Anda di halaman 1dari 7

PERBANDINGAN STRATEGI PEMASARAN BISNIS BUBBLE DRINK ANTARA

CHATIME DAN KOI Thé DALAM MEMPERTAHANKAN KONSUMEN


Sri Aulia Wahyuni
Email : auliasri71@gmail.com
Fakultas Psikologi Universitas Pancasila
Jl. Raya Lenteng Agung No.56-80, RT.1/RW.3, Srengseng Sawah, Jakarta,Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12640.

PENDAHULUAN
Lingkungan bisnis khususnya dunia kuliner telah banyak mengalami perubahan.
Pergeseran ini didorong oleh perkembangan pemikiran manusia yang semakin inovatif
dalam menciptakan produk makanan dan minuman baru. Persaingan yang semakin ketat dan
kompetitif membuat para pelaku pasar semakin kompetitif dan terus bersaing untuk bertahan
dalam dunia bisnis. Sebuah perusahaan harus mampu mengembangkan strategi pemasaran
yang tepat untuk memenangkan persaingan dan menjaga kelangsungan bisnis di pasar.
Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggannya dan
menciptakan nilai bagi pelanggannya dengan membangun hubungan yang kuat dengan
mereka. Dalam hal ini, salah satu industri yang memberikan kontribusi signifikan dalam
memenuhi permintaan konsumen adalah industri makanan dan minuman. Menurut Adhi
Lukman (Ong, 2013), Ketua Gapmmi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Indonesia, tingkat pertumbuhan bisnis makanan dan minuman pada tahun 2012 sebesar
12,75%.
Perusahaan yang bergerak pada industri tersebut saling berlomba-lomba untuk
berinovasi di dalam menghasilkan makanan maupun minuman yang enak dan menarik,
sehingga mampu menarik perhatian dari para konsumen. Salah satu produk minuman
yang cukup menjadi trend di kalangan anak muda masa kini adalah bubble tea atau
yang dikenal dengan sebutan Boba. Pada masa sekarang ini, minuman sejenis ini telah
menjadi kebiasaan (lifestyle) masyarakat Indonesia khususnya dikota-kota besar seperti di
ibukota Jakarta. Karena minuman sejenis bubble tea banyak diminati masyarakat Indonesia,
maka banyak perusahaan yang membuat produk sejenis bubble tea ini, sehingga membuat
konsumen lebih selektif dalam melakukan pembelian dan semakin kritis dalam perilaku
pembeliannya. Bisnis bubble tea bukan hanya tren sesaat, jika dilihat dari sejarahnya. Hingga
Saat ini, bubble tea masih tetap eksis dan terus memiliki tempat di hati pelanggan minuman
bubble drink ini. Banyak merk bubble drink / bubble tea luar negeri asal Taiwan dan negara
Asia yang masuk ke pasar Indonesia. Dan terdapat banyak kedai minuman yang terkenal
dimasa sekarang seperti Chatime, Calais, Quickly, Shiny Tea, Share Tea, KOI Thé, dan
masih banyak lagi.
Chatime merupakan perusahaan yang bergerak di industri food & beverages dan
merupakan franchise teh dari Taiwan yang menawarkan pengalaman teh yang paling otentik
di dunia dan dengan cepat dikenal menjadi spesialis teh segar. Jaringan kedai minuman asal
Taiwan ini telah memiliki lebih dari seribu kedai di 26 negara. Di Indonesia, Chatime
merupakan unit bisnis di bawah naungan Kawan Lama (KL) Group Sejak 2011 silam.
Chatime menjual minuman yang umumnya berbahan teh. Teh tersebut dikombinasikan
berbagai macam topping seperti mutiara yang terbuat dari tapioca, puding, jeli, dan lain-lain.
