Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ANDI MULAHAERA M.

NIM : 2013026050

KELAS : B2.1 KLINIS 2020

MATA KULIAH : PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

TUGAS PENDAHULUAN

1. Jelaskan perbedaan antara floakulasi dan deflokulasi.


Jawab :
Flokulasi dan deflokulasi adalah peristiwa memisahnya (mengendapnya fase
terdisper) antara fase terdisper dan fase pendisper terjadi dalam rentang waktu
yang berbeda. Dimana pada flokulasi terpisahnya dua fase tersebut lebih cepat
dibandingkan dengan deflokulasi. Namun, endapan dari flokulasi dapat
didispersikan kembali sedangkan endapan deflokulasi tidak karena telah
terbentuk caking, hal ini disebabkan oleh ukuran partikel pada suspensi yang
terdeflokulasi sangat kecil, hingga membentuk ikatan antar partikel yang erat
dan padat. Kecenderungan partikel untuk terflokulasi tergantung pada
kekuatan tarikan dan penolakan diantara partikel. Bila penolakan cukup kuat,
partikel-partikel tetap terdipersi dan bila tidak, maka akan terjadi koagulasi.
Misalnya : suspensi partikel-partikel tanah liat bila ditambah NaCl dalam
jumlah yang semakin besar maka kekuatan penolakan semakin berkurang dan
akhirnya kekuatan penolakan tersebut tidak bisa lagi melawan kekuatan tarikan
London ( Van Der Waals ) sehingga system terflokulasi. Kecepatan
sedimentasi dan flokulasi suspensi dipengaruhi oleh : Ukuran partikel,
Interaksi partikel, BJ partikel dan medium, Kekentalan fase kontinyu
(Ratnasari, 2019).
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan potensial zeta.
Jawab :
Zeta potential merupakan parameter muatan listrik antara partikel koloid.
Semakin besar nilai zeta potensial maka akan semakin mencegah terjadinya
flokulasi. Pengurangan nilai zeta potensial akan memungkinkan partikel untuk
saling tarik-menarik dan terjadi flokulasi. Koloid dengan nilai zeta potensial
yang tinggi (negatif atau positif) yang elektrik stabil sementara koloid dengan
nilai zeta potensial rendah cenderung mengental atau terflokulasi. Idealnya,
muatan potensial zeta partikel harus lebih tinggi daripada medium pendispersi
untuk mencegah agregasi. (Juliantoni, dkk, 2020).
3. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan wetting agent dan sebutkan contohnya
(minimal 5).
Jawab :
Agen pembasah (wetting agent) didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai aktifitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat
menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara – cairan dan
cairan – cairan yang terdapat dalam suatu sistem. Kemampuannya menurunkan
tegangan permukaan menjadi hal yang menarik karena agent pembasah
memiliki keajaiban struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa yang
berbeda polaritasnya (Yuniarsih, 2017).
Contoh dari weeting agent :
1. Alkohol Fungsi alkohol dalam sediaan Obat kumur: Untuk menambah
kelarutan minyak wangi dan campuran organik lainnya, yang kelarutannya
kurang dalam air.
2. Surfaktan Surfaktan (Surface Active Agent) yang berarti bahan aktif
permukaan. Surfaktan merupakan bahan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan
3. Anionik, yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion,
contohnya Alkyl benzene Sulfonate (ABS), Linear Alkyl Sulfonate (LAS),
Alpha Olein Sulfonate (AOS) Kationik yaitu surfaktan yang bagian
alkilnya terikat pada suatu kation, contohnya garam ammonium
4. Pewarna Pewarna digunakan untuk menambah daya tarik dari suatu
sediaan obat. Umumnya digunakan zat warna yang berhubungan dengan
pemberi rasa yang digunakan dan tidak mengganggu kemanjuran terapi
produk
5. Pemanis Pemberi rasa dimaksudkan untuk menutupi rasa obat yang tidak
diinginkan. Pemanis digunakan untuk memberikan rasa manis pada suatu
sediaan obat. Bahan pemanis biasanya atau tidak selamanya digunakan
dalam obat kumur. Pemanis terbagi 2 (dua) yaitu pemanis alami seperti
sukrosa, manitol, glyserin, caramel, sorbitol, dan pemanis buatan (sintetik)
seperti sodium sakarin dan sodium siklamat.
(Yuniarsih, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Juliantoni, Y., Hajrin, W., & Subaidah, W. A. (2020). Nanoparticle Formula


Optimization of Juwet Seeds Extract (Syzygium cumini) using
Simplex Lattice Design Method. Jurnal Biologi Tropis, 20(3), 416-
422.

Ratnasari, L. (2019). Konsep Flokulasi dan Deflokulasi dalam Sediaan


Farmasi. Majalah Farmasetika, 4(3), 87-91.

Yuniarsih, N. (2017). Perlukah Kita Menggunakan Obat Kumur?. Majalah


Farmasetika, 2(4), 14-17.

Anda mungkin juga menyukai