Anda di halaman 1dari 11

SOAL KASUS KEP.

JIWA
POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

Hari/tanggal : Sabtu, 28 Maret 2020

Nama : ELFIN THU MAGHFIRAH

NIM : 20191660138

Prodi : S1 Keperawatan Progsus B-15

KASUS
Ny. A usia 28 tahun datang ke poli jiwa dengan keluhan sering tidak bisa tidur pada malam hari,
sering mengalami mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa dan tzunami yang
menyebabkan kematian seluruh keluarganya yang terjadi 6 bulan setelah pasca bencana, pasien
juga merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah rata dengan tanah. pasien
juga sering mengeluh nyeri kepala, mual bahkan sampai muntah, sering gemetar dan nadi
meningkat saat teringat peristiwa tersebut. pasien juga mulai membanding bandingkan dengan
orang lain "kenapa bencana ini menyebabkan keluarga saya meninggal semua, padahal saya
selalu rajin beribadah, sedang teman saya yang tidak pernah beribadah selalu berbuat maksiat
seluruh keluarganya selamat dari bencana, Tuhan tidak adil" pasien juga mengatakan sering
linglung, tidak bisa konsentrasi dan sering kesasar saat melakukan perjalanan. pasien sangat
bersalah "seandainya saat bencana tersebut dia di rumah pasti bisa menyelamatkan keluarganya"
pasien juga pernah mencoba mengakhiri hidupnya.