Chatime selalu menjaga cita rasa aslinya dan selalu mengeluarkan 30% produk baru setiap
tahunnya. Di Indonesia, Chatime dioperasikan oleh Grup Kawan Lama Sejahtera dengan
sedikitnya 115 gerai Chatime di Indonesia telah beroperasi. Keunggulan produk Chatime
selain karena varian rasa yang banyak dan enak, harga yang terjangkau, serta pelayanan yang
baik, citra merek Chatime ini sudah dikenal oleh penggemar minuman bubble tea.
Namun, dalam menjalankan bisnis didalam bidang bubble drink ini, Chatime tentu
saja memiliki pesaing dalam strategi pemasaran. Salah satunya adalah KOI Thé. KOI Thé
merupakan salah satu merk bubble tea yang cukup terkenal di Indonesia terutama di Jakarta.
Dengan visi besar membawa Taiwan ke panggung dunia, Ms. Khloe Ma memiliki rencana
untuk memperkenalkan budaya teh unik Taiwan ke seluruh dunia. Semangatnya untuk
berkeliling dunia dan kematangan bertahap 50 Lan di Taiwan Tengah semakin menciptakan
kesempatan sempurna untuk mewujudkan impian dan visi ini. Melestarikan semangat
keunggulan dan kualitas dari 50 Lan, KOI Café akhirnya didirikan pada tahun 2006. Fokus
pada kualitas dan keramahan yang tulus dan hangat dari Taiwan telah berhasil dibawa ke luar
negeri dengan pembukaan outlet Singapura pertama pada tahun 2007. KOI Thé memiliki visi
yaitu untuk membawa kebahagiaan bagi semua orang dengan secangkir teh. Melalui
terjalinnya hubungan dengan tiga elemen (wangi yang harum, rasa yang kaya, dan aftertaste
yang tahan lama), KOI Thé ingin berbagi elemen tersebut dengan dunia melalui minuman
(sumber: website KOI Thé CO, LTD, 2017). KOI Thé sendiri memiliki menu andalan yaitu
Macchiato yang mempunyai rasa yang manis dan menyegarkan.
Adanya berbagai macam merek bubble tea yang ditawarkan di pasaran tentunya
membuat konsumen dihadapkan dengan berbagai alternatif yang ada sehingga konsumen
cenderung mempunyai preferensi tertentu sebelum melakukan proses pengambilan
keputusan. Kegunaan preferensi konsumen terhadap barang atau jasa adalah untuk
mengetahui apakah barang atau jasa tersebut sesuai dengan yang diinginkan konsumen
selama ini.

TINJAUAN LITERATUR
Dalam menjalankan bisnis terdapat banyak hal yang harus diperhatikan oleh para
pemegang bisnis, salah satunya merupakan behavioral intention atau yang sering disebut
dengan niat beli konsumen. Terdapat banyak factor yang mempengaruhi behavioral intention
salah satunya merupakan social media marketing. Menurut (Gunelius (2011) social media
marketing merupakan salah satu pemasaran digital yang digunakan untuk merangsang
secara langsung maupun tidak langsung kesadaran akan sebuah merek tertentu.
Memanfaatkan pemasaran lewat social media akan sangat membantu perusahaan untuk
mencapai tujuan pemasaran bagi para pemegang bisnis minuman boba. Penggunaan
social media secara rutin yang nantinya secara tidak langsung dapat mempengaruhi
kesadaran merek yang dimana kemampuan para calon konsumen untuk mengenali atau
mengingat seuatu merek tertentu baik dari sisi gambar, logo ataupun nama yang sebelumnya
pernah di gunakan oleh merek tertentu dalam mempromosikan produk dari minuman
boba. Kesadaran akan merek tertentu akan mempengaruhi brand image dari brand
minuman boba yaitu persepsi calon konsumen mengenai suatu merek yang tercermin oleh
asosiasi merek yang terdapat pada ingatan konsumen yang nantinya akan
mempengaruhi niat beli konsumen brand minuman boba. Selain daripada itu juga terdapat
faktor lain yang dapat mempengaruhi niat beli konsumen yakni informasi yang di terima
dan kepercayaan konsumen. Informasi positive yang didapatkan oleh calon konsumen
atas merek tertentu pada nantinya akan mempengaruhi kepercayaan konsumen akan
informasi tersebut sehingga akan meningkatkan niat beli konsumen pada brand minuman
boba.
