Anda di halaman 1dari 7

Manusia Baru

Efesus 4:17-32

Oleh: Andrey Thunggal

Pendahuluan
Saudara, ketika beberapa bulan yang lalu pelayanan di Manado, saya mengalami sebuah
kejadian yang menarik. Suatu saat saya berjalan pulang dari gereja melewati sebuah  jalan
yang sedikit lenggang.  Ada beberapa mobil memang, namun masih cukup jauh, dan saya
menyeberangi jalan itu bersama beberapa orang.  Namun tiba-tiba ada sebuah mobil kijang
merah yang ugal-ugalan, ngebut, dan hampir menabrak sekelompok ibu-ibu di depan saya. 
Sontak sang sopir langsung berteriak, sambil memaki, lalu berkata: “Ngoni pe badan besi
sto?!”  (“Kalian punya badan besi ya?!”)  Dalam sekejab, saya langsung menyaksikan
percekcokan antara bapak-bapak dari dalam mobil dengan ibu-ibu itu; seperti di sinetron-
sinetron, namun yang ini bukan sandiwara.  Yang lebih menarik saudara, di kaca depan kijang
merah itu, tertulis: Panitia HUT Kaum Bapa se-gereja-gereja … (sensor).

Saudara, saya pikir kasus yang saya hadapi itu adalah satu dari sekian banyak kasus lain yang
juga Saudara mungkin pernah alami; kasus yang membuktikan bahwa identitas Kristen
seseorang itu tidak menjamin perilakunya sesuai dengan imannya.  Padahal perilaku
seseorang itu bagaikan sebuah baju yang dikenakan, yang menunjukkan identitasnya sang
pemakainya.  Perilaku orang Kristen tentu seharusnya menunjukkan identitasnya sebagai
orang Kristen.  Namun yang menjadi masalahnya adalah, tidak sedikit dari mereka tidak
menyadari bahwa tingkah laku yang mereka tunjukkan itu sebenarnya tidak matching dengan
identitas mereka.  Contohnya saja bapak-bapak yang tadi itu.  Namun hal ini bukan hanya
terjadi di kalangan jemaat, namun terjadi juga dalam kehidupan hamba Tuhan.  Di daerah-
daerah tertentu kita dapat menemukan hamba Tuhan yang mabuk sebelum berkhotbah,
bahkan mengajak anak-anak pemuda untuk mabuk bersama sebelum besoknya mereka di-
sidi.  Bahkan tidak jarang kita mendengar hamba-hamba Tuhan yang selingkuh, menjadi
hamba uang, bahkan hidup dalam berbagai hawa nafsunya.  Mereka tidak menyadari, bahwa
mereka masih hidup dalam cara hidup yang lama.  Jangan lupa Saudara, mereka adalah orang-
orang yang dulunya ada di seminari, yang duduk juga dalam kuliah maupun ibadah, dididik
untuk menjadi hamba Tuhan yang hidup dalam cara hidup yang benar.  Namun ternyata kita
temukan bahwa hal tersebut tidak menjamin seorang kebal terhadap kasus tersebut.  Jika hal
ini tidak diwaspadai sedari dini, maka bukan tidak mungkin kita juga akan hidup dalam cara
hidup yang demikian.

Oleh karena itu Saudara, penting bagi kita untuk memiliki cara hidup yangmatching dengan
identitas kita sebagai hamba Tuhan.  Penting bagi kita untuk mewaspadai sedari dini, cara
hidup yang tidak berkenan pada Allah itu.  Penting bagi kita untuk menyelidiki dalam
kehidupan kita, apakah cara hidup kita sudah berkenan kepada Allah, menunjukkan identitas
1
kita sebagai hamba-hamba-Nya.  Penting bagi kita untuk menanggalkan cara hidup kita yang
lama, dan mengenakan cara hidup yang baru.  Penting bagi kita untuk menanggalkan
manusia lama, dan mengenakan manusia baru.

Penjelasan
Nah Saudara, hal inilah yang juga disampaikan oleh Paulus dalam surat Efesus ini.  Saudara,
jika kita menghubungkan perikop ini dengan bagian pembukaan pasal 4, di sana Paulus
mengatakan bahwa, “aku menasihatkan kamu . . . supaya hidupmu berpadanan dengan
panggilan itu.”  Dan dalam ayat 17-32 di tekankan lebih lanjut tentang hidup yang berpadanan
dengan panggilan Allah.  Karena itu ia menulis di ayat 17,  “sebab itu, kukatakan dan
kutegaskan agar jangan hidup lagi sama seperti orang yang tidak mengenal Allah.”