Pertanyaan
1. Pasien mengalami PTSD akut ataukah kronis? jelaskan disertai bukti sesuai dengan
kasus di atas!
Jawab: Pasien mengalami PTSD kronis, karena pasien mengalami kejadian traumatik PTSD
yang muncul lebih dari 3 bulan pasca trauma. Berdasarkan bukti kasus diatas yaitu pasien tidak
bisa tidur pada malam hari, sering mengalami mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa
dan tzunami yang menyebabkan kematian seluruh keluarganya yang terjadi 6 bulan setelah pasca
bencana.
2. Penyebab PTSD pada pasien diatas adalah?
Jawab: Penyebab PTSD pada kasus pasien diatas adalah trauma oleh karena bencana yaitu
bencana alam karena pasien sering mengalami mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa
dan tzunami yang menyebabkan kematian seluruh keluarganya, pasien merasa ketakutan dan
histeris saat melewati rumahnya yang telah rata dengan tanah, pasien juga mulai membanding
bandingkan dengan orang lain "kenapa bencana ini menyebabkan keluarga saya meninggal
semua, padahal saya selalu rajin beribadah, sedang teman saya yang tidak pernah beribadah
selalu berbuat maksiat seluruh keluarganya selamat dari bencana, Tuhan tidak adil".
3. Secara teori biologis penyebab PTSD pada pasien di atas terjadi Abnormalitas
penyimpanan pelepasan dan eliminasi katekolamin pada bagian otak apa saja dan jelaskan
prosesnya ?
Jawab: Berdasarkan teori biologis, abnormalitas dalam penyimpanan, pelepasan, dan eliminasi
katekolamin yang memengaruhi fungsi otak di daerah lokus seruleus, amigdala dan hipokampus.
Hipersensitivitas pada lokus seruleus dapat menyebabkan seseorang tidak dapat belajar.
Amigdala sebagai penyimpan memori. Hipokampus menimbulkan koheren naratif serta lokasi
waktu dan ruang. Hiperaktivitas dalam amigdala dapat menghambat otak membuat hubungan
perasaan dalam memorinya sehingga menyebabkan memori disimpan dalam bentuk mimpi
buruk, kilas balik, dan gejala-gejala fisik lain.
4. Pada kasus di atas, pasien mengalami fase respon tingkah laku terhadap kejadian
traumatik berupa?
Jawab: Berdasarkan kasus diatas pasien mengalami fase respon tingkah laku terhadap kejadian
traumatik berupa fase kekecewaan (berakhir 2 bulan-1 tahun) karena timbul kekecewaan pada
pasien dan frustasi berupa pasien merasa sangat bersalah "seandainya saat bencana tersebut dia
di rumah pasti bisa menyelamatkan keluarganya" dan benci sera membandingkan dengan orang
lain yaitu pasien juga mulai membanding bandingkan dengan orang lain "kenapa bencana ini
menyebabkan keluarga saya meninggal semua, padahal saya selalu rajin beribadah, sedang
teman saya yang tidak pernah beribadah selalu berbuat maksiat seluruh keluarganya selamat dari
bencana, Tuhan tidak adil".
5. Kelompokan tanda dan gejala PTSD pada pasien diatas?
Jawab:
1. Pengulangan pengalaman trauma
a. Selalu teringat peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami: Pasien sering mengalami
mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa dan tzunami yang menyebabkan kematian
seluruh keluarganya yang terjadi 6 bulan setelah pasca bencana.
b. Flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang lagi): Pasien juga
merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah rata dengan tanah
c. Nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuat dia sedih): Pasien
sering tidak bisa tidur pada malam hari dan sering mengalami mimpi buruk berupa kembali ke
kejadian gempa dan tzunami yang menyebabkan kematian seluruh keluarganya sehingga
pasien sering gemetar dan nadi meningkat saat teringat peristiwa tersebut.
2. Penghindaran dan emosional yang dangkal berupa kehilangan minat terhadap semua hal yaitu
pasien juga pernah mencoba mengakhiri hidupnya.
3. Perasaan asing dari orang lain
- Pasien sering tidak bisa tidur pada malam hari karena sering mengalami mimpi buruk berupa
kembali ke kejadian gempa dan tzunami yang menyebabkan kematian seluruh keluarganya.
- Pasien juga merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah rata dengan
tanah.
- Pasien tidak bisa konsentrasi dan sering kesasar saat melakukan perjalanan
4. Gejala gangguan fisik
- Pasien sering tidak bisa tidur pada malam hari.
- Pasien juga sering mengeluh nyeri kepala, mual bahkan sampai muntah.
5. Gangguan kognitif
- Pasien juga mengatakan sering linglung.
- Pasien tidak bisa konsentrasi dan sering kesasar saat melakukan perjalanan.
- Pasien mengalami mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa dan tzunami yang
menyebabkan kematian seluruh keluarganya.
- Pasien juga merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah rata dengan
tanah
6. Gangguan emosi
- Pasien mengalami mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa dan tzunami yang
menyebabkan kematian seluruh keluarganya.
- Pasien juga merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah rata dengan
tanah.
- Pasien marah sehingga mulai membanding bandingkan dengan orang lain "kenapa bencana
ini menyebabkan keluarga saya meninggal semua, padahal saya selalu rajin beribadah,
sedang teman saya yang tidak pernah beribadah selalu berbuat maksiat seluruh keluarganya
selamat dari bencana, Tuhan tidak adil".
- Pasien merasa sangat bersalah "seandainya saat bencana tersebut dia di rumah pasti bisa
menyelamatkan keluarganya".
6. Yang di dapatkan gejala gangguan aktivitas dan istirahat pada hasil pengkajian kasus
diatas
Jawab:
- Pasien sering tidak bisa tidur pada malam hari.
- Pasien sering mengalami mimpi buruk berupa kembali ke kejadian gempa dan tzunami
yang menyebabkan kematian seluruh keluarganya yang terjadi 6 bulan setelah pasca