1.1. STRATEGI PEMASARAN
Menurut Schiffman (2019) Konsumen adalah individu yang kompleks, tunduk pada
berbagai kebutuhan psikologis dan sosial, dan kebutuhan serta prioritas segmen
konsumenyang berbeda berbeda secara dramatis. Untuk merancang produk dan strategi
pemasaran yang memenuhi kebutuhan konsumen, pemasar harus mempelajari perilaku
konsumsi konsumen secara mendalam. Istilah riset konsumen mengacu pada proses dan alat
yang digunakan untuk mempelajari perilaku konsumen. Miopia pemasaran adalah fokus pada
produk daripada kebutuhan yang dianggap dapat dipenuhi oleh produk. Bauran pemasaran
(juga dikenal sebagai empat P) terdiri dari: Product, Place, Price (distribusi), and Promotion.
Segmentasi pasar, penargetan, dan positioning adalah dasar untuk mengubah konsumen
menjadi pelanggan. Segmentasi pasar adalah proses membagi pasar menjadi subset
konsumen yang memiliki kebutuhan atau karakteristik yang sama. Penargetan berarti
memilih segmen yang dilihat perusahaan sebagai calon pelanggan dan mengejar mereka.
Positioning adalah proses di mana perusahaan menciptakan citra dan identitas yang berbeda
untuk produk, layanan, dan mereknya di benak konsumen. Konsep pemasaran masyarakat
mengharuskan pemasar untuk memenuhi kebutuhan pasar sasaran mereka dengan cara
meningkatkan, melestarikan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan secara
bersamaan memenuhi tujuan bisnis mereka.
Integrated Marketing Communications (IMC)
Menurut Don Schultz (Belch & Belch, 2015, h. 10), “IMC adalah suatu proses bisnis
strategis yang digunakan untuk merencanakan, mengembangkan, melaksanakan dan
mengevaluasi program komunikasi merek yang terkoordinasi, terukur, persuasif sepanjang
waktu dengan konsumen, pelanggan, prospek, karyawan, rekan kerja, dan audiens eksternal
dan internal yang relevan lainnya yang ditargetkan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
pengembalian keuangan jangka pendek dan membangun nilai merek dan pemegang saham
yang berjangka panjang. IMC saat ini diakui sebagai suatu proses bisnis yang membantu
perusahaan dalam mengidentifikasi metode yang paling tepat dan efektif dalam
mengkomunikasikan dan membangun hubungan dengan pelanggan dan pemangku
kepentingan lainnya.” Menurut Belch dan Belch (2015, h. 17-27) dalam bukunya yang
berjudul Advertising and Promotion An Integrated Marketing Communications Perspective,
terdapat 6 elemen dalam promotional mix, diantaranya:
a) Iklan (Advertising)
Iklan didefinisikan sebagai segala bentuk dari komunikasi nonpersonal yang berbayar
mengenai suatu organisasi, produk, jasa atau ide oleh suatu sponsor yang teridentifikasi.
Aspek berbayar dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa space atau waktu untuk beriklan
pada umumnya harus dibeli. Komponen nonpersonal menjelaskan bahwa periklanan
melibatkan media massa (contoh: TV, radio, majalah, surat kabar) yang dapat menyampaikan
pesan kepada sekelompok besar individu pada waktu yang bersamaan. (Belch & Belch, 2015,
h. 17)
b) Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Pemasaran langsung merupakan salah satu dari alat bauran promosi di mana
perusahaan berkomunikasi secara langsung dengan target konsumen untuk memperoleh
respon atau transaksi. Pemasaran langsung lebih dari sekedar mail-direct dan mail-order
catalog. Hal tersebut melibatkan berbagai aktivitas, termasuk manajemen database,
penjualan langsung, telemarketing, direct-respond ads, melalui direct mail, internet, serta
berbagai siaran dan media cetak. Penjualan langsung juga digunakan sebagai alat bagi
perusahaan yang mendistribusikan produknya melalui saluran distribusi tradisional atau
mereka yang memiliki kekuatan penjualan sendiri.
