Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. V (61 TAHUN) di RUANG ICU DENGAN


DIAGNOSA CA THYROID

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Praktik
ICU Fast Track Periode 01 Nov 2021 s/d 30 Nov
2021

Oleh :

ADVENT BRYAN IZAAC


DESINTA ADITYA ROSANDA
LARAS YANTI

SILOAM HOSPITALS GROUP


JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. V (61
TAHUN) di RUANG ICU DENGAN DIAGNOSA CA THYROID”.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan program
ICU Fast Track Siloam Training Center 2021. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
menghadapi kesulitan, namun karena bimbingan dan bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak,
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu, oleh karena itu penulis ingin banyak
mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1.Ibu Elvin sebagai Pnenanggung Jawab Program
2. Marisko
3. Staff MRCCC
4. Papi Sony
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan dan kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna dan bermanfaat
bagi pembaca khususnya kepada Profesi Keperawatan dalam upaya peningkatan kualitas perawat.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR................................................................................................vii
DAFTAR ISI...............................................................................................................ix
DAFTAR BAGAN......................................................................................................x
DAFTAR TABEL.......................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.........................................................................................4
1) Tujuan Umum........................................................................................5
2) Manfaat Praktis......................................................................................5
C. Ruang Lingkup Penulisan...........................................................................5
D. Metode penulisan........................................................................................5
E. Sistematika Penulisan.................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Kerangka Konseptual atau Teori...............................................................7
B. Tinjauan Teori...........................................................................................7
1) Pengetahuan.....................................................................................7
2) Perilaku.............................................................................................11
3) Pola Makan.......................................................................................15
4) Gastritis............................................................................................19
C. Definisi Konseptual dan Operasional........................................................20
D. Kajian Literatur.........................................................................................21
E. Ringkasan..................................................................................................26

BAB III TINJAUAN KASUNS


3.1 Desain Penelitian.......................................................................................28
3.2 Pertimbangan Etik 28
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................................30
3.3.1 Populasi............................................................................................30
3.3.2 Sampel..............................................................................................30
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker tiroid merupakan suatu keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid, sebuah kelenjar yang
terletak di bagian leher dekat dengan trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar penghasil hormon
yang terlibat dalam pengaturan denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan berat badan.1
Kanker tiroid merupakan salah satu jenis tumor ganas endokrin yang paling sering terjadi.
Insidensinya di dunia terus meningkat sejak tiga dekade belakangan ini. National Cancer Institute
(2016) melaporkan karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering.

Menurut National Cancer Institute (NCI) rata-rata angka kejadian kasus baru karsinoma tiroid
dari tahun 2011- 2015 adalah 14,5 per 100.000 total populasi per tahun. Rata-rata angka
kematiannya sekitar 0,5 per 100.000 populasi per tahun . Tahun 2016, American Cancer Society
memperkirakan 62.450 kasus baru kanker tiroid ditemukan di Amerika Serikat, dengan
perbandingan antara perempuan dan laki-laki 3:1. Sekitar 1,7% dari seluruh kanker pada
perempuan adalah kanker tiroid, dibandingkan hanya 0,5% kanker pada laki-laki. dengan
meningkatnya penderita kanker tiroid meningkatkan pula tingkat operasi tiroid sebanyak tiga kali
lipat selama 3 dekade terakhir, dari 118.000 menjadi 166.000 walaupun dengan kematian dari
kanker tiroid tetap rendah di 0,5 per 100.000 penduduk (Chandrasekhar et al, 2013).

Diperkirakan 1.0% -1.5% dari seluruh kasus kanker terbaru yang didiagnosa di Amerika
merupakan kanker tiroid.2 Prevalensi kanker tiroid secara nasional sampai saat ini masih belum
didapatkan. Sedangkan prevalensi kanker tiroid di Amerika pada tahun 2013 diperkirakan sekitar
637.115 orang hidup dengan kanker tiroid dan di perkirakan 1.980 orang akan mati akibat kanker
ini. Dibandingkan dengan keganasan lainnya, kanker tiroid masih jarang terjadi. Kanker ini
menempati urutan ke-8 dari seluruh keganasan yang terjadi di seluruh tubuh berdasarkan kasus
baru yang terjadi pada tahun 2016. Diperkirakan ada sekitar 64.300 kasus baru yang terjadi pada
tahun 2016 ( 3,8% dari seluruh angka kejadian kanker). Jumlah kasus baru dari kanker tiroid
sebesar 13,9 per 100,000 pada laki- laki dan perempuan per tahun. Angka kematian sebesar 0,5
per 100,000 pada laki- laki dan perempuan per tahun. Angka ini didapatkan berdasarkan kasus
dan kematian yang terjadi pada tahun 2009-2013. Kanker ini dapat muncul di semua golongan
umur dan paling sering terdiagnosa pada usia 45-54 tahun dengan ratarata usia 50 tahun.

Di Indonesia berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia,


ditemukan bahwa karsinoma tiroid menempati urutan ke 9 dari 10 keganasan yang paling sering
terjadi. Prevalensi karsinoma tiroid adalah 10-30 persen dari nodul tiroid secara keseluruhan dan
mayoritas kasus sering terjadi pada wanita.Angka kejadian keganasan pada nodul tiroid
didapatkan sekitar 5- 12% pada pasien dengan nodul tunggal dan 3% pada pasien dengan nodul
multiple. Meskipun puncak kejadiannya antara usia 45 dan 49 pada wanita dan 65 dan 69 pada
pria, kaum muda antara usia 15 dan 29 menyumbang 10% dari semua keganasan yang didiagnosis
(Brown RL, 2012). Karsinoma tiroid adalah keganasan pada kelenjar tiroid dan merupakan
karsinoma kelenjar endokrin yang paling sering ditemukan dan menyumbang 1% dari seluruh
karsinoma. Kanker tiroid, merupakan kanker ganas terbanyak dibandingkan kanker lain didalam
sistem endokrin (Adham & Aldino, 2018).

