Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE


SISTEM IRIGASI TETES
DISUSUN OLEH :
NAMA : Harki Himawan
NIM : 185100201111013
KELOMPOK : B2
ASISTEN : Mujaroh Khotimah, S.TP., M.T.
Arini Robbil Izzati Ulinnuha, S.T
Dwi Agus Setyawan, S.T

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efisiensi penggunaan air pada lahan pertanian dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan
teknik irigasi yang tepat. Teknologi irigasi merupakan salah satu komponen penting untuk
meningkatkan efisiensi dan produksi produk pertanian berdasarkan kondisi tanah, kebutuhan
tanaman dan iklim mikro. Pada periode tertentu pada musim kemarau, sistem Irigasi saluran
terbuka cenderung kurang efisien karena akar tanaman hanya menyerap 10 persen dari air yang
diberikan dan sisanya terbuang melalui perkolasi, penguapan dan lain-lain.Irigasi tetes memiliki
nilai efisiensi 80-95 persen dibandingkan dengan irigasi curah dan irigasi permukaan.
Irigasi tetes adalah irigasi tekanan rendah dan debit kecil dengan sistem pasokan air hanya
berlaku untuk area sekitarnya akar tanaman melalui sistem penetes (emitor). Irigasi tetes
merupakan salah satu alternatif sistem irigasi hemat air yang tepat untuk diterapkan pada lahan
kering. Irigasi saat ini itu cukup populer tidak hanya diterapkan pada daerah kering, tetapi juga di
daerah perkotaan dan area basah di mana air sangat berharga mahal. Di daerah lahan kering
(kering atau semi- Kering), ada empat manfaat irigasi tetes dibandingkan dengan teknologi irigasi
lainnya, yaitu (i) efisiensi tinggi aplikasi irigasi, (ii) meningkatkan manajemen nutrisi tanaman,
(iii) pengelolaan salinitas yang baik dan (iv) kebutuhan energi yang rendah dibandingkan dengan
sprinkler atau mekanisme irigasi lainnya.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengatahui bagian alat, cara dan prinsip kerja sistem irigasi tetes
2. Mahasiswa mampu menghitung efisiensi sistem irigasi tetes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Prinsip Irigasi Tetes


Irigasi tetes merupakan cara pemberian air kepada tanaman dengan memanfaatkan
tekanan rendah dan debit kecil secara terus menerus melalui permukaan tanah maupun langsung
ke dalam zona perakaran melalui emitter baik tunggal maupun dalam bentuk drip line (selang
berlubang). Aliran air pada irigasi tetes memanfaatkan gaya kapilaritas dan gravitasi yang
bergerak secara vertical dan horizontal dalam profil tanah. Irigasi tetes merupakan salah satu
sistem irigasi hemat air untuk diaplikasikan pada lahan kering (Adhiguna dan Amin, 2018).
Prinsip irigasi tetes menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat
memberikan air dengan debit rendah dan berkelanjutan di daerah perakaran tanaman. Tekanan air
yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk
mendapatkan tetesan yang berkelanjutan dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes dapat
diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes dapat mempertahankan
kelembaban tanah pada tingkat yang optimum (Ridwan, 2013).

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Irigasi Tetes


Irigasi tetes memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode irigasi lainnya yaitu
(Ridwan, 2013):
a. Meningkatkan nilai guna air
Air yang digunakan pada sistem irigasi tetes lebih hemat karena pemberian air dengan jumlah
yang sedikit sehingga dapat menekan evaporasi, aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dan
gulma juga sedikit karena daerah yang dibasahi hanya terbatas disekitar tanaman.
b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
Sistem irigasi tetes dapat mempertahankan kelembaban tanah pada tingkat yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman
c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian pupuk
Pemberiaan pupuk atau bahan kimia dapat dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau
bahan kimia yang digunakan lebih sedikit. Pemberian pupuk langsung didistribusi pada daerah
perakaran tanaman
d. Menghemat tenaga kerja
Sistem irigasi tetes dapat dioperasikan secara otomatis, sehingga dapat mengurangi tenaga kerja.
Penghematan tenaga kerja pada pemupukan, pemberantasan hama dan penyiangan.

Sedangkan kekurangan dari metode irigasi tetes adalah sebagai berikut :


a. Memerlukan perawatan yang intensif
Penyumbatan pada emitter salah satu faktor yang dapat mempengaruhi debit dan keseragaman
pemberian air. Untuk itu perlu perawatan yang intensif dari jaringan irigasi tetes agar resiko
penyumbatan dapat diperkecil
b. Penumpukan garam
Jika air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dapat menyebabkan penumpukan garam
yang tinggi
c. Keterbatasan biaya dan teknik
Sistem irigasi tetes memerlukan biaya yang tinggi dalam perancangannya. Selain itu diperlukan
teknik yang tinggi dalam pembuatannya, mengoperasikan dan perawatannya.

2.3 Metoda Pemberian Air Pada Irigasi Tetes


Cara pemberiaan air pada irigasi tetes dibagi menjadi tiga cara yaitu (Udiana et al, 2014) :
a. Irigasi tetes (drip irrigation), pemberian air irigasi dalam bentuk tetesan yang berkelanjutan di
permukaan tanah sekitar daerah perakaran dengan menggunakan emitter.
b. Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation), pemberiaan air irigasi menggunakan emitter di
bawah permukaan tanah.
c. Bubbler irrigation, pemberian air irigasi ke permukaan tanah seperti aliran kecil menggunakan
pipa kecil (small tube). Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan erosi, dapat
dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur (furrow).
d. Irigasi percik (spray irrigation), pemberian air irigasi dengan menggunakan penyemprot kecil
(micro sprinkler) ke permukaan tanah.

