Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN

IDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANI KOPI


DI DUSUN SUMBERSARI DESA KARANG PLOSO

Oleh :

Angga Wahyu Prasetyo 145040200111001


Ari Yulianto Pratomo 145040200111008
Prasetyo Dwi Adiputra 145040201111130
Frinnata Robi Ilma 145040201111142
Fitra Marchella Putri 145040201111145
Bentari Gilang Pratiwi 145040201111147
Arimula Erisya Putra 145040201111287
Ayunda P 165040200111016
Nahdia Nur Aslamiah 165040200111025
Teguh Fajar Prasetya 165040200111026

Kelompok: B1
Kelas: B

LABORATORIUM SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2017
i

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN


IDENTIFIKASI KEHIDUPAN SOSIAL PETANI KOPI DI DUSUN
SUMBERSARI DESA KARANG PLOSO

Disetujui,
Dosen Tutorial, Asisten Praktikum,

ABCDEFGHIJKL ABCDEFGHIJKL
NIK. 123456789101111 NIM. 123456789101111

i
ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Sosiologi Pertanian ini. 

Adapun Laporan Sosiologi Pertanian ini telah kami usahakan semaksimal


mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan laporan ini.

Tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki laporan ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari Laporan Sosiologi


Pertanian ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan
inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 27 Mei 2017

Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................vi
1. PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum.....................................................................................................1
1.3 Manfaat....................................................................................................................1
2. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................3
2.1 Identifikasi Petani.....................................................................................................3
2.2 Interaksi dan Proses Sosial.......................................................................................4
2.3 Komunitas Desa Pertanian.......................................................................................6
2.4 Aset Komunitas........................................................................................................6
2.5 Kebudayaan dan Gender dalam Pertanian..............................................................10
2.6 Pelapisan Sosial......................................................................................................12
2.7 Kelompok dan Organisasi Sosial............................................................................14
2.8 Lembaga / Pranata Sosial.......................................................................................16
2.9 Perubahan Sosial Petani.........................................................................................18
3. PENUTUP................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan............................................................................................................22
3.2 Saran......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23
LAMPIRAN.....................................................................................................................24

iii
iv

DAFTAR GAMBAR

iv
v

DAFTAR TABEL

v
vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum lapang di Dusun Sumbersari Desa Karang Ploso
adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi petani kopi di Dusun Sumbersari Desa Karang Ploso
b. Mengetahui interaksi dan proses sosial yang terjadi di masyarakat Dusun
Sumbersari Desa Karang Ploso
c. Mengetahui tentang Komunitas Desa Pertanian di Dusun Sumbersari Desa
Karang ploso
d. Mengetahui aset komunitas yang dimiliki masyarakat pertanian di Dusun
Sumbersari Desa Karang Ploso
e. Mengetahui peran kebudayaan dan gender dalam kegiatan pertanian di Dusun
Sumbersari Desa Karang Ploso
f. Mengetahui tentang pelapisan sosial pada masyarakat Dusun Sumbersari Desa
Karang Ploso
g. Mengetahui tentang kelompok dan organisasi sosial pertanian yang ada di Dusun
Sumbersari Desa Karang Ploso
h. Mengetahui tentang lembaga atau pranata sosial di Dusun Sumbersari Desa
Karang Ploso
i. Mengetahui tentang perubahan sosial petani di Dusun Sumbersari Desa Karang
Ploso
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum lapang yang dilakukan di
Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso adalah
sebagai berikut.
a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi petani kopi di Dusun Sumbersari,
Desa Tawangargo.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan interaksi dan proses sosial yang terjadi
di masyarakat Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.
c. Mahasiswa dapat menjelaskan Komunitas Desa Pertanian di Dusun
Sumbersari Desa Tawangargo.
d. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menjelaskan aset komunitas yang
dimiliki masyarakat pertanian di Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.
e. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran kebudayaan dan
gender dalam kegiatan pertanian di Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.
f. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menjelaskan mengenai pelapisan
sosial pada masyarakat Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.
g. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menjelaskan mengenai kelompok dan
organisasi sosial pertanian yang ada di Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.

1
h. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menjelaskan mengenai lembaga atau
pranata sosial di Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.
i. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menjelaskan mengenai perubahan
sosial petani di Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo.

2
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Identifikasi Petani

Petani yang kami wawancarai adalah Pak Muhammad Kasil, ia menganut


agama islam. Pak Kasil tinggal di Desa Tawang Argo, Dusun Sumbersari, RT
56 RW 14, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Pak Kasil saat ini
lahir pada tanggal 24 agustus 1969 dan berusia 48 tahun. Pendidikan terakhir
yang ditempuh oleh Pak Kasil adalah SD. Pak Kasil sudah memiliki seorang
istri yang bernama Khomsiatun yang berumur 47 tahun yang pendidikan
terakhirnya SD dan bekerja sebagai petani di Kebun Arjuno. Pak Kasil dan
Bu Khomsiatun memiliki kedua anak yang bernama Muhammad Khomarudin
yang berusia 26 tahun yang bekerja sebagai petani di Kebun Arjuno ,
pendidikan terakhirnya SMP dan Adam Prabowo yang berusia 13 tahun.

Pekerjaan yang dilakukan oleh pak Kasil adalah sebagai kepala


kelompok tani di desa Sumberari, selain itu ia bekerja sebagai petani. Pak
Kasil berprofesi sebagai petani di desa Sumbersari sejak 15 tahun yang lalu,
dengan kata lain dia memulai pekerjaannya sebagai petani sejak tahun 2002.
Pak Kasil memulai profesinya sebagai petani dengan menanam tanaman
wortel yang didapat dari petani lain di lahan seluas 2500 m2 . Pada saat itu pak
Kasil merupakan salah satu petani golongan petani gurem, hal tersebut
berdasarkan pernyataan dari Soesastro (2005) yang menyatakan bahwa petani
yang mengusahakan kurang dari 0,5 hektar tanah termasuk golongan petani
gurem, kelas petani menengah mengusahakan 0,5-1 hektar tanah, sedangkan
kelas ‘petani luas’ mengusahakan lebih dari 1 hektar tanah.

