Anda di halaman 1dari 17

Tugas Makalah

DIMENSI SOSIAL BUDAYA LINGKUNGAN


PERTANIAN DAN PERLADANGAN
Dalam Mata Kuliah

SOSIOLOGI ANTROPOLOGI LINGKUNGAN

Dosen Mata Kuliah

Prof. Dr. Hamka Naping, MA

ADE WIRA RIYANTIKA PUTRA


P032222014

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Maha Esa karena atas
berkah, rahmat, hidayah, dan karunia yang diberikan sehingga Makalah yang
berjudul “Dimensi Sosial Budaya Lingkungan Pertanian dan Perladangan” ini
dapat terselesaikan dengan baik untuk memenuhi tugas mata kuliah
walaupun masih banyak kekurangan didalamnya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Mata
Kuliah Antropologi lingkungan dan teman-teman yang mengambil mata kuliah
ini karena telah berkontribusi dalam memberikan arahan dan masukan
kepada penulis mengenai beberapa kegiatan dan gambaran dimensi sosial
budaya yang ada di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Karena referensi yang sangat terbatas dan penulis tidak
melakukan kontak langsung dengan masyarakat yang bersangkutan .Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat penulis perlukan demi perbaikan untuk
penulisan-penulisan kedepannya. Selain itu, penulis berharap dapat
memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkannya.

PENULIS

ADE WIRA RIYANTIKA PUTRA

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..............................................................................................................1
ISI ................................................................................................................................... 3
A. Sosial dan Budaya.........................................................................................................3
B. Lingkungan ...................................................................................................................4
1. Pertanian ..................................................................................................................4
2. Perladangan .............................................................................................................5
C. Sosial Budaya Dalam Suatu Lingkungan .......................................................................5
1. Masyarakat Pertanian ..............................................................................................6
2. Masyarakat Perladangan ..........................................................................................6
D. Karakteristik Sosial Budaya Pertanian dan Perladangan ..............................................6
1. Masyarakat Pertanian ..............................................................................................6
2. Masyarakat Perladangan ..........................................................................................8
E. Perbedaan Masyarakat Pertanian dan Masyarakat Perladangan ...............................11
1. Sistem Pengolahan Lahan...........................................................................................11
2. Penggunaan Peralatan Dalam Mengolah Lahan .........................................................11
3. Pemanfaatan Dalam Penggunaan Lahan ....................................................................12
4. Hasil............................................................................................................................12
PENUTUP ...................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................................................14
B. Saran ..........................................................................................................................14

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang hidup dalam
lingkup budayanya (culture area) masing-masing. Budaya yang beraneka ragam ini
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk (plural
societies) yakni masyarakat yang tersusun dan terbagi ke dalam sub sistem yang
berdiri sendiri serta terkait dalam ikatan yang bersifat primordial (primordial ties).
Kemajemukan masyarakat Indonesia itu di tandai oleh adanya kelompok bangsa
(ethnic group) yang mempunyai cara-cara hidup (tradisi) atau kebudayaan yang
berlaku dalam masyarak:at suku bangsanya sendiri-sendiri.
Setiap suku bangsa memiliki tatanan sendiri yang menyangkut pengaturan
dalam kelompoknya yaitu sebagai norma yang dipegang bersama (held norm).
Norma-norma yang dimak:sud adalah seperti budaya tradisi kelompok suku yang
senantiasa diimplikasikan dalam kehidupan kelompoknya masing-masing. Misalnya
adalah penuturan (term of addres), ritus perkawinan, bercocok tanam dan bahkan
dalam segala aspek kehidupan kelompoknya terdapat norma-norma yang mengatur
dan berlaku luas dalam kelompok itu.
Disamping itu, kondisi masyarakat yang bukan lagi terisolir berdasarkan
kawasan atau teritori dimana individu telah dapat bergaul dan berbaur dengan
individu lainny~ telah pula menciptakan hubungan antara etnis yang berbeda
kebudayaannya yang secara tidak langsung telah membentuk atau menciptakan
akulturasi (aculturation) antar etnik yang berbeda itu. Hal ini telah mendorong
teijadinya perubahan-perubahan (changes) dalam masyarakat, baik yang
menyangkut tatanan hidup dan budaya tradisi sebagai tuntutan terhadap norma
hidup yang universal.
Perubahan-perubahan dalam masyarakat itu dapat mengenai nilai-nilai sosial
(social value), norma-norma sosial (social norm), pola-pola prilaku (pattern of

