakibatkan meningkat pula tingkat kriminalitas yang
ditimbulkannya. Di Indonesia kini hal ini mempengaruhi pula kondisi kehidupan
masyarakat, sehingga menjadi sebagai Negara berlabel darurat Narkoba.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan perkembangan dahsyat


penyalahgunaan Narkoba yang berdampak negatif dan merusak dalam berbagai
sendi-sendi kehidupan. Peyalahgunaan dilakukan oleh masyarakat tak peduli
bahayanya jika digunakan. Pengguna Narkoba juga mengabaikan terganggunya
stabilitas keamanan, mulai di kehidupan keluarga, lingkungan masyarakat dan
stabilitas Negara.

BAB II

2
LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Penggunaan Narkoba

Jika melongok sejarah, penggunaan Narkoba sudah dikenal sejak 50.000 tahun lalu.
Narkoba dulu terbuat dari sari bunga opium (papauor samnifertium) yang ditemukan
sekitar 2000 SM Bangsa Sumeria menggunakannya untuk membantu orang-orang
yang sulit tidur dan meredakan rasa sakit.

Barulah di tahun 1805 seorang dokter berkebangsaan Jerman bernama Friedrich


Wilhelm menemukan morfin (morphine) yang merupakan senyawa opium amoniak.

Kata morphine sendiri berasal dari nama dewa Yunani yaitu Morphius, yang berarti
dewa mimpi. Morfin menadi pengganti dari opium yang merupakan candu mentah.

Ale2xander The Great pada 330 SM mengenalkan penggunaan candu hingga ke


India dan Persia.Waktu itu penggunaan candu sebagai tambahan bumbu dapur
yang membuat masakan semakin enak dan membuat tubuh menjadi rileks.

Baru pada tahun 1898 pabrik obat ternama Jerman bernama Bayer memproduksi
secara massal. Pabrik memproduksi obat yang diberi nama heroin dan khasiatnya
bermanfaat untuk penghilang rasa sakit. Sejak itulah kemudian narkotika digunakan
secara resmi dalam dunia medis.

2.2 PERMASALAHAN

Penemuan dan pengembangan narkotika awalnya adalah untuk kepentingan


pengobatan, kemudian dengan hubungan internasional di dunia politik semakin
marak.

Seiring dengan itu, orang-orang politik berbisnis dengan menambahkan zat-zat


adiktif yang berbahaya itu untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah.

Inilah awal penyalahgunaan narkoba yang tadinya dimanfaatkan hanya untuk


penghilang rasa sakit dan bumbu dapur selanjutnya dijual agar orang mengalami
ketergantungan.

3
Penambahan zat adiktif berbahaya tersebut memicu agar orang berhalusinasi
semakin tinggi dan kecanduan. Dampaknya merusak jaringan syaraf dan organ-
organ tubuh, bahkan sampai akhirnya berimbas pada kematian.

2.3 Definisi Penyalah Guna Narkoba

Adapun definisi dari penyalah guna dan pecandu narkotika sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 15 dan angka 13 UU Narkotika, yaitu sebagai berikut:

Pasal 1 angka 13, pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika,
baik secara fisik maupun psikis.

Pasal 1 angka 15, penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa
hak atau melawan hukum.

Pasal 127 UU Narkotika menyatakan berikut ini:

(1) Setiap Penyalah Guna: Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; Narkotika Golongan II bagi diri sendiri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan Narkotika Golongan
III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan
Pasal 103;

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan
atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut
wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sanksi yang mengatur tentang orang-orang yang membantu melindungi atau


menyembunyikan pelaku penyalahgunaan narkotika, diatur dalam Pasal 221 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang selengkapnya berbunyi sebagai
berikut: Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

Secara jelasnya: Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang


melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa yang

4
memberikan pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan
oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut
ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi
menjalankan jabatan kepolisian;

Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk
menutupinya atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau
penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda
terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan
lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang telah dilakukan pejabat kehakiman
atau kepolisian maupun orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-
menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang


Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
(“PERMA 2/2012”), jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam
pasal di atas dilipatgandakan menjadi 1.000 kali.