Modal awal yang dikeluarkan oleh Pak Kasil adalah sebesar 1,5 juta.
Ketika sudah panen pak Kasil mendapatkan uang sebesar 3 juta yang hasil
panennya tersebut pada tengkulak. Berbeda dengan saat ini, Komoditas yang
dipilih oleh pak Kasil adalah kopi sebagai komoditas utama, dan sayuran
buncis, manisa, yang ditanam secara rotasi sebagai komoditas sampingan.

3
Setiap 4 bulan Pak Kasil mendapatkan keuntungan 7 juta dari penjualan
tanaman yang ia tanam.

Biasanya ketika masa panen banyak tengkulak yang datang ke lahan pak
Kasil untuk membeli hasil panen tersebut dan memanennya sendiri atas
persetujuan pak Kasil. Sebelum memanen lahan pak Kasil, tengkulak harus
bernegosiasi dengan pak Kasil terkait masalah harga dan izin dari pak Kasil.
Pak Kasil selalu memilih tengkulak yang sudah ia kenal dan alamat rumahnya
jelas sehingga mudah untuk dihubungi. Akan tetapi tidak semua tanaman
yang di ambil tengkulak, hasil panen ada yang di ambil untuk kebutuhan
sendiri ada yang dijual ke pasar. Masalah yang biasanya dihadapi oleh pak
Kasil adalah harga yang tidak stabil, terkadang hasil panennya dijual dengan
harga murah dan terkadang harga jual hasil panennya mahal.
2.2. Interaksi dan Proses Sosial

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain,


yaitu melalui interaksi untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Soekanto
(2012), Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis,
yang menyangkut hubungan antarindividu, antarkelompok manusia, serta
antara orang perorangan dan kelompok manusia. Proses sosial merupakan
hubungan timbal balik antar berbagai bidang kehidupan bersama. interaksi
sosial dapat dibagi menjadi 2 yaitu asosiatif dan disosiatif. Interaksi sosial
asosiatif adalah suatu hubungan manusia yang mempunyai akibat yang
positif, seperti kerja sama, asimilasi, akulturasi dan akomodasi. Sedangkan
interaksi sosial disosiatif sendiri adalah suatu hubungan manusia yang
mempunyai akibat cenderung negatif, seperti persaingan dan pertikaian. Pada
dasarnya interaksi sosial yang diharapkan menimbulkan akibat yang positif,
yang dapat membawa masyarakat ke dalam suatu keadaan yang saling
menguntungkan. Hakikat hidup bermasyarakat sendiri sebenarnya adalah
relasi-relasi yang mempertemukan mereka dalam usaha-usaha bersama dalam
aksi dan tindakan yang berbalas-balasan. Dalam bidang pertanian, tentu

4
sangat diperlukan adanya interaksi antarmasyarakat guna tercapainya
keuntungan dalam kegiatan budidaya tanaman yang dilakukan.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan Bapak Muhammad


Kasil selaku ketua Kelompok Tani Dusun Sumbersari, Desa tawangargo,
Kecamatan Karang Ploso sekaligus petani kopi di dusun setempat, diketahui
bahwa proses interaksi sosial yang paling menonjol dilakukan oleh petani di
dusun tersebut adalah dalam bentuk kerja sama. Kerja sama termasuk pada
proses sosial asosiatif. Kerja sama yang berlangsung meliputi kerja sama
dengan pihak Universitas Brawijaya (UB) selaku pemilik lahan, kerja sama
antarpetani setempat melalui kelompok tani yang dibentuk, serta bekerja
sama dengan pihak luar seperti pos daya untuk mengolah hasil pertanian dan
tengkulak untuk memasarkan hasil produksi pertanian.

UB merupakan pihak yang berperan sebagai pemilik lahan pertanian.


Dalam hal ini, masyarakat Dusun Sumbersari Desa Karang Ploso
menggunakan lahan UB untuk tempat tinggal dan bercocok tanam. Petani
setempat menanam tanaman tahunan berupa tanaman kopi di sela-sela pohon
pinus. Hasil budidaya kopi dijual ke pihak UB dengan harga yang telah
ditentukan oleh UB. Selain itu, petani setempat juga berkontribusi dalam
membantu kegiatan perkuliahan mahasiswa Fakultas Pertanian UB. Salah
satunya melalui kegiatan praktikum lapang yang dilaksanakan di dusun
setempat, misalnya petani berperan sebagai narasumber dalam kegiatan
wawancara petani yang dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosiologi Pertanian. Berdasarkan uraian tersebut terlihat adanya kerja sama
dalam bentuk kooptasi. Menurut Maryati (2001), kooptasi adalah proses
penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik
dalam organisasi demi kestabilan organisasi yang bersangkutan. Masyarakat
Dusun Sumbersari berperan sebagai penggarap lahan yang patuh pada
kebijakan UB. Selain itu, masyarakat juga dapat menanam tanaman semusim,
seperti tanaman yang dibudidayakan oleh Bapak M. Kasil yaitu labu siam,
wortel, dan buncis merah. Hasil produksi tanaman semusim dapat dijual pada

5
tengkulak. Ketika tiba waktu panen, petani setempat akan memberikan
informasi kepada kerabat ataupun teman mengenai produk pertanian yang
yang sedang dipanen. Dengan adanya informasi tersebut, para tengkulak akan
berdatangan ke Dusun Sumbersari untuk melakukan tawar-menawar secara
langsung dengan petani setempat. Berdasarkan pengakuan Bapak M. kasil,
biasanya petani dalam menjual hasil panennya mempertimbangkan nilai
kejujuran dan hubungan kekerabatan dengan tengkulak.