c) Interactive/Internet Marketing
Selama dekade terakhir ini, kita telah mengalami perubahan-perubahan yang paling
dinamis dan revolusioner dari suatu era dalam sejarah marketing dan khususnya IMC.
Perubahan-perubahan ini didorong oleh perubahan teknologi dan pengembangan yang
mengarah kepada pertumbuhan yang signifikan pada komunikasi melalui media interaktif,
khususnya internet. Media interaktif menyediakan komunikasi dua arah di mana pengguna
dapat berpartisipasi dan mengubah bentuk serta isi dari informasi yang mereka terima secara
langsung. Internet dipercaya memiliki peran utama yang membantu pemasar memasarkan
produknya secara lebih mudah dan interaktif kepada calon pembeli. Medium internet mampu
memuat konten interaktif seperti video yang kemudian dapat disebarluaskan secara masif
kepada calon pembeli secara real time.
d) Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan didefinisikan sebagai aktivitas pemasaran yang menawarkan nilai
tambahan atau insentif bagi produk untuk tenaga penjualan, distributor, atau konsumen akhir
dengan tujuan utama yaitu menciptakan penjualan langsung. (Belch & Belch, 2015, h. 23)
Pertama, promosi penjualan melibatkan beberapa jenis pancingan yang memberikan insentif
tambahan untuk membeli. Insentif ini biasanya adalah kunci elemen dalam program promosi.
Di mana bisa berupa kupon atau pengurangan harga, kesempatan untuk mengikuti kontes
atau undian, pengembalian uang kembali atau potongan harga, atau jumlah tambahan dari
sebuah produk. Insentif juga dapat berupa sampel gratis dari produk, memberikan harapan
dalam menghasilkan pembelian atau premi di masa depan.
Kedua, promosi penjualan pada dasarnya adalah alat percepatan yang dirancang untuk
mempercepat proses penjualan dan memaksimalkan volum penjualan. Dengan memberikan
insentif tambahan, teknik promosi penjualan dapat memotivasi konsumen untuk membeli
sejumlah merek yang lebih besar atau memperpendek siklus pembelian perdagangan atau
konsumen dengan mendorong mereka untuk mengambil tindakan lebih cepat.
e) Publisitas / Hubungan Masyarakat (Publicity/Public Relations)
Publisitas adalah komunikasi nonpersonal mengenai suatu perusahaan, produk, jasa,
atau ide secara gratis atas suatu sponsor. Seperti iklan, kegiatan publisitas melibatkan
komunikasi nonpersonal kepada audiens massal, tetapi perusahaan tidak membayarnya secara
langsung seperti iklan. Dalam melakukan kegiatan publisitas, perusahaan berupaya untuk
mendapatkan peliputan yang diharapkan dari media mengenai produk, jasa, dan acara yang
diadakan agar dapat mempengaruhi kesadaran, pengetahuan, opini, dan perilaku dari
masyarakat. Umumnya teknik yang digunakan untuk memperoleh publisitas adalah press
release, press conference, artikel, fotografi, film, dan lain-lain.
f) Penjualan Personal (Personal Selling)
Elemen terakhir dalam bauran promosi adalah penjualan personal. Bentuk dari
komunikasi antar personal di mana penjual berusaha untuk mempengaruhi calon pembeli
yang potensial untuk dapat membeli produk dan jasa yang ditawarkan perusahaan. Berbeda
dengan iklan, penjualan personal melibatkan kontak langsung antara penjual dengan pembeli,
baik bertatap muka maupun melalui telepon. Aktivitas ini memungkinkan pemasar atau
penjual memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam menawarkan produk atau jasa seperti
halnya ketika ia bertatap muka secara langsung di mana penjual dapat mengkomunikasikan
hal yang ingin dijelaskan berkaitan suatu produk atau jasa dari perusahaan.