Mengenai bunyi Pasal 221 ayat (1) KUHP tersebut, R. Soesilo dalam bukunya Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa
pasal ini mengancam hukuman kepada:

Orang dengan sengaja menyembunyikan orang yang telah melakukan kejahatan


atau yang dituntut karena sesuatu kejahatan, atau menolong orang untuk melarikan
diri dari penyelidikan dan pemeriksaan atau tahanan oleh polisi dan yustisi
(pelanggar pasal ini harus tahu bahwa orang yang ia sembunyikan atau orang yang
ia tolong itu betul telah melakukan kejahatan atau dituntut karena perkara
kejahatan).

Orang yang membinasakan dan sebagainya benda-benda tempat melakukan atau


yang dipakai untuk melakukan kejahatan atau membinasakan dan sebagainya
berkas-berkas kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan kejahatan itu dan
sebagainya (pelanggar harus mempuyai maksud ini, jika tidak, tidak dapat dihukum).

Dengan demikian berdasarkan isi dari pasal tersebut, perbuatan menyembunyikan


penyalahguna narkotika dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana.

5
Jika orang yang melindungi dan menyembunyikan masih memiliki hubungan
keluarga seperti istri, anak ataupun orang tua, perlu diketahui bahwa Pasal 221 ayat
(2) KUHP berbunyi:

Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan
maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap
seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang
derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami /istrinya atau bekas suami/istrinya.

Sehingga, berdasarkan Pasal 221 ayat (1) dan ayat (2) KUHP terhadap orang yang
membantu melindungi ataupun menyembunyikan seorang penyalah guna narkotika
dan masih memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau
dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya
atau bekas suami/istrinya tidak dapat diberlakukan/dilakukan penuntutan secara
pidana.

Selain penyalah guna/korban penyalahguna narkotika, pada pembahasan ini juga


sedikit dibahas terkait pecandu narkotika yang juga diatur dalam UU Narkotika. Pada
dasarnya penyalahguna/korban penyalahguna dan pecandu narkotika sama-sama
dengan tanpa hak atau melawan hukum dalam menggunakan narkotika untuk
kepentingan diri sendiri dan merupakan kejahatan yang dapat dikenakan ancaman
pidana, hanya saja pecandu narkotika mempuyai karakteristik tersendiri yakni
keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. (Pasal 1
angka 13 UU Narkotika). Hal tersebut harus mampu dibuktikan dalam proses hukum
dan hasil assessment.

Upaya yang dapat dilakukan jika keluarga yang menjadi penyalah guna/korban
penyalah guna narkotika yang akhirnya kecanduan menggunakan narkotika? Perlu
diketahui bahwa seorang pecandu narkotika wajib melaporkan dirinya sendiri
maupun melalui keluarga agar direhabilitasi pada lembaga rehabilitasi/rumah sakit
yang ditunjuk oleh pemerintah setelah melalui proses assessment, sehingga mereka
dapat dipulihkan atau disembuhkan dari ketergantungan akan narkotika, hal tersebut
telah diatur dalam Pasal 54 jo. Pasal 55 UU Narkotika.

Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani


rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

6
Pasal 55 Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.

Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan
oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah
untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi social.

Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Jika kewajiban melapor tersebut tidak dilaksanakan maka berlaku ketentuan Pasal
128 ayat (1) dan Pasal 134 ayat (1) UU Narkotika.

Pasal 128 ayat (1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 134 ayat (1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja
tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Terhadap keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang
derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya
tidak dapat diberlakukan/diancam pidana, namun jika di luar golongan tersebut maka
dapat dijerat dengan ketentuan pidana dalam KUHP yang telah kami jelaskan
sebelumnya.

Jika ada pecandu narkotika yang belum cukup umur/belum mencapai umur 18
tahun,. (Penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU Narkotika) dalam hal orang tua/walinya
sengaja tidak melapor, maka dapat dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 128 ayat
(1) UU Narkotika .
7
Sanksi penyalahgunaan narkoba

Penyalahgunaan narkoba akan terkena sanksi hukum, sanksi sosial dan sanksi
moral. Penyalahgunaan narkoba akan mendapat sanksi hukum yang berdasarkan
Undang-undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009.

BAB III

PEMBAHASAN

8
3.1 Upaya Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba

Dalam mengatasi penyalahgunaan Narkoba, negara Amerika di tahun 1906 turut


serta dalam membuat undang-undang yang meminta farmasi agar memberikan label
yang jelas pada setiap kandungan dari obat yang diproduksi. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan opium yang ada dalam obat.