Kelompok tani yang dibentuk diaharapkan dapat menjadi wadah bagi


para petani mengembangkan potensi dalam budidaya pertanian. Namun,
kenyataannya peranan dari kelompok tani masih belum dapat direalisasikan
karena kelompok tani yang ada belum memiliki suatu kegiatan khusus dalam
kegiatan pertanian. Produksi pertanian berupa kopi tidak hanya dijual dalam
bentuk segar, melainkan juga dibuat olahan dalam bentuk biji kering. Alat
yang digunakan dalam mengolah hasil produksi kopi merupakan alat milik
Pos Daya yang merupakan bantuan pihak desa.
2.3. Komunitas Desa Pertanian

2.4. Aset Komunitas

Pada intinya pemberdayaan masyarakat itu berbicara mengenai cara


bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui
peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat tersebut. Apabila kita
melihat proses pemberdayaan masyarakat, maka tidak hanya berbicara
mengenai peningkatan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat tersebut.
Tetapi dalam hal ini penting juga melihat aset-aset yang ada di masyarakat.
Aset- aset yang ada di masyarakat juga penting untuk dikembangkan atau
dimaksimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adi
(2008:285-313) menjelaskan tentang aset komunitas sebagai aset yang
melekat dalam setiap masyarakat, yang kadangkala dapat menjadi kelebihan
suatu masyarakat. Tetapi disisi lain dapat merupakan kekurangan dari suatu

6
masyarakat yang harus diperbaiki ataupun dikembangkan. Dari sisi ini,
berbagai bentuk modal dalam masyarakat dapat dilihat sebagai suatu potensi
dalam masyarakat dan di sisi lain dapat pula diidentifikasi sebagai aspek yang
menjadi kelemahan masyarakat tersebut. Dalam suatu komunitas pasti
mempunyai aset yang merupakan kekayaan dari komunitas tersebut. Aset
komunitas yang melekat dalam masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Modal Manusia (Human Capital)

Modal ini mewakili unsur pengetahuan, perspektif, mentalitas, keahlian,


pendidikan, kemampuan kerja, dan kesehatan masyarakat yang berguna untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2. Modal Fisik (Physical Capital)

Modal ini mewakili unsur bangunan (seperti : perumahan, pasar, sekolah,


rumah sakit, dan sebagainya) dan infrastruktur dasar (seperti: jalan, jembatan,
jaringan air minum, jaringan telefon, dan sebagainya) yang merupakan sarana
yang membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

3. Modal Finansial (Financial Capital)

Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di


masyarakat (seperti penghasilan, tabungan, pendanaan reguler, pinjaman
modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, dan sebagainya) yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat.

7
4. Modal Teknologi (Technological Capital)

Modal ini mewakili sistem atau peranti lunak (software) yang melengkapi
modal fisik (seperti teknologi pengairan sawah, teknologi penyaringan air,
teknologi pangan, teknologi cetak jarak jauh dan berbagai teknologi lainnya)
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Modal Lingkungan (Environmental Capital)

Modal ini mewakili sumber daya alam dan sumber daya hayati yang
melingkupi suatu masyarakat.

6. Modal Sosial (Social Capital)

Modal ini mewakili sumber daya sosial (seperti jaringan sosial,


kepercayaan masyarakat, ikatan sosial, dan sebagainya) yang bermanfaat
untuk membantu masyarakat memunuhi kebutuhan hidupnya.

Selain itu, aset juga dijelaskan dalam meningkatkan sumber penghidupan


(livelihoods) masyarakat. Dalam hal ini, United Kingdom Departement for
International Development (DFID) mengidentifikasikan adanya 5 (lima) aset
dalam sumber penghidupan (livelihoods) (dalam Carney et.al, 1999), yaitu:

1. Aset Manusia

8
Keterampilan, pengetahuan, kemampuan untuk bekerja dan
pentingnya kesehatan yang baik agar mampu menerapkan strategi-
strategi dalam sumber penghidupan yang berbeda.

2. Aset Fisik

Infrastruktur dasar (transportasi, perumahan, air, energi, dan alat-alat


komunikasi) dan alat-alat produksi serta cara yang memampukan
masyarakat untuk meningkatkan sumber penghidupannya.

3. Aset Sosial

Sumber daya sosial (jaringan sosial, anggota kelompok, hubungan


dan kepercayaan, akses yang luas terhadap institusi sosial) untuk dapat
meningkatkan sumber penghidupan mereka.

4. Aset Finansial

Sumber-sumber keuangan yang digunakan oleh masyarakat (seperti


tabungan, pinjaman atau kredit, pengiriman uang, atau dana pensiun)
untuk dapat memilih sumber penghidupan yang cocok bagi mereka.

5. Aset Natural

9
Persediaan sumber-sumber alam (seperti tanah, air, biodiversifikasi,
sumber-sumber yang berasal dari lingkungan dan dapat digunakan dalam
sumber penghidupan masyarakat.

Unsur dalam modal sosial

Unsur-unsur modal sosial adalah: (1) Kepercayaan, tumbuhnya sikap


saling percaya antar individu dan antar institusi dalam masyarakat; (2)
Kohesivitas, adanya hubungan yang erat dan padu dalam membangun
solidaritas masyarakat; (3) Altruisme, paham yang mendahulukan
kepentingan orang lain; (4) Perasaan tidak egois dan tidak individualistik
yang meng-utamakan kepentingan umum dan orang lain di atas kepentingan
sendiri; (5) Gotong-royong, sikap empati dan perilaku yang mau menolong
orang lain dan bahu-membahu dalam melakukan berbagai upaya untuk
kepentingan bersama; dan (6) Jaringan, dan kolaborasi sosial, membangun
hubungan dan kerja sama antar individu dan antar institusi baik di dalam
komunitas sendiri/ kelompok maupun di luar komunitas/kelompok dalam
berbagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat.

Hasbullah (2006) dalam Inayah mengetengahkan enam unsur pokok


dalam modal sosial berdasarkan berbagai pengertian modal sosial yang telah
ada, yaitu:

1. Participation in a network. Kemampuan sekelompok orang untuk


melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial, melalui berbagai
variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas dasar prinsip
kesukarelaaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan
keadaban (civility). Kemampuan anggota kelompok atau anggota masyarakat
untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergis akan
sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial
suatu kelompok.