2.4 Komponen Irigasi Tetes


Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari komponen sebaagi berikut (Ridwan,
2013) :
a. Unit utama (head unit) : terdiri dari pompa, tangki injeksi, saringan utama (main filter) dan
komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup)
b. Pipa utama terbuat dari PVC, galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7,5 – 25 cm.
Pipa utama dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah
c. Pipa pembagi (sub-main, manifold). Pipa pembagi dilengkapi dengan filter yang lebih halus (80 –
100 µm), katup solenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-
utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara
50 – 75 mm)
d. Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi
e. Alat aplikasi (applicator, emission device) terdiri dari penates (emitter), pipa kecil (small tube,
bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler).

2.5 Tipe Emitter


Menurut Sapei (2006), emitter memiliki tipe long path, short orifice, vortex, pressure
compensating dan porous pipe. Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, emitter dapat dibedakan
menjadi :
a. On-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral
b. In-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral

Berdasarkan jarak spasi atau debit emitter dapat dibedakan menjadi :


a. Point source emitter, di pasang dengan spasi yang renggang dan memiliki debit yang relative
besar. Point source emitter dapat dipasang dengan pengeluaran (outlet) tunggal, ganda maupun
multi
b. Line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan memiliki debit kecil. Pipa porous
dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini

2.6 Variasi Tekanan Operasi Irigasi Tetes


Keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena
debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor
keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar
tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan
semakin
Besar (Kusmali, 2015).
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.2 Cara Kerja
Cara kerja alat irigasi tetes adalah sebagai berikut
1. Pasang jaringan irigasi tetes atau mikro sprayer.
2. Pasang alat ukur tekanan pada sistem jaringan lateral.
3. Hubungkan pompa dengan sumber arus listrik.
4. Tunggu sampai aliran konstan (angka pada manometer konstan).
5. Letakkan penampung (gelas plastik) dibawah emitter untuk menampung air yang keluar dari
emitter selama 1 menit.
6. Ukur volume air yang terdapat dalam gelas plastik menggunakan gelas ukur.
7. Pastikan sistem irigasi telah bekerja baik.
8. Lakukan pengulangan sebanyak 5 kali
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


Tabel 1 Data Hasil Praktikum

U1
No U2 U3 U4 U5
(m^3)
0,00004 0,00004 0,00004
1 8 8 8 0,00005 0,000048
0,00003 0,00004 0,00004
2 7 6 2 0,00005 0,000046
0,00006 0,00005
3 4 0,00006 8 0,00006 0,000059
0,00003
4 5 0,00004 0,00004 0,00004 0,00004
0,00005 0,00004 0,00005
5 1 8 1 0,00005 0,000049
0,00005 0,00005 0,00005
6 6 6 8 0,00006 0,000054
0,00029 0,00029 0,00029
Jumlah 1 8 7 0,000302 0,000296
Tekana
n 1 1 1 1 1
Rata- 0,00004 0,00004 0,00004 0,000050 0,000049
rata 85 97 95 33 33

∑U1 = (48x10^-6)+(37x10^-6)+(64 x10^-6)+(35 x10^-6)+(51 x10^-6)+(56 x10^-6) = 291 x10^-6


∑U2 = (48x10^-6)+(46x10^-6)+(60 x10^-6)+(40 x10^-6)+(48 x10^-6)+(56 x10^-6) = 298 x10^-6
∑U3 = (48x10^-6)+(42x10^-6)+(58 x10^-6)+(40 x10^-6)+(51 x10^-6)+(58 x10^-6) = 297 x10^-6
∑U4 = (50x10^-6)+(46x10^-6)+(56 x10^-6)+(42 x10^-6)+(48 x10^-6)+(60 x10^-6) = 302 x10^-6
∑U5 = (48x10^-6)+(46x10^-6)+(59 x10^-6)+(40 x10^-6)+(49 x10^-6)+(54 x10^-6) = 296 x10^-6
ẋU1 = 48,5 x 10^-6
ẋU2 = 49,7 x 10^-6
ẋU3 = 49,5 x 10^-6
ẋU4 = 50,3 x 10^-6
ẋU5 = 49,3 x 10^-6
Tabel 2 Perhitungan Emitter per Ulangan

UL1 UL2 UL3 UL4 UL5


Emitter
(x-ẋ) (x-ẋ)2 (x-ẋ) (x-ẋ)2 (x-ẋ) (x-ẋ)2 (x-ẋ) (x-ẋ) (x-ẋ) (x-ẋ)2
1 0,25 x 2,89 x 2,25 x 0,09 x 1,69 x
-0,5 x -1,7 x -1,5 x -0,3 x -1,3 x
10^- 10^- 10^- 10^- 10^-
10^-6 10^-6 10^-6 10^-6 10^-6
12 12 12 12 12
2 -11,5 132,25 13,69 56,25 18,49 10,89
-3,7 x -7,5 x -4,3 x -3,3 x
x 10^- x 10^- x 10^- x 10^- x 10^- x 10^-
10^-6 10^-6 10^-6 10^-6
6 12 12 12 12 12
3 240,25 106,09 72,25 32,49 93,09
15,5 x 10,3 x 8,5 x 5,7 x 9,7 x
x 10^- x 10^- x 10^- x 10^- x 10^-
10^-6 10^-6 10^-6 10^-6 10^-6
12 12 12 12 12
4 -13,5 182,25 94,09 90,25 68,89 86,49
-9,7 x -9,5 x -8,3 x -9,3 x
x 10^- x 10^- x 10^- x 10^- x 10^- x 10^-
10^-6 10^-6 10^-6 10^-6
6 12 12 12 12 12
5 6,25 x 2,89 x 2,25 x 5,29 x 0,09 x
2,5 x -1,7 x 1,5 x -2,3 x -0,3 x
10^- 10^- 10^- 10^- 10^-
10^-6 10^-6 10^-6 10^-6 10^-6
12 12 12 12 12
6 56,25 39,69 72,25 94,09 22,09
7,5 x 6,3 x 8,5 x 9,7 x 4,7 x
x 10^- x 10^- x 10^- x 10^- x 10^-
10^-6 10^-6 10^-6 10^-6 10^-6
12 12 12 12 12
∑ 617,5 259,34 295,5 220,34 214,34
-0,2 x 0,2 x 0,2 x
0 x 10^- x 10^- 0 x 10^- x 10^- x 10^-
10^-6 10^-6 10^-6
12 12 12 12 12
∑| x-ẋ | 0,2 x 0,2 x 0,2 x
0 0
10^-6 10^-6 10^-6