Pada tahun 1914, dibuat juga peraturan yang mengharuskan peraturan pemakai
dan penjual narkoba. Selain wajib untuk membayar pajak juga melarang
memberikan narkotika kepada pecandu yang tidak ingin sembuh, serta menahan
paramedis dan menutup tempat rehabilitasi.

Selanjutnya, pada tahun 1923, Amerika melarang penjualan narkotika terutama


heroin. Dengan adanya pelarangan penjualan narkotika inilah menjadi awal
perdagangan gelap terhadap narkotika, seperti yang ada di Chinatown, New York.

Perdagangan gelap narkotika lalu menyebar cepat ke pasar global dan merambah di
seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

3.2 Narkoba di Indonesia

Wikipedia menyebutkan, Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika obat


terlarang. Selain Narkoba Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga
mengenalkan istilah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif.

Menurut BNN RI, Narkotika adalah zat atau obat, baik yang bersifat alamiah, sintetis,
maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi dan
daya rangsang.

Dalam UU Narkotika Pasal 1 Ayat 1, menyatakan bahwa Narkotika merupakan zat


buatan ataupun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi,
menurunnya kesadaran serta menyebabkan kecanduan.

Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika memakainya berlebihan,


Karena memanfaatkan zat-zat untuk penghilang nyeri dan memberikan ketenangan.

9
3.3 Sanksi Pengguna Narkoba

Pengguna narkoba bisa terkena sanksi hukum jika melakukan penyalahgunaan


narkoba. Undang-Undang Narkotika Pasal 1 Ayat 1 meyebutkan, pengguna
narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman
maupun sintetis.

3.4 Jenis-jenis Narkoba

Kandungan yang terdapat pada narkoba jika disalahgunakan bisa memberikan


dampak yang buruk bagi kesehatan.

Menurut UU tentang Narkotika, jenis Narkoba dibagi dalam 3 golongan, berdasarkan


pada risiko ketergantungannya, yaitu:

Narkotika Golongan 1 seperti ganja, opium, dan tanaman koka. Sangat berbahaya
jika dikonsumsi, karena beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan.

Narkotika Golongan 2 bisa dimanfaatkan untuk pengobatan, asalkan sesuai dengan


resep dokter. Jenis dari golongan ini kurang lebih ada 85 jenis, beberapa
diantaranya Morfin, Alfaprodina dan lain-lain. Golongan 2 ini berpotensi tinggi
menimbulkan ketergantungan.

Narkotika Golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup ringan dan banyak
dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.

Berdasarkan dari bahan pembuatannya, jenis-jenis narkotika antara lain adalah:

Narkotika Jenis Sintetis didapatkan dari proses pengolahan yang rumit. Golongan ini
sering dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan dan penelitian. Contoh narkotika
yang bersifat sintetis seperti Amfetamin, Metadon, Deksamfetamin, dan sebagainya.

Narkotika Jenis Semi Sintetis, pengolahannya menggunakan bahan utama yakni


narkotika alami. Kemudian diisolasi dengan cara diekstraksi atau memakai proses
lainnya. Contohnya adalah Morfin, Heroin, Kodein dan lain-lain.

Narkotika Jenis Alami, contohnya ganja dan koka, menjadi contoh dari narkotika
yang bersifat alami dan langsung bisa digunakan melalui proses sederhana. Karena

10
kandungannya sangat kuat, zat tersebut tidak diperbolehkan untuk dijadikan obat.
Bahaya narkoba ini sangat tinggi dan bisa menyebabkan dampak buruk bagi
kesehatan jika disalahgunakan salah satu akibat fatalnya adalah kematian.

3.5 Bahaya Narkoba pada Kesehatan

Peredaran dan dampak narkoba saat ini sudah sangat meresahkan. Dengan
mudahnya mendapat bahan berbahaya tersebut membuat penggunanya semakin
meningkat. Tak kenal jenis kelamin dan usia semua orang berisiko mengalami
kecanduan jika sudah menyicipi zat berbahaya ini.

Meski ada beberapa jenis Narkoba yang diperbolehkan dipakai untuk keperluan
pengobatan, namun tetap saja harus mendapatkan pengawasan yang ketat dari
dokter.