bencana.
7. Yang di dapatkan gejala gangguan sirkulasi pada hasil pengkajian kasus diatas adalah
Jawab: Nadi meningkat saat teringat peristiwa tersebut.
8. Gangguan integritas ego yang didapatkan dari hasil pengkajian pada kasus diatas
adalah
Jawab:
- Pasien mengalami PTSD kronis yaitu kejadian gempa dan tzunami yang menyebabkan
kematian seluruh keluarganya yang terjadi 6 bulan setelah pasca bencana.
- Pasien mengalami perasaan sangat bersalah "seandainya saat bencana tersebut dia di
rumah pasti bisa menyelamatkan keluarganya".
9. Gangguan neurosensori yang didapatkan dari hasil pengkajian pada kasus di atas
adalah
Jawab:
- Pasien juga merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah rata
dengan tanah.
- Pasien sering gemetar.
- Pasien juga mulai membanding bandingkan dengan orang lain "kenapa bencana ini
menyebabkan keluarga saya meninggal semua, padahal saya selalu rajin beribadah,
sedang teman saya yang tidak pernah beribadah selalu berbuat maksiat seluruh
keluarganya selamat dari bencana, Tuhan tidak adil".
- Pasien juga mengatakan sering linglung, tidak bisa konsentrasi dan sering kesasar saat
melakukan perjalanan.
10. gangguan ketidaknyamanan yang didapat dari hasil pengkajian pada kasus diatas
adalah?
Jawab: Pasien juga pernah mencoba mengakhiri hidupnya.
11. Sebutkan dan tuliskan masalah keperawatan yang muncul pada kasus diatas disertai
dengan data ?
Jawab: Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
Data Mayor Subjektik: pasien mengatakan sering linglung, tidak bisa konsentrasi dan sering
kesasar saat melakukan perjalanan, pasien merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya
yang telah rata dengan tanah.
Data Mayor Objektif: pasien tidak bisa tidur pada malam hari, pasien sering gemetar saat
teringat peristiwa tersebut.
Data Minor Subjektif: pasien sering mengeluh nyeri kepala, mual bahkan sampai muntah.
Data Minor Objektif: pasien terlihat gemetar dan nadi meningkat saat teringat peristiwa
tersebut.
2. Ketidakberdayaan
Data Mayor Subjektif: pasien juga mulai membanding bandingkan dengan orang lain "kenapa
bencana ini menyebabkan keluarga saya meninggal semua, padahal saya selalu rajin beribadah,
sedang teman saya yang tidak pernah beribadah selalu berbuat maksiat seluruh keluarganya
selamat dari bencana, Tuhan tidak adil" selain itu pasien merasa sangat bersalah "seandainya saat
bencana tersebut dia di rumah pasti bisa menyelamatkan keluarganya".
Data Minor Subjektif: pasien pernah mencoba mengakhiri hidupnya.
3. Risiko Bunuh Diri
Kondisi klinis: Pasien mengalami PTSD kronis, karena pasien mengalami kejadian traumatik
PTSD 6 bulan setelah pasca bencana.
4. Berduka
Data Mayor Subjektif: pasien mulai membanding bandingkan dengan orang lain "kenapa
bencana ini menyebabkan keluarga saya meninggal semua, padahal saya selalu rajin beribadah,
sedang teman saya yang tidak pernah beribadah selalu berbuat maksiat seluruh keluarganya
selamat dari bencana, Tuhan tidak adil", pasien sangat bersalah "seandainya saat bencana
tersebut dia di rumah pasti bisa menyelamatkan keluarganya" sehingga pasien pernah mencoba
mengakhiri hidupnya.
Data Mayor Objektif: pasien sering linglung, tidak bisa konsentrasi dan sering kesasar saat
melakukan perjalanan,
Data Minor Subjektif: pasien tidak bisa tidur pada malam hari dan sering mengalami mimpi
buruk berupa kembali ke kejadian gempa dan tzunami yang menyebabkan kematian seluruh
keluarganya yang terjadi 6 bulan setelah pasca bencana.
Data Minor Objektif: pasien merasa ketakutan dan histeris saat melewati rumahnya yang telah
rata dengan tanah. pasien terlihat gemetar saat teringat peristiwa tersebut.
12. Sebutkan intervensi dari masing masing masalah yang muncul dari masalah
keperawatan pada kasus diatas disertai dengan rasional tindakan
Diagnosa Intervensi
Ansietas 1. Reduksi Ansietas
Observasi
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu,
stressor)
R/ dengan identifikasi tingkat ansietas kita dapat mengetahui
kapan ansietas itu terjadi
b. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal
R/ dengan verbal dan non verbal kita bisa mengetahui tanda-tanda
ansietas
Terapeutik
a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
b. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
Edukasi
a. Ajurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
b. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antisietas
2. Terapi Relaksasi
Observasi
Periksa frekuensi nadi
Terapeutik
a. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahyaan dan suhu ruang nyaman
b. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia yaitu musik dan meditasi
b. Anjurkan mengambil posisi nyaman
c. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
d. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
Ketidakberdayaan 1. Promosi Harapan
Observasi
Identifikasi harapan pasien dalam pencapaian hidup
Terapeutik
a. Sadarkan bahwa kondisi yang dialami memiliki nilai penting
b. Pandu mengingat kembali kenangan yang menyenangkan
Edukasi
Anjurkan mengungkapkan perasaan terhadap kondisi dengan
realistis
2. Promosi Koping
Observasi
Identifikasi kemampuan yang dimiliki
Terapeutik
a. Diskusikan konsekuensi tidak menggunakan rasa bersalah
b. Motivasi terlibat dalam kegiatan sosial
c. Dampingi saat berduka
Edukasi
a. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
b. Latih penggunaan teknik relaksasi
Risiko Bunuh Diri 1. Manajemen Mood
Observasi
a. Identifikasi mood
b. Identifikasi risiko keselamatan diri atau orang lain
c. Monitor fungsi kognitif