Emitter 1
U1 (x-ẋ) = (48 x 10^-6) – (48,5 x 10^-6) = -0,5 x 10^-6
U1 (x-ẋ)2 = 0,25 x 10^-12
U2 (x-ẋ) = (48 x 10^-6) – (49,7 x 10^-6) = -1,7 x 10^-6
U2 (x-ẋ)2 = 2,89 x 10^-12
U3 (x-ẋ) = (48 x 10^-6) – (49,5 x 10^-6) = -1,5 x 10^-6
U3 (x-ẋ)2 = 2,25 x 10^-12
U4 (x-ẋ) = (50 x 10^-6) – (50,3 x 10^-6) = -0,3 x 10^-6
U4 (x-ẋ)2 = 0,09 x 10^-12
U5 (x-ẋ) = (48 x 10^-6) – (49,3 x 10^-6) = -1,3 x 10^-6
U5 (x-ẋ)2 = 1,69 x 10^-12

Emitter 2
U1 (x-ẋ) = (37 x 10^-6) – (48,5 x 10^-6) = -11,5 x 10^-6
U1 (x-ẋ)2 = 132,25 x 10^-12
U2 (x-ẋ) = (46 x 10^-6) – (49,7 x 10^-6) = -3,7 x 10^-6
U2 (x-ẋ)2 = 13,69 x 10^-12
U3 (x-ẋ) = (42 x 10^-6) – (49,5 x 10^-6) = -7,5 x 10^-6
U3 (x-ẋ)2 = 56,25 x 10^-12
U4 (x-ẋ) = (46 x 10^-6) – (50,3 x 10^-6) = -4,3 x 10^-6
U4 (x-ẋ)2 = 18,49 x 10^-12
U5 (x-ẋ) = (46 x 10^-6) – (49,3 x 10^-6) = -3,3 x 10^-6
U5 (x-ẋ)2 = 10,89 x 10^-12

Emitter 3
U1 (x-ẋ) = (64 x 10^-6) – (48,5 x 10^-6) = 15,5 x 10^-6
U1 (x-ẋ)2 = 240,25 x 10^-12
U2 (x-ẋ) = (60 x 10^-6) – (49,7 x 10^-6) = 10,3 x 10^-6
U2 (x-ẋ)2 = 106,09 x 10^-12
U3 (x-ẋ) = (58 x 10^-6) – (49,5 x 10^-6) = 8,5 x 10^-6
U3 (x-ẋ)2 = 72,25 x 10^-12
U4 (x-ẋ) = (56 x 10^-6) – (50,3 x 10^-6) = 5,7 x 10^-6
U4 (x-ẋ)2 = 32,49 x 10^-12
U5 (x-ẋ) = (59 x 10^-6) – (49,3 x 10^-6) = 9,7 x 10^-6
U5 (x-ẋ)2 = 93,09 x 10^-12

Emitter 4
U1 (x-ẋ) = (35 x 10^-6) – (48,5 x 10^-6) = -13,5 x 10^-6
U1 (x-ẋ)2 = 182,25 x 10^-12
U2 (x-ẋ) = (40 x 10^-6) – (49,7 x 10^-6) = -9,7 x 10^-6
U2 (x-ẋ)2 = 94,09 x 10^-12
U3 (x-ẋ) = (40 x 10^-6) – (49,5 x 10^-6) = -9,5 x 10^-6
U3 (x-ẋ)2 = 90,25 x 10^-12
U4 (x-ẋ) = (42 x 10^-6) – (50,3 x 10^-6) = -8,3 x 10^-6
U4 (x-ẋ)2 = 68,89 x 10^-12
U5 (x-ẋ) = (40 x 10^-6) – (49,3 x 10^-6) = -9,3 x 10^-6
U5 (x-ẋ)2 = 86,49 x 10^-12

Emitter 5
U1 (x-ẋ) = (51 x 10^-6) – (48,5 x 10^-6) = 2,5 x 10^-6
U1 (x-ẋ)2 = 6,25 x 10^-12
U2 (x-ẋ) = (48 x 10^-6) – (49,7 x 10^-6) = -1,7 x 10^-6
U2 (x-ẋ)2 = 2,89 x 10^-12
U3 (x-ẋ) = (51 x 10^-6) – (49,5 x 10^-6) = 1,5 x 10^-6
U3 (x-ẋ)2 = 2,25 x 10^-12
U4 (x-ẋ) = (48 x 10^-6) – (50,3 x 10^-6) = -2,3 x 10^-6
U4 (x-ẋ)2 = 5,29 x 10^-12
U5 (x-ẋ) = (49 x 10^-6) – (49,33 x 10^-6) = -0,3 x 10^-6
U5 (x-ẋ)2 = 0,09 x 10^-12
Emitter 6
U1 (x-ẋ) = (56 x 10^-6) – (48,5 x 10^-6) = 7,5 x 10^-6
U1 (x-ẋ)2 = 56,25 x 10^-12
U2 (x-ẋ) = (56 x 10^-6) – (49,7 x 10^-6) = 6,3 x 10^-6
U2 (x-ẋ)2 = 39,69 x 10^-12
U3 (x-ẋ) = (58 x 10^-6) – (49,5 x 10^-6) = 8,5 x 10^-6
U3 (x-ẋ)2 = 72,25 x 10^-12
U4 (x-ẋ) = (60 x 10^-6) – (50,3 x 10^-6) = 9,7 x 10^-6
U4 (x-ẋ)2 = 94,09 x 10^-12
U5 (x-ẋ) = (54 x 10^-6) – (49,3 x 10^-6) = 4,7 x 10^-6
U5 (x-ẋ)2 = 22,09 x 10^-12