Dari hasil pengamatan penulis saat melakukan praktik keperawatan di MRCCC SILOAM
SEMANGGI sebagian besar pasien dengan tumor Tiroid yang membutuhkan proses dan waktu
perawatan yang lama, sehingga peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien Tumor tiroid.

B. TUJUAN PENULISAN

1) Tujuan umum : Mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar teori dan asuhan keperawatan
serta mengaplikasikan pada pasien Ny. V dengan kanker tiroid di ruangan ICU MRCCC
SILOAM SEMANGGI

2) Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian pada Ny. V dengan kanker tiroid di ruangan ICU
MRCCC Siloam Semanggi
b) Mampu menyusun diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. V dengan kanker tiroid
di ruangan ICU MRCCC Siloam Semanggi
c) Mampu melaksanakan rencana keperawatan pada Ny. V dengan kanker tiroid di ruangan
ICU MRCCC Siloam Semanggi
d) Mampu mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan pada Ny. V dengan kanker
tiroid di ruangan ICU MRCCC Siloam Semanggi
e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. V dengan kanker tiroid di ruangan
ICU MRCCC Siloam Semanggi

C. RUANG LINGKUP

D. METODE PENULISAN

Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dan metode kepustakaan ;
1) Metode deskriptif ; dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan, Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan wawancara, observasi, dan pemeriksaan
fisik. Sumber data yang diperoleh atau yang digunakan adalah data primer yang didapat
langsung dari klien dan data sekunder yang didapat dari keluarga, tenaga kesehatan, dan
dokumen hasil pemeriksaan penunjang lainnya
2) Studi kepustakaan ; adalah nenpelajari buku sumber yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan makalah dijabarkan sebagai berikut:

1) BAB I terdiri dari ; latar belakang,


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Karsinoma tiroid merupakan kanker yang berasal dari kelenjar endokrin dan termasuk kanker
paling banyak endokrin dan berasal dari sel folikel tiroid. Kanker tiroid terbagi menjadi
karsinoma tiroid papilari, folikular, anaplastik, dan medulari. Karsinoma tiroid papilari dan
folikuar merupakan karsinoma tiroid berdiferensiasi. Kasinoma berdiferensi mempunyai
prognosis yang baik walau masih ditemukan rekurensi atau metastase 20-40% (Utama, 2012)
Kanker tiroid merupakan kanker yang berasal dari kelenjar tiroid, sebuah organ yang terdapat
di tenggorokan yang menghasilkan hormon pengontrol denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh
dan berat badan.
Kanker tiroid bukan termasuk jenis kanker yang sering terjadi. Namun kanker ini merupakan
keganasan pada sistem endokrin yang paling sering terjadi yaitu 99% dari seluruh kejadian tumor
endokrin

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a) Anatomi

Gambar 1.1
Sumber : Hans (2011)

Gambar 1.2
Sumber : Hans (2011)
Kelenjar tiroid adalah salah satu kelenjar endokrin yang terletak di anterior leher dan terletak
di bagian anterior leher pada vertebra C5-T1. Kelenjar ini memiliki dua lobus lateral besar
yang berada di samping laring dan trachea yang dipisahkan oleh isthmus tipis di bagian
tengahnya. Kedua lobus yang terletak di kedua sisi laring dan trachea ini mencapai bagian
bawah tulang rawan tiroid dan menutupi cincin trakea IIIV. Isthmus yang berada di antara
kedua lobus terletak di trachea anterior, tepatnya berada di bawah kartilago krikoid pada
cincin trachea II-III. Tiroid ini berbentuk seperti kupu-kupu yang masing-masing lobus
berbentuk runcing di atasnya dan tumpul pada bagian bawah (Bychkov, 2019)
b) Fisiologi
Berawal dari hipotalamus yang memiliki dua lobus yaitu lobus anterior dan lobus posterior,
kedua lobus ini memiliki fungsi yang berbeda. Salah satu fungsi hipotalamus bagian anterior
adalah menghasilkan hormon thyrotropin releasing hormone (TRH) yang bekerja di hipofisis
anterior. Di bagian ini, TRH berikatan dengan TRH-reseptor dan bekerja untuk merangsang
hipofisis anterior agar dapat mengeluarkan hormon perangsang tiroid yaitu tirotropin dan
TSH. Pada tiroid, kedua hormon ini memiliki fungsi untuk memproduksi dan menyekresikan
hormon tiroid yaitu T4 dan T3 bebas, serta meningkatkan perbaharuan ion iodida oleh sel
folikel tiroid. (Pernick, 2018).
T4 dan T3-bebas sebagai hormon yang dihasilkan oleh tiroid memiliki fungsi untuk
mengumpan balik secara negatif kepada hipotalamus dan hipofisis. Di dalam tiroid, sel-sel
folikuler menyintesis tiroksin dan juga tiroglobulin yang kemudian berikatan. Lalu tiroksin
dan tiroglobulin yang berikatan tersebut secara eksositosis disekresikan menuju koloid. Iodin
yang berasal dari darah masuk ke dalam sel folikel secara aktif dengan bantuan Natrium-
Iodine Symporter (NIS) atau pompa iodin yang jika sudah berada di koloid akan berikatan
dengan tiroksin yang terdapat di dalam globulin. Sel-sel tiroid aktif mengangkut ion iodida
yang kemudian mengiodinisasi residu tirosin pada tiroglobulin sehingga dapat membentuk
mono- dan di-iodotiroisin yang jika digabungkan akan membentuk T3 maupun T4 (Pernick,
2018).

C. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well differentiated
(papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler adalah factor
genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan meduler.
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian karsinoma tiroid. Faktor-
faktor resiko tersebut terbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu faktor resiko yang dapat diubah dan
faktor resiko yang tidak dapat diubah (NCCN, 2018).

1) Faktor Resiko yang tidak dapat diubah


a) Usia
Menurut Haymart (2009), usia penderita karsinoma tiroid dapat digunakan untuk menentukan
terapi yang akan diberikan. Selain itu, Haymart juga berpendapat bahwa usia merupakan
indikator prognostik yang muncul pada karsinoma tiroid terdiferensiasi. Terdapat beberapa
alasan yang melatar belakangi hubungan antara usia terhadap jenis karsinoma tiroid
terdiferensiasi. Beberapa di antaranya adalah stimulasi reseptor TSH, pajanan terapi
Radioactive Iodine (RAI), dan penurunan sistim imun pada usia lanjut. Pada stimulasi
reseptor TSH, TSH yang dapat merangsang pertumbuhan dan invasi karsinoma tiroid ini
dapat mengalami kenaikan kadar seiring bertambahnya usia. Selain itu, peningkatan kadar
Luteining Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) pada perempuan yang
mengalami menopause juga dapat meningkatkan resiko terjadinya karsinoma tiroid. Hal
tersebut dapat terjadi karena kedua hormon tersebut memiliki subunit alfa yang sama dengan
TSH. Sehingga resiko terjadinya karsinoma tiroid akan meningkat oleh sebab peningkatan
kadar TSH tersebut. Pada keterkaitannya dengan pajanan terapi RAI Haymart juga
mengatakan bahwa perbedaan usia menentukan tingkat responsivitas seseorang terhadap
pajanan RAI yang diberikan. Semakin tua usia penderita yang mendapatkan terapi RAI,
semakin buruk juga respon yang diberikan.

b) Jenis Kelamin
Menurut National Comprehensive Cancer Network (NCCN), karsinoma tiroid terjadi 3 kali
lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sedangkan pada kategori usia,
walaupun karsinoma ini dapat terjadi pada kategori usia berapapun, tetapi resiko ini dapat
meningkat pada usia 40 hingga 50 tahun pada perempuan dan 60 hingga 70 tahun pada laki-
laki (NCCN, 2018). Pada penelitian, perempuan memiliki angka kejadian yang juga lebih
tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut diakibatkan oleh kadar FSH dan LH yang
meningkat pada perempuan saat manepouse. Peningkatan kadar kedua hormon tersebut dapat
meningkatkan stimulasi reseptor TSH karena kemiripan subunit alfa yang dimiliki oleh TSH
terhadap kedua hormon yaitu FSH dan LH .

c) Genetik
Sekitar 2 dari 10 karsinoma tiroid meduler didapatkan memiliki keterkaitan dengan pewarisan
gen yang abnormal. Karsinoma tiroid ini dapat terjadi sendiri atau dapat timbul bersamaan
dengan adanya pertumbuhan tumor lainnya, seperti pheochromocytomas, tumor kelenjar
paratiroid, maupun neuroma. Faktor keturunan pada karsinoma tiroid ini dapat membuat
seseorang menjadi menderita karsinoma sejak masa dewasa awal atau bahkan pada masa
anak-anak, sehingga dikhawatirkan dapat menyebar lebih awal (NCCN, 2018).
d) Riwayat Keluarga
Memiliki kerabat yang masuk ke dalam kategori tingkat pertama yaitu orang tua, saudara
laki-laki, saudara perempuan, atau bahkan anak dapat meningkatkan resiko terjadinya
karsinoma tiroid menurut NCCN. Hal ini didukung dengan sebuah jurnal penelitian sistematik
review yang diterbitkan pada tahun 2016. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa dari
total karsinoma yang diteliti, terdapat 6 kasus karsinoma tiroid yang diduga memiliki
keterkaitan dengan kekerabatan keluarga. Dari keenam kasus tersebut didapatkan 5 data atau
83% dari total yang dilaporkan secara benar memiliki keterkaitan dengan kekerabatan
keluarga. (Fiederling, et al., 2016)

2) Faktor resiko yang dapat diubah


a) Diet yodium
Penggunaan yodium yang terlalu tinggi dapat meningkatkan resiko karsinoma tiroid papiler.
Sedangkan, terdapat penduduk beberapa daerah di bagian dunia yang lain menderita
karsinoma tiroid folikuler oleh karena konsumsi makanan rendah yodium. Beberapa Negara
seperti Amerika Serikat mendapatkan cukup yodium karena yodium tersebut ditambahkan ke
dalam garam dapur (NCCN, 2018).
b) Paparan Radiasi
Terpaparnya seseorang terhadap radiasi dapat meningkatkan resiko untuk menderita
karsinoma tiroid. Paparan radiasi tersebut dapat berupa perawatan medis seperti perawatan
kepala atau leher maupun paparan radiasi yang didapatkan dari kecelakaan pembangkit listrik
ataupun senjata nuklir. Pada anak-anak banyaknya radiasi yang diberikan dan disertai dengan
dosis paparan yang tinggi dapat meningkatkan terjadinya karsinoma tiroid di usia yang muda
(NCCN, 2018).

