Anda di halaman 1dari 2

Nama : Cut Husnul Mar'iyah

NIM : 180303037
MK : Fiqh Al-Hadits

1. Pendekatan Tarjih

Tarjîh adalah upaya mencari keunggulan salah satu dalil dari yang lainnya karena dua dalil
yang bertentangan. Dengan demikian pendekatan tarjîh adalah memahami hadis-hadis yang
bertentangan dengan cara membandingkannya dan memberi penguatan pada salah satunya.
Dasar adanya pendekatan tarjîh ini adalah realitas bahwa hadis-hadis Nabi berada dalam
tingkatan kekuatan validitas yang berbeda. Kejelasan dilâlah-nya juga berbeda-beda. Hal ini
wajar karena kemampuan sahabat dan periwayat hadis berbeda satu sama lainnya.Secara umum
metode dalam men-tarjîh hadis-hadis yang bertentangan dapat dilakukan pada beberapa sisi:
a. Tarjîh dari Segi Sanad : Tarjîh dari segi ini dapat dilakukan dengan meneliti kuantitas
rawi, karena hadis-hadis Nabi yang diriwayatkan kepada kita memiliki jumlah rawi yang
berbeda-beda.
b. b. Tarjîh dari Segi Matan : Segi-segi yang dapat di-tarjîh dari segi matan adalah hadis-
hadis memiliki lafaz ‘âm dan khâsh, kata hakikat dan majaz, larangan dan perintah atau
bentuk redaksi hadis, qaul atau fi’li Nabi.
c. Tarjîh dari Segi Faktor Luar : Sedangkan tarjîh dari segi faktor luar adalah tarjîh dengan
mempertimbangkan dukungan dari luar hadis itu sendiri. Misalnya, illat penetapan suatu
ketentuan dan dalil-dalil lain berupa nash al-Qur’an dan hadis.

2. Pendekatan Nasakh

Pendekatan nasakh adalah memahami hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan dengan
memandang salah satunya sebagai nâsikh (dalil yang datang kemudian yang membatalkan
hukum dalam hadis yang lain) dan yang lainnya mansûkh (hadis yang hukumnya telah
dibatalkan oleh hadis yang datang kemudian). Dasar adanya pendekatan nasakh ini adalah
adanya hadis-hadis Nabi yang secara eksplisit menjelaskan adanya ketentuan-ketentuan awal
yang dibatalkan oleh Nabi. Meskipun ini sebetulnya disebabkan oleh faktor sosial tertentu, tapi
oleh sebagian ulama dipahami sebagai pembatalan hukum. Dalam memberlakukan nasakh para
ulama mensyaratkan beberapa ketentuan, yaitu:
a. Hukum yang di-nasakh berkaitan dengan hukum syar’i
b. Hukum yang di-nasakh haruslah berlaku tanpa batas waktu
c. Hukum yang di-nasakh bukan hukum yang diyakini tidak akan berubah sepanjang zaman
d. Nâsikh memiliki kekuatan hukum yang sama dengan mansûkh
e. Nâsikh dan mansûkh mengandung tuntutan hukum yang berbeda
f. Nâsikh harus dengan nash yang datang kemudian.
Di antara beberapa cara untuk mengetahui adanya nasakh dalam hadis-hadis Nabi:
a. Nabi sendiri yang memberi indikasi mansûkh-nya.
b. Tidak ada penjelasan dari Nabi tetapi diketahui hadis yang lebih dahulu dan belakangan
muncul
c. Berdasarkan pengamalaman sahabat dengan Rasul, seperti keterangan bahwa terakhir
Rasulullah tidak berwudhu’ karena memakan makanan yang dimasak dengan api.
d. Berdasarkan sejarah, seperti batal puasa dengan berbekam
e. Berdasarkan ijma’, seperti nasakh hukuman mati bagi peminum arak yang empat kali.
Nasakh ini diketahui secara ijma’ oleh seluruh sahabat bahwa hukuman seperti itu sudah
mansûkh. Ini tidak bermakna mansûkh dengan ijma’, tetapi berdasarkan ijma’ terhadap
kenyataan bahwa hukuman dimaksud pada masa akhir tidak diterapkan lagi oleh
Rasulullah.

Pertanyaan :
1. Kenapa saat menggunakan pendekatan tarjih kemudian diantara dua hadist yang
bertentangan itu hanya satu hadits saja yang diberi penguatannya?
2. Dalam memberlakukan nasakh para ulama mensyaratkan beberapa ketentuan. Bagaimana
cara memahami maksud dari Hukum yang di-nasakh bukan hukum yang diyakini tidak
akan berubah sepanjang zaman?

Anda mungkin juga menyukai