10
2. Reciprocity. Kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam
suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran terjadi
dalam suatu kombinasi jangka panjang dan jangka pendek dengan nuansa
altruism tanpa mengharapkan imbalan. Pada masyarakat dan kelompok-
kelompok sosial yang terbentuk yang memiliki bobot resiprositas kuat akan
melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi.
3. Trust. Suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-
hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak
dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Paling tidak, yang lain
tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1993).
Tindakan kolektif yang didasari saling percaya akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam berbagai bentuk dan dimensi terutama dalam konteks
kemajuan bersama. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk bersatu dan
memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.
4. Social norms. Sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti
oleh masyarakat dalam suatu entitas sosial tertentu. Aturan-aturan ini
biasanya ter-institusionalisasi, tidak tertulis tapi dipahami sebagai penentu
pola tingkah laku yang baik dalam konteks hubungan sosial sehingga ada
sangsi sosial yang diberikan jika melanggar. Norma sosial akan menentukan
kuatnya hubungan antar individu karena merangsang kohesifitas sosial yang
berdampak positif bagi perkembangan masyarakat. Oleh karenanya norma
sosial disebut sebagai salah satu modal sosial.
5. Values. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting
oleh anggota kelompok masyarakat. Nilai merupakan hal yang penting dalam
kebudaya-an, biasanya ia tumbuh dan berkembang dalam mendominasi
kehidupan kelompok masyarakat tertentu serta mempengaruhi aturan-aturan
bertindak dan berperilaku masyarakat yang pada akhirnya membentuk pola
cultural.
6. Proactive action. Keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak
saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan anggota
kelompok dalam suatu kegiatan masyarakat. Anggota kelompok melibatkan

11
diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya hubungan-hubungan
sosial dan menguntung-kan kelompok. Perilaku inisiatif dalam mencari
informasi berbagai pengalaman, memperkaya ide, pengetahuan, dan beragam
bentuk inisiatif lainnya baik oleh individu mapunvhvjh kelompok, merupakan
wujud modal sosial yang berguna dalam membangun masyarakat.

12
Bila diliihat dari berbagai sumber maka unsur modal sosial dapat
digambarkan seperti berikut. Formulasi unsur modal sosial Sugihantono
(2013) :

13
2.5. Kebudayaan dan Gender dalam Pertanian
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi bahwa profesi utama
Bapak Kasil yaitu sebagai petani dimana lahan pertanian milik Bapak Kasil
ini termasuk dalam pekarangan dengan komoditas yang ditanam yaitu
sayuran. Kebudayaan yang ada dan biasa dilakukan oleh masyarakat daerah
tersebut khususnya Bapak Kasil yaitu dengan penanaman secara monokultur
yang kemudian pada musim tanam berikutnya akan diganti dengan jenis
tanaman lainnya artinya terjadi rotasi tanam di lahan bapak Kasil tersebut.
Selain itu, Bapak Kasil juga menggunakan input seperti pupuk kimia dalam
menyuburkan tanah dan pestisida untuk mengurangi terjadinya kerusakan
tanaman akibat adanya serangan hama dan penyakit. Namun demikian,
penggunaan input kimia seperti pupuk dan pestisida kurang baik karena akan
menimbulkan dampak negatif bagi tanah dan lingkungan. Hal ini sesuai
pernyataan Suwardi (2002), bahwa pemakaian pupuk kimia yang berlebihan
tanpa dibarengi pupuk kompos ternyata memberikan efek samping
menurunkan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Tanah cenderung makin keras dan pH tanah menurun. Perbaikan teknologi
pembuatan pupuk kimia juga mempunyai dampak negatif dengan
menurunkan atau bahkan meniadakan kadar unsur-unsur mikro yang. Selain
itu, menurut Arif (2015), menyatakan bahwa dampak negatif yang mungkin
terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya :
1. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian
terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar
terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk
manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu
telah tercemar pestisida.
2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke
dalam sistem air .Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat
membunuh organisme air. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni
organisme kecil.
3. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap
takaran pestisida yang diterapkan.

14
Bapak Kasil pun menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia dan
pestisida kurang baik namun penggunaan input kimia tersebut dirasa lebih
cepat hasilnya bila dibandingkan dengan menggunakan cara lainnya.
Kegiatan-kegiatan seperti itulah yang selalu dilakukan Bapak Kasil selama
proses produksi sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai budaya yang
terus-menerus dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Inrevolzon
(2009), yang menyatakan bahwa culture atau budaya berasal dari kata Latin
colere yang berarti mengelola, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau
bertani dengan kebudayaan. Sehingga berkembanglah arti culture sebagai
segala daya dan aktivitas manusia untuk mengelolah dan mengubah alam.

Dalam hal mengerjakan kegitan pertanian Bapak Kasil dibantu oleh


Istrinya yang bernama Ibu Khamsiatun. Istri dari bapak Kasil ini membantu
dalam kegiatan di lahan namun hanya beberapa kegiatan saja Ibu Khamsiatun
membantu Bapak Kasil. Dengan pernyataan Bapak tersebut dapat diartikan
bahwa pekerjaan ibu di Lahan lebih ringan bila dibandingkan dengan Bapak
dan terjadi perbedaan kedudukan, peran serta hak antara laki-laki dan
perempuan. Menurut Tim PSG STAIN (2010), menyatakan bahwa adanya
perubahan yang cukup drastis yang dibawa oleh Revolusi Hijau mulai tahun
1960-an dimana sebelum periode tersebut, kedudukan dan posisi laki-laki dan
perempuan kurang lebih setara baik menyangkut kedudukan, peran, serta hak
dan kewajibannya. Namun seiring dengan diperkenalkannya penggunaan
teknologi maju di bidang pertanian memunculkannya terjadi diversifikasi
kerja yang cukup tajam antara laki-laki dan perempuan yang kemudian
memicu timbulnya perubahan kedudukan, peran, serta hak dan kewajibannya.
Perubahan inilah yang justru menimbulkan kesenjangan antara laki-laki dan
peremuan. Beban kerja perempuan hanya sedikit lebih ringan daripada laki-
laki namun akses dan haknya jauh berada dibawah laki-laki.
2.6. Pelapisan Sosial
Telah diketahui bahwa dasar pokok timbulnya sistem pelapisan dalam
masyarakat itu dikarenakan adanya sistem penilaian atau penghargaan
terhadap berbagai hal dalam masyarakat tersebut, berkenaan dengan potensi,

