MAKALAH
Disusun oleh :
SUPRIYADI
NIM : 204211053
TANGERANG
2021
BAB I
1
PENDAHULUAN
Saat ini timbul persoalan karena lembaga pemasyarakatan (lapas) sebagai tempat
menjalani hukuman, lebih banyak diisi oleh narapidana kasus narkoba. Pemerintah
pun akhirnya membuat regulasi untuk merehabilitasi saja penyalah guna narkoba,
daripada harus menjatuhinya dengan hukuman.
Awalnya Narkoba hanya dikomsumsi untuk penghilang rasa sakit dan oleh orang
yang sukar tidur. Dulu pun Narkoba beredar di kalangan penyalah guna dengan
sangat tertutup atau dijual secara black market. Kemudian, semakin banyak
penggunanya, dan mengakibatkan meningkat pula tingkat kriminalitas yang
ditimbulkannya. Di Indonesia kini hal ini mempengaruhi pula kondisi kehidupan
masyarakat, sehingga menjadi sebagai Negara berlabel darurat Narkoba.
BAB II
2
LANDASAN TEORI
Jika melongok sejarah, penggunaan Narkoba sudah dikenal sejak 50.000 tahun lalu.
Narkoba dulu terbuat dari sari bunga opium (papauor samnifertium) yang ditemukan
sekitar 2000 SM Bangsa Sumeria menggunakannya untuk membantu orang-orang
yang sulit tidur dan meredakan rasa sakit.
Kata morphine sendiri berasal dari nama dewa Yunani yaitu Morphius, yang berarti
dewa mimpi. Morfin menadi pengganti dari opium yang merupakan candu mentah.
Baru pada tahun 1898 pabrik obat ternama Jerman bernama Bayer memproduksi
secara massal. Pabrik memproduksi obat yang diberi nama heroin dan khasiatnya
bermanfaat untuk penghilang rasa sakit. Sejak itulah kemudian narkotika digunakan
secara resmi dalam dunia medis.
2.2 PERMASALAHAN
3
Penambahan zat adiktif berbahaya tersebut memicu agar orang berhalusinasi
semakin tinggi dan kecanduan. Dampaknya merusak jaringan syaraf dan organ-
organ tubuh, bahkan sampai akhirnya berimbas pada kematian.
Adapun definisi dari penyalah guna dan pecandu narkotika sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 15 dan angka 13 UU Narkotika, yaitu sebagai berikut:
Pasal 1 angka 13, pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika,
baik secara fisik maupun psikis.
Pasal 1 angka 15, penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa
hak atau melawan hukum.
(1) Setiap Penyalah Guna: Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; Narkotika Golongan II bagi diri sendiri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan Narkotika Golongan
III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan
Pasal 103;
(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan
atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut
wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
4
memberikan pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan
oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut
ketentuan undang-undang terus menerus atau untuk sementara waktu diserahi
menjalankan jabatan kepolisian;
Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk
menutupinya atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau
penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda
terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan
lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang telah dilakukan pejabat kehakiman
atau kepolisian maupun orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-
menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Mengenai bunyi Pasal 221 ayat (1) KUHP tersebut, R. Soesilo dalam bukunya Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa
pasal ini mengancam hukuman kepada:
5
Jika orang yang melindungi dan menyembunyikan masih memiliki hubungan
keluarga seperti istri, anak ataupun orang tua, perlu diketahui bahwa Pasal 221 ayat
(2) KUHP berbunyi:
Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan
maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap
seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang
derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami /istrinya atau bekas suami/istrinya.
Sehingga, berdasarkan Pasal 221 ayat (1) dan ayat (2) KUHP terhadap orang yang
membantu melindungi ataupun menyembunyikan seorang penyalah guna narkotika
dan masih memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau
dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya
atau bekas suami/istrinya tidak dapat diberlakukan/dilakukan penuntutan secara
pidana.
Upaya yang dapat dilakukan jika keluarga yang menjadi penyalah guna/korban
penyalah guna narkotika yang akhirnya kecanduan menggunakan narkotika? Perlu
diketahui bahwa seorang pecandu narkotika wajib melaporkan dirinya sendiri
maupun melalui keluarga agar direhabilitasi pada lembaga rehabilitasi/rumah sakit
yang ditunjuk oleh pemerintah setelah melalui proses assessment, sehingga mereka
dapat dipulihkan atau disembuhkan dari ketergantungan akan narkotika, hal tersebut
telah diatur dalam Pasal 54 jo. Pasal 55 UU Narkotika.
6
Pasal 55 Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan
oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah
untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi social.
Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jika kewajiban melapor tersebut tidak dilaksanakan maka berlaku ketentuan Pasal
128 ayat (1) dan Pasal 134 ayat (1) UU Narkotika.