Ada banyak bahaya narkoba bagi hidup dan kesehatan, di antaranya adalah:

Dehidrasi menjadi penyebab penyalahgunaan zat ini.Karena keseimbangan elektrolit


berkurang. Akibatnya badan kekurangan cairan. Jika efek ini terus terjadi, tubuh
akan kejang-kejang, muncul halusinasi, perilaku lebih agresif, dan rasa sesak pada
bagian dada. Jangka panjang dari dampak dehidrasi ini dapat menyebabkan
kerusakan pada otak.

Halusinasi menjadi salah satu efek yang sering dialami oleh pengguna narkoba,
misalnya ganja. Tidak hanya itu saja, dalam dosis berlebih juga bisa menyebabkan
muntah, mual, rasa takut yang berlebih, serta gangguan kecemasan. Apabila
pemakaian berlangsung lama, bisa mengakibatkan dampak yang lebih buruk seperti
gangguan mental, depresi, serta kecemasan terus-menerus.

3.6 Dampak Menggunakan Narkoba

Menurunkan Tingkat Kesadaran merupakan dampak mengomsumsi Narkoba.


Pemakai yang menggunakan obat-obatan dalam dosis yang berlebih, efeknya dapat
menurunkan tingkat kesadaran. Juga membuat tubuh menjadi sangat rileks
sehingga kesadaran berkurang drastis. Beberapa kasus si pemakai tidur terus dan

11
tidak bangun-bangun. Hilangnya kesadaran tersebut membuat koordinasi tubuh
terganggu, sering bingung, dan terjadi perubahan perilaku. Dampak narkoba yang
cukup berisiko tinggi adalah hilangnya ingatan sehingga sulit mengenali lingkungan
sekitar.

Over Dosis.Dampak narkoba yang paling buruk terjadi adalah kematian, jika si
pemakai menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang tinggi atau yang
dikenal dengan overdosis. Pemakaian sabu-sabu, opium, dan kokain bisa
menyebabkan tubuh kejang-kejang dan jika dibiarkan dapat menimbulkan kematian.

Gangguan Kualitas Hidup sebagai bahaya narkoba bukan hanya berdampak buruk
bagi kondisi tubuh, penggunaan obat-obatan tersebut juga bisa mempengaruhi
kualitas hidup misalnya susah berkonsentrasi saat bekerja, mengalami masalah
keuangan, hingga harus berurusan dengan pihak kepolisian jika terbukti melanggar
hukum.

Pemakaian zat-zat narkotika hanya diperbolehkan untuk kepentingan medis sesuai


dengan pengawasan dokter dan juga untuk keperluan penelitian. Selebihnya, obat-
obatan tersebut tidak memberikan dampak positif bagi tubuh. Yang ada, kualitas
hidup menjadi terganggu, relasi dengan keluarga kacau, kesehatan menurun, dan
yang paling buruk adalah menyebabkan kematian.

3.7 Tanda Kecanduan Narkoba

Penyalahgunaan narkotika adalah pola perilaku yang bersifat patologik dan biasanya
dilakukan oleh individu yang mempunyai kepribadian rentan atau mempunyai risiko
tinggi.

Tanda dan Gejala Kecanduan Narkoba mempunyai spesifik yakni ketergantungan


pada jenis narkoba yang digunakan. Secara umum, ada beberapa tanda dan gejala
kecanduan narkoba yang perlu diwaspadai, yaitu: mata merah dan pupil mata yang
mengecil atau membesar. Berat badan yang naik atau turun secara signifikan. Pola
makan atau pola tidur menjadi tidak beraturan. Tidak peduli pada penampilan,
seperti jarang berganti pakaian dan mandi. Mudah merasa lelah dan sedih atau
justru terlalu berenergi dan tidak bisa diam. Sering cemas dan menarik diri dari
lingkungan sosial. Sulit konsentrasi. sering mimisan. Tubuh terasa bergetar atau
12
bahkan kejang. Selain itu, seseorang yang kecanduan narkoba juga menjadi lebih
berani untuk melakukan hal yang berbahaya. Contohnya adalah mengendarai motor
di bawah pengaruh narkoba atau mencuri demi memenuhi rasa candunya akan
narkoba.