Siapakah figur orang yang tidak mengenal Allah ini?  Paulus mendeskripsikan mereka di ayat
17-19 sebagai orang yang memiliki pikiran yang sia-sia, hati yang gelap, jauh dari Allah,
bodoh dan degil, sehingga mereka menyerahkan dirinya kepada hawa nafsu dan berbuat
segala kecemaran.  Paulus menggunakan istilahpleonexia yang diterjemahkan oleh LAI
sebagai hawa nafsu.  Istilah ini dalam pengertian aslinya menggambarkan sifat rakus, tidak
pernah puas, tamak, iri hati.  Dengan kata lain, istilah ini dapat diartikan sebagai nafsu
serakah yang mengorbankan orang lain untuk kepentingan diri sendiri;  nafsu yang tidak
terkendali untuk memiliki sesuatu yang bukan haknya; dan hal ini muncul melalui

berbagai tindakan seperti mencuri, memaksakan kehendak, penipuan, pertengkaran, ataupun


berbagai rupa-rupa percabulan.  Mereka inilah yang disebut oleh Paulus di ayat 22 sebagai
manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan.  Jadi manusia
lama itu terlihat dengan jelas sebagai mereka yang hidup dengan hawa nafsunya, yang
melakukan segala macam perbuatan cemar.

Dengan menunjuk pada figur manusia lama itulah, Paulus mengingatkan orang percaya akan
identitas mereka sebagai orang-orang yang telah mengenal Allah.  Paulus mengatakan di ayat
20-21, “tetapi kamu bukanlah demikian.  Kamu telah belajar mengenal Kristus, mendengar
tentang Dia, dan menerima pengajaran dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam
Yesus.”  Paulus mengingatkan bahwa merekalah orang-orang yang telah mendapat anugerah
Allah, mereka yang dulu berjalan dalam kecemaran dan hawa nafsu menuju kebinasaan itu,
ditarik keluar oleh Allah.  Kepada mereka inilah, Paulus mengingatkan mereka agar mereka
tidak menjadi sama dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah.  Di ayat 22-24 dikatakan:
“kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama,
yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan,  supaya kamu dibaharui di
dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut
kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.”

2
 

Saudara, konsep manusia lama – manusia baru ini merupakan salah satu tema penting dalam
teologi Paulus.  Roma 6:6  mengatakan bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, agar
jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.  Sementara Galatia 3:27 mengatakan bahwa
identitas anak-anak Allah adalah mengenakan Kristus.  Mengenai hal ini, Thomas Schreiner
menyebutkan bahwa  orang percaya dimampukan untuk melepaskan manusia lama, yaitu
natur Adam yang pertama, yang telah mati melalui kematian Adam kedua di kayu salib;
demikian juga orang percaya dimampukan untuk mengenakan manusia baru, Adam kedua,
melalui kebangkitan Kristus.

Konsep ini semakin jelas ketika kita mencoba menyimak paralelisme bagian ini dengan
tulisan Paulus yang lain, dalam Kolose 3:9-10.

Kolose 3:9-10 Efesus 4:22-24

telah
ἀποθέσθαι . . .  τὸν ἀπεκδυσάμενοι τὸν παλαιὸν
3:9 4:22 menanggalkan
παλαιὸν ἄνθρωπον ἄνθρωπον
manusia lama

telah
ἐνδύσασθαι τὸν καινὸν
3:10 ἐνδυσάμενοι τὸν νέον 4:24 mengenakan
ἄνθρωπον
manusia baru

τὸν ἀνακαινούμενον εἰς ἀνανεοῦσθαι δὲ τῷ πνεύματι terus-menerus


3:10 4:23
ἐπίγνωσιν τοῦ νοὸς ὑμῶν diperbaharui

ata kerja yang digunakan oleh kedua bagian ini, yakni apothesthai-


apekdusamenoi dan endusamenoi-endusasthai menggunakan tense aorist, yang berarti bahwa
hal tersebut telah terjadi satu kali di masa lampau, dan efeknya berlangsung hingga kini. 
Artinya, ketika seseorang mengenal Kristus, maka ia telah menanggalkan manusia lama, dan
pada saat itu telah mengenakan manusia baru, yaitu Kristus.  Namun kondisi ini tidak berhenti
di situ saja; Paulus memakai istilah anakainoumenon dan ananeousthai yang

3
menggunakan tense present passive, yang sama-sama dapat diartikan dengan makna terus-
menerus diperbaharui.  Hal ini menunjukkan bahwa pembaharuan, atau pengudusan orang
percaya itu merupakan karya Roh Kudus yang memampukan orang percaya agar terus-
menerus diperbaharui.  Dengan kata lain, perubahan status manusia lama menjadi manusia
baru itu terjadi satu kali saja, namun pembaharuan hidup orang percaya itu terjadi terus-
menerus.