∑U1 (x-ẋ) = -0,5 x 10^-6 + -11,5 x 10^-6 + 15,5 x 10^-6 + -13,5 x 10^-6 + 2,5 x 10^-6 + 7,5 x 10^-
6=0
∑U1 |x-ẋ| = 0
∑U1 (x-ẋ)2 = 0,25 x 10^-12 + 132,25 x 10^-12 + 240,25 x 10^-12 + 182,25 x 10^-12 + 6,25 x 10^-
12 + 56,25 x 10^-12 = 617,5 x 10^-12
∑U2 (x-ẋ) = -1,7 x 10^-6 + -3,7 x 10^-6 + 10,3 x 10^-6 + -9,7 x 10^-6 + -1,7 x 10^-6 + 6,3 x 10^-
6 = -0,2 x 10^-6
∑U2 |x-ẋ| = 0,2 x 10^-6
∑U2 (x-ẋ)2 = 2,89 x 10^-12 + 13,69 x 10^-12 + 106,09 x 10^-12 + 94,09 x 10^-12 + 2,89 x 10^-12
+ 39,69 x 10^-12 = 259,34 x 10^-12
∑U3 (x-ẋ) = -1,5 x 10^-6 + -7,5 x 10^-6 + 8,5 x 10^-6 + -9,5 x 10^-6 + 1,5 x 10^-6 + 8,5 x 10^-6 =
0
∑U3 |x-ẋ| = 0
∑U3 (x-ẋ)2 = 2,25 x 10^-12 + 56,25 x 10^-12 + 72,25 x 10^-12 + 90,25 x 10^-12 + 2,25 x 10^-12
+ 72,25 x 10^-12 = 295,5 x 10^-12
∑U4 (x-ẋ) = -0,3 x 10^-6 + -4,3 x 10^-6 + 5,7 x 10^-6 + -8,3 x 10^-6 + -2,3 x 10^-6 + 9,7 x 10^-6
= 0,2 x 10^-6
∑U4 |x-ẋ| = 0,2 x 10^-6
∑U4 (x-ẋ)2 = 0,09 x 10^-12 + 18,49 x 10^-12 + 32,49 x 10^-12 + 69,89 x 10^-12 + 5,29 x 10^-12
+ 94,09 x 10^-12 = 220,34 x 10^-12
∑U5 (x-ẋ) = -1,3 x 10^-6 + -3,3 x 10^-6 + 9,7 x 10^-6 + -9,3 x 10^-6 + -0,3 x 10^-6 + 4,7 x 10^-6
= 0,2 x 10^-6
∑U5 |x-ẋ| = 0,2 x 10^-6
∑U5 (x-ẋ)2 = 1,69 x 10^-12 + 10,89 x 10^-12 + 93,09 x 10^-12 + 86,49 x 10^-12 + 0,09 x 10^-12
+ 22,09 x 10^-12 = 214,34 x 10^-12
Tabel 3 Debit Aliran Air

Emitter Debit U1 Debit U2 Debit U3 Debit U4 Debit U5


1 0,80×10-6 0,80×10-6 0,80×10-6 0,83×10-6 0,8×10-6
2 0,62×10-6 0,77×10-6 0,70×10-6 0,77×10-6 0,77×10-6
3 1,07 ×10-6 1 ×10-6 0,97×10-6 0,93×10-6 0,98×10-6
4 0,58×10-6 0,67×10-6 0,67×10-6 0,60×10-6 0,60×10-6
5 0,85×10-6 0,80×10-6 0,85×10-6 0,80×10-6 0,82×10-6
6 0,93×10-6 0,93×10-6 0,97×10-6 1×10-6 0,90×10-6
Jumlah 4,85×10-6 4,97×10-6 4,96×10-6 4,93×10-6 4,87×10-6
Rata – rata 0,80×10-6 0,83×10-6 0,83×10-6 0,82×10-6 0,81×10-6
Qmin 0,58×10-6 0,67×10-6 0,67×10-6 0,67×10-6 0,67×10-6

U1
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 37 x 10^-6 / 60 = 0,62 x 10^-6
Emitter 3 = 64 x 10^-6 / 60 = 1,07 x 10^-6
Emitter 4 = 35 x 10^-6 / 60 = 0,58 x 10^-6
Emitter 5 = 51 x 10^-6 / 60 = 0,85 x 10^-6
Emitter 6 = 56 x 10^-6 / 60 = 0,93 x 10^-6
∑U1 = 4,85 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,80 x10^-6
Qmin = 0,58 x 10^-6

U2
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 46 x 10^-6 / 60 = 0,77 x 10^-6
Emitter 3 = 60 x 10^-6 / 60 = 1 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,67 x 10^-6
Emitter 5 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 6 = 56 x 10^-6 / 60 = 0,93 x 10^-6
∑U2 = 4,97 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,83 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6