3.8 Gejala Negatif Pengguna Narkoba

Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif/psikotropika dapat menyebabkan efek
dan dampak negatif bagi pemakainya. Dampak yang negatif itu sudah pasti
merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik. Meskipun
demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia kedokteran,
namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara
umum dan bebas

Gejala awal pengguna narkoba seperti menjadi malas, kurang memperhatikan


badan sendiri, hidup tidak teratur, tidak dapat memegang kepentingan orang lain,
mudah tersinggung, egosentrik.

Tanda-tanda dini pengguna narkoba sepert: hilangnya minat bergaul dan olahraga,
mengabaikan perawatan dan kerapihan diri, disiplin pribadi mengendur, suka
menyendiri, menghindar dari perhatian orang lain, cepat tersinggung dan cepat
marah, berlaku curang, tidak jujur dan menghindari tanggung jawab, sering berlama-
lama di tempat tak biasa seperti kamar mandi, WC, gudang dan lainnya, suka
mencuri barang di rumah, prestasi sekolah atau kerja menurun.

Ciri-ciri fisik pengguna narkoba dapat terlihat dari ciri-ciri fisiknya. Seperti berat
badan turun drastis, mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman,
sembelit atau sakit perut tanpa alasan jelas, tanda berbintik merah seperti bekas
gigitan nyamuk, ada bekas luka sayatan, terdapat perubahan warna kulit di tempat
bekas suntikan, mengeluarkan air mata yang berlebihan, mengeluarkan keringat
yang berlebihan, kepala sering nyeri, persendian ngilu, banyaknya lendir dari hidung,
diare, bulu kuduk berdiri, sukar tidur, menguap,

Penyalah guna narkoba menimbulkan dampak negatif yang berbahaya dan luas.
Membahayakan fisik, kejiwaan dan lingkungan sosial. Bahaya penyalahgunaan
narkoba terhadap fisik antara lain menimbulkan ketagihan atau ketergantungan,
mengganggu mental, mengganggu kesehatan, kerusakan fungsi sistem syaraf pusat

13
(otak), cenderung menjadi pelaku kejahatan, mengakibatkan kematian, memupus
iman dan takwa,

Dampak narkoba terhadap kejiwaan, beberapa bahaya penyalahgunaan narkoba


terhadap kejiwaan antara lain: Bersikap labil, cepat memberontak, tertutup (introvert)
dan penuh rahasia, sering berbohong dan suka mencuri, menjadi sensitif, kasar dan
tidak sopan, memiliki kecurigaan yang berlebihan terhadap semua orang, menjadi
malas, prestasi belajar menurun dan akal sehat tidak berperan, berpikir irasional.

Cara menghindari narkoba agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba,


dengan kiat atau tips sebagai berikut: Pererat diri dengan keimanan dan ketakwaan
serta berbudi pekerti luhur, membiasakan diri berpola hidup sehat, menolak bujukan
untuk menyalahgunakan narkoba, belajar dengan sungguh-sungguh, mengisi waktu
luang dengan kegiatan yang bermanfaat, hindari tindakan yang tidak bermanfaat.

3.9 Kerugian Negara Akibat Kecanduan Narkoba

Penyalahgunaan Narkotika tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga merugikan
Negara. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba tahun 2015 mencapai 2,2 persen atau sekitar empat juta
orang di Indonesia yang terjerat dalam lingkaran narkoba. Bahkan hasil survei yang
dilakukan BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2014
menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 63,1 triliun akibat
penyalahgunaan narkoba. Angka kerugian terus naik dari tahun ke tahun.

Penyalahgunaan narkoba memiliki efek samping yang merugikan baik untuk pribadi
dan ekonomi secara nasional. Untuk diri sendiri, efek negatif penggunaan narkotika
adalah euforia dan halusinasi. Narkoba juga berefek ketagihan, sehingga
kesenangan sesaat yang didapat akan membuat kerusakan mental dalam jangka
panjang.Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengantongi angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba tahun 2015 mencapai 2,2 persen atau sekitar empat juta
orang di Indonesia yang terjerat dalam lingkaran narkoba. Bahkan hasil survei yang
dilakukan BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2014
menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 63,1 triliun akibat
penyalahgunaan narkoba. Angka kerugian terus naik dari tahun ke tahun.

14
Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan pemerintah
Orba pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang
karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan agamais. Pandangan
pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah
terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.