1.2. BUBBLE DRINK
Teh Boba (bubble tea) telah menjadi fenomena kuliner baru yang sering dijual di
toko-toko kecil di seluruh dunia. Teh Boba yang juga dikenal sebagai bubble tea adalah
minuman berbasis teh Taiwan yang ditemukan di Taichung. Sebagian besar resep
mengandung basa teh yang dicampur dengan buah atau susu, di mana bola tapioka kenyal
atau jeli buah ditambahkan. Versi campuran es biasanya dicampur dengan buah atau sirup,
menghasilkan konsistensi cair (Schwartz, 2016). Teh susu boba (Boba Milk Tea) pertama kali
popular pada tahun 1990-an di Asia, dan semakin popular di Amerika dan Eropa sejak tahun
2000 (Min et al., 2017). Minuman ini sangat popular di kota metropolitan dengan target pasar
anak-anak hingga dewasa muda (Veronica & Ilmi, 2020). Teh Susu Boba secara umum
memiliki komposisi sebagai berikut, bubuk minuman dengan varian rasa, bola tapioka (boba),
sirup, gula dan susu kental manis (Sugiarto et al., 2021). Selain itu, masih terdapat beberapa
jenis topping yang dapat ditambahkan sesuai keinginan pembeli, seperti jeli (nata de coco),
egg pudding, keju, dll., (Min et al., 2017). Rasa manis yang dimiliki oleh teh susu boba ini
membuat beberapa orang mengkategorikan minuman ini sebagai dessert (Min et al., 2017).
Selain topping yang dapat disesuaikan dengan selera konsumen, konsumen dapat
menyesuaikan memilih ukuran gelas minumannya yakni besar, sedang dan kecil (Veronica &
Ilmi, 2020). Minuman teh susu boba dan sejenisnya tergolong kelompok sugar sweetened
beverage (SSB).
1.3. ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DARI KOI Thé DAN CHATIME
Strategi Internet Marketing yang dilakukan PT Kawan Lama Retail Tbk dalam
membangun brand Chatime Indonesia, dapat disimpulkan bahwa perusahaan telah
menjalankan serangkaian strategi yang cukup sesuai dengan model dari Belch dan Belch.
Dalam mengembangkan program komunikasi pemasarannya secara digital, Chatime
Indonesia memanfaatkan iklan berbayar secara online di media sosial Instagram dan
Facebook. Hal tersebut dilakukan untuk mendorong partisipasi para pengguna media sosial
untuk mengikuti kompetisi foto atau video yang diadakan secara online. Tidak hanya itu iklan
juga ditempatkan di seluruh storenya, dimana store Chatime merupakan bauran pemasaran
yang menjadi keunggulannya. Selain itu, Chatime Indonesia menghadirkan pula kartu
member sehingga dapat memperoleh database pelanggan yang dapat digunakan untuk
melaksanakan pemasaran langsung melalui pengiriman email kepada pelanggan untuk
menginformasikan seluruh acara dan kegiatan promosi secara langsung. Chatime Indonesia
juga menghadirkanberbagai bentuk promosi penjualan seperti pemberian kupon online
melalui kuis yang diadakan. Selain itu, Chatime Indonesia juga seringkali mengadakan
berbagai kompetisi dan acara besar untuk menarik perhatian dan partisipasi masyarakat
Indonesia. Di mana sebelum pelaksanaannya, Chatime Indonesia melakukan kegiatan
publisitas seperti press conference dan press release sehingga pihak media dapat
menyebarluaskan mengenai serangkaian acara yang akan diadakan. Dari semua kegiatan
komunikasi pemasaran yang dilakukannya, Chatime Indonesia sangat mengoptimalkan
penggunaan media sosial Instagram, Facebook, dan Twitter resminya untuk menjalankan
komunikasi pemasaran secara digital. Hal tersebut dilakukan agar dapat menjalin interaksi