U3
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 42 x 10^-6 / 60 = 0,70 x 10^-6
Emitter 3 = 58 x 10^-6 / 60 = 0,97 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,67 x 10^-6
Emitter 5 = 51 x 10^-6 / 60 = 0,85 x 10^-6
Emitter 6 = 58 x 10^-6 / 60 = 0,97 x 10^-6
∑U3 = 4,96 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,83 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6

U4
Emitter 1 = 50 x 10^-6 / 60 = 0,83 x 10^-6
Emitter 2 = 46 x 10^-6 / 60 = 0,77 x 10^-6
Emitter 3 = 56 x 10^-6 / 60 = 0,93 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,60 x 10^-6
Emitter 5 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 6 = 60 x 10^-6 / 60 = 1 x 10^-6
∑U4 = 4,93 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,82 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6

U5
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 46 x 10^-6 / 60 = 0,77 x 10^-6
Emitter 3 = 59 x 10^-6 / 60 = 0,98 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,60 x 10^-6
Emitter 5 = 49 x 10^-6 / 60 = 0,82 x 10^-6
Emitter 6 = 54 x 10^-6 / 60 = 0,90 x 10^-6
∑U5 = 4,87 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,81 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6
Tabel 4 Data Hasil Perhitungan

Ulanga Standart Kehilan


CV CU SU EU EA PELQ
n Deviasi ga Air
1 11,11×10-6 0,23 1% 77% 18,75% 16,875% 82,51% 100%
2 7,20×10-6 0,14 1,067% 86% 20,48% 18,432% 88,81% 99,94%
3 7,69×10-6 0,15 1% 85% 20,48% 18,432% 86,14% 100%
4 6,64×10-6 0,13 0,934% 87% 20,73% 18,657% 91,20% 99,93%
5 6,55×10-6 0,13 0,933% 87% 20,98% 18,882% 99,93% 99,93%

Perhitungan
1. Standar Deviasi

∑ ( Xi− Xrata−rata )2
Standar Deviasi = √
n−1
2
U1 =√ 617,5 x 10−12/5 = 11,11 x 10^-6
2
U2 =√ 259,34 x 10−12/5 = 7,20 x 10^-6
2
U3 =√ 295,5 x 10−12/5 = 7,69 x 10^-6
2
U4 =√ 220,34 x 10−12/5 = 6,64 x 10^-6
2
U5 =√ 214,34 x 10−12/5 = 6,55 x 10^-6
2. Debit
a. Debit (Q) = V/t , dimana t = waktu = 1 menit = 60 sekon
U1
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 37 x 10^-6 / 60 = 0,62 x 10^-6
Emitter 3 = 64 x 10^-6 / 60 = 1,07 x 10^-6
Emitter 4 = 35 x 10^-6 / 60 = 0,58 x 10^-6
Emitter 5 = 51 x 10^-6 / 60 = 0,85 x 10^-6
Emitter 6 = 56 x 10^-6 / 60 = 0,93 x 10^-6
∑U1 = 4,85 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,80 x10^-6
Qmin = 0,58 x 10^-6

U2
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 46 x 10^-6 / 60 = 0,77 x 10^-6
Emitter 3 = 60 x 10^-6 / 60 = 1 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,67 x 10^-6
Emitter 5 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 6 = 56 x 10^-6 / 60 = 0,93 x 10^-6
∑U2 = 4,97 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,83 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6
U3
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 42 x 10^-6 / 60 = 0,70 x 10^-6
Emitter 3 = 58 x 10^-6 / 60 = 0,97 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,67 x 10^-6
Emitter 5 = 51 x 10^-6 / 60 = 0,85 x 10^-6
Emitter 6 = 58 x 10^-6 / 60 = 0,97 x 10^-6
∑U3 = 4,96 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,83 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6

U4
Emitter 1 = 50 x 10^-6 / 60 = 0,83 x 10^-6
Emitter 2 = 46 x 10^-6 / 60 = 0,77 x 10^-6
Emitter 3 = 56 x 10^-6 / 60 = 0,93 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,60 x 10^-6
Emitter 5 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 6 = 60 x 10^-6 / 60 = 1 x 10^-6
∑U4 = 4,93 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,82 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6

U5
Emitter 1 = 48 x 10^-6 / 60 = 0,80 x 10^-6
Emitter 2 = 46 x 10^-6 / 60 = 0,77 x 10^-6
Emitter 3 = 59 x 10^-6 / 60 = 0,98 x 10^-6
Emitter 4 = 40 x 10^-6 / 60 = 0,60 x 10^-6
Emitter 5 = 49 x 10^-6 / 60 = 0,82 x 10^-6
Emitter 6 = 54 x 10^-6 / 60 = 0,90 x 10^-6
∑U5 = 4,87 x 10^-6
Rata – rata (Qa) = 0,812 x10^-6
Qmin = 0,67 x 10^-6

Perhitungan Lanjutan (5 kali ulangan)


SD
a. CV =

U1 = 11,11 x 10^-6 / 48,5 x 10^-6 = 0,23
U2 = 7,20 x 10^-6 / 49,7 x 10^-6 = 0,14
U3 = 7,69 x 10^-6 / 49,5 x 10^-6 = 0,15
U4 = 6,64 x 10^-6 / 50,3 x 10^-6 = 0,13
U5 = 6,55 x 10^-6 / 49,3 x 10^-6 = 0,13

b. CU
( 0 ) ×100 %
U1
(
= 1−
291× 10−6) = 1 – 0 = 1%
(−0,2 x 10−6 ) ×100 %
U2
(
= 1−
298 ×10−6 ) = 1 + 0,067 = 1,067%