Terapeutik
Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan dengan cara
yang tepat
Edukasi
a. Jelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya
b. Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan dan rehabilitasi
Kolaborasi
Rujuk untuk psikoterapi
2. Pencegahan Bunuh Diri
Observasi
Identifikasi risiko bunuh diri
Edukasi
a. Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang
lain
b. Anjurkan menggunakan sumber pendukung
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat antisietas atau antipsikotik
b. Rujuk ke pelayanan kesehatan mental
Berduka 1. Dukungan Proses Berduka
Observasi
a. Identifikasi kehilangan yang dihadapi
b. Identifikasi proses berduka yang dialami
c. Identifikasi sifat keterikatan pada orang yang meninggal
Terapeutik
a. Tunjukkan sikap menerima dan empati
b. Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
Edukasi
a. Jelaskan pada pasien bahwa sikap marah adalah wajar dalam
menghadapi kehilangan
b. Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan
c. Anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
d. Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap
2. Dukungan Emosional
Observasi
Identifikasi fungsi marah, frustasi bagi pasien
Terapeutik
a. Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah atau sedih
b. Buat pernyataan suportif atau empati selama fase berduka
c. Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan dengan
merangkul
d. Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas
Edukasi
a. Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah
b. Anjurkan mengungkapkan perasaan ansietas, marah dan sedih
Kolaborasi
Rujuk untuk konseling
13. Carilah jurnal tentang terapi yang tepat untuk kasus PTSD disertai dengan hasil
critical appraisal.
Jawab:
Pengaruh Cognitive Behavior Therapy terhadap Post Traumatic Stress
Disorder Akibat Kekerasan pada Anak