1
behavior), susunan lembaga kemasyarakatan (social institution), lapisan-lapisan
dalam masyarakat (social stratification), dan kekuasaan atau wewenang (autority). Y
akni sebagai dampak persentuhan antar etnik yang berbeda untuk mencari harmoni
dan integrasi antar kelompok maupun teijadinya perubahan sosial (social change)
yang tak dapat dihempang perkembangannya
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting
dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam
sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan
dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar
masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara
telah menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian lahan
pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang strategis untuk tetap
memelihara industri pertanian primer dalam kapasitas penyediaan pangan, dalam
kaitannya untuk mencegah kerugian sosial ekonomi dalam jangka panjang
mengingat sifat multi fungsi lahan pertanian.
Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang
dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung
sejak dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan
pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang
berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak
dibuat.
Ladang berpindah atau dikenal juga dengan perladangan bergilir (Shifting
Cultivation) merupakan suatu bentuk sistem pertanian tradisional yang telah
dipraktekan sejak zaman purba Sebelum Masehi dan telah lama dipraktekkan di
beberapa Daerah di Indonesia antara lain Kalimantan, Sulawesi, Papua, Sumatera,
Banten dan Jawa Barat.
Ladang bergilir ini dilakukan secara turun temurun berdasarkan pengalamam
masyarakat tradisional dalam membuka lahan, mengolah lahan dan bercocok tanam
hingga panen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini sangat erat kaitannya
dengan tradisi budaya masyarakat tersebut dan kegiatan ladang berpindah ini masih
dilakukan di beberapa Daerah pedalaman di Indonesia.

2
ISI

A. Sosial dan Budaya


Pengertian sosial berasal dari bahasa inggris yaitu society asal kata socius yang
berarti kawan. Selanjutnya yang dimaksud dengan sosial adalah segala sesuatu
mengenai masyarakat dan kemasyarakatan. Sedangkan menurut Soedjono
Soekanto, bahwa yang dimaksud dengan sosial adalah prestise secara umum dari
seseorang dalam masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
sosial adalah halhal yang berkenaan dengan masyarakat atau sifat-sifat
kemasyarakatan yang memperhatikan kepentingan umum.
Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”, yakni bentuk
jamak dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang bersangkutan
dengan akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi.
Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.1 Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat
atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.2 Budaya adalah
suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Secara antropologi, sosial budaya digambarkan tentang bagaimana perilaku


manusia dengan konteks sosial budayanya. Menurut Supardan (2008) berpendapat
bahwa masyarakat dilihat dari sudut pandang bagaimana hubungan antar manusia
dan proses-proses sosial yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat
yang memiliki pranata sosial budaya. Masyarakat juga pada dasarnya selalu hidup

3
didalam suatu lingkungan yang serba berpranata. Hal yang sama dikatakan oleh
Narwoko dan Suyatno (2011), segala tindak tanduk atau perilaku manusia
senantiasa akan diatur menurut cara-cara tertentu yang sudah disepakati bersama
(Sinaga, 2016).

B. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari dan
memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik
dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang
memiliki peranan yang lebih kompleks dan rill.
Lingkungan hidup menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan
ruang yang terdiri dari benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk didalamnya
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan
kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dapat dikatakan lingkungan
merupakan suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari penghidupannya,
dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik
dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang
memiliki peranan yang lebih kompleks dan rill.

1. Pertanian
Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada
proses pertumbuhan dari tumbuhan-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti
sempit dinamakan pertanian rakyat. Sedangkan pertanian dalam artian luas
meliputi pertanian dalam arti sempit, kehutanan, peternakan, perkebunan, dan
perikanan. Secara garis besar pengertian pertanian dapat diringkas menjadi
empat komponen yang tidak terpisahkan. Keempat komponen tersebut meliputi
proses produksi, petani atau pengusaha petani, tanah tempat usaha dan usaha
pertanian ( Soetriono et al, 2006).
Hendrik (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa partisipasi petani
dalam pengelolaan lingkungan pertanian seperti melakukan pengolahan tanah
konservasi, menggunakan pupuk organik, melakukan rotasi tanaman,