( 0 ) ×100 %
U3
(
= 1−
297 ×10−6 )=1–0=1%

( 0,2 x 10−6 ) ×100 %


U4
(
= 1−
302 ×10−6 ) = 1 - 0,066 = 0,934%

( 0,2 x 10−6 ) ×100 %


U5
(
= 1−
296 ×10−6 ) = 1 – 0,067 = 0,933%

c. EU
U1
Qn = 25% x Qmin = 25% x 0,58 x 10^-6 = 0,15 x 10^-6
EU = (0,15 x 10^-6 / 0,80 x10^-6) x 100% = 18,75%

U2
Qn = 25% x Qmin = 25% x 0,67 x 10^-6 = 0,17 x 10^-6
EU = (0,17 x 10^-6 / 0,83 x10^-6) x 100% = 20,48%

U3
Qn = 25% x Qmin = 25% x 0,67 x 10^-6 = 0,17 x 10^-6
EU = (0,17 x 10^-6 / 0,83 x10^-6) = 20,48%

U4
Qn = 25% x Qmin = 25% x 0,67 x 10^-6 = 0,17 x 10^-6
EU = (0,17 x 10^-6 / 0,82 x10^-6) = 20,73%

U5
Qn = 25% x Qmin = 25% x 0,67 x 10^-6 = 0,17 x 10^-6
EU = (0,17 x 10^-6 / 0,81 x 10^-6) = 20,98%

d. EA
U1 = 18,75 x 0,9 = 16,875%
U2 = 20,48 x 0,9 = 18,432%
U3 = 20,48 x 0,9 = 18,432%
U4 = 20,73 x 0.9 = 18,657%
U5 = 20,98 x 0,9 = 18,882%

e. SU
U1 = (1 – 0,23) x 100% = 77%
U2 = (1 - 0,14) x 100% = 86%
U3 = (1 – 0,15) x 100% = 85%
U4 = (1 – 0,13) x 100% = 87%
U5 = (1 – 0,13) x 100% = 87%
f. PELQ
U1
Rata – rata LQ = ((48x10^-6) + (37x10^-6) + (35 x10^-6)) /3 = 40 x 10^-6
Rata – rata tingkat aplikasi = (0,80 x10^-6 x 60) / 0,99 = 48,48 x 10^-6
PELQ = (40 x 10^-6 / 48,48 x 10^-6) x 100% = 82,51%

U2
Rata – rata LQ = ((48x10^-6)+(46x10^-6)+( 40 x10^-6)) / 3 = 44,67 x 10^-6
Rata – rata tingkat aplikasi = (0,83 x10^-6 x 60) / 0,99 = 50,30 x 10^-6
PELQ = (44,67 x 10^-6 / 50,30 x 10^-6) x 100% = 88,81%

U3
Rata – rata LQ = ((48x10^-6)+(42x10^-6)+( 40 x10^-6)) / 3 = 43,33 x10^-6
Rata – rata tingkat aplikasi = (0,83 x10^-6 x 60) / 0,99 = 50,30 x 10^-6
PELQ = (43,33 x10^-6 / 50,30 x 10^-6) x 100% = 86,14%

U4
Rata – rata LQ = ((46x10^-6)+(42 x10^-6)+(48 x10^-6)) / 3 = 45,33 x 10^-6
Rata – rata tingkat aplikasi = (0,82 x10^-6 x 60) / 0,99 = 49,70 x 10^-6
PELQ = (45,33 x 10^-6 / 49,70 x 10^-6) x 100% = 91,20%

U5
Rata – rata LQ = ((48x10^-6)+(46x10^-6)+(40 x10^-6)) / 3 = 44,67 x 10^-6
Rata – rata tingkat aplikasi = (0,81 x10^-6 x 60) / 0,99 = 49,09 x 10^-6
PELQ = (44,67 x 10^-6 / 49,09 x 10^-6) x 100% = 90,99%

g. kehilangan air
U1
Rataan SD = 0 / 6 = 0
Kehilangan air = ((48,48 x 10^-6 - 0) / 48,48 x 10^-6)) x 100% = 100%

U2
Rataan SD = (0,2 x 10^-6) / 6 = 0,03 x 10^-6
Kehilangan air = ((50,30 x 10^-6 – 0,03 x 10^-6) / 50,30 x 10^-6)) x 100% = 99,94%

U3
Rataan SD = 0 / 6 = 0
Kehilangan air = ((50,30 x 10^-6 - 0) / 50,30 x 10^-6)) x 100% = 100%

U4
Rataan SD = (0,2 x 10^-6) / 6 = 0,03 x 10^-6
Kehilangan air = ((49,70 x 10^-6 – 0,03 x 10^-6) / 49,70 x 10^-6)) x 100% = 99,93%
U5
Rataan SD = (0,2 x 10^-6) / 6 = 0,03 x 10^-6
Kehilangan air = ((49,09 x 10^-6 – 0,03 x 10^-6) / 49,09 x 10^-6)) x 100% = 99,93%
4.2 Analisa Hasil
4.2.1 Debir Aliran Air
Setelah dilakukan perhitungan terhadap data hasil praktikum, kemudian dilakukan analisis
pada pada parameter – parameter yang telah ditentukan. Salah satunya adalah debit aliran air,
yaitu jumlah air yang keluar dari emitter per satuan waktu, dimana untuk menentukan debit aliran
air digunakan rumus (Ekaputra et al, 2017) :
Q = V/t
Dimana :
Q = debit aliran air (m3/dt)
V = volume (m3)
T = waktu (dt)
Perhitungan debit aliran air dilakukan pada 6 emitter setiap ulangan. Pengukuran debit
bertujuan agar dapat mengetahui berapa besar laju aliran air yang akan dialirkan pada sistem
irigasi tetes. Pada ulangan 1 di setiap emitter rata – rata debit yang keluar sebesar 0,80 x 10-6
m3/dt, ulangan 2 sebesar 0,83 x 10-6 m3/dt, ulangan 3 sebesar 0,83 x 10-6 m3/dt, ulangan 4 sebesar
0,82 x x 10-6 m3/dt, dan ulangan 5 sebesar 0,81 x 10-6 m3/dt. Rata – rata debit yang keluar pada
setiap emitter tidak sama. Menurut Ekaputra et al. (2017), hal teresebut dapat disebabkan oleh
jarak penampung air, saluran primer, maniforl dan lateral hingga emitter juga berbeda, sehingga
berpengaruh kepada tekanan air, kehilangan tekanan sepanjang saluran mengakibatkan laju aliran
air tidak konstan, kehilangan tekanan terjadi akibat gaya gesekan pada dinding pipa dan benturan
pada pipa belok.