Pasal 128 ayat (1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Pasal 134 ayat (1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja
tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
Terhadap keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang
derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya
tidak dapat diberlakukan/diancam pidana, namun jika di luar golongan tersebut maka
dapat dijerat dengan ketentuan pidana dalam KUHP yang telah kami jelaskan
sebelumnya.
Jika ada pecandu narkotika yang belum cukup umur/belum mencapai umur 18
tahun,. (Penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU Narkotika) dalam hal orang tua/walinya
sengaja tidak melapor, maka dapat dikenakan sanksi pidana dalam Pasal 128 ayat
(1) UU Narkotika .
7
Sanksi penyalahgunaan narkoba
Penyalahgunaan narkoba akan terkena sanksi hukum, sanksi sosial dan sanksi
moral. Penyalahgunaan narkoba akan mendapat sanksi hukum yang berdasarkan
Undang-undang Narkoba Nomor 35 Tahun 2009.
BAB III
PEMBAHASAN
8
3.1 Upaya Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba
Pada tahun 1914, dibuat juga peraturan yang mengharuskan peraturan pemakai
dan penjual narkoba. Selain wajib untuk membayar pajak juga melarang
memberikan narkotika kepada pecandu yang tidak ingin sembuh, serta menahan
paramedis dan menutup tempat rehabilitasi.
Perdagangan gelap narkotika lalu menyebar cepat ke pasar global dan merambah di
seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Menurut BNN RI, Narkotika adalah zat atau obat, baik yang bersifat alamiah, sintetis,
maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi dan
daya rangsang.
9
3.3 Sanksi Pengguna Narkoba
Narkotika Golongan 1 seperti ganja, opium, dan tanaman koka. Sangat berbahaya
jika dikonsumsi, karena beresiko tinggi menimbulkan efek kecanduan.
Narkotika Golongan 3 memiliki risiko ketergantungan yang cukup ringan dan banyak
dimanfaatkan untuk pengobatan serta terapi.
Narkotika Jenis Sintetis didapatkan dari proses pengolahan yang rumit. Golongan ini
sering dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan dan penelitian. Contoh narkotika
yang bersifat sintetis seperti Amfetamin, Metadon, Deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika Jenis Alami, contohnya ganja dan koka, menjadi contoh dari narkotika
yang bersifat alami dan langsung bisa digunakan melalui proses sederhana. Karena
10
kandungannya sangat kuat, zat tersebut tidak diperbolehkan untuk dijadikan obat.
Bahaya narkoba ini sangat tinggi dan bisa menyebabkan dampak buruk bagi
kesehatan jika disalahgunakan salah satu akibat fatalnya adalah kematian.
Peredaran dan dampak narkoba saat ini sudah sangat meresahkan. Dengan
mudahnya mendapat bahan berbahaya tersebut membuat penggunanya semakin
meningkat. Tak kenal jenis kelamin dan usia semua orang berisiko mengalami
kecanduan jika sudah menyicipi zat berbahaya ini.
Meski ada beberapa jenis Narkoba yang diperbolehkan dipakai untuk keperluan
pengobatan, namun tetap saja harus mendapatkan pengawasan yang ketat dari
dokter.
Ada banyak bahaya narkoba bagi hidup dan kesehatan, di antaranya adalah:
Halusinasi menjadi salah satu efek yang sering dialami oleh pengguna narkoba,
misalnya ganja. Tidak hanya itu saja, dalam dosis berlebih juga bisa menyebabkan
muntah, mual, rasa takut yang berlebih, serta gangguan kecemasan. Apabila
pemakaian berlangsung lama, bisa mengakibatkan dampak yang lebih buruk seperti
gangguan mental, depresi, serta kecemasan terus-menerus.
11
tidak bangun-bangun. Hilangnya kesadaran tersebut membuat koordinasi tubuh
terganggu, sering bingung, dan terjadi perubahan perilaku. Dampak narkoba yang
cukup berisiko tinggi adalah hilangnya ingatan sehingga sulit mengenali lingkungan
sekitar.
Over Dosis.Dampak narkoba yang paling buruk terjadi adalah kematian, jika si
pemakai menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis yang tinggi atau yang
dikenal dengan overdosis. Pemakaian sabu-sabu, opium, dan kokain bisa
menyebabkan tubuh kejang-kejang dan jika dibiarkan dapat menimbulkan kematian.
Gangguan Kualitas Hidup sebagai bahaya narkoba bukan hanya berdampak buruk
bagi kondisi tubuh, penggunaan obat-obatan tersebut juga bisa mempengaruhi
kualitas hidup misalnya susah berkonsentrasi saat bekerja, mengalami masalah
keuangan, hingga harus berurusan dengan pihak kepolisian jika terbukti melanggar
hukum.