4
memanfaatkan sisa tanaman sebagai penutup tanah, keterlibatan dalam
penanaman pohon dan partisipasi dalam kegiatan berwawasan lingkungan
tergolong rendah-sedang 88,03% yang terdiri dari 33,33% tergolong pada tingkat
partisipasi rendah, dan 54,70% tergolong pada tingkat partisipasi kategori
sedang, sedangkan yang tergolong pada tingkat partisipasi tinggi hanya 11,97%.
Selanjutnya, Waha et al (2018), menemukan bahwa rumah tangga dengan
keragaman pertanian yang lebih tinggi cenderung lebih berhasil dalam
memenuhi kebutuhan konsumsi mereka daripada rumah tangga dengan
keragaman yang lebih rendah, terlepas dari ukuran lahan, kepemilikan ternak,
dan pendapatan di luar pertanian. Namun, ketersediaan pangan pada skala
rumah tangga hanya meningkat hingga tingkat keanekaragaman tertentu.
Dengan demikian, sistem pertanian yang lebih beragam dapat berkontribusi
pada ketahanan pangan rumah tangga.

2. Perladangan
Perladangan didefinisikan sebagai sistem pertanian yang bercocok tanam
berpindah-pindah dari satu bidang tanah atau ladang ke bidang tanah yang lain
ditandai dengan pembukaan lahan melalui penebangan dan pembakaran, dan
kemudian menanami lahan dengan cara yang tidak berkelanjutan. Pendapatan
utama dari perladangan umumnya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarga petani, tetapi sebagian juga dijual ke pasar. Istilah
perladangan biasanya digunakan di daerah teropis.

C. Sosial Budaya Dalam Suatu Lingkungan


Sosial budaya lingkungan terdiri dari pola interaksi antara budaya, teknologi dan
organisasi sosial termasuk di dalamnya jumlah penduduk dan perilakunya yang
terdapat dalam lingkungan spasial tertentu. sosial budaya lingkungan merupakan
lingkungan hidup manusia yang melakukan interaksi dengan sesamanya, tidak
lepas dengan lingkungan alam, banyak kerusakan lingkungan alam akibat interaksi
antara manusia yang negative.
Benetuk interaksi sosial yang dapat disaksika dalam kehidupan sehari-hari
hanya dua kelompok besar yaitu bentuk interaksi bersifat asosiasif dan yang bersifat

5
disosiasif. Bentuk asosiasif adalah interaksi sosial yang cenderung menimbulkan
dampak untuk saling bekerjasama, saling menghargai dan saling memberi dan
menerima. Adapun bentuk disosiasif menimbulkan persaingan, pertentangan dan
pertikaian.

1. Masyarakat Pertanian
Dilihat dari segi fisik, lingkungan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu
pemukiman yang semua bangunkan dengan berbagai macam tipe dan strukturnya,
yang dgunakan untuk proses produksi bidang pertanian. Bangunan yang dimaksud
untuk produksi tanaman pertanian (rumah kaca, hidroponik , dan sebagainya),
produksi ternak (kandang dan sebagainya), bangunan untuk penyimpanan dan
penanganan pasca panen (gudang pertanian dan sebagainya), bangunan untuk
menyimpan alat dan mesin pertanian, perbengkelan, serta bangunan pertanian
lainnya

2. Masyarakat Perladangan
Pertanian ladang merupakan jenis usaha pertanian yang memanfaatkan
lahan kering, artinya dalam pengolahan tidak memerlukan banyak air,
dipraktekkan terutama oleh masyarakat tradisional, masyarakat adat, suku-suku
pedalaman, masyarakat di wilayah terpencil, pegunungan dan perbatasan hutan
yang disebut endogenous people. Peladang dari masyarakat terpencil umumnya
perupakan petani subsisten dengan penghidupan yang sederhana yang sering
dikategorikan sebagai petani miskin. Pertanian ladang ada dua jenis berikut ini:
pertanian ladang berpindah atau bergilir dan pertanian ladang tetap

D. Karakteristik Sosial Budaya Pertanian dan Perladangan

1. Masyarakat Pertanian
Masyarakat agraris atau petani adalah masyarakat yang melakukan kegiatan
ekonomi dan memenuhinya dengan bekerja di bidang pertanian. Adapun
karakteristik dari masyarakat pertanian yaitu :