4.2.2 Koefisien Variasi (CV)


Koefisien variasi merupakan salas satu parameter statis yang nilai nya perbandingan
antara nilai standar deviasi dan rata – rata debit dari setiap ulangan emitter. Untuk mencari nilai
koefisien variasi digunakan rumus (Yanto et al, 2014) :
CV = S / Qavs
Dimana :
CV = koefisien variasi
S = standar deviasi
Qavs = rata – rata debit (m3/dt)
Perhitungan koefisien variasi bertujuan melihat baik buruknya suatu tipe emitter. Pada
ulangan 1 diperoleh nilai koefisien variasi sebesar 0,23 ; ulangan 2 sebesar 0,14 ; ulangan 3
sebesar 0,15 ; ulangan 4 sebesar 0,13 ; dan ulangan 5 sebesar 0,13.

Klasifikasi koefisien variasi


Kelas Nilai cv
Sangat baik < 0,05
Rata – rata 0,05 – 0,07
Marjinal 0,07 – 0,11
Kurang baik 0,11 – 0,15
Tidak dapat diterima > 0,15
(Arianto, 2019)

Dari tabel diatas, dapat dilihat nilai cv dari data hasil praktikum diklasifikasikan ke dalam
kelas kurang baik kerena memiliki nilai yang berada diantara 0,11 sampai 0,15. Nilai koefisien
variasi dipengaruhi oleh jumlah dabit aliran air yang keluar dari emitter.

4.2.3 Koefisien Keseragaman (CU)


Koefisien irigasi tetes dihitung bertujuan untuk melihat tingkat persebaran air yang
mengalir di masing – masing emitter pada suatu sistem. Koefisien keseragaman dapat dihitung
menggunakan rumus (Ekaputra et al., 2017) :
∑ ( Xi− Xrata−rata )
CU (
= 1−
∑ Xi
x 100 % )
Dimana :
CU = koefisien keseragaman (%)
Xi = pengukuran volume dalam pengamatan
Xrata-rata = nilai rata – rata volume air hasil pengamatan
∑(Xi-Xrata-rata) = jumlah deviasi absolute rata – rata pengukuran

Nilai CU pada ulangan 1 diperoleh sebesar 1%, ulangan 2 sebesar 1,067%, ulangan 3
sebesar 1%, ulangan 4 sebesar 0,934%, dan ulangan 5 sebesar 0,933%. Dapat disimpulkan
penyebaran air pada setiap emitter relatif sama. Nilai CU dipengaruhi oleh variasi debit dan
tekanan yang terjadi pada sistem irigasi tetes. Keseragaman air yang diterima pada setiap
tumbuhan mempengaruhi pertumbuhan yang sama setiap tanaman.

4.2.4 Keseragaman Emisi (EU)


Keseragaman emisi merupakan hal yang perlu diperhatikan dala merancang suatu sistem
irigasi tetes. Faktor yang mempengaruhi keseragaman emisi adalah keadaan emitter, kualitas air
dan bentuk jaringan irigasi. Emitter harus perlu perawatan yang intens agar tidak terjadi
penyumbatan yang disebabkan oleh kotorang dari air (Milza, et al. 2017). Keseragaman emisi
salah satu indikator untuk mengetahui apakah debit tetesan air tergolong baik atau tidak,
keseragaman emisi harus sangat diperhatikan agar air yang dikeluarkan seragam agar
pertumbuhana tanaman menjadi sama.
Pada praktikum ini diperoleh nilai EU pada ulangan 1 adalah sebesar 18,75%, ulangan 2
sebesar 20,48%, ulangan 3 sebesar 20,48%, ulangan 4 sebesar 20,73%, dan ulangan 5 sebesar
20,98%. Dari data yang diperoleh keseragaman emisi masih belum dikatakan baik, karena belum
mencapai 90%.

4.2.5 Efisiensi Penyimpanan (EA)


Efisiensi penyimpanan air irigasi tetes bergantung pada besar kecilnya debit pemberian
air, lama pemberian air, kadar air tanah sebelum pemberian air irigasi dan tekstur tanah (Idrus,
2014). Dari data praktikum diperoleh nilai efisiensi penyimpanan pada ulangan 1 sebesar
16,875%, ulangan 2 sebesar 18,432%, ulangan 3 sebesar 18,432%, ulangan 4 sebesar 18,657%,
dan ulangan 5 sebesar 18,882%.