Penyalahgunaan narkotika adalah pola perilaku yang bersifat patologik dan biasanya
dilakukan oleh individu yang mempunyai kepribadian rentan atau mempunyai risiko
tinggi.
Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif/psikotropika dapat menyebabkan efek
dan dampak negatif bagi pemakainya. Dampak yang negatif itu sudah pasti
merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik. Meskipun
demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia kedokteran,
namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi secara
umum dan bebas
Tanda-tanda dini pengguna narkoba sepert: hilangnya minat bergaul dan olahraga,
mengabaikan perawatan dan kerapihan diri, disiplin pribadi mengendur, suka
menyendiri, menghindar dari perhatian orang lain, cepat tersinggung dan cepat
marah, berlaku curang, tidak jujur dan menghindari tanggung jawab, sering berlama-
lama di tempat tak biasa seperti kamar mandi, WC, gudang dan lainnya, suka
mencuri barang di rumah, prestasi sekolah atau kerja menurun.
Ciri-ciri fisik pengguna narkoba dapat terlihat dari ciri-ciri fisiknya. Seperti berat
badan turun drastis, mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman,
sembelit atau sakit perut tanpa alasan jelas, tanda berbintik merah seperti bekas
gigitan nyamuk, ada bekas luka sayatan, terdapat perubahan warna kulit di tempat
bekas suntikan, mengeluarkan air mata yang berlebihan, mengeluarkan keringat
yang berlebihan, kepala sering nyeri, persendian ngilu, banyaknya lendir dari hidung,
diare, bulu kuduk berdiri, sukar tidur, menguap,
Penyalah guna narkoba menimbulkan dampak negatif yang berbahaya dan luas.
Membahayakan fisik, kejiwaan dan lingkungan sosial. Bahaya penyalahgunaan
narkoba terhadap fisik antara lain menimbulkan ketagihan atau ketergantungan,
mengganggu mental, mengganggu kesehatan, kerusakan fungsi sistem syaraf pusat
13
(otak), cenderung menjadi pelaku kejahatan, mengakibatkan kematian, memupus
iman dan takwa,
Penyalahgunaan Narkotika tidak hanya merugikan diri sendiri tapi juga merugikan
Negara. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba tahun 2015 mencapai 2,2 persen atau sekitar empat juta
orang di Indonesia yang terjerat dalam lingkaran narkoba. Bahkan hasil survei yang
dilakukan BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2014
menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 63,1 triliun akibat
penyalahgunaan narkoba. Angka kerugian terus naik dari tahun ke tahun.
Penyalahgunaan narkoba memiliki efek samping yang merugikan baik untuk pribadi
dan ekonomi secara nasional. Untuk diri sendiri, efek negatif penggunaan narkotika
adalah euforia dan halusinasi. Narkoba juga berefek ketagihan, sehingga
kesenangan sesaat yang didapat akan membuat kerusakan mental dalam jangka
panjang.Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengantongi angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba tahun 2015 mencapai 2,2 persen atau sekitar empat juta
orang di Indonesia yang terjerat dalam lingkaran narkoba. Bahkan hasil survei yang
dilakukan BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2014
menyebutkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 63,1 triliun akibat
penyalahgunaan narkoba. Angka kerugian terus naik dari tahun ke tahun.
14
Di Indonesia, pada awalnya narkoba merupakan permasalahan kecil dan pemerintah
Orba pada saat itu memandang bahwa masalah narkoba tidak akan berkembang
karena melihat dasar Indonesia yaitu Pancasila dan agamais. Pandangan
pemerintah itu telah membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah
terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba.
Sampai tahun 2012 ini saja pengguna narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang.
Penggunaan narkoba akan semakin meningkat setiap tahunnya jika tidak ada
penanggulangan terhadap penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta
kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan
dengan cara terus berkerjasama dalam memberantas penyalahgunaan narkoba
yang semakin hari terus bertambah dan mengancam jiwa manusia.
Dasar penuntutan hukuman bagi penyalah guna narkoba berdasar kepada Undang-
undang (UU) 35/2009 tentang Narkotika. Khususnya menyangkut tentang para
pelaku penyalahgunaan narkotika dalam Pasal 127 ayat (1). Hukuman pengguna
selama satu sampai 5 tahun.
BAB IV
16
Pada Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan bahwa Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Pasal 103 UU Narkotika memberi
kewenangan hakim memerintahkan pecandu dan korban penyalahguna narkotika
sebagai terdakwa menjalani rehabilitasi melalui putusannya jika mereka terbukti
bersalah menyalahgunakan narkotika.