6
a. Memiliki IKatan Kekeluargaan Yang Erat
Masyarakat agraris dikenal memiliki ikatan kekeluargaan yang erat dan
memiliki kesadaran untuk saling bahu-membahu dan saling membantu satu
sama lain. Sikap saling menghargai dan rasa tanggung jawab yang besar juga
menjadi ciri dari kelompok masyarakat agraris. Tanggung jawab itu berkaitan
dengan terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

b. Budaya Gotong Royong


Ikatan kekeluargaan yang tumbuh dalam masyarakat agraris membentuk
budaya gotong royong dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat agraris biasa melakukannya selalu ada unsur gotong
royong yang kental. Hal tersebut bisa dilihat dari proses-proses pembangunan
infrastruktur di daerah tersebut, misalnya pembangunan jalan, jembatan, atau
gotong royong ketika ada bencana alam di daerah tempat tinggalnya. Gotong
royong enggak hanya berhenti pada kepentingan umum tapi juga bisa diterapkan
untuk kepentingan pribadi anggota masyarakat. Misalnya ketika ada rumah yang
rusak, warga yang sakit, acara pernikahan, orang akan melahirkan, atau
mengurus upacara kematian.

c. Bergantung Pada Pertanian


Ciri yang paling menonjol dari masyarakat agraris tentunya berhubungan
dengan mata pencahariannya yang berkaitan dengan bidang pertanian.
Masyarakat agraris adalah masyarakat yang mengandalkan kegiatan produksi
dan jasa dalam sektor pertanian sebagai mata pencahariannya.

d. Kebanyakan Usaha Milik Keluarga


Masyarakat agraris diketahui memiliki hubungan erat dengan tanah dan air
yang terhubung dengan kedudukan sosialnya. Usaha tani biasanya bersifat
subsisten (turun temurun secara keluarga) yang menjadi dasar dari kepemilikan
produksi, konsumsi, dan kehidupan sosialnya. Seseorang yang memiliki latar
belakang usaha pertanian yang maju biasanya akan memiliki kedudukan sosial
yang tinggi di mata masyarakat. Usaha tani keluarga juga mengacu pada

7
kecenderungan para petani untuk mencukupi kebutuhan keluarganya terlebih
dulu sebelum memproses atau menjual sisanya ke luar. Namun kalau petani
yang enggak memiliki usaha taninya sendiri, mereka akan menjual jasa
pertanian dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari upah jasa yang dilakukannya.

e. Menempati Kawasan Yang Subur


Masyarakat agraris biasanya menempati lokasi atau kawasan yang subur.
Hal ini berkaitan dengan betapa pentingnya lahan subur untuk menumbuhkan
tanaman dan mengembangbiakkan hewan-hewan pertanian.

f. Pandai Dalam Urusan Irigasi dan Pandai Dalam Pembuatan Alat


Pertanian
Masyarakat agraris biasanya mahir mengurus sistem pengairan, dan mereka
bisa membuat sistem irigasi dari sumber mata air alami atau sungai yang ada di
dekat lokasi lahan pertaniannya. Irigasi itu berguna untuk mengairi lahan juga
menjadi sumber air yang digunakan untuk peternakannya. bSistem pengairan
juga penting untuk mencegah terjadinya longsor utamanya di lereng-lereng
pertanian yang memiliki tingkat kemiringan tinggi. Selain mahir dalam urusan
irigasi, masyarakat agraris juga mahir membuat dan menggunakan alat-alat
pertanian. Bahkan, mereka juga bisa memproduksi sendiri alat-alat yang
diperlukan untuk mendukung kegiatan pertanian yang mereka lakukan.
2. Masyarakat Perladangan
Banyak ahli yang berpendapat mengenai sistem peladangan, meski antropolog
Amerika Serikat, Harold Conklin, menyatakan bahwa peladangan tidak banyak
dibahas dalam literatur karena umumnya pencirian peladangan dikonotasikan
dengan istilah yang negatif.Geografer Prancis, Pierre Gourou, secara garis besar
menjelaskan empat ciri peladangan yaitu:

1. Dijalankan di tanah tropis yang gersang;


2. Berupa teknik pertanian dasar tanpa menggunakan alat-alat, kecuali kapak;
3. Diusahakan di lahan dengan kepadatan penduduk rendah; dan
4. Memiliki tingkat konsumsi hasil yang rendah