Dalam mengatasi permasalahan narkoba yang semakin menunjukkan intensitasnya,


Pemerintah Indonesia dengan Dewan Perwakilanan Rakyat mengesahkan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut,
Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan
Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi
penanggulangan narkoba yang kemudian berubah nama menjadi Badan Narkotika
Nasional.

Untuk propinsi dan kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka


dibentuklah Badan Narkotika Propinsi dan Badan Narkotika Kabupaten. Penyuluhan-
penyuluhan dan sosialisasi dari badan narkotika kiat digencarkan untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang
mengancam kehidupan orang banyak.

Sampai tahun 2012 ini saja pengguna narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang.
Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada
penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta
kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan
dengan cara terus berkerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba
yang semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia.

Dasar penuntutan hukuman bagi penyalah guna narkoba berdasar kepada Undang-
undang (UU) 35/2009 tentang Narkotika. Khususnya menyangkut tentang para
pelaku penyalahgunaan narkotika dalam Pasal 127 ayat (1). Hukuman pengguna
selama satu sampai 5 tahun.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, diatur dan


dilarang penggunaan maupun peredarannya. Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, sintetis maupun semisintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
15
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam UU Narkotika. (Pasal 1 Ayat 1 UU Narkotika).

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau


pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Pasal 7 UU Narkotika).

BAB IV

PENUTUP DAN KESIMPULAN

4.1 Rehabilitasi Medis Sebagai Solusi

Rehabilitasi merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan korban pengguna


narkotika dari ketergantungan. Karena pengertian dari rehabilitasi adalah usaha
untuk memulihkan pecandu dari ketergantungan narkotika dan hidup normal sehat
jasmani dan rohani sehingga dapat menyesuaikan dan meningkatkan kembali
keterampilannya, pengetahuannya, kepandaiannya, pergaulannya dalam lingungan
hidup atau atau dengan keluarga yang disebut dengan resosialisasi.

16
Pada Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan bahwa Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Pasal 103 UU Narkotika memberi
kewenangan hakim memerintahkan pecandu dan korban penyalahguna narkotika
sebagai terdakwa menjalani rehabilitasi melalui putusannya jika mereka terbukti
bersalah menyalahgunakan narkotika.

Penyalahgunaan narkotika tanpa hak atau melawan hukum yang jenis dan
penggolongannya diatur dalam UU Narkotika adalah kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara, serta jika terbukti sebagai pecandu/korban penyalahguna
narkotika maka wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. (Pasal 54
UU Narkotika).

Jika terbukti sebagai korban penyalah guna atau pecandu narkotika, maka
yang bersangkutan wajib menjalani rehabilitasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 54 jo. Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika, dengan tetap memperhatikan
ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 tentang
Penempatan Penyalagunaan, Korban Penyalahgunaaan dan Pecandu
Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Rehabilitasi medis sebagai sebagai solusi terjadinya overcrowding yang menjadi isu
dan perhatian masyarakat secara serius saat terakhir ini. Sebenarnya jumlah
narapidana yang masuk penjara lebih besar dari narapidana lainnya, karena penjara
didominasi oleh para pengguna narkotika, sebenarnya telah masuk dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024

Meski banyak terdengar banyak tersangka pengguna narkoba, namun tidak


semuanya mendapatkan rehabilitas dan banyak yang harus menjalani hukuman
pemenjaraan,. yang membuat lembaga pemasyarakatan sangat banyak yang
dipadati oleh narapidana dengan kasus tersebut.

Dengan adanya perintah Kejaksaan Agung Sanitiar Burhanuddin yang


memerintahkan agar para jaksa menerapkan konsep keadilan restoratif agar jaksa
menerapkan tuntutan rehabilitasi dalam setiap penuntutan di pengadilan bagi para
pengguna narkotika. Tidak ada lagi pemidanaan badan atau pemenjaraan sebagai
hukuman terhadap pengguna narkotika. (Republika, "Jaksa Agung: Pengguna
Narkotika tak Harus Dituntut Penjara" Minggu 7 November 2021).
17
Langkah progroresif kejaksaan ini berpedoman pada Pedoman Jaksa Agung
18/2021, yang mengubah orientasi penjeraan pengguna narkotika dengan
pendekatan keadilan restoratif. Rehabilitasi sebagai hukuman setiap penuntutan di
pengadilan, dengan mengoptimalkan peran lembaga dan pusat rehabilitasi
narkotika.