D. PATOFISIOLOGI
Karsinoma tiroid merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar yang terletak di depan leher
yang secara normal memproduksi hormone tiroid yang penting untuk metabolisme tubuh.Infiltrasi
karsinoma tiroid dapat ditemukan di trachea, laring, faring, esophagus, pembuluh darah karotis,
venajugularis, struktur lain pada leher dan kulit.
Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase hematogen biasanya
di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini berdiferensiasi mempertahankan kemampuan untuk
menimbun yodium pembesaran kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar getah bening yang bisa
makin besar dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat paha. Ada juga kelenjar getah
bening yang terdapat di dalam tubuh yang mana tidak dapat diraba yakni didalam rongga perut.
Penyebab dari pembesaran kelenjar getah bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik
(TBC), keganasan (lymphoma). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting
dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Terdapat dua jenis sel pencetus karsinoma yang terdapat pada jaringan parenkim tiroid yaitu
sel folikuler dan sel pendukung. Karsinoma yang berasal dari sel folikuler umumnya disebut
Differentiated Thyroid Carcinoma (DTC) atau karsinoma tiroid terdiferensiasi. Karsinoma ini
pada umumnya tidak agresif meskipun dapat bermutasi menjadi lebih agresif karena beberapa
faktor pemicu. Pada tahun 2015 dari seluruh pasien yang memiliki karsinoma tiroid
terdiferensiasi, 85% pasien memiliki prognosis yang baik setelah mendapatkan perawatan.
Namun, jika stimulus yang menginisiasi kanker semakin berkembang, 10% hingga 15% kejadian
karsinoma tiroid terdiferensiasi tersebut dapat bermutasi menjadi karsinoma yang lebih agresif.
Hal tersebut dapat menyebabkan prognosis yang semakin buruk dan memerlukan terapi yang
lebih agresif. Terlebih jika tidak dapat diselesaikan dengan intervensi Radioactive Iodium (RAI)
therapy, terkadang perlu dilakukan tindakan pengobatan melalui pembedahan maupun selain
pembedahan (P. Shah, 2015)

E. Klasifikasi berdasarkan Histopatologi

Beberapa Klasifikasi Kanker Tiroid Menurut Harahap (2017) :


a) Kanker Tiroid Papiller
Kanker ini merupakan tipe kanker tiroid yang paling sering terjadi. Muncul dari derivat
sel folikular secara endodermal. Biasanya multifokal dengan gambaran histologisnya
terdapat badan psammoma, inti yang ramai dan bening, tapi dapat juga ditemukan
unilateral. Kanker tipe ini berdiferensiasi dengan baik. Dapat bermestastasis dengan cara
menginvasi sistem imfatik, jarang melalui sistem vaskular. Varian kanker tiroid papiler
meliputi : papiler murni , varian folikuler papiler, varian diffuse sclerossing (1-2%), tall
cell carcinoma (1-7%), dan columnar cell carcinoma (30%). Diantara varian ini yang
paling sering terjadi yaitu varian folikuler papiler (>50%) yang memiliki gambaran
structural folikular tapi memiliki gambaran sel kanker papiler. Prognosis kanker tipe ini
tergantung stadium dan usia pasien. Pasien pada stadium lebih awal biasanya dapat
bertahan hidup lebih lama. Sekitar 30- 50% pasien dengan metastasis dapat bertahan
hidup sekitar 10 tahun.
b) Kanker Tiroid Folikuler
Kanker ini lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua dibandingkan kanker tiroid
papiler. Kanker tiroid tipe folikuler berdiferensiasi dengan baik. Muncul dari derivat sel
folikular secara endodermal dan lebih sering aneuploid dibandingkan tipe papiler yang
diploid. Secara patologis mirip dengan benign adenoma. Encapsulated dan dapat
ditemukan penetrasi ekstra vaskular atau invasi vaskular. Hal ini yang membedakan
kanker tiroid tipe folikuler dengan benign adenoma. Fine Needle Aspiration Biopsy
(FNAB) atau aspirasi jarum halus kurang disarankan untuk diagnosis. Pemeriksaan
histopatologis lebih disarankan untuk membedakan kanker tipe ini dengan adenoma.
Kanker ini bermetastasis ke paru paru dan tulang melaluli sistem vaskular pada stadium
akhir. Keterlibatan kelenjar getah bening jarang ditemukan. Prognosisnya baik, tetapi
tidak lebih baik dari kanker tiroid tipe papiler.
c) Kanker Tiroid Medular
Kanker tiroid medular merupakan suatu tumor neuroendokrin yang berasal dari sel
parafolikular. Kanker ini hanya sekitar 3-5% dari seluruh kanker tiroid. Kanker ini dapat
menjadi bagian dari MEN tipe 2 (MEN-2) syndrome. Kebanyakan kasus terjadi secara
sporadis dan lebih bersifat soliter (75-80%) dan sisanya berhubungan dengan famillial
syndromes. Sekitar 50% pasien dengan kanker tipe medular disertai dengan limfadenopati
regional. Kanker ini merupakan derivat neuroendokrin dari sel C tiroid, sel yang
mensekresikan kalsitonin sehingga tumor ini dapat mensekresikan kalsitonin. Metastasis
jauh biasanya muncul paling akhir dan melibatkan paru paru, hati, tulang dan kelenjar
adrenal.
d) Kanker Tiroid Anaplastik
Kanker ini hanya sekitar 2-5% dari seluruh kanker tiroid. Dan lebih dari 50% pasien
memiliki riwayat terdahulu atau disertai well-differrentiated thyroid carcinoma. Kanker
ini merupakan jenis kanker yang tidak berdiferensiasi, encapsulated, tumbuh dengan
cepat dan menginfiltrasi jaringan didekatnya. Biasanya berhubungan dengan kanker tiroid
tipe papiler. Memiliki beberapa subtipe seperti : sel spindle, sel raksasa (giant cell), dan
squamoid. Semua subtipe ini memiliki prognosis yang sama.