8
Sedangkan menurut geografer asal Amerika Serikat, Karl Josef Pelzer, beberapa
karakteristik peladangan ditandai dengan tidak adanya pembajakan lahan,
sedikitnya tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak
menggunakan tenaga hewan ataupun pemupukan, dan tidak adanya konsep
kepemilikan tanah pribadi. Sementara menurut geografer, E. H. G. Dobby,
perladangan merupakan "tahapan istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu
sampai pada bercocok tanam yang menetap".
Di sisi lain, Clifford Geertz, seorang antropolog Amerika Serikat, menyatakan
bahwa ekosistem peladangan meniru keadaan alam sekitar, yang dicirikan secara
sistemis dengan:
1. Ekosistem meniru keadaan hutan tropis dalam artian tingkat generalisasi
yang dicapainya. Ekosistem generalisasi (generalized ecosystem) yang
dimaksud yaitu suatu ekosistem yang terdapat beragam spesies sehingga
energi yang dihasilkan oleh sistem itu dibagikan di antara berbagai spesies
yang jumlahnya relatif besar, masing-masing dengan individu yang
jumlahnya relatif kecil. Sebaliknya, kalau sistem itu adalah sistem dengan
jumlah spesies yang relatif kecil, masing-masing dengan individu yang
jumlah relatif lebih besar, maka disebut dengan ekosistem khusus
(spesialized ecosystem). Secara lebih teknik dapat dikatakan kalau
perbandingan antara jumlah spesies dengan jumlah organisme dalam
komunitas biotik disebut dengan indeks diversitas maka ekosistem umum
adalah suatu ekosistem yang bercirikan suatu komunitas dengan indeks
diversitas tinggi. Sementara, ekosostem khusus bercirikan komunitas dengan
indeks diversitas yang rendah.
2. Perbandingan kuantitas zat makanan yang tersimpan dalam bentuk-bentuk
yang hidup (yaitu komunitas biotik) dengan zat makanan yang tersimpan di
dalam tanah (yaitu substratum fisis) pada kedua ekosistem itu sangat tinggi.
Meskipun seperti hutan tropis yang terdapat banyak variasi, pada umumnya
tanah tropis itu secara ekstensif menjadi laterit. Oleh karena curah hujan di
sebagian besar kawasan tropis yang lembap dan banyak turun hujan serta
jauh lebih besar daripada penguapan, cukup banyak air murni yang hangat

9
merembas ke dalam bumi. Hal ini semacam proses pelarutan (leaching
process) yang efeknya menghanyutkan basa dan silijat yang mudah larut,
dan meninggalkan campuran oksida besi dan lempung yang stabil.
3. Arsitekturnya umumnya yang keduanya sama-sama berstruktur "pelindung"
(closedcover). Di ladang, daun-daun dari tanaman yang ditanam tentu saja
jauh lebih rendah, tetapi daun yang berdekatan ini tetap terlihat seperti
payung. Hal itu terjadi sebagian karena tanaman tidak ditanaman secara
berbanjar dan terbuka, melainkan karena struktur botani yang rapat, padat,
dan berserakan tidak teratur. Sebagian lain dari hal itu dikarenakan
penanaman semak dan pohon-pohonan yang beraneka ragam (kelapa,
pinang, nangka, pisang, pepaya, dan sekarang di kawasan yang lebih
komersial: karet, lada, dan kopi, dan sebagian lagi karena ada beberapa
batang pohon yang tidak ditebang. Dengan cara yang demikian, tanah tidak
terkena air hujan dan panas matahari secara berlebihan. Bagaimanapun
juga, penyiangan merupakan pekerjaan yang melelahkan karena mataharai
yang sampai ke lantai ladang dapat ditekan pada tingkat yang jauh lebih
rendah daripada sistem pertanian terbuka (open field).

10
E. Perbedaan Masyarakat Pertanian dan Masyarakat Perladangan
Perbedaan masyarakat yang berprofesi sebagai Petani dan Petani ladang
sangatlah kontras dimana perbedaan tersebut dapatlah dilihat pada karakteristik dari
Pertanian dan Karakteristik Perladangan, namun yang paling jelas perbedaan dari
keduanya yaitu dijelaskan pada sub-bab ini yang mana perbedaan dari Masyarakat
Pertanian dan Masyarakat perladangan yaitu :

1. Sistem Pengolahan Lahan


• Masyarakat Pertanian : Masyarakat yang berprovesi sebagai petani dalam
pengolahan lahan sangatlah maju sebab mengikuti perkembangan zaman
dimana masyarakat pertanian memikirkan dampak yang akan ditimbulkan
kemudian hari dalam pengolahan lahan tersebut, sebab masyarakat
berprovesi petani dalam mengelola lahan telah memilih kondisi lahan yang
sesuai denga apa yang akan mereka tanam. Secara umum masyarakat
pertanian menganut system gotong royong sehingga rasa kebersamaan
terbangun dalam suatu lingkungan itu.
• Masyarakat Perladangan : Berbeda dengan masyarakat petani, masyarakat
yang berprovesi sebagai petani ladang dalam hal pengelolaan lahan bisa
dikatakan cukup tertinggal sebab tidak memikirkan dampak Panjang saat
melakukan pembukaan lahan, hal ini disebabkan karena masyarakat yag
berprovesi sebagai petani ladang tidak tinggal disatu tempat melaikan
berpindah tempat sesuai dengan kondisi lahan yang akan digunakan yang
dapat dilihat dari prises pembukaan lahan dengan metode penebangan liar
atau pembakaran lahan. Secara umum masyarakat petani ladang menganut
system individu atau kelompok kecil (keluarga) sebab pemukiman yang
mereka tempati memiliki populasi masyarakat yang sedikit.