15
kapasitas atau kemampuan manusia yang tidak sama antara satu dengan yang
lain, orang akan melakukan apapun demi mendapatkan penghargaan. Dengan
sekuat tenaga baik melalui persaingan, bahkan tidak jarang ditemui ada yang
melalui kontak fisik yang berakhir dengan kekerasan. Dalam masyarakat
yang kompleks, agaknya tidak efektif lagi bila kekuasaan itu pada satu
tangan, kekuasaan pada keadaan ini mulai disebar pada individu-individu
sesuai dengan kemampuan, potensi, keterampilan dan pengalaman masing-
masing individu, hanya saja masih dibutuhkan koordinasi dalam satu tangan.
Proses yang pertama dalam pelapisan sosial itu terjadi karena tingkat umur
(age stratification), dalam sistem ini masing-masing anggotanya diuurutkan
berdasarkan tingkat umur yang dimana orang tertua lebih berhak dalam
mendapat prioritas suatu warisan dan kekuasaan. Ada keistimewaan dari
seorang anak sulung dimana dengan nilai-nilai sosial yang berlaku mereka
akan berhak mendapatkan haknya sebagai penguasa. Azas senioritas yang ada
dalam sistem pelapisan ini dijumpai pula dalam bidang pekerjaan, agaknya
ada hubungan yang erat antara usia seorang ketua dengan anggotanya. Ini
terjadi karena dalam organisasi tersebut pada asasnya anggota hanya dapat
memperoleh upah.
Walaupun tidak mutlak benar, faktor kepandaian atau kecerdasan
(intellegentsia) pada umumnya masih dipakai sebagai tolok ukur untuk
membedakan orang dengan orang lainnya, dikatakan tidak mutlak benar,
karena dalam penelitian modern ternyata faktor kecerdasan ini tidak sekedar
hanya bisa dibangkitkan, dikembangkan bahkan juga bisa ditingkatkan yaitu
dengan melalui latihan-latihan tertentu sehingga kedua belah bagian otak kiri
dan kanan terangsang untuk berfikir, kreatif secara benar. Faktor kepandaian
atau kecerdasan (Intellegentsia) seolah-olah memilah kelompok sekurangnya
menjadi dua, yaitu orang-orang yang dianggap mempunyai kepandaian yang
lebih dan orang-orang yang berkepandaian kurang. Kepandaian disini harus
dibedakan dengan keterampilan, ada orang pandai tetapi tidak terampil, ada
orang yang terampil tetapi tidak pandai, ada orang yang tidak pandai tetapi
tidak terampil dan yang paling baik adalah orang yang pandai tetapi juga
terampil. (Moeis, 2008).

16
Peran dan kedudukan pelapisan sosial petani dalam kegiatan pertanian di
Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang memiliki peran yang cukup besar dimana mayoritas masyarakat
sebgai petani sehingga mata pencaharian utama yaitu petani dalam memenuhi
kehidupan sehari-harinya. Salah satunya yaitu Muh. Kasil merupakan salah
satu petani yang masuk dalam golongan petani sedang dimana beliau
memiliki lahan seluas ¼ Ha lahan di belakang rumah (pekarangan) dengan
sistem monokultur. Bapak Kasil ini digolongkan dalam petani sedang
dikarenakan beliau memiliki lahan sedang dalam artianlahan yang tidak
begitu luas namun cukup ditanami tanaman budidaya dalam menunjang
kehidupan sehari-hari. Hasil panen yang didaptkan didistribusikan langsung
ke tengkulak. Dalam hal kegitanya ada perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan. Dimana bagian laki-laki bertugas dalam hal yang cukup berat
seperti pengolahan lahan, sedangkan perempuan membantu dalam kegiatan
yang lebih ringan dibandingkan dengan tugas laki-laki contohnya dalam hal
pemanenan. Dalam melakukan kegiatan pertanian ini perbedaan gender
sangat menonjol dikarenakan hal tersebut memang harus diperhatikan
sehingga ada keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Di Dusun
Sumbersari terdapat kelompok tani yang bernama Sumber Makmur. Dimana
kelompok tani ini diketuai oleh pak Kasil kemudian wakil ketua ada bapak
Agus, dibendaharai oleh bapak Ramaji dan di sekertarisi bapak Sumehi.
Sehingga untuk pelapisan sosial yang ada disana hanya berdasarkan golongan
petani sedang saja.
2.7. Kelompok dan Organisasi Sosial

Desa Sumbersari merupakan salah satu desa yang dijadikan sebagai


objek pengamatan untuk memperoleh informasi terkait kelompok dan
organisasi sosial yang ada di desa ini. Kelembagaan pertanian mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pengembangan pertanian berlanjut. Untuk
lebih mengenal kelembagaan yang terkait dalam bidang pertanian
dilakukanlah suatu studi kasus di desa Sumbersari kabupaten malang.
Kelompok tani merupakan kumpulan petani yang memiliki hubungan timbal

17
balik antar anggota petani yang saling mempengaruhi serta adanya rasa
kesatuan yang sama untuk saling tolong menolong dan peduli demi mencapai
tujuan yang sama. Menurut Purwanto (2007), kelompoktani adalah kumpulan
petani-nelayan yang didasarkan atas kesamaan, keserasian satu lingkungan
sosial budaya untuk mencapai tujuan yang sama.