Analisa data dilakukan secara sistematis menggunakan pendekatan simplified approach. Hasil
pencarian artikel yang membahas selain penggunaan CBT dalam penanganan PTSD akibat
kekerasan pada anak melalui e-resources Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yaitu
EBSCO 8 artikel, PubMed 11 artikel, dan Springer Link 475 artikel. Terdapat kata kunci dalam
menemukan artikel yaitu posttraumatic stress disorder, child abuse, cognitive behavior therapy
dan treatment. Peneliti menggunakan “AND” sebagai Boolean operator. Penggunaan boolean
operator “AND” bertujuan untuk mengkombinasikan konsep dan aspek yang ber-beda sebagai
kata kunci pencarian sehingga mempersempit dokumen yang akan didapat.
Critical Appraisal
Critical appraisal/telaah kritis menggunakan JBI Critical Appraisal for Experimental Studies
yang masuk dalam kriteria inklusi berjumlah tujuh artikel. Pembahasan masing-masing artikel
dapat dilihat pada Tabel.
Author, Title, Journal Method Design Results
Dorsey, S., Pullmann, M. RCT Meta-analisis menunjukkan
D., Berliner, L., bahwa tiga atau lebih sesi
Koschmann, E., McKay, CBT mengakibatkan
M., & Deblinger, E. (2014). beberapa perbaikan klinis.
Engaging foster parents in Dalam pemberian kondisi
treatment: a randomized Engagement dihadiri
trial of supplementing setidaknya empat sesi,
trauma-focused cognitive parisipan lebih menerima
behavioral therapy with dosis aktif TF-CBT,
evidence-based engagement dibandingkan dengan
strategies. Child Abuse remaja dalam kondisi
Negl, 38(9): 1508–1520. Standard (96,0% vs 72,7%).
doi:10.1016/j.chiabu.2014.0 Remaja dalam kondisi
3.020. Engagement secara
signifikan lebih kecil
kemungkinannya untuk
memiliki akhir pengobatan
dini, dan jika mereka
melakukan pengobatan
akhir yang terjadi prematur,
mereka dipertahankan
selama dengan sesi lebih
daripada mereka dalam
kondisi standar. Untuk
sampel gabungan,
mengabaikan di kedua
kondisi, anak-anak yang
menerima setidaknya empat
sesi TF-CBT memiliki
penurunan yang signifikan
dalam PTS dan gejala
emosional dan perilaku
lainnya, yang
mencerminkan hasil positif
dalam studi TF-CBT
sebelumnya.
Deblinger, E., Mannarino, Experi-mental Study Mixed-Model ANCOVAs
A. P., Cohen, J. A., menunjukkan bahwa
Runyon, M. K., & Steer, R. perbaikan pasca-perawatan
A. (2011). Trauma-focused yang signifikan telah terjadi
cognitive behavioral sehubungan dengan 14
therapy for chil-dren: ukuran hasil di semua
impact of the trauma kondisi. Signifikan
narrative and treat-ment perbedaan efek utama dan
length. Depression & interaktif yang ditemukan di
Anxiety (1091-4269), 28(1), kondisi berhubungan
67-75. dengan hasil yang
doi:10.1002/da.20744 spesifik.Hasil penilaian
PTSD, anak-anak yang
menerima 16 sesi yang
dinilai memiliki gejala yang
lebih sedikit dari
reexperiencing dan
penghindaran pada
posttreatment dari pada
mereka yang menerima 8
sesi. Namun, rata-rata
perbedaan disesuaikan
antara kelompok pada 8 dan
16 minggu untuk re-
experiencing dan
menghindari sub-skala
diwakili pengurangan hanya
satu gejala PTSD jika
perbedaan rata-rata yang
disesuaikan untuk kedua
skala yang dijumlahkan.
Pada keseluruhan hasil
menunjukkan bahwa untuk
anak-anak berusia 4-11
dengan riwayat CSA dan
orang tua bukan pelaku
kekerasan, TF-CBT efektif
dalam meningkatkan
spektrum yang luas dari
afektif dan perilaku fungsi
serta pengasuhan dan
keterampilan keselamatan
pribadi anak.
Scheeringa, M. S., Weems, RCT Temuan awal menunjukkan
C. F., Cohen, J. A., Amaya- bahwa TF-CBT layak dan
Jackson, L., & Guthrie, D. lebih efektif dan bemanfaat
(2011). Trauma-focused untuk mengurangi gejala
cognitive-behavioral beberapa gangguan
therapy for posttraumatic komorbiditas. Hasil
stress disorder in three- penelitian menunjukkan
through six year-old bahwa pada anak 3-6 tahun
children: a randomized yang menerima pengobatan
clinical trial. Journal of TF-CBT (kelompok TI)
Child Psychology & lebih efektif dalam
Psychiatry, 52(8), 853-860. mengurangi gejala PTSD
doi:10.1111/j.1469- daripada periode yang sama
7610.2010.02354.x dari kelompok tunggu yang
digunakan untuk