2. Penggunaan Peralatan Dalam Mengolah Lahan


• Masyarakat Pertanian : Sama halnya dalam penggunaan peralat,
masyarakat pertanian bisa dikatan modern sebab dalam pengelolaan lahan
mengikuti perkembangan zaman yang memudahkan dalam pengolahan
lahan sehingga mendukung kemajuan dan meningkatkan hasil produk tani.

11
Peralatan yang mereka gunakan pun ada kepilikan individu maupun milik
kelompok.
• Masyarakat Perladangan : Pada masyarakat perladangan ini berbanding
terbalik dengan masyarakat pertanian, sebab penggunaan peralatan dalam
pengolahan lahan asih secara tradisional, ini diseabkan juga selain lokasi
mereka dalam pengolahan lahan ladang yang pedalaman ini juga berkaitan
dengan cara mereka dalam mengelola lahan yang tidak menetap pada satu
tempat sehingga ini juga mempengaruhi hasil dari pengolahan lahan sebab
cara dan peralatan yang mereka guakan masih secara tradisional.

3. Pemanfaatan Dalam Penggunaan Lahan


• Masyarakat Pertanian : Dalam hal pengolahan lahan, masyarakat pertanian
memanfaatkan lahan yang subur dan mudah diakses sehingga memudahkan
dalam pengolahannya. Disamping itu lahan yang dikelola biasanya
kebanyakan lahan keluarga atau turun temurun sehingga lebih
dikembangkan luaskan untuk menambah lahan mereka.
• Masyarakat Perladangan : Berbeda hal dengan masyarakat pertanian,
masyarakat petani ladang memanfaatkan lahan kosong untuk bertani ladang.
Selain itu mereka biasanya tidak melihat tingkat kesuburan lahan melainkan
lahan tersebut apa dapat digunakan atau tidak, selain tidak meilihat
kesuburan petani ladang juga memilih lokasi lahan yang tidak mudah
diakses.

4. Hasil
• Masyarakat Pertanian : Dari aspek hasil, masyarakat pertanian memiliki
hasil yang lebih sehingga selain digunakan untuk kebutuhan sehari-hari hasil
yang didapatkan dari pengolahan lahan juga dapat dijual sehingga dapat
menunjang perekonomian keluarga, yang mana hasil tersebut sejalan
dengan pengolahan lahan yang dikelolah sebab lahan yang dikelola sangat
luas.
• Masyarakat Perladangan : Berbeda dengan masyarakat pertanian,
masyarakat petani ladang berbanding terbalik sebab dalam mengelola lahan

12
mereka hanya memikirkan untuk dapat dinikmati pribadi sehingga hasil yang
mereka dapatkan tidak dapat menunjang perekonomian keluarga karena
lahan yang mereka Kelola juga sangat terbatas.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada makalah ini membahas mengenai system kebudayaan yang ada pada
masyarakat Pertanian dan masyarakat Perladangan, dimana masyarakat pertanian
lebih baik dalam social budaya dari pada masyarakat yang berprofesi sebagai petani
ladang. Selain aspek social dari aspek ekonomi juga masyarakat yang berprofesi
sebagai petani lebih unggul dari pada masyarakat yang berprofesi sebagai petani
ladang. Namun dari aspek kerusakan yang diakibatkan oleh aktifitas kedua profesi
ini masyarakat perladangan lebih menimbulkan dampak yang lebih besar

B. Saran
Perlunya pemberian pemahaman mengenai dampak yang ditimbulkan akibat
aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat pertanian ladang sehingga mengurangi
kerusakan lingkungan yang menjadi tempat pembukaan lahan dan membuat
pertanian lebih maju dan berkembang sehingga hasil yang didapatkan juga tidak
semata hanya kepentingan keluarga.

14

Anda mungkin juga menyukai