Dalam melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika,


jaksa pada tahap penuntutan mengambil langkah rehabilitasi. Pendekatan ini
mengubah persepsi hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika, yang
selama ini dicap sebagai pelaku tindak pidana, menjadi korban dari kejahatan
narkotika.Dengan melakukan rehabilitasi akan memulihkan para korban kejahatan
narkotika.

Rilis Institute of Criminal Justice Reform (ICJR), yang kerap mengkritisi pemerintah
dan aparat penegak hukum menyebutkan kapasitas lembaga pemasyarakatan
(lapas) yang mencapai 204 persen pada 2020.

Per Maret 2020 jumlah penghuni penjara di seluruh Indonesia mencapai 270.466
narapidana. Kapasitas rumah tahanan, maupun lapas di Indonesia, hanya cukup
menampung sekitar 132.335 WBP. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38.995 orang
atau sekitar 55 persen adalah para pengguna narkotika.

Terkait penerapan Pasal 103 UU Narkotika ini, MA mengeluarkan SEMA Nomor 4


Tahun 2010 jo SEMA Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Penyalah Guna,
Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika dalam Lembaga Rehabilitasi
Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Menurut SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yang dapat dijatuhkan tindakan rehabilitasi
yakni terdakwa tertangkap tangan penyidik Polri dan BNN; saat tertangkap tangan
ditemukan barang bukti pemakaian 1 hari; adanya surat keterangan uji laboratorium
positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik; adanya surat
keterangan dari psikiater pemerintah yang ditunjuk hakim; tidak terbukti yang
bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika.

Syarat tersangka, terdakwa yang dapat direhabilitasi medis atau sosial dalam
perspektif jaksa penuntut umum yakni positif menggunakan narkotika (BAP hasil
laboratorium); ada rekomendasi Tim Asesmen Terpadu; tidak berperan sebagai

18
bandar, pengedar, kurir atau produsen; bukan merupakan residivis kasus narkotika;
dan saat ditangkap atau tertangkap tangan tanpa barang bukti atau dengan barang
bukti yang tidak melebihi jumlah tertentu.

Pidana penjara bagi korban penyalahgunaan Narkotika merupakan perampasan


kemerdekaan dan mengandung sisi negatif sehingga tujuan pemidanaan tidak dapat
diwujudkan secara maksimal. Sedangkan Rehabilitasi dimaksudkan agar
penyalahgumaan yang dikategorikan pecandu ini bebas dari ketergantungannya.
Bukannya lepas atau pun bebas dari pemidanaan seperti halnya penjara, tapi
mereka dibina. Jika di dalam penjara Bukannya terjadi pembinaan di lembaga
pemasyarakatan malah penyalah guna makin parah bisa hasilnya putusan hakim
tidak membawa manfaat bagi penyalahguna dan kemudian orang tersebut kembali
ke masyarakat tidak Menurut data yang terhimpun oleh BNN sepanjang tahun 2020
lalu, BNN telah berhasil memetakan 92 jaringan sindikat narkotika. Sebanyak 88
jaringan sindikat telah berhasil diungkap di mana 14 di antaranya merupakan
jaringan sindikat berskala internasional, dan setidaknya ada 27 Warga Binaan
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dari seluruh Indonesia yang terlibat aktif dalam
pengendalian narkotika dari dalam Lapas.

Berangkat dari jaringan tersebut BNN berhasil mengungkap 806 kasus tindak pidana
narkotika dengan total tersangka sebanyak 1247 orang. Berdasarkan jumlah ini,
penyalahgunaan narkotika masih cukup tinggi di Indonesia. Untuk menekan semakin
maraknya penyalahgunaan narkotika, pemerintah telah menempuh berbagai cara
hingga penjeraan melalui proses hukum. Salah satu cara yang digunakan
pemerintah untuk menekan penyalahgunaan narkotika adalah dengan Rehabilitasi
Sosial.

4.2 Standar Rehabilitasi

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani


rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Untuk selanjutnya diatur dalam
PERMENSOS No. 26 Tahun 2012 tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan NAPZA.

19
Namun persoalan yang terjadi adalah mantan Pecandu Narkotika tidak selalu bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan ketika ia kembali ke masyarakat. Salah satu
penyebab yang mempengaruhi sulitnya penyesuaian diri mantan Pecandu Narkotika
dengan lingkungan adalah ketidakmampuan stakeholder maupun masyarakat luas
dalam mengayomi dan mengawasi Pecandu Narkotika.