Berdasarkan hasil wawancara bahwa di desa ini memiliki kelompok tani


yang bernama “Kelompok Tani Sumber Makmur”. Ketua dari kelompok tani
ini bernama bapak Muhammad Kasil yang merupakan narasumber dari
kelompok kami. Responden menjelaskan bahwa kelompok tani di desa ini
berfungsi sebagai kelas belajar dan wahana kerja sama. Kelas belajar yang
dimaksud ialah petani di desa ini saling bertukar informasi dan wadah belajar
mengajar bagi anggotanya untuk meningkatkan pengetahuan , keterampilan
dan serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani
sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta
kehidupannya yang lebih sejahtera. Selain itu berfungsi sebagai wahana kerja
sama yang dapat memperkuat kerja sama antar petani maupun dengan pihak
lain seperti penanggung jawab UB Forest untuk menjalin suatu kerja sama
yang saling menguntungkan. Kegiatan yang dilakukan kelompokan tani ini
seperti melihat-lihat lahan anggota dari kelompok untuk mengetahui kondisi
lahan, jika terdapat kerusakan lahan oleh hama maka akan dirundingkan
untuk mencari solusinya sekaligus dilakukan sharing pengetahuan maupun
tentang budidaya tanaman masing-masing anggota. Menurut Swastika dan
Hermanto (2011) , sebagai organisasi sosial masyarakat, kelompok tani
berfungsi sebagai wadah belajar-mengajar bagi anggotanya guna
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tumbuh dan
berkembangnya kemandirian dalam berusahatani dengan produktivitas yang
meningkat, pendapatan yang bertambah, dan kehidupan lebih sejahtera.
Selain itu, kelompok tani juga berfungsi sebagai wahana kerja sama diantara
sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani, serta dengan
pihak lain. Melalui kerja sama ini diharapkan usahataninya akan lebih efisien

18
serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan
gangguan.

Pak Kasil saat ini termasuk ketua dan anggota yang aktif karena
responden lebih aktif dalam melihat lahan kopi dan pinus yang ada di UB
forest meskipun beliau juga memiliki tanaman pekarangan yaitu sayuran-
sayuran yang ditanam disekitar pekaranga rumahnya, namun beliau tetap
memberikan perhatian yang sama antar kedua lahan yang berbeda tersebut
sebagai beban tanggung jawab yang dimilikinya. Beliau mengatakan manfaat
dari kelompok sosial tersebut menambah wawasan tentang pertanian.

Di desa sumbersari tidak terdapat kelompok wanita tani karena ibu-ibu


hanya menemani suami-suaminya untuk menghadiri acara kelompok tani
seperti menyediakan makanan dan minuman, serta tidak terdapat kelompok
sosial lainnya. Kelompok tani dapat berperan sebagai wadah sharing akan
masalah-masalah pertanian yang dihadapi dan mencari solusi akan
permasalahan yang terjadi. Menurut Swastika dan Hermanto (2011)
menyatakan bahwa, kelompok tani dibentuk oleh dan untuk petani, guna
mengatasi masalah bersama dalam usahatani serta menguatkan posisi tawar
petani, baik dalam pasar sarana maupun pasar produk pertanian. Kelompok
tani inilah pada dasarnya sebagai pelaku utama pembangunan pertanian di
perdesaan. Dalam hal ini keberadaan kelompok tani dapat memainkan peran
tunggal atau ganda, seperti penyediaan input usahatani (misalnya pupuk),
penyediaan modal (misalnya simpan pinjam), penyediaan air irigasi (kerja
sama dengan P3A), penyediaan informasi (penyuluhan melalui kelompok
tani), serta pemasaran hasil secara kolektif.

Dari penjelasan diatas dan hasil wawancara yang telah dilakukan


kelompok tani di desa ini termasuk kedalam organisasi sosial karena
kumpulan petani ini dibentuk oleh petani itu sendiri dan untuk petani itu
sendiri pula meskipun tidak memiliki badan hukum. Menurut Stephen
Robbins (dalam Sobirin, 2007:5), organisasi sosial dapat diartikan sebagai

19
perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sehingga
kelompok tani termasuk kedalam organisasi sosial masyarakat dengan tujuan
untuk mensejahterakan masyarakat itu sendiri terutama petani. Sesuai dengan
Pasal 298 ayat 5, UU Pemerintahan Daerah, belanja hibah dapat diberikan
kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, badan usaha milik negara,
atau BUMD dan atau badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia. Maka Kelompok Tani dan Gapoktan termasuk
dalam kategori ormas dan wajib untuk berbadan hukum (Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan, 2015).
2.8. Lembaga / Pranata Sosial

Manusia sebagai individu sosial saling melakukan interaksi untuk


memenuhi kebutuhannya. Individu-individu tersebut memiliki suatu nilai
yang kemudian terhimpun menjadi cita-cita masyarakat. Nilai-nilai yang
muncul tersebut pada akhirnya menciptakan suatu norma yang perlahan
menciptakan suatu sistem norma yang melembaga sehingga terjadi lembaga
sosial yang berinteraksi. Pada dasarnya setiap individu hidup di dalam suatu
lingkungan yang dikelilingi oleh lembaga-lembaga, yang berarti setiap
tindakan dan perilakunya senantiasa akan diatur menurut cara-cara tertentu
yang telah disepakati bersama (Santosa, 2009). Menurut Murdiyanto (2008)
kelembagaan yang terbentuk di masyarakat meruapakan salah satu cara dalam
memahami masyarakat secara utuh.

Lembaga sosial yang terbentuk di masyarakat memiliki pengertian suatu


sistem hubungan sosial yang terorganisir, meliputi nilai-nilai dan tata cara
yang dihayati bersama dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok
(Murdiyanto, 2008). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Soerjono Soekanto
(2000) dalam Murdiyanto (2008) menjelaskan bahwa lembaga sosial adalah
himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok di dalam masyarakat. Pendapat-pendapat tersebut

20
memunculkan suatu prmahamaman bahwa lembaga sosial adalah suatu sistem
hubungan sosial yang terdapat himpunan norma baik nilai-nilai dan tata cara
yang ada didalamnya yang dihayati bersama dalam memenuhi kebutuhan
pokok di dalam masyarakat.