Penyalahgunaan narkotika tanpa hak atau melawan hukum yang jenis dan
penggolongannya diatur dalam UU Narkotika adalah kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara, serta jika terbukti sebagai pecandu/korban penyalahguna
narkotika maka wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. (Pasal 54
UU Narkotika).
Jika terbukti sebagai korban penyalah guna atau pecandu narkotika, maka
yang bersangkutan wajib menjalani rehabilitasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 54 jo. Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika, dengan tetap memperhatikan
ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010 tentang
Penempatan Penyalagunaan, Korban Penyalahgunaaan dan Pecandu
Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.
Rehabilitasi medis sebagai sebagai solusi terjadinya overcrowding yang menjadi isu
dan perhatian masyarakat secara serius saat terakhir ini. Sebenarnya jumlah
narapidana yang masuk penjara lebih besar dari narapidana lainnya, karena penjara
didominasi oleh para pengguna narkotika, sebenarnya telah masuk dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024
Rilis Institute of Criminal Justice Reform (ICJR), yang kerap mengkritisi pemerintah
dan aparat penegak hukum menyebutkan kapasitas lembaga pemasyarakatan
(lapas) yang mencapai 204 persen pada 2020.
Per Maret 2020 jumlah penghuni penjara di seluruh Indonesia mencapai 270.466
narapidana. Kapasitas rumah tahanan, maupun lapas di Indonesia, hanya cukup
menampung sekitar 132.335 WBP. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38.995 orang
atau sekitar 55 persen adalah para pengguna narkotika.
Menurut SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yang dapat dijatuhkan tindakan rehabilitasi
yakni terdakwa tertangkap tangan penyidik Polri dan BNN; saat tertangkap tangan
ditemukan barang bukti pemakaian 1 hari; adanya surat keterangan uji laboratorium
positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik; adanya surat
keterangan dari psikiater pemerintah yang ditunjuk hakim; tidak terbukti yang
bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika.
Syarat tersangka, terdakwa yang dapat direhabilitasi medis atau sosial dalam
perspektif jaksa penuntut umum yakni positif menggunakan narkotika (BAP hasil
laboratorium); ada rekomendasi Tim Asesmen Terpadu; tidak berperan sebagai
18
bandar, pengedar, kurir atau produsen; bukan merupakan residivis kasus narkotika;
dan saat ditangkap atau tertangkap tangan tanpa barang bukti atau dengan barang
bukti yang tidak melebihi jumlah tertentu.
Berangkat dari jaringan tersebut BNN berhasil mengungkap 806 kasus tindak pidana
narkotika dengan total tersangka sebanyak 1247 orang. Berdasarkan jumlah ini,
penyalahgunaan narkotika masih cukup tinggi di Indonesia. Untuk menekan semakin
maraknya penyalahgunaan narkotika, pemerintah telah menempuh berbagai cara
hingga penjeraan melalui proses hukum. Salah satu cara yang digunakan
pemerintah untuk menekan penyalahgunaan narkotika adalah dengan Rehabilitasi
Sosial.
19
Namun persoalan yang terjadi adalah mantan Pecandu Narkotika tidak selalu bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan ketika ia kembali ke masyarakat. Salah satu
penyebab yang mempengaruhi sulitnya penyesuaian diri mantan Pecandu Narkotika
dengan lingkungan adalah ketidakmampuan stakeholder maupun masyarakat luas
dalam mengayomi dan mengawasi Pecandu Narkotika.
Sebagai catatan, mantan Pecandu Narkotika tidak bisa dikatakan ‘sembuh’, karena
sensasi zat adiktif akan terus teringat oleh mereka dan sewaktu-waktu bisa relapse
jika tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik. Salah satu pemicu relapse
adalah ‘momentum’ di mana pada waktu tertentu atau momen tertentu, Pecandu
Narkotika akan teringat kembali momen penggunaan narkoba jika momentum
tersebut terulang, seperti malam tahun baru, acara ulang tahun, dan yang lainnya.
Sugesti untuk relapse adalah suatu penyakit yang tidak terlepas dari penyakit
ketergantungan. Ketika mantan Pecandu Narkotika sulit untuk beradaptasi dengan
masyarakat, maka sosialisasi nilai dan norma sulit untuk terinternalisasi oleh mereka
yang menyebabkan mantan Pecandu Narkotika teralienasi dari masyarakat.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 38.995 orang atau sekitar 55 persen adalah para
pengguna narkotika. ICJR kerap mengkritisi pemerintah, maupun aparat penegak
hukum, yang menjadikan pemidanaan sebagai solusi dalam pemberantasan tindak
pidana narkotika.
20
4.4 REKOMENDASI
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22