dan menciptakan partisipasi dari target audiens Chatime Indonesia yang sebagian besar
merupakan anak muda yang saat ini aktif di media sosial. Kekurangan dalam kegiatan
komunikasi pemasaran digital yang dilakukan terhadap brand Chatime Indonesia adalah tidak
dilakukannya kegiatan penjualan personal melalui internet, namun hanyatersedia website
yang menyediakan informasi mengenai Chatime Indonesia. Selain itu, belum dilakukannya
pengukuran efektivitas secara keseluruhan terhadap setiap program komunikasi pemasaran
digital yang dilaksanakan. Evaluasi hanya dilakukan terhadap acara dan kompetisi yang
diadakan. Sedangkan kegiatan memonitor hanya dilakukan terhadap pemberitaan media yang
memuat berita mengenai Chatime Indonesia. Setiap kegiatan dan komunikasi pemasaran
yang dilakukan sebagian besar hanya berfokus kepada terjadinya peningkatan penjualan
setiap tahunnya yaitu sebanyak 10 hingga 15 persen.
Sedangkan Strategi yang digunakan pada produk KOI Thé berdasarkan teori
Integrated Marketing Communications (IMC) adalah Penjualan personal (Personal Selling).
Dimana pada tahap pencarian informasi, sumber informasi konsumen mengenai KOI Thé
adalah dari teman dan fokus perhatian konsumen terhadap promosi KOI Thé paling besar
adalah rasa yang nikmat. Berbeda dengan iklan, penjualan personal melibatkan kontak
langsung antara penjual dengan pembeli, baik bertatap muka maupun melalui telepon.
Aktivitas ini memungkinkan pemasar atau penjual memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi
dalam menawarkan produk atau jasa seperti halnya ketika ia bertatap muka secara langsung
di mana penjual dapat mengkomunikasikan hal yang ingin dijelaskan berkaitan suatu produk
atau jasa dari perusahaan. Strategi pemasaran penjualan personal (Personal Selling) tentu
memiliki keunggulan salah satunya dapat memeberikan terster langsung kepada konsumen.
Namun, dalam masa pandemic seperti ini, dimana pertemuan sangat dibatasi oleh peraturan
mengharuskan KOI Thé memiliki cara lain dalam memasarkan produknya, salah satunya
dengan promosi iklan di sosial media. Oleh karena itu, KOI Thé perlu untuk melakukan
promosi dengan media-media lain terutama media elektronik karena di jaman sekarang yang
serba canggih ini, hampir seluruh masyarakat menggunakan internet dan smartphone. Hal ini
perlu dilakukan agar KOI Thé bisa mendapat lebih banyak konsumen bukan hanya lewat
teman, melainkan dapat juga melalui media-media lain.

DAFTAR PUSTAKA
Belch, G. E. & Belch, M. A. 2015. Advertising and Promotion: An Integrated Marketing
Communications Perpective(Global Edition). Boston: McGraw- Hill.
Chatime Indonesia. (n.d.). Chatime Indonesia About Us. Retrieved from Chatime
IndonesiaWebsite:http://chatime.co.id/
Kotler, P. & Armstrong, G. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran Edisi 12. Jakarta: Erlangga.
Lovelock, C. & Wirtz, J. 2011. Service Marketing : People, Technology, Strategy 7 th
Edition. England: Pearson Education
Schiffman, L., & Wisenblit, J. (2019). Consumer Behavior (12th ed.). PEARSON.
Sumarwan, U., Fachrodji, A., Nursal,A., Nugroho, A., Nurzal, Erry R., Setiadi, Ign
A.,Suharyono. & Alamsyah., Z. 2011. Pemasaran Strategik: Perspektif Value- Based
Marketing dan Pengukuran Kinerja. Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai