Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH POLITIK DAN AGAMA

SOSIOLOGI AGAMA

Dosen Pengampu : Zainul Fanani, M.Ag

Disusun Oleh : 1. Aminatus Zuhria (204103020023)

2. Nova Aprilina (204103020021)

3. Mohamad Tri Hidayat (204103020026)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH
UIN KHAS JEMBER
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji-puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami
memuji dan hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa shalawat serta
salam kami haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi Muhammad SAW. Risalah beliau
lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai petunjuk menjalani kehidupan.

Dengan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Politik dan


Agama”. Pada isi makalah akan diuraikan tentang fundamentalisme dan radikalisasi, agama
dan terorisme serta agama dan negara.

Makalah “Politik dan Agama” disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi
Agama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta
membantu penyelesaian makalah ini. Kami menantikan kritik dan saran yang membangun
dari setiap pembaca agar perbaikan dapat dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Nganjuk, 01 September 2021

Nova Aprilina

ii
DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1. Latar Belakang.............................................................................................1

2. Rumusan Masalah........................................................................................1

3. Tujuan...........................................................................................................1

BAB II.......................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................3

1. Fundamentalisme dan Radikalisasi Berbasis Agama...............................2

2. Agama dan Terorisme.................................................................................4

3. Agama dan Negara.......................................................................................5

BAB III......................................................................................................................8

PENUTUP.................................................................................................................8

1. Kesimpulan...................................................................................................8
2. Saran..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Semua umat manusia baik individu maupun kelompok memiliki keyakinan
keagamaan. Namun keyakinan keagamaan seseorang itu berbeda- beda, karena telah
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Hal ini menjadi persoalan menarik untuk dikaji
sebab agama menjadi faktor yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat,
karena agama adalah salah satu bentuk konstruksi sosial.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki komitmen dan pemahaman keagamaan, agama
bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam kehidupan mereka.
Namun bagi masyarakat yang memiliki pemahaman keagamaan, maka agama memiliki
peran penting dalam tatanan sosial.
Faktor peran dan pengaruh agama memang menjadi hal yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Agama adalah refleksi atas wujud rohaniah yang ada pada diri
manusia, dipandang mampu menjadi pedoman yang memberikan ketenangan hidup.
Oleh karena itu, menurut Zakiah Daradjat, agama mempunyai peran penting dalam
pengendalian seseorang. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas sedikit
tentang fundamentalisme dan radikalisasi politik berbasis agama, agama dan terorisme,
serta agama dan negara

2. RUMUSAN MASALAH
1) Apa Fundamentalisme dan Radikalisasi berbasis Agama?
2) Apa itu Agama dan Terorisme?
3) Apa hubungan antara Agama dan Negara?
3. TUJUAN
1) Untuk mengetahui fundamentalisme dan radikalisasi berbasis Agama.
2) Untuk mengetahui Agama dan Terorisme
3) Untuk mengetahui hubungan Agama dan Negara.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fundamentalisme dan Radikalisasi Politik Berbasis Agama


1. Pengertian
Fundamentalisme berasal dari kata fundamen yang berarti asas, dasar hakikat,
fondasi. Dalam bahasa Inggris disebut fundamentalis yang berarti pokok. Dalam
bahasa Arab, kata fundamentalisme ini diistilahkan dengan ushuliyyah. Kata
ushululiyyah sendiri berasal dari kata ushul yang artinya pokok. Dengan demikian,
fundamentalisme adalah faham yang menganut tentang ajaran dasar dan pokok
yang berkenaan ajaran keagamaan atau aliran kepercayaan.
Zianuddin Alavi menyatakan bahwa pada perkembangan selanjutnya
penggunaan istilah fundamentalisme dimaksudkan untuk fenomena lain. Istilah itu
menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, dalam
mewujudkan atau pempertahankan keyakinan keagamaan. Mereka yang disebut
kaum fundamentaslis sering disebut sebagai tindak rasional, tindak moderat dan
cenderung melakukan tindakan kekerasan bila diperlukan.
Sedangkang radikalisme berasal dari kata radikal yang berarti prinsip dasar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa radikal dapat berarti, secara
menyeluruh, habis-habisan, amat keras, dan menuntut perubahan. Juga di temukan
beberapa pengertian radikalisme yang dijumpai dalam kamus bahasa, yakni:
1) Paham atau aliran yang radikal dalam politik
2) Paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik dengan cara kekerasan
3) Sikap ekstrim di suatu aliran politik.
Istilah radikal mengacu kepada gagasan dan tindakan kelompok yang bergerak
untuk menumbangkan tatanan politik mapan; negara-negara atau rezim-rezim
yang bertujuan melemahkan otoritas politik dan legitimasi negara-negara dan rezim-
rezim lain; dan negara-negara yang berusaha menyesuaikan atau mengubah
hubungan-hubungan kekuasaan yang ada dalam sistem internasional. Istilah
radikalisme karenanya, secara intrinsik berkaitan dengan konsep tentang perubahan
politik dan sosial pada berbagai tingkatan.
Dengan kaitan ini, agaknya dapat dipahami bahwa radikalisme adalah suatu
kelompok yang sering dipandang Barat sebagai teroris yang bertujuan melemahkan

2
otoritas politik dengan jalan jihad. Artinya, gerakan-gerakan keagamaan
radikal ini menjadikan jihad sebagai salah satu metode untuk mencapai cita-
citanya.1
2. Fundamentalisme dan Radikalisasi Politik Berbasis Agama
Fundamentalisme merupakan fenomena agama yang sangat erat kaitannya
dengan politik. Fundamentalisme dalam hal ini melahirkan sejumlah gerakan yang
bernuansa politik. Fundamentalisme mempunyai akar sejarah yang panjang dan
merupakan hasil interaksi berbagai institusi sosial di masyarakat. Fundamentalisme
agama dalam kenyataannya dapat ditemukan pada setiap agama besar di dunia. Pada
umumnya fundamentalisme merupakan gerakan untuk kembali ke agama ( puritan)
termanifestasikan dalam bentuk sikap mempertahankan prinsip agama tertentu.
Seorang sosiolog agama, Douglas Pratt (2006) memberikan penjelasan yang
lebih jernih mengenai fundamentalisme itu sendiri. Menurutnya istilah
fundamentalisme digunakan secara luas, suatu perspektif religio-politik yang
ditemukan di banyak agama, untuk tidak mengatakan hampir semua agama di dunia
kontemporer. Istilah tersebut berhubungan dengan berbagai bentuk ekstremisme
agama dan terorisme berorientasi agama dan secara khusus meskipun demikian
istilah tersebut secara eksklusif menunjuk hanya pada Islam.
Berdasarkan uraian mengenai fundamentalisme dengan agama dapat diperoleh
beberapa kesimpulan. Pertama, fundamentalisme di kalangan para teoretisi dan
pengamat sering dikaitkan dengan agama tertentu (terutama Islam). Pandangan
tersebut berdasarkan serangkaian teror yang terjadi belakangan di berbagai tempat
yang diindikasikan dengan kelompok-kelompok tertentu dalam Islam. Kenyataannya,
fundamentalisme ditemukan hampir di semua agama. Pandangan yang
mengidentikkan fundamentalisme dengan agama secara logika telah salah arah
(falsiifi kasi). Jika fundamentalisme disebabkan oleh ajaran agama, logikanya semua
penganut agama akan menganut paham fundamentalisme. Kedua, selama ini
fundamentalisme sering dikaitkan dengan kekerasan. Kenyataannya, beberapa
gerakan fundamentalisme tidak menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuannya.
Ketiga, secara teoretis terdapat beberapa faktor yang memengaruhi fundamentalisme.

1
https://core.ac.uk/download/pdf/234751581.pdf (diakses 26 Agustus 2021)

3
Intensitas keagamaan merupakan salah satunya. Namun demikian, hubungan
antarkeduanya tidak bersifat timbal balik.2
B. Agama dan Terorisme
1. Pengertian
Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak
agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk
menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan
mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika,
hukum agama, atau gaya hidup yang disukai.3
Sedangkan terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas,
yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup,
fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau
gangguan keamanan.
2. Agama dan Terorisme
Peter S. Henne merupakan salah satu tokoh yang termasuk dalam kelompok
pertama. Menurut Henne (2012), analisis terkini tentang terorisme menekankan
pentingnya variabel agama. Akan tetapi, yang menjadi problem di sini ialah apakah
agama itu sendiri yang salah (karena mendorong tindakan bunuh diri) atau kelompok
teroris agama tertentu yang secara aktual mendorong tindakan kekerasan teroris bunuh
diri. Berdasarkan teori gerakan sosial dan studi terkini tentang terorisme bunuh diri,
dapat dijelaskan bahwa agama berpengaruh terhadap terjadinya serangan teroris
bunuh diri sebagai suatu kelompok ideologi yang melegalkan perjuangannya untuk
memperoleh dukungan publik.
Selanjutnya menurut Henne, kekerasan yang dilakukan oleh kelompok teroris
agama merupakan produk ideologi agama, bukan semata-mata kondisikondisi yang
bersifat struktural. Lebih dari itu, ketika motivasi kelompok menjadi penting, ideologi
agama itu sendiri tetap menjadi faktor determinan tingkat kekerasan teroris bunuh diri.
Karakteristik kelompok dan persoalan struktural g menentukan level kekerasannya.
2
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, “Dari Klasik Hingga Post Modern” (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2015)
hal 172.
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama (diakses 1 September 2021)

4
Penjelasan terorisme agama harus fokus pada ideologi kelompok teroris dan
bagaimana mereka menggunakan ideologi tersebut untuk membenarkan tindakan
kekerasannya. Implikasi politik dari studi ini bisa pesimistik dan optimistik.
Komunitas internasional menghadapi kelompok-kelompok yang membenarkan
kekerasan yang dilakukannya atas nama agama. Pembuat kebijakan harus menyadari
bahwa kelompok teroris agama akan beroperasi secara berbeda daripada kelompok
teroris nonagama.
Berdasarkan uraian mengenai hubungan antara agama dan terorisme dapat
diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, perdebatan mengenai hubungan antara
agama dan tororisme secara garis besar menghasilkan dua kelompok besar, yakni
pandangan yang menekankan pentingnya variabel agama dan pandangan yang
cenderung menegasikan peran agama. Kedua, fanatisme terhadap agama bukan
merupakan penjelasan yang meyakinkan terhadap fenomena maraknya aksi teror
bunuh diri di berbagai tempat. Ketiga, secara teoretis belum ada penjelasan yang
meyakinkan mengenai hubungan antara agama dan terorisme.4

C. Agama dan Negara


1. Pengertian
Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak
agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk
menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari
keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh
moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang disukai.5
Negara adalah organisasi kekuasaan yang berdaulat dengan tata pemerintahan
yang melaksanakan tata tertib atas orang-orang di daerah tertentu. Negara juga
merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi
semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen. Syarat primer
sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan

4
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, “Dari Klasik Hingga Post Modern” (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2015)
hal 182.
5
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama (diakses 1 September 2021)