Stigma masyarakat terhadap mantan Pecandu Narkotika yang terlanjur terbangun


menyebabkan adanya atribut sosial yang dibangun dengan tujuan mendiskreditkan
seorang individu atau kelompok mengenai penyalahgunaan narkotika. Hal ini
ternyata telah terbangun di dalam masyarakat melalui proses internalisasi norma-
norma sosial yang telah ada di masyarakat mengenai penentuan nilai baik dan
buruknya suatu perilaku sosial. Masyarakat diduga terlanjur meyakini bahwa
narkoba dan minuman keras adalah akar dari tindak kriminal.

Sebagai catatan, mantan Pecandu Narkotika tidak bisa dikatakan ‘sembuh’, karena
sensasi zat adiktif akan terus teringat oleh mereka dan sewaktu-waktu bisa relapse
jika tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik. Salah satu pemicu relapse
adalah ‘momentum’ di mana pada waktu tertentu atau momen tertentu, Pecandu
Narkotika akan teringat kembali momen penggunaan narkoba jika momentum
tersebut terulang, seperti malam tahun baru, acara ulang tahun, dan yang lainnya.
Sugesti untuk relapse adalah suatu penyakit yang tidak terlepas dari penyakit
ketergantungan. Ketika mantan Pecandu Narkotika sulit untuk beradaptasi dengan
masyarakat, maka sosialisasi nilai dan norma sulit untuk terinternalisasi oleh mereka
yang menyebabkan mantan Pecandu Narkotika teralienasi dari masyarakat.

4.3 Minimnya Kapasitas Lapas

Institute of Criminal Justice Reform (ICJR), pernah merilis tentang kapasitas


lembaga pemasyarakatan (lapas) yang mencapai 204 persen pada 2020. Dalam rilis
tersebut dikatakan, per Maret 2020, jumlah penghuni penjara di seluruh Indonesia
mencapai 270.466 narapidana. Padahal, kapasitas rumah tahanan, maupun lapas di
Indonesia, hanya cukup menampung sekitar 132.335 WBP.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 38.995 orang atau sekitar 55 persen adalah para
pengguna narkotika. ICJR kerap mengkritisi pemerintah, maupun aparat penegak
hukum, yang menjadikan pemidanaan sebagai solusi dalam pemberantasan tindak
pidana narkotika.
20
4.4 REKOMENDASI

- Jangan coba-coba memakai Narkoba, sangat berbahaya dan resikonya sangat


tinggi bagi hidup dan kesehatan. Fatal yang harus dihadapi jika sampai kecanduan
narkotika, nyawa menjadi taruhannya.

- Fenomena hukuman penjara terhadap penyalahguna narkoba, sebenarnya adalah


menyalahi aturan.

- Diperlukan mengubah persepsi hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika,


yang selama ini dicap sebagai pelaku tindak pidana, menjadi korban dari kejahatan
narkotika.

- Rehabilitasi medis sebagai sebagai solusi terjadinya overcrowding yang menjadi


isu dan perhatian masyarakat secara serius saat terakhir ini. Sebenarnya jumlah
narapidana yang masuk penjara lebih besar dari narapidana lainnya.

- Rehabilitasi adalah hukuman yang efektif dalam menekan kasus narkotika di


Indonesia.

Saran

Semua penyalah guna berhak mendapatkan kesempatan untuk direhabilitasi, jadi


jangan ada perbedaan perlakuan untuk yang satu dengan yang lainnya. Apalagi
kalau kooperatif dan menyesali tindakannya, apalagi baru pertama kali tertangkap
atas kasus penyalahgunaan narkoba.

Sumber: Media “Antara”, “Kompas” “Republika”, ‘Tribun”, Hukum Online,


“BNN”

21
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2010. “Narkoba” (online),


(http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba)
Tanjung, Ain. 2004. Pahami Kejahatan Narkoba. Jakarta: Lembaga
Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba
BNK Samarinda. 2007. “Faktor dan Akibat Narkoba” (online)
(http://bnk.samarinda.go.id/index.php?q=faktor-akibat-narkoba.

22

Anda mungkin juga menyukai