Menurut Anderson dalam Murdiyanto (2008) hadirnya suatu lembaga


yang harus diperhatikan dan dikaji adalah proses pelembagaannya, yang
merupakan suatu proses terjadinya kelembagaan di dalam masyarakat yang
mengatur dan membina pola-pola prosedur disertai sanksi-sanksi dalam
masyarakat. Dalam proses pelembagaan atau pembentukan kelembagaan,
terjadi penyatuan struktur dan penyatuan pola kebudayaan yang membentuk
kelembagaan di dalam masyarakat. Proses pembentukan lembaga terjadi
secara bertahap, mulai dari tahap sederhana yang bersifat individu sampai
adat yang disepakati bersama. Kelembagaan yang terbentuk juga tersebar
baik di wilayah kota dan pedesaan, yang mana lembaga yang terbentuk di
pedesaan memiliki ikatan yang kuat. Lembaga di pedesaan memiliki fungsi
dalam memberikan pedoman, menjaga keutuhan dan memberikan pegangan
kepada masyarakat untuk mengendalikan kendali sosial yang terdiri atas
pengawasan sosial dan pengawasan masyarakat. Kelembagaan petani adalah
salah satu lembaga yang ada di pedesaan. Kelembagaan petani memiliki titik
strategis dalam menggerakkan sistem agribisnis yang ada di pedesaan atau
wilayah mereka, sehingga segala sumberdaya yang ada di pedesaan perlu
diarahkan dalam rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani
(kelompok tani) (Parma, 2014).

Di Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso,


kabupaten Malang petani disana sebagian besar bermata pencaharian sebagai
petani dan sebagian besar komoditas yang di tanam adalah tanaman kopi serta
sayuran. Petani di Dusun Sumbersari membentuk sebuah kelompok tani yang
bernama Sumber Makmur. Kelompok tani Sumber Makamur memiliki
struktur kelembagaan yang cukup jelas dengan diketuai oleh Pak Kasil dan
wakil ketua oleh Bapak Agus. Kelompok tani ini memiliki peran menjadi

21
penghubung antara lembaga terkait seperti pihak Universitas Brawijaya dan
Perhutani dengan para petani yang ada di Dusun Sumbersari. Hubungan
antara kelompok tani tersebut bersama Universitas Brawijaya dan perhutani
adalah timbulnya hubungan yang dapat saling membantu di antara keduanya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, kelompok tani Sumber Makmur
sering menjadi penghubung dan berdialog antara petani setempat bersama
perwakilan Universitas Brawijaya yang mana dialog di antara keduanya
menentukan langkah-langkah yang harus diambil dalam memanfaatkan lahan
yang ada di UB Forest. Langkah-langkah yang disepakati menimbulkan
adanya perjanjian. Selain dengan Universitas Brawijaya masyarakat juga
pernah berdialog bersama pihak Perhutani yang mana dialog-dialog tersebut
menghasilkan bahwa pohon pinus yang ada di UB Forest tidak boleh ditebang
dan hasilnya adalah miliki perhutani, sementara petani dapat menanam
tanaman sayuran atau tanaman yang lain tepat di bawah pohon tersebut dan
hasilnya merupakan miliki mereka.
2.9. Perubahan Sosial Petani

Berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan Bapak


Muhammad Kasil didapatkan informasi mengenai kehidupan sosial
masyarakat Dusun Sumbersari. Sumbersari merupakan sebuah Dusun yang
terletak di kaki gunung Arjuno yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai
petani. Petani di daerah ini lebih banyak melakukkan pertanian dengan pola
tanaman tumpangsari dimana tanaman utama seperti pinus, kopi akan
ditumbang sarikan dengan berbagai komoditas hortikultura seperti wortel dan
bunga kol. Sistem pertanian di sumbersari merupakan sistem bagi hasil,
dimana lahan yang digarap oleh warga merupakan milik perhutani sebelum
tahun 2016. Sistem ini mengharuskan petani menjual hasil tanaman utama
seperti hasil getah pinus kepada perhutani dengan harga yang ditentukan oleh
pihak perhutani dan hanya memperbolehkan petani menjual komoditas
hortikultura yang meraka tanaman dibawah tanaman pinus ataupun kopi.
Kerja sama antara warga dan perhutani hanya sebatas penjualan hasil kebun
saja. Menurut Bapak Muhammad Kasil,”Kerja sama yang dilakukan warga

22
dan perhutani tidak ada manfaat yang dirasakan oleh para warga Sumbersari”.
Selama 15 tahun Bapak Muhammad Kasil berkerja sama dengan perhutani
tidak sekalipun perhutani memberikan informasi atau penyuluhan kepada
petani mengenai hal-hal yang menyangkut pertanian.

Kerja sama warga Sumbersari dengan Perhutani berakhir pada tahun


2016 dengan diambil alihnya lahan yang dulu digunakan kerjasma antara
warga Sumbersari dengan Perhutani kepihak Universitas Brawijaya.
Bergantinya kepengelolaan ini mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam kerja sama ini masyarakat hanya harus menjual hasil panen kopinya
kepada pihak Universitas Brawijaya dengan sistem bagi hasil. Dalam kerja
sama ini dibentuk juga kelompok tani Sumber Makmur yang dimana dalam
kelompok tani ini mengelola hasil panen kopi sebelum dijual ke Universitas
Brawijaya. Kelompok tani ini berguna untuk masyarakat sebgai sarana tukar
informasi masalah pertanian. Selain informasi yang didapat dari sesame
anggota, masyarakat mendapatkan informasi dari pihak Universitas
Brawijaya yang rutin dating menemui warga. Banyaknyanya mahasiswa
Universitas Brawijaya yang sering belajar disana juga menambhan informasi
bagi masyarakat desa. Kerjasma ini juga akan memberikan informasi ataupun
penyuluhan kepada petani kedepannya. Dalam kerja sama ini petani juga
dapat memanfaatkan hasil kopi tersebut untuk kebutuhan warga. Salah satu
contoh pemanfaatan hasil kopi ini yaitu diukanya warung kopi yang dikelola
oleh akarang taruna desa untuk pemanfaatan hasil kopi. manfaat lain dri kerja
sama ini yaitu lebih dikenalnya produk kopi dari gunung Arjuno khususnya
kopi Sumbersari secara luas.