Suatu pertanyaan mungkin timbul dalam pikiran kita, “Diperbaharui dalam hal apa?”  Di ayat
23 Paulus menggunakan istilah to pneumati tou noos humonyang secara literal diterjemahkan
sebagai the spirit of your mind, atau roh dari akal budimu.  Istilah ini dapat kita mengerti
dengan lebih jelas apabila kita melihat karakteristik gaya penulisan surat zaman itu yang
menggabungkan dua kata sinonim, sehingga istilah ini sebenarnya dapat diartikan sebagai
bagian “inner,” di dalam manusia.  Jika kita bandingkan dengan tulisan Paulus di Roma 12:2,
maka di situ Paulus menasihatkan jemaat Roma agar berubah oleh pembaharuan budi,noos. 
Sementara itu ayat serupa di Kolose 3:10, Paulus menjelaskan perubahan terus-menerus itu
agar orang percaya dapat memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya. 
Dengan demikian, jelaslah bahwa pembaharuan yang terjadi dalam orang percaya adalah
pembaharuan akal budi atau pikiran seseorang yang semakin serupa Kristus.

Karena itu, Paulus menyadari, bahwa tanda seseorang mengenakan manusia baru itu terlihat
dari perubahan akal budi/pola pikir yang dikerjakan oleh Roh Kudus, sehingga nampak dari
perilaku orang tersebut.  Sehingga di ayat 25-32, Paulus menjabarkan serangkaian nasihat
praktis sebagai wujud orang yang mengenakan manusia baru.

Larangan Nasihat Alasan

4:25 Kebohongan Mengatakan kebenaran Sesama anggota

Penyelesaian konflik dan Mencegah iblis


4:26-27 Amarah berkepanjangan
amarah mengambil kesempatan

4:28 Mencuri Bekerja sendiri Membagikan sesuatu


kepada yang

4
berkekurangan

Membagikan kasih
Pakai perkataan yang karunia pada orang lain;
4:29-30 Perkataan kotor
membangun tidak mendukakan Roh
Kudus.

Kepahitan, kegeraman, Ramah terhadap yang lain,


Allah di dalam Kristus
4:31-32 kemarahan, pertikaian, penuh kasih mesra, saling
telah mengampuni kita
fitnah, kejahatan mengampuni

Yang menarik bahwa dalam bagian ini Paulus tidak hanya sekadar memberikan nasihat,
namun ia juga memberikan alasan mengapa hal tersebut harus dilakukan.  Jelas sekali hal ini
berhubungan dengan argumen Paulus sebelumnya, bahwa Roh Kudus berkarya membaharui
akal budi orang percaya secara terus-menerus; pembaharuan akal budi menghasilkan praksis
yang benar.

Secara singkat Saudara, pada perikop ini Paulus menegaskan bagi orang percaya, agar mereka
tidak lagi hidup sama seperti orang yang tidak mengenal Allah.  Mereka itulah orang-orang
yang disebut sebagai manusia lama, yang akan binasa karena hidup menurut hawa nafsu
mereka.  Oleh karya Kristus, orang percaya telah dimampukan untuk menanggalkan manusia
lama itu, dan mengenakan manusia baru.  Dan dalam kemanusiaan yang baru itulah,  akal
budi/pola pikir orang percaya terus-menerus diperbaharui oleh Roh Kudus.  Sehingga melalui
pola pikir yang diperbaharui itulah, muncul praksis yang benar; yakni perilaku manusia baru. 
Menanggalkan perbuatan-perbuatan manusia lama yang penuh dengan hawa nafsu, dan
mengenakan manusia baru yang semakin serupa Kristus.

Ilustrasi

Saudara, suatu kali sementara makan bersama, seorang adik tingkat mengeluh,“Aduuhh…yak
opo yo carane bagi waktu?  Tugas-tugas durung mari, belom pertemuan ini itu, eh bajuku
wes numpuk pula.”  Saudara, saya pikir keluhan sang adik tingkat ini sangat manusiawi.  Di
tengah kepadatan jadwal di seminari tersebut, masuk akal jika untuk mata kuliah cuci baju ini
pun perlu di-managedengan baik.  Bayangkan saja saudara, untuk mencuci baju yang telah
menumpuk selama seminggu, dibutuhkan waktu merendam, mengucek, serta membilas yang

5
tidak sedikit; bahkan ada yang suka merendam semalaman.  Tak hanya itu, perlu waktu untuk
menjemur dan menyetrika.  Setidaknya Saudara, mata kuliah cucilogi ini memakan waktu 2
SKS, 50 menit untuk rendam, kucek dan bilas, 50 menit untuk proses jemur dan setrika. 
Tidak heran Saudara, ada beberapa mahasiswa yang telah berhasil menemukan cara kreatif
untuk menyasati mata kuliah ini, yakni dengan menggunakan filsafat  rotasisisme.  Filsafat ini
membantu sekali dalam mengurangi jumlah baju yang dipakai.  Jumlah baju yang seharusnya
sejumlah 6 hari, dapat diminimalkan hingga setengahnya.  Saudara mau tahu bagaimana
caranya?  Baju kuliah hari Senin “didaur-ulang” untuk hari Kamis, Selasa untuk hari Jumat,
dan Rabu untuk hari Sabtu.  Tentu kesan yang ditampilkan adalah baju yang dipakai itu
berganti-ganti, namun kalau diperhatikan, selama seminggu hanya ada 3 baju kuliah.  Ramah
lingkungan Saudara.

Saudara, filsafat rotasisisme ini mungkin menggelikan bagi sebagian kita, namun tidak sedikit
juga di antara kita yang “rada jijik” dengan filsafat ini. Memang standar setiap orang
berbeda, namun saya yakin bahwa untuk memakai baju yang sama selama seminggu saja,
adalah sebuah ketidak-wajaran.

Aplikasi
Saudara, kita semua sadar, tidak seharusnya seseorang mengenakan baju yang lama terus-
menerus, ia harus menggantinya dengan yang baju yang baru.  Namun ketika memaknai
perikop ini, saya menjadi tertegun; ternyata saya lebih “jijik” untuk memakai baju yang lama
terus-menerus, namun saya kurang merasa “terganggu” dengan memakai “baju” perilaku yang
lama terus-menerus.  Ya Saudara, agaknya kita perlu kembali menyelidiki “baju” perilaku
yang selama ini kita kenakan, jangan-jangan “baju” perilaku kita itu adalah “baju’ yang lama.

Mungkin kita familiar ketika berbicara mengenai Allah, iman, maupun kekristenan, namun


kita sebenarnya berada di titik rawan; rawan ketika iman maupun pengetahuan akan Allah itu
hanya berada pada level konsep, wacana, maupun doktrin belaka.  Mungkin kita fasih dalam
berteologi, namun di sisi lain, mungkin kita gagap dalam bertindak, gagap ketika cara hidup
kita dilihat.  Mungkin, sadar atau tidak sadar kita terhanyut dalam perkataan atau
perbincangan yang sia-sia, gosip, atau malah cenderung menjelek-jelekkan orang lain,
istilahnya pembunuhan karakter orang lain.  Mungkin kita menjadi orang yang dengan
mudahnya mengikuti amarah kita, bahkan menyimpan kesalahan orang lain dengan begitu
mendalam.

Mungkin kita adalah orang-orang yang terusik ketika melihat rekan kita mampu lebih pandai,
lebih mampu daripada kita.  Iri hati ketika rekan kita “lebih diberkati” daripada kita. 
Mungkin demi kepentingan diri kita sendiri, kita memilih untuk memelintir kebenaran,
kompromi demi memuaskan hawa nafsu kita.  Kita lebih suka dilayani, meskipun sudah

6
seharusnya kita melayani.  Kita lebih mengutamakan kepentingan diri kita sendiri, daripada
menaruh perhatian terhadap kepentingan orang lain.  Atau mungkin juga, kita terlihat baik di
luar, namun kita malu kalau cara hidup kita yang selama ini tersembunyi itu diketahui orang
lain.  Kita tertunduk malu, karena kita sadar, ternyata kita masih mengenakan baju yang lama,
yakni manusia lama itu.

Saudara, mari kita tunduk sejenak di hadapan Tuhan.  Mari kita merenungkan kembali makna
penebusan Kristus dalam hidup kita ketika Engkau dan saya bertemu dengan anugerah Allah
itu.  Kita yang seharusnya binasa, tenggelam dalam lumpur dosa itu, ditebus dengan darah-
Nya yang kudus.  Ia memilih untuk memikul cela dan malu kita, supaya kita menjadi umat
kesayangan-Nya, umat yang kudus, milik kepunyaan Allah sendiri.  Kita yang dulunya
berjalan dalam kecemaran dan kesia-siaan, telah dimampukan untuk berjalan dalam
kebenaran dan kekudusan.  Kita yang seharusnya tak dapat memilih yang apa yang benar, kini
diperbaharui sehingga kita dapat memilih apa yang menyenangkan Dia.

Penutup
Saudara, untuk apa kita tinggal dalam cara hidup manusia lama?  Untuk apa kita berkubang
dalam cara hidup yang sia-sia itu?  Buatlah keputusan hari ini, dan tinggalkan semua cara
hidupmu yang lama.  Masuklah dalam  penyerahan yang penuh pada Roh Kudus, dan izinkan
Dia memperbaharui hati dan pikiran kita, sehingga kita menjadi hamba-hamba-Nya yang
berkenan di hadapan-Nya.  Menjadi hamba yang dipakai dan diperkenan oleh Allah.  Kiranya
Roh Kudus senantiasa menolong dan memampukan kita semua.

Amin

Anda mungkin juga menyukai