F. Manifestasi Klinis
Menurut (Jurnal, Hadianto & Listrikawati, 2020)
Terdapat beberapa manifestasi klinis yang dialami oleh penderita kanker tiroid.
Umumnya mereka akan mengalami adanya sebuah benjolan, atau bintil di leher depan
(mungkin cepat tumbuh atau keras) di dekat jakun. Selain itu terdapat beberapa keluhan
seperti sakit di tenggorokan / leher yang dapat memperpanjang ke telinga, Serak atau sulit
berbicara dengan suara normal, Pembengkakan kelenjar getah bening terutama di leher
yang dapat ditemukan saat pemeriksaan fisik, Kesulitan dalam menelan atau bernapas dan
sakit di tenggorokan saat menelan, Batuk terus menerus tanpa ada penyakit lain, dan
adanya pembengkakan pada leher (Oktahermoniza, 2013).

G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Harahap (2017), terdapat beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan untuk pemeriksaan kanker tiroid seperti :
a) Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB atau biopsi aspirasi jarum halus merupakan komponen diagnostic yang pertama
kali dilakukan dan terpenting untuk mengevaluasi nodul tiroid. Teknik FNAB murah dan
mudah dilakukan serta sedikit menimbulkan komplikasi. Setiap tindakan FNAB harus
didahului tindakan USG (ultrasonografi). FNAB diindikasikan untuk nodul yang
memiliki diameter > 1cm, nodul dengan diameter <1cm yang disertai dengan klinis dan
gambaran ultrasonografi yang menunjukkan tanda-tanda keganasan, nodul tiroid yang
disertai tingginya kadar kosentrasi kalsitonin, metastasis pada kelenjar getah bening
maupun metastasis jauh ataupun adanya mutasi pada RET. FNAB lebih akurat dalam
mendiagnosa kanker tiroid papiler dan medular, tapi tidak untuk kanker tiroid tipe
folikular. FNAB tidak bisa membedakan kanker tiroid folikuler dengan benign adenoma
karena memiliki gambaran sitologi yang hampir
sama. FNAB jarang menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang bisa terjadi yaitu
hematoma, ekimosis, dan rasa tidak nyaman disekitar daerah tempat dilakukan aspirasi.
Penilaian kanker tiroid juga dapat dinilai dengan FNAC (Fine Needle Aspiration
Cytology) yang akan memberikan gambaran klinis, investigasi dan diagnosa berdasarkan
gambaran tipe sel hasil dari FNAB.
b) Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan tindakan non invasif yang akurat dalam evaluasi penyakit
tiroid. Tetapi tindakan ini memiliki kemampuan yang terbatas dalam membedakan nodul
jinak dan nodul ganas. Ultrasonografi memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap nodul
tiroid dan dapat memperlihatkan nodul yang berukuran sangat kecil (mm). Indikasi
tindakan ultrasonografi yaitu adanya goiter nodular atau nodul tiroid, pembesaran
kelenjar getah bening yang bukan disebabkan oleh infeksi, pembesaran kelenjar tiroid
tanpa tumor, mutasi gen RET, riwayat terpapar radiasi dan kecurigaan terhadap penyakit
tiroid lainnya. Ultrasonografi digunakan sebagai petunjuk prosedur FNAB.
c) Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kadar tirotropin (Tyroid Stmulating
Factor atau TSH) sebagai evaluasi awal nodul tiroid, tiroglobulin (Tg), kalsitonin, CEA
(Carcinoembryonic Antigen), kalsium dan kadar metanephrines urin atau serum.
Pengukuran kadar kalsitonin harus dilakukan jika dicurigai kanker tiroid medular
terutama jika kadar kalsitonin diatas 100 pg/mL. Tetapi tetap harus dibedakan dengan
tumor neuroendokrin penghasil kalsitonin lainnya terutama kanker paru. CEA
(Carcinoembryonic Antigen), kalsium dan kadar metanephrines urin atau serum harus
diperiksa ketika kanker medular telah dikonfirmasi.
d) CT scan dan MRI
CT scan dan MRI jarang digunakan dalam evaluasi nodul tiroid. CT scan dengan kontras
harus dihindari karena dapat mengganggu potensi tatalaksana dengan radioaktif iodine,
iodine scanning dan skintigrafi.
e) 131 I atau 123 I scans
Ketika kadar TSH rendah, direkomendasikan untuk memeriksa kadar 123I tiroid atau
techtenium-99m scans, yang dapat mengidentifikasi pasien dengan hot nodule, yang biasa
terdapat pada benign follicular adenoma. Sedangkan cold nodule lebih disarankan untuk
tindakan FNA. Setelah tindakan pembedahan reseksi, 131I atau 123I scans dapat
digunakan dalam penilaian penurunan penyakit atau penyakit tiroid yang masih tersisa.
123I mahal, tetapi memiliki kemampuan untuk menurunkan interfensi sesudah terapi
radioaktif iodine.
f) Pemeriksaan Genetik
Pemeriksaan genetik diindikasikan untuk kanker tiroid tipe medular untuk
mengidentifikasi kemungkinan familial cancer syndromes termasuk FMTC dan MEN 2.
FMTC dan MEN 2 dapat berhubungan dengan mutasi pada protoonkogen RET atau
kromosom 10, yang merupakan indikasi tindakan bedah profilaksis pada anggota
keluarga pembawa mutasi ini.