4.2.6 Keseragaman standar deviasi (SU)


Dari data hasil praktikum diperoleh nilai keseragaman standar deviasi (SU) dengan
menggunakan rumus :
SU = (1 – CV) x 100%
Setalah dilakukan perhitungan didapatkan nilai keseragaman standar deviasi pada ulangan
1 sebesar 77%, ulangan 2 sebesar 86%, ulangan 3 sebesar 85%, ulangan 4 sebesar 87 %, dan
ulangan 5 sebesar 87%. Kriteria tingkat keseragaman menurut ASAE, jika nilai SU berada pada
95 – 100% dikategorikan sangat baik, 85 – 90% dikategorikan baik, 75 – 80% dikategorikan
cukup baik, 65 – 70% dikategorikan jelek, dan <60% dikategorikan tidak layak. Dari tingkat
kriteria tersebut, sistem irigasi tetes pada praktikum dapat dikategorikan baik.
4.2.7 Efisiensi Aplikasi Potensial dan Kehilangan Air
Efisiensi irigasi adalah presentase air suatu irigasi yang benar – benar digunakan bagi
tanaman dari sejumlah air yang diberikan atau dialirkan. Pada suaru perancangan sistem irigasi
tetes perlu diuji seberapa besar tingkat efisiensi yang dapat dicapat oleh sistem tersebut, karena
dengan dilakukannya pengujian dapat mengetahui kondisi saluran yang meliputi tidak atau
adanya kebocoran. Tingkat efisiensi diperoleh dari pengujian dengan membandingkan antara
jumlah air yang masuk sampai ke lahan dengan air yang dialirkan ke lahan.
Dari data hasil praktikum diperoleh nilai efisiensi masing – masing ulangan. Pada ulangan
1 adalah sebesar 82,51%, artinya pada irigasi tetes ini jumlah air yang sampai ke tanaman
sebanyak 82,51% dari air yang dialirkan. Kehilangan air irigasi pada ulangan 1 sebesar 17,49%.
Nilai efisiensi pada ulangan 2 sebesar 88,81%, dan kehilangan air sebanyak 11,19%. Pada
ulangan 3 sebesar 86,14%, dan kehilangan air sebanyak 13,86%. Pada ulangan 4 sebesar 91,20%,
dan kehilangan air sebesar 8,8%. Pada ulangan 5 sebesar 90,99% dan kehilangan air sebesar
9,01%. Kehilangan air terjadi akibat adanya rembesan air yang keluar pada sambungan saluran.
Dalam penelitian Ekaputra et al. (2017), jika rata – rata tingkat efisiensi melebihi 90% dapat
dikatakan sudah layak untuk digunakan.
BAB V
KESIMPULAN

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui bagian alat, cara dan
prinsip kerja sistem irigasi tetes mahasiswa mampu menghitung efisiensi sistem irigasi tetes.
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air kepada tanaman dengan memanfaatkan tekanan
rendah dan debit kecil secara terus menerus melalui permukaan tanah maupun langsung ke dalam
zona perakaran melalui emitter baik tunggal maupun dalam bentuk drip line (selang berlubang).
Aliran air pada irigasi tetes memanfaatkan gaya kapilaritas dan gravitasi yang bergerak secara
vertical dan horizontal dalam profil tanah. Irigasi tetes merupakan salah satu sistem irigasi hemat
air untuk diaplikasikan pada lahan kering. Prinsip irigasi tetes menggunakan alat aplikasi
(applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit rendah dan berkelanjutan
di daerah perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan
dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang berkelanjutan dan
debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes dapat diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah.
Pada irigasi tetes dapat mempertahankan kelembaban tanah pada tingkat yang optimum. Jika
dilihat dari perhitungan parameter perencanaan irigasi tetes masih belum maksimal, karena masih
ada parameter yang tidak masuk dalam kategori nilai standar irigasi tetes.
DAFTAR PUSTAKA

Adhiguna, R. T., dan Amin R. 2018. Teknologi Irigasi Tetes Dalam Mengoptimalkan Efisiensi
Penggunaan Air Di Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Hari Air Dunia,
Palembang
Kumslai, M. 2015. Aplikasi Irigasi Tetes Pada Tanaman Cabe Merah Di Kabupaten Enrekang.
Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin
Ridwan, D. 2013. Model Jaringan Irigasi Tetes Berbasis Bahan Lokal Untuk Pertanian Lahan
Sempit. Jurnal Irigasi. Vol. 8 (2) : 90 – 98
Sapei, Asep. 2006. Irigasi Tetes. Departemen Teknik Pertanian. IPB
Udiana, I. M., Wihelmus B., dan Rizky A. 2014. Perencanaan Sistem Irigasi Tetes (Drip
Irrigation) Di Desa Besmarak Kabupaten Kupang. Jurnal Teknik Sipil. Vol. III (1) : 63 -
74

DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN


Arianto, L. 2019. Rancangan Irigasi Tetes Untuk Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum
L.) Sistem Vertical Agriculture (Verticulture). Skirpsi. Fakultas Pertatnian. Universitas
Sumatera Utara
Ekaputra, E. G., Delvi Y., Deni S., dan Fadli I. 2017. Rancang Bangun Sistem Irigasi Tetes
Untuk Budidaya Cabai (Capsicum Annum L.) Dalam Greenhouse Di Nagari Biaro,
Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jurnal Irigasi. Vol. 11
(2) : 103 – 112
Idrus, M., dan I Gde D. S. 2014. Rancang Bangun Irigasi Tetes Emiter Tali untuk Budidaya
Semangka (Citrullusvulgaris). Jurnal Ilmiah Teknik Pertanian. Vol. 6 (3) : 143 – 214
Milza, F., Susi C., dan Syahrul. 2017. Analisis Pengaruh Pemberian Irigasi Secara Defisit
Terhadap Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis Sativus L.) Melalui Sistem Irigasi
Tetes. Prosiding Seminar Nasional Biotik
Yanto, H., Ahmad T., dan Sugeng T. 2014. Aplikasi Sistem Irigasi Tetes Pada Tanaman
Kembang Kol (Brassica Oleracea Var. Botrytis L. Subvar. Cauliflora Dc) Dalam
Greenhouse. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 3 (2) : 141 - 154
Lampiran
Lampiran Tambahan

Anda mungkin juga menyukai