5
yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari
negara lain.6
2. Hubungan Agama dan Negara
Dalam praktik kehidupan kenegaraan masa kini, hubungan antara agama dan
negara dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yakni integrated (penyatuan
antara agama dan negara), intersectional (persinggungan antara agama dan negara),
dan sekularistik (pemisahan antara agama dan negara. Bentuk hubungan antara
agama dan negara di negara-negara Barat dianggap sudah selesai dengan
sekularismenya atau pemisahan antara agama dan negara. Paham ini menurut The
Encyclopedia of Religion adalah sebuah ideologi, dimana para pendukungnya dengan
sadar mengecam segala bentuk supernaturalisme dan lembaga yang dikhususkan
untuk itu, dengan mendukung prinsip-prinsip non-agama atau anti-agama sebagai
dasar bagi moralitas pribadi dan organisasi sosial.
Pemisahan agama dan negara tersebut memerlukan proses yang disebut
sekularisasi, yang pengertiannya cukup bervariasi, termasuk pengertian yang sudah
ditinjau kembali. Menurut Peter L. Berger berarti “sebuah proses dimana sektor-
sektor kehidupan dalam masyarakat dan budaya dilepaskan dari dominasi lembaga-
lembaga dan simbol-simbol keagamaan”. Proses sekularisasi yang berimplikasi pada
marjinalisasi agama ini bisa berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, yang
terutama dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan sejarah masing-masing
masyarakatnya. Negara-negara yang mendasarkan diri pada sekularisme memang
telah melakukan pemisahan ini, meski bentuk pemisahan itu bervariasi. Penerapan
sekularisme secara ketat terdapat di Perancis dan Amerika Serikat, sementara di
negara-negara Eropaselain Perancis penerapannya tidak terlalu ketat, sehingga
keterlibatan negara dalam urusan agama dalam hal-hal tertentu masih sangat jelas,
seperti hari libur agama yang dijadikan sebagai libur nasional, pendidikan agama di
sekolah, pendanaan negara untuk agama, keberadaan partai agama, pajak gereja dan
sebagainya.Bahkan sebagaimana dikatakan Alfred Stepan kini masih ada sejumlah
negara Eropa yang tetap mengakui secara resmi lembaga gereja (established church)
dalam kehidupan bernegara, seperti Inggris, Yunani dan negara-negara Skandinavia
(Norwegia, Denmark, Finlandia, dan Swedia).7

6
https://id.wikipedia.org/wiki/Negara (diakses 1 September 2021)

7
http://graduate.uinjkt.ac.id/?p=15667 (diakses 1 September 2021)

6
Idealnya hubungan antara otoritas negara dan otoritas agama saling bersinergi
dalam menciptakan kehidupan yang lebih demokratis. Menurut Sebentsov (2011),
otoritas negara harus mendasarkan kebijakannya pada konstitusi. Otoritas negara
tidak hanya ada, tetapi juga berusaha membawa negara mengikuti aturan konstitusi.
Pemimpin gereja harus meletakkan otoritasnya di bawah negara dan tidak terlibat
dalam urusan negara dalam mengatasi persoalan ideologis dan religius. Pemimpin
gereja mempunyai kedudukan penting dalam politik dan diperbolehkan untuk
menyatukan usaha otoritas negara dengan semua kekuatan sosial, termasuk berbagai
organisasi keagamaan dalam rangka pengembangan demokrasi sosial. Akan tetapi,
usaha bersama antara otoritas negara dan gereja untuk menekan kesalahpahaman
agama menimbulkan bahaya baik bagi negara maupun masyarakat karena justru
mengakibatkan semakin kuatnya konfl ik tersebut di masyarakat.
Berdasarkan uraian mengenai keterkaitan antara agama dan negara dapat
diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, diskursus hubungan antara agama dan
negara ialah seputar isu etika mengenai apakah sebaiknya terpisah atau terdapat
hubungan saling “menguntungkan” antarkeduanya (simbiosis mutualisme).
Kenyataannya, hubungan antara institusi agama dan negara di berbagai masyarakat
mengalami pasang surut dan intensitas hubungan antarkedua institusi tersebut
berbeda antarmasyarakat. Kedua, hubungan antara institusi negara dan agama
mempunyai perbedaan pula berdasarkan tradisi agama. Islam, misalnya, sejak
kelahirannya tidak memisahkan antara agama dan negara karena pemimpin agama
sekaligus menjadi pemimpin negara. Pola seperti ini diteruskan pada masa
kekalifahan dan beberapa kekaisaran Islam. Sementara itu tradisi Kristen dan Yahudi
mempunyai paham yang berbeda mengenai hubungan antarkedua institusi tersebut.
Ketiga, kebijakankebijakan yang dikeluarkan negara dalam kaitannya dengan
kehidupan agama mempunyai dampak luas bukan hanya bagi aspek agama itu
sendiri, melainkan juga mempunyai efek terhadap aspek kehidupan lain.8

8
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama, “Dari Klasik Hingga Post Modern” (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2015)
hal 194.

7
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Fundamentalisme merupakan fenomena agama yang sangat erat kaitannya dengan
politik. Fundamentalisme dalam hal ini melahirkan sejumlah gerakan yang bernuansa
politik. Fundamentalisme mempunyai akar sejarah yang panjang dan merupakan
hasil interaksi berbagai institusi sosial di masyarakat. Fundamentalisme agama dalam
kenyataannya dapat ditemukan pada setiap agama besar di dunia. Pada umumnya
fundamentalisme merupakan gerakan untuk kembali ke agama ( puritan)
termanifestasikan dalam bentuk sikap mempertahankan prinsip agama tertentu.
2. Berdasarkan uraian mengenai hubungan antara agama dan terorisme dapat diperoleh
beberapa kesimpulan. Pertama, perdebatan mengenai hubungan antara agama dan
tororisme secara garis besar menghasilkan dua kelompok besar, yakni pandangan
yang menekankan pentingnya variabel agama dan pandangan yang cenderung
menegasikan peran agama. Kedua, fanatisme terhadap agama bukan merupakan
penjelasan yang meyakinkan terhadap fenomena maraknya aksi teror bunuh diri di
berbagai tempat. Ketiga, secara teoretis belum ada penjelasan yang meyakinkan
mengenai hubungan antara agama dan terorisme.
3. Berdasarkan uraian mengenai keterkaitan antara agama dan negara dapat diperoleh
beberapa kesimpulan. Pertama, diskursus hubungan antara agama dan negara ialah
seputar isu etika mengenai apakah sebaiknya terpisah atau terdapat hubungan saling
“menguntungkan” antarkeduanya (simbiosis mutualisme). Kenyataannya, hubungan
antara institusi agama dan negara di berbagai masyarakat mengalami pasang surut
dan intensitas hubungan antarkedua institusi tersebut berbeda antarmasyarakat.
Kedua, hubungan antara institusi negara dan agama mempunyai perbedaan pula
berdasarkan tradisi agama. Islam, misalnya, sejak kelahirannya tidak memisahkan
antara agama dan negara karena pemimpin agama sekaligus menjadi pemimpin
negara. Pola seperti ini diteruskan pada masa kekalifahan dan beberapa kekaisaran
Islam. Sementara itu tradisi Kristen dan Yahudi mempunyai paham yang berbeda
mengenai hubungan antarkedua institusi tersebut. Ketiga, kebijakankebijakan yang
dikeluarkan negara dalam kaitannya dengan kehidupan agama mempunyai dampak

8
luas bukan hanya bagi aspek agama itu sendiri, melainkan juga mempunyai efek
terhadap aspek kehidupan lain.
2. Saran
Alhamdulillah akhirnya makalah ini telah berhasil kami susun. Kami sadar dalam
proses penyusunan hingga tersusunnya makalah ini terdapat banyak kekurangan.
Maka dari itu, kami sangat menghargai kritik dan saran dari teman-teman semua.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

9
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Sindung Haryanto, 2015, SOSIOLOGI AGAMA dariklasikhingga postmodern, Depok,


Sleman Yogyakarta, AR-RUZZ MEDIA.

Abdi Rahmat, M.SI & Rosita Adiani, MA, 2015, PengantarSosiologi Agama, jln.
Rawamangun Muka Jakarta 13220, LPP Press , Universitas Negeri Jakarta.

Agus Machfud Fauzi, M.Si. 2017, BUKU AJAR SOSIOLOGI AGAMA, Surabaya, Universitas
Negeri Surabaya.

https://core.ac.uk/download/pdf/234751581.pdf (diakses 26 Agustus 2021)


https://id.wikipedia.org/wiki/Negara (diakses 1 September 2021)
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama (diakses 1 September 2021)

Jurnal Sosiologi Agama “Hubungan Agama dan Negara”


http://graduate.uinjkt.ac.id/?p=15667 (diakses 1 September 2021)

10

Anda mungkin juga menyukai