Anda di halaman 1dari 7

Kelompok Puisi

Anggota Kelompok:

➢ Anisa Widyawatie 06021182126009


➢ Aurelia Alifa Ismanida 06021282126055
➢ Sandi Pratama 06021282126020
➢ Evi Silpiani 06021282126051
➢ Zahnas Ziva Cegame 06021282126014
➢ Gelis Ahlia Putri 06021282126040
➢ Patia Risky 06021182126002

Puisi 1

Aku
Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku


Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Makna

Puisi ini bercerita tentang perjuangan. Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang kan merayu, tidak
juga kau. Di sini si aku menyampaikan kalau sampai waktunya telah tiba yang bisa diartikan sebagai
waktu untuk ia berjuang. Dia tidak mau ada seorang pun yang akan menghalangi niatnya untuk
berjuang, sekalipun itu adalah seseorang yang dia kasihi. "Tak perlu sedu sedan itu," ketika ia pergi
berjuang, si aku tidak ingin ada yang bersedih. Dia ingin mereka mengikhlaskannya untuk berjuang

Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang. Larik puisi ini mengibaratkan dirinya seperti
binatang jalang. Binatang jalang disini adalah sosok yang keras, yang tidak mudah untuk dikekang. “Dari
kumpulannya terbuang,” adalah pemikiran si aku yang mengganggap dirinya bagaikan seseorang yang
tidak dianggap atau terbuang.

Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang. Ini adalah bentuk semangat perjuangan
yang ia miliki. Di sini, meskipun ketika dalam perjuangan terluka, peluru menembus kulit, namun dia
tidak akan berhenti berjuang, semangatnya akan tetap membara.

Luka dan bisa kubawa berlari, berlari, hingga hilang pedih peri. Ketika dia terluka, hal itu tidak
dihiraukannya, tidak dirasakannya. Dengan semangat perjuangan yang membara, rasa sakit, pedih, dan
perih itu pun seolah lenyap.

Dan aku akan lebih tidak perduli, aku mau hidup seribu tahun lagi. Pada akhir larik puisi ini, dapat
diartikan bahwa si penyair tidak perduli dengan pandangan orang tentang dirinya. Akan tetapi, berkat
perjuangannya, kelak ia akan tetap dikenang hingga seribu tahun lamanya.

Nah, pada puisi ini dapat kita pahami bahwa perjuangan yang dilakukan Chairil Anwar adalah dengan
karyanya. Puisi Chairil Anwar adalah karya yang membangkitkan semangat perjuangan, sehingga
puisinya dicekal oleh Jepang karena dianggap membahayakan. Namun, Chairil Anwar tidak pernah
berhenti berjuang. Ia terus berjuang dengan karya-karyanya. Semakin dikekang, semakin bergelora
semangatnya untuk menghasilkan karya-karya yang membangkitkan semangat perjuangan.

Rasa

Pada puisi “Aku” karya Chairil Awar merupakan eskpresi jiwa penyair yang menginginkan kebebasan dari
semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru atau menyatakan kenyataan alam, tetapi
mengungkapkan sikap jiwanya yang ingin berkreasi. Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau
terikat oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”. Bahkan jika
ia terluka, akan di bawa lari sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa dengan luka itu, ia
akan lebih jalang, lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup
seribu tahun lagi.

Metafora

kata “Aku ini binatang jalang” pada puisinya yang berjudul “Aku”. Binatang jalang disini bukanlah makna
yang sesungguhnya. Namun memberi makna bahwa binatang jalang adalah manusia yang terus
berjuang dan tidak pernah menyerah

Bunyi/Irama

Irama yang digunakan oleh Chairil Anwar muncul di hampir setiap bait puisi Aku. Hal ini tampak pada
baris-baris berikut ini:
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dalam bait di atas, tampak jelas bahwa ada pengulangan bunyi sengau (ng) yang berulang-ulang dalam
satu bait. Ini bukan hal yang tidak disengaja. Penggunaan bunyi berulang seperti ini menunjukkan bahwa
pilihan kata yang digunakan benar-benar diperhatikan. Hal yang sama juga tampak pada kata meradang
menerjang dalam bait berikut ini:
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Penggunaan pengulangan kata yang mirip juga tampak pada kata pedih peri dalam baris berikut:
Hingga hilang pedih peri
Dalam baris tersebut, ada dua kata yang hampir serupa bunyinya yaitu kata pedih dan kata peri yang
sama-sama diawali suku kata pe dan suku kata kedua mengandung bunyi i.

Link Youtube
https://youtu.be/QwkJHl91zIc

Puisi 2

Aku Ingin
Sapardi Djoko Damono

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana


dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana


dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Makna

Secara sederhana, puisi ini bermakna kerinduan yang begitu dalam dari sang penyair untuk mencintai
kekasihnya apa adanya dengan segala keterbatasan yang ada padanya. Sang penyair ingin menembus
keterbatasan itu semata-mata untuk bisa mencintai sang kekasih.

Makna ini dapat kita sarikan dari frasa "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana". Selain itu, makna ini
turut dipertegas dengan ungkapan "dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang
menjadikannya abu" dan "dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada". Dari sudut pandang tertentu, kedua frase ini dapat diartikan sebagai perasaan
cinta yang lebih baik diungkapkan dengan tindakan nyata, alih-alih perkataan semata.
Secara garis besar, puisi ini menyampaikan tentang perasaan cinta sang penyair kepada sang kekasih
yang ingin dibuktikannya dengan tindakan kepada orang yang dikasihinya tersebut, bukannya dengan
hanya mengandalkan kata-kata atau isyarat semata, meskipun dengan sangat menggebu-gebu.

Ketika kita membaca puisi ini, kita dapat merasakan suasana romantis dan haru yang ditanamkan sang
penyair ke dalamnya. Lewat frasa "Aku ingin mencintaimu dengan sederhana", sang penyair
menyampaikan ketulusan hatinya untuk mencintai sang kekasih. Lebih lanjut, ia juga menggunakan
majas personifikasi pada frasa "dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada". Lewat frasa ini, ia ingin membandingkan betapa cinta mirip dengan hujan yang
turun ke bumi. Awan memang tak memberi isyarat, namun ia mampu memberi berkat kepada manusia
lewat hujan yang mengguyur bumi. Demikian juga cinta. Ia tak perlu isyarat atau kata-kata yang terlalu
besar, namun tindakan yang bisa membuktikan kasih itu secara khas.

Rasa

Penyair disini sebagai (aku) mengungkapkan perasaan cinta dengan kata-kata yang sederhana, namun
sederhana disini bukan berarti seadanya dan statis. Akan tetapi sebuah proses yang berkelanjutan.
Seperti dalam larik :
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Proses peniadaan tersebut bukan berarti melenyapkan, akan tetapi sebuah proses yang berkelanjutan.
Kayu tidak kan menjadi abu apabila api tidak membakarnya, begitu pula awan tak akan lenyap bila hujan
tak mengurainya.

Metafora

Majas metafora atau perbandingan secara langsung terdapat pada bait pertama;
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
dan bait kedua;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Citraan/imaji Citraan perasaan:


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Citraan pendengaran:
dengan kata yang tak sempat diucapkan' kayu kepada api yang menjadikannya abu

Citraan penglihatan:
dengan iisyarat' yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Bunyi/Irama

Pada puisi Aku Ingin terdapat rima sebagai berikut:


pada bait pertama (abc)
pada bait kedua (abd)

Jika kedua bait itu digabung, rimanya abc-abd. Terdapat persamaan bunyi antara larik pertama bait
pertama dengan larik pertama bait kedua, larik kedua bait pertama dengan larik kedua bait kedua.
Namun larik ketiga bait pertama dengan larik ketiga bait kedua berbeda.

Puisi ini menggunakan Rima awal dan akhir:

Aliterasi dan Asonansi


Pada bait pertama, terdapat aliterasi bunyi /k/ dan asonansi bunyi /i/.
Pada bait kedua, terdapat aliterasi bunyi /d/ dan asonansi bunyi /a/.

Efoni dan Kakafoni


Puisi Aku Ingin didominasi oleh bunyi kakafoni. Kata-kata seperti, kata, tak, diucapkan, kayu, kepada,
api, abu, hujan, tiada terdengar parau, meskipun puisi tersebut bernuansa romantic.

Link Youtube
https://youtu.be/QwkJHl91zIc

PUISI 3

Hujan Bulan Juni


Sapardi Djoko Damono

tak ada yang lebih tabah


dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak


dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif


dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”

Makna

Berdasarkan bedah Puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono, makna puisi itu lebih banyak
berkaitan dengan ketabahan dan kesabaran sebuah kasih sayang.Pada larik kata “Tidak ada yang lebih
tabah dari hujan bulan juni,” Sapardi menggambarkan hujan sebagai kasih sayang.

Sedangkan melalui kata itu, dia ingin menggambarkan soal ketabahan atau kesabaran dari hujan tidak
turun ke bumi pada Bulan Juni.

Dalam kalender tahunan, Juni pada umumnya digambarkan sudah masuk musim kemarau sehingga
mustahil hujan turun di bulan itu, sehingga mengandung makna tentang ketabahan, kesabaran
seseorang untuk tidak menyampaikan sayang dan rindunya pada orang yang dicintainya.

Sedangkan, larik “Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni” digunakan Sapardi untuk
menggambarkan bahwa dia mampu dengan ketabahannya menahan tidak menyampaikan sayang juga
rindunya.

Sementara larik, “Dihapusnya jejak jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu” menggambarkan Sapardi
ingin menghapus keraguan, prasangka jelek yang hinggap di hatinya dalam menanti orang yang
dicintainya

Ada pun, pada larik “Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni” Sapardi ingin menggambarkan dia
pandai menyimpan, menyembunyikan rasa sayangnya, rindunya pada orang yang dia cintai.

Rasa

Perasaan penyair yang tampak dalam Puisi Hujan Bulan Juni adalah perasaan orang yang sabar meskipun
harus memendam rasa. Kesabaran tersebut tampak pada penggunaan kata tabah, bijak, dan arif. Dia
juga ragu mengungkapkan perasaannya hingga akhirnya dia menghapus jejak-jejaknya.

Metafora
Yang termasuk gaya bahasa metafora terdapat pada larik-larik..perempuan mengirim air matanya/ke
tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulan/ke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantal/, Sewaktu
tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap/kupandang kelam yang merapat ke sisi kita;/

"Kausebut kenanganmu nyanyian (dan bukan matahari)/, yang pelahan mengendap di udara) kausebut
cintamu/penghujan panjang, yang tak habis habisnya/ bahkan dalam igauanku?" Dan
kausebut/hidupmu sore hari (dan bukan siang ada yang berdenyut//dalam diriku:/menembus tanah
basah,"Dimanakah sorgaku itu: nyanyian/" Ia membayangkan rahang-rahang laut dan rahang-rahang
bunga Terjatuh di lantai; di tengah malam itu ia nampak begitu dingin/dan fana/ Pandangmu adalah
seru butir air tergelincir dari duri/mawar (begitu nyaring?"); swaramu adalah kertap bulu/burung yang
gugur (begitu hening?)// Berkilauan serbuk dalam kabut-nafasmu adalah goyang anggrek/hutan yang
mengelopak (begitu tajam?) dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman doaku kau
menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau/" dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat dalam doa malamku kau menjelma
denyut jantungku, yang/ Tak bisa kutolak matahari/memaksaku menciptakan bunga-bunga//.

Larik-larik tersebut dikategorikan ke dalam gaya bahasa metafora karena menggunakan kata-kata yang
bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan.

Bunyi/Irama

Rima dalam puisi Hujan Bulan Juni, dapat diidentifikasi berupa aliterasi, yaitu perulangan bunyi
konsonan.
Perulangan bunyi /n/ terdapat pada baris
Hujan bulan Juni.
Masing-masing kata dalam baris tersebut mengandung huruf /n/.

Perulangan bunyi /r/ terdapat pada baris:


Dirahasiakannya rintik rindunya.
Masing-masing kata tersebut adalah rahasia, rintik, dan rindu sama-sama diawali dengan bunyi /r/.

Perulangan bunyi /r/ lebih terasa pada dua baris terakhir puisi Hujan Bulan Juni berikut ini:
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Link Youtube
https://youtu.be/r8lNH6M0t_8

Anda mungkin juga menyukai