mengontrol perjalanan
waktu (kelompok WL). TF-
CBT efektif untuk
mendukung penyelesaian
tugas sekitar 80-90%,
dengan tingkat penyelesaian
sering relatif lebih tinggi
untuk anak-anak.
Nixon, R. D. V., Sterk, J., RCT Analisis menunjukkan
& Pearce, A. (2012). A bahwa intervensi secara
randomized trial of signifikan mengurangi
cognitive behaviour therapy keparahan PTSD, depresi,
and cognitive therapy for dan kecemasan umum. Pada
children with posttraumatic pasca-perawatan 65% CBT
stress disorder following dan 56% pada kelompok
single-incident trauma. J CT tidak lagi memenuhi
Abnorm Child Psychol, kriteria untuk PTSD. Gejala
327–337. depresi pada orang tua,
http://doi.org/10.1007/s108 trauma pada anak diyakini
02-011-9566-7 berpengaruh terhadap hasil
CBT
Webb, C., Hayes, A., RCT Piecewise hierarchical
Grasso, D., Laurenceau, P., linear modeling
& Deblinger, E. (2014). mnunjukkan bahwa gejala
Trauma-focused cognitive PTSD menurun secara
behavioral therapy for signifikan ssetelah enam
youth: effec-tiveness in a bulan dilakukan CBT
community setting. Psychol (pretreatment, 3 bulan,
Trau-ma, 6(5): 555–562. penilaian 6 bulan). Akan
doi:10.1037/a0037364. lebih efektif bila
dipertahankan selama 6
bulan berikutnya (6, 9, dan
12 bulan). Gejala- gejala
eksternalisasi meningkat
sedikit selama masa tindak
lanjut, tapi perubahan ini
secara statistik tidak
signifikan.
Salloum, A., Robst, J., Experi-mental Study (Pilot Stepped Care TF-CBT
Scheeringa, M. S., Co-hen, Study) dapat memberikan metode
J. A., Wang, W., Murphy, alternatif pada evidence
T. K., Tolin, D. F., & based, biaya relatif lebih
Storch, E. A. (2014). Step efektif untuk terapi pada
one within stepped care anak setelah mengalami
trauma-focused cognitive trauma. Sejumlah, 55,6% -i
behav-ioral therapy for 83,3% sampel merespons
young children : A pilot Stepped Care merasa puas
study. Child Psychiatry dengan hasil pengobatan.
Hum Dev, 65–77. Terdapat 83,3% responden
http://doi.org/10.1007/s105 menyatakan efek
78-013-0378-6 kesembuhannya terhadap
therapi yg dijalani sesuai
harapan, merasa nyaman
menjalani terapi, dan biaya
terapi dirasakan wajar.
Diehle, J., Opmeer, B. C., RCT/ Prospective Penerapan TF-CBT dan
Boer, F., A. P. Man-narino., Randomized Openlabel EMDR dalam praktek klinis
& Lindauer, R. J. L. (2015). Blinded Endpoint (PROBE) dalam setiap kondisi
Trauma-focused cognitive trial dilakukan secara individua
behavioral therapy or eye pada anak dengan diagnosis
movement desensitization PTSD. Perbedaan dalam
and reprocessing : what pelaksanaan praktis TF-
works in children with CBT dan EMDR ditemukan
posttraumatic stress pada efek TF CBT 1,1 dan
symptoms ? A randomized ukuran efek medium untuk
controlled trial. Eur Child EMDR dari 0,72. RCT TF-
Adolesc Psychiatry, 227– CBT dan EMDR
236. menunjukkan bahwa kedua
http://doi.org/10.1007/s007 perawatan efektif pada
87-014-0572-5 anak-anak dengan PTSD
dalam pengaturan rawat
jalan. TF-CBT dan EMDR
efektif dan efisien dalam
mengurangi PTSD di anak-
anak.
Kesimpulan
Simpulan dari literature review sebagaimana tujuan yang ditetapkan yaitu bagaimana
pengaruh CBT terhadap PTSD akibat tindakan kekerasan pada anak berkaitan dengan respon
emosional dan perilaku negatif anak, serta keya-kinan maladaptif atau kepercayaan yang salah
berhubungan dengan pengalaman traumatis yang anak alami sesuai dengan tujuan umum pem-
berian CBT oleh Child Welfare Information Gateway (CWIG).
Hasil dari literature review pada tujuh artikel ditemukan adanya pengaruh CBT terhadap
PTSD berupa perbaikan klinis, menurunnya ma-salah PTSD, menurunnya kecemasan,
menurunnya gangguan komorbiditas, dan ku-rangnya perbaikan pada kelompok tunggu terapi.
Cognitive Behavior Therapy (CBT) memiliki pengaruh terhadap Posttraumatic Stress Disorder
(PTSD) pada anak akibat kekerasan berupa pe-rubahan pola pikir dan perilaku anak dengan hasil
berkurangnya respon emosional dan per-ilaku negatif serta berkurangnya keyakinan mal-adaptif
atau kepercayaan yang salah berhub-ungan dengan pengalaman traumatis yang anak pernah
alami.

Anda mungkin juga menyukai