Mulai diambil alihnya kepengelolaan lahan kerja sama ini


mengakibatkan perubahan sosial yang terjadi di Sumbersari. Perubahan sosial
ialah perubahan dalam pola organisasi sosial, dari bagian-bagian kelompok
didalam suatu masyarakat, atau dari masyarakat keseluruhan (Syafari dan
Kandung, 2011). Perubahan dalam masyarakat merupakan salah satu ciri
dinamisasi dalam masyarakat tersebut. Perubahan secara fisik relatif lebih

23
mudah dipahami dan dilihat secara nyata, namun tidak demikian halnya
dengan perubahan sosial. Perubahan sosial merupakan suatu perubahan
dalam sistem sosial yang ada dalam masyarakat. Sistem sosial dalam
masyarakat senantiasa akan berkembang dan mengalami perubahan sesuai
dengan tingkat perkembangan masyarakatnya. Menurut Murdiyanto (2008)
perubahan sosial memiliki 2 dimensi, yaitu perubahan dalam :

1. Pola Budaya
Dimensi perubahan sosial pola budaya meliputi cara berfikir,
nilai, norma, pengetahuan, kesenian, sarana benda-benda. Hal ini
terjadi pada masyarakat Sumbersari yang dimana setelah pengelolaan
diambil oleh pihak Universitas Brawijaya cara berfikir masyarakat
mulai berubah dengan adanya tukar informasi menegenai pertanian
antara warga dengan masyarakat Universitas Brawijaya. dari hal ini
dapat menambah pengetahuan dari masyarakat tentang bagaimana
cara yang baik mengelola pertanian mereka.
2. Struktur Sosial

Dimensi Perubahan sosial struktur sosial meliputi organisasi


sosial, sistem pelapisan, pembagian kekuasaan, sistem hubungan antar
warga masyarakat. Perubahan struktur sosil Sumbersari ditandai
dengan pemebentukan kelompok tani Sumber Makmur oleh pihak
Universitas Brawijaya. kelompok tani Sumber Makmur mempunyai
susunan organisasi dimana terdapat ketua kelompok tani, wakil ketua
kelompok tani, sekertaris, bendahara, dan anggota kelompok tani.
Dengan adanya kelompok tani ini masyarakat mampu bertukar
informasi dan mendapatkan banyak informasi dari para anggota
maupun dari civitas akademik dan mahasiswa Universitas Brawijaya
yang rutin berkunjung dan bertukar pengetahuan kepada masyarakat
Sumbersari.

24
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah didapat di lapang dan pembahasan


sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa
poin sebagai berikut :

1) Petani di Dusun Sumbersari berdasarkan wawancara dengan narasumber


Bapak Kasil memiliki permasalahan pada harga yang tidak stabil, hasil
panen dijual dengan harga murah dan harga jual hasil panen yang mahal.
2) Interaksi dan proses sosial yang terjadi adalah kerja sama antara
kelompok tani Sumber Makmur dengan Universitas Brawijaya.
3) Kelompok tani Sumber Makmur memiliki aset sosial berupa modal
manusia yang meliputi pengetahuan serta keterampilan dalam
berbudidaya, modal fisik berupa unsur bangunan dan infrastruktur, modal
finansial berupa biaya modal yang dibutuhkan dalam berbudidaya, modal
teknologi, modal lingkungan, dan modal sosial.
4) Budaya yang ada di Dusun Sumbersari adalah masih adanya proses
budidaya secara monokultur serta peran seorang wanita yang membantu
dalam bertani.
5) Di Dusun Sumbersari laki-laki bertugas dalam hal yang cukup berat
seperti pengolahan lahan, sedangkan perempuan membantu dalam
kegiatan yang lebih ringan dibandingkan dengan tugas laki-laki
contohnya dalam hal pemanenan.
6) Terjadi perubahan sosial petani di Dusun Sumbersari semenjak bekerja
sama bersama Universitas Brawijaya dan masyarakat merasakan
manfaatnya secara langsung.
3.2 Saran

25
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sobirin. 2007. Budidaya Organisasi (Pengertian, makna dan aplikasinya


dalam kehidupan Organisasi). Yogyakarta : UPP,STIM YKPN.

Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan


Intervensi Komunitas : Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
https://acakadul.wordpress.com/2010/04/23/pemberdayaan-masyarakat-
berbasis-aset/. Diakses 26 Maret 2017.
Arif, Adiba. 2015. Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Penggunaan Pestisida
Lingkungan. JF FIK UINAM. Vol.3, No.4. Hal 134 – 143.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2015. Artikel Bidang BinaUsaha dan
Penyuluhan Pertanian. http://pertanian.malangkota.go.id/2015/11/19/uu-
no-23-tahun-2014-tentang-pemerintah-daerah-juga-mengatur-tentang-
kewajuban-memiliki-badan-hukum-bagi-ormas-penerima-bantuan-hibah-
dari-pemerintah/. Diakses tanggal 26 Mei 2017.

Hasbullah, J. 2006. Sosial Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia


Indonesia. Jakarta : MR-Unired Press.
https://www.academia.edu/11227636/modal_sosial_petani_dalam_kelompo
k. Diakses 26 Maret 2017.

Inrevolzon. 2009. Kebudayaan Dan Peradaban. Publisher. Hal 25 - 34.

Maryati, K. dan Suryawati, J. 2001. Sosiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Moeis, Syarief. 2008. Struktur Sosial : Stratifikasi Sosial. Bandung : Jurusan


Pendidikan Sejarah. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia.

Murdiyanto, Eko. 2008. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta : UPN Veteran


Yogyakarta Press.

Purwanto. 2007. Membangun ekonomi Pertanian. Bogor : Institut Pertanian


Bogor.

26
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Rajawali Pers.

Soesastro, Hadi. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia


dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta : Kanisius.

Suwardi. 2002. Prospek Pemanfaatan Mineral Zeolit di Bidang Pertanian. J.


ZEOLIT INDONESIA Vol.1, No.1. Hal 5 – 12.

Swastika dan Hermanto. 2011. Penguatan Kelompok Tani : Langkah Awal


Peningkatan Kesejahteraan Petani. Bogor : Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.

Syafari, Agus dan Kandung, S. N. 2011. Perubahan Sosial Sebuah Bunga


Rampai. FISIP Untirta : Banten.

Tim PSG STAIN. 2010. Peran Perempuan Di Sektor Pertanian (Studi Perempuan
Petani Tebu Kec. Sragi Pekalongan). J. MUZAWAH. Vol. 2, No. 1. Hal 215
– 224.

27
LAMPIRAN

28

Anda mungkin juga menyukai