H. Komplikasi
Menurut (Jurnal, Oktahermoniza, 2013)
Komplikasi yang sering muncul pada penderita kanker tiroid yaitu :
a. Perdarahan. Risiko ini minimun terjadi, namun harus tetap berhati-hati dalam
mengamankan hemostatis dan penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
b. Vena besar terbuka (Vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme udara
c. Terjadinya trauma pada nervus leringeus rekurens. Jika hal tersebut terjadi makan dapat
menimbulkan terjadinya paralisis sebagian bahkan total pada laring.
d. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi pada
operasi bedah saat ini, sehingga antibiotik tidak lagi diperlukan sebagai profilaksis.

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Harahap (2017), Penatalaksaan medis yang dapat dilakukan pada penderita
kanker tiroid yaitu :
a. Tindakan Pembedahan
Pembedahan merupakan tindakan awal dan utama dalam penatalaksanaan kanker tiroid,
kecuali kanker tiroid tipe anaplastik. Sebelum tindakan pembedahan ini dilakukan, harus
disertai beberapa pemeriksaan terlebih dahulu seperti anamnesa, pemeriksaan fisik,
ulltrasonografi leher, FNAB yang didahului oleh ultrasonografi, evaluasi nilai TSH untuk
membedakannya dengan penyakit tiroid fungsional, analisis konsentrasi kalsium terionisasi
serum, X-ray dada dan pemeriksaan pita suara di daerah laring. Tatalaksana dengan tindakan
pembedahan dilakukan jika diduga akan terjadi peningkatan resiko keganasan atau
peningkatan stadium neoplasma. Tindakan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
lobektomi, tiroidektomi, pengangkatan kelenjar getah bening, tergantung dari ukuran nodul
dan keganasan dari tipe kanker tiroid masing masing.
 Lobektomi dapat dilakukan dalam penatalaksanaan kanker tiroid ( papiler atau
folikuler) yang berukuran kecil dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda
penyebaran diluar kelenjar tiroid. Tindakan ini, kadang-kadang, juga digunakan
sebagai alat diagnosa jika hasil FNAB tidak menunjukkan diagnosa yang jelas.
 Tiroidektomi merupakan tindakan pengangkatan kelenjar tiroid. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu hemitiroidektomi adan tiroidektomi total.
Hemitiroidektomi adalah gabungan dari lobektomi dan ismektomi yang diindikasikan
kepada pasien yang didiagnosa kanker tiroid tipe papiler dengan nodul tunggal
berdiameter ≤ 10 mm, stadium klinis N0. Total tiroidektomi direkomendasikan
kepada pasien yang memiliki tumor berdiameter >4cm atau pasien dengan tumor yang
memiliki karakteristik : multifokal, bilateral, penyebaran ekstra tiroid, familial dan
secara klinis maupun radiologis melibatkan kelenjar getah bening serta metastasis
tanpa memperhatikan ukuran tumor tersebut. Pasien kanker tiroid folikuler dengan
tumor berdiameter >4cm memiliki prognosis yang buruk sehinga direkomendasikan
untuk total tiroidektomi.
 Pengangkatan kelenjar getah bening dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
Central Neck Dissection. Tindakan Central Neck Dissection melibatkan kelenjar
getah bening prelaringeal, pretrakeal, paratrakeal, dan paratiroidal. Tindakan ini tidak
direkomendasikan kepada pasien yang tidak disertai keterlibatan kelenjar getah
bening berdasarkan klinis dan radiologisnya maupun pasien yang memiliki
karakteristik : PTC tipe klasik, umur <45 tahun, tumor unifokal, ≤4cm, dan tidak
keluar dari daerah tiroid. Berdasarkan ATA (American Thyroid Association),
tindakan ini tidak dibutuhkan pada kanker resiko rendah dalam hal rekurensinya.
 Cara lain dari pengangkatan kelenjar getah bening adalah limfadenektomi lateral,
yaitu suatu prosedur yang sudah dimodifikasi tanpa melibatkan pemotongan vena
jugularis, otot sternokleidomastoideus, dan saraf XI.
 Tindakan lainnya yaitu total limfadenektomi yang diindikasikan ketika metastasis ke
kelenjar getah bening telah dikonfirmasi.
Setelah tindakan pembedahan dilakukan, dapat muncul beberapa efek samping seperti : suara
hilang sementara atau permanen, kerusakan kelenjar paratiroid, pembentukan pembekuan
darah yang berlebihan di daerah leher dan infeksi luka. Komplikasi dari tindakan bedah yang
sering terjadi berupa kelumpuhan saraf laringeaal dan hypoparathyroidism.
 Terapi Radiaktif Iodin ( Radioidin)
Tindakan pembedahan biasanya diikuti oleh pemberian 131I yang bertujuan untuk
menghancurkan sisa-sisa jaringan dari tindakan pembedahan. Terapi dengan radioiodin akan
menurunkan resiko rekurensi lokoregional dan meningkatkan survival rate berdasarkan kadar
serum Tg dan diagnose radioiodin diseluruh tubuh.
 Terapi radioiodin akan lebih efektif jika kadar hormone TSH tinggi di darah. Karena
TSH akan menstimulasi jaringan tiroid (dan sel kanker) untuk mengambil radioaktif
iodin. Sehingga pasien yang direncanakan akan mendapatkan terapi radioiodine
disertai recombinant human TSH (rhTSH) setelah tindakan total/hemitiroidektomi
harus memulai penurunan dosis levothyroxine (2mcg per kilogram berat badan).
Dosis yang lebih rendah diindikasikan untuk pasien obesitas. Tindakan ini
diindikasikan pada seluruh pasien yang memiliki kategori : metastasis jauh (ekstra
tiroidal) , metastasis ke kelenjar getah bening, ukuran tumor >4cm. Radioiodine tidak
disarankan untuk pasien dengan tumor unifokal atau multifocal bediameter ≤1cm,
kanker tiroid tipe papiler klasik, varian folikular atau folikular dengan minimal invasif
tanpa invasi ke pembuluh daran dan tanpa invasi kekapsul tiroid. Tindakan radioaktif
iodine dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan ibu menyusui. Efek samping yang
mungki timbul adalah pembengkakan pada daerah leher, mual, muntah,
pembengkakan pada kelenjar ludah, mulut kering dan perubahan pengecapan.
 Terapi Hormon Tiroid
Setelah tindakan tiroidektomi, tubuh tidak dapat menghasilkan hormone tiroid yang dibutuhkan oleh
tubuh sehingga membutuhkan tambahan terapi hormon tiroid. Pemberian terapi hormon tiroid
dilakukan untuk membantu mempertahankan metabolisme normal tubuh dan membantu
menghentikan pertumbuhan kanker tiroid dengan menurunkan kadar hormone TSH. Terapi hormone
dengan L-thyroxine akan menggantikan hormone tiroid dan mengurangi resiko relaps. Hal ini terjadi
akibat penekanan terhadap hormone TSH oleh L-thyroxine yang diduga merupakan faktor
pertumbuhan sel kanker. L-thyroxine diberikan satu kali per hari 20-30 menit sebelum makan. Kadar
TSH serum harus diukur setiap 3-6 hari.

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS DIRI KLIEN

Tanggal masuk/ no registrasi : 20/10/2021


Tanggal pengkajian : 09/11/2021
Nama : Ny.V
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Suku : Timor Leste
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Keluarga yang dapat dihubungi : Anak
Diagnosis medis (bila ada) : Ca Tiroid

RIWAYAT KESEHATAN
Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri pada area benjolan leher dan dada. Skala nyeri 7/5.

2. Kronologi Keluhan
a. Faktor Pencetus/ penyebab : Ny.S mengatakan bahwa dirinya dulu
sangat menyukai makanan manis seperti teh manis, permen, coklat, dll.
Sejak menderita penyakit diabetes mellitus 10 tahun yang lalu, Ny.S sering
keram pada ujung jari kaki dan merasa kesemutan setelah makan.
Setelahnya Ny.S akan merasa pusing dan tidak kuat untuk berdiri hingga
mengalami nyeri dada. Sebelum mengetahui bahwa ia terkena covid-19,
Ny.S sempat merasa meriang selama 3 hari SMRS, mual dan muntah
setelah makan disusul flu dan batuk ringan hingga sesak saat melakukan
aktifitas sedang hingga berat.
b. Timbulnya Keluhan : (v) Mendadak ( ) Bertahap

c. Lamanya : Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit


PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum (tanda vital) : Pasien tampak sakit berat ; GCS ; DPO (Dibawah Pengaruh
Obat) , Terpasang CVC di subclavia dextra, Arterial Line di brachialis dextra, Ventilator
dengan mode SIMV/PS, ADL’s dibantu total. TTV ; TD : 148/72 mmHg, HR : 96 x/menit,
RR : 22x/menit dalam, regular, T : 36,8˚C, SPO2 : 97%/, EWS Covid-19 : 3
2. Kepala :
inspeksi : pada bagian rambut terdapat perubahan warna (uban), tidak botak, tidak ada lesi,
tidak ada ketombe,tidak ada kutu, rambut tidak ada rambut yang rontok.
3. Mata : Pada mata bentuk mata lebar, simetris antara kiri dan kanan, konjungtiva merah
muda

4. Hidung : Pada hidung tidak ada nodul, distribusi rambut rata dan bersih, saat di palpasi
tidak ada bengkak

5. Telinga : Pada telinga simetris antara kiri dan kanan, bersih tidak ada secret, tampak luka
tekan grade 2 pada telinga kanan
6. Mulut dan bibir : Pada mulut, membrane mukosa kering, gigi utuh, bibir tampak kering,
mukosa tampak pucat

7. Leher : Pada leher tampak ada pembesaran kelenjar, ada jaringan parut dan luka post
operasi.
8. Dada : Inspeksi : bentuk dada normal diameter anterior posterior transversal 1:2, ekspansi
simetris, pernapasan ada penggunaan alat bantu nafas cuping hidung, dada dan perut,
frekuensi pernapasan 22x/menit, ritme pernapasan dyspnea,tampak ada retraksi dinding
dada. Palpasi : ekspansi dada simetrisi, Perkusi : suara perkusi jantung sonor batas organ
sisi dada kanan dari atas ke bawah ditemukan dullness: ICS 7/8 (paru-paru dan lambung),
pada sisi dada kanan ICS 4/5 (paru dan hati), dinding posterior: supraskapula, Askultasi:
suara nafas ronchi terdengar di lapang paru kiri dan kanan
9. Abdomen : Tidak ada jaringan parut, tidak tampak asites, Palpasi bising usus abnormal /
tidak aktif, Perkusi abdomen dulness
10. Genitalia : Tampak bersih, tidak ada luka , ada keluaran secret, tidak kemerahan dan atau
bengkak
11. Ekstremitas : Superior : tidak ada deformitas, tidak ada edema, perfusi kapiler tidk baik,
anemis, akral hangat. Inferior : tidak ada edema, CRT bagian ujung lebih dari 3detik,
perfusi kapiler buruk, tidak anemis, akral dingin.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Analisa Data

Tanggal Data Fokus Etiologi Masalah


Keperawatan
10/11/2021 Data Objektif: Perubahan Gangguan pertukaran
- TTV : ; TD : 186/80 mmHg, membrane gas

HR : 120 x/menit, RR : alveolus


kapiler
22x/menit dalam, regular, T :
37,3˚C, SPO2 : 98%/
- Pasien tampak gelisah
- Tampak penggunan otot bantu
nafas ; diafragma dan cuping
hidung
- Permukaan kulit ekstremitas,
perifer, dan wajah tampak
sianosis
- Akral teraba dingin
- Hasil pemeriksaan Lab
(11/11/21)
Blood Gas Analysis
Ph : 7,62, pO2 : 139 mmHg,
Pco2 : 28,9 mmHg, HCO3 : 29,9
mmol/L, Total CO2 : 31 mmol/L
- Pemeriksaan penunjang CT Scan
thorax ; terdapat multiple nodul
metastasis kedua paru, massa
lobulated heterogen dengan fluid-
fluid level dan bercak kalsifikasi
intralesi region submandibular
anterior basis coli supraclaviculla
kiri dan
mediastinumanterosuperior
ukuran 23x13x16 cm
Data Subjektif: Mucus Bersihan Jalan Nafas
- Pasien dalam pengaruh Obat berlebih tidak efektif
sedasi
Data Objektif:
- TTV : ; TD : 186/80 mmHg,
HR : 120 x/menit, RR :
22x/menit dalam, regular, T :
37,3˚C, SPO2 : 98%/
- Pasien tampak pucat
- Ujung-ujung ekstremitas tampak
sianosis
- Pasien tampak dispnea
- Saat dilakukan oral hygiene,
tampak produksi sputum
- Akral teraba dingin
- CRT >3 detik
- Auskultasi suara paru ronchi
pada lapang paru kiri dan kanan
- Produksi slem saat suction ETT
sedang , tekstur kental, berwarna
kuning hijau kemerahan
- Pasien terpasang ventilator mode
SIMV/PS dengan ETT ukuran 7,5
- Pemeriksaan Bronkoskopi
didapatkan hasil; Tampak mucus
plug dan clothing darah di
sepanjang ETT. Seluruh mukosa
percabangan bronkus edematous
dan hiperemis. Tampak mucus
plug menutupi hamper total
muarah LAKi
- Pemeriksaan X-Ray Thorax
ditemukan opasitas pericardial
kanan bertambah, efusi pleura
kiri, dan cardiomegaly
- Pemeriksaan penunjang CT Scan
thorax ; terdapat multiple nodul
metastasis kedua paru, massa
lobulated heterogen dengan fluid-
fluid level dan bercak kalsifikasi
intralesi region submandibular
anterior basis coli supraclaviculla
kiri dan
mediastinumanterosuperior
ukuran 23x13x16 cm
Data Subjektif: Kerusakan integritas
- Pasien dalam pengaruh Obat kulit/Jaringan
sedasi

Data Objektif:
- ADL’s pasien dibantu total
- Hasil pengkajian luka ; Luka
tampak pada area leher anterior
dan dada grade, etilogi luka
kanker tiroid post operasi
tiroidektomi, gambaran luka
nekrotik 20%, ada eksudat sedang
serous, slough 20%, merah 60%,
area sekitar luka kering dan
terdapat area yang menghitam.
Odor(-), perdarahan (-)
- Pasien tirah baring on sedasi
- Pemeriksaan penunjang CT Scan
thorax ; terdapat multiple nodul
metastasis kedua paru, massa
lobulated heterogen dengan fluid-
fluid level dan bercak kalsifikasi
intralesi region submandibular
anterior basis coli supraclaviculla
kiri dan
mediastinumanterosuperior
ukuran 23x13x16 cm
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit

faktor resiko Resiko infeksi


tindakan
invasif

II. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif b.d mucus berlebih d.d Batuk ,Ada produksi sputum, dyspnea, tidak dapat
mengeluarkan sputum secara spontan, ronchi pada lapang paru kiri
III. Perencanaan Keperawatan
Intervensi yang dapat diberikan kepada Ny.V yaitu:

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Mandiri : - Penurunan bunyi nafas
tidak efektif asuhan keperawatan selama 3 menunjukkan tanda
- Kaji fungsi pernafasan
atelektasis. Ronki, mengi,
berhubungan dengan x 24 jam diharapkan pasien ; (bunyi nafas, kecepatan, menggambarkan
1 akumulasi secret
mucus berlebihan a. Menunjukkan irama dan kedalaman
/ketidakmampuan untuk
pembersihan jalan napas serta penggunaan otot
membersihkan jalan
yang lebih efektif aksesori) nafas yang dapat
b. Menunjukkan kepatenan menimbulkan
- Posisikan pasien semi
penggunaan otot aksesori
jalan napas yang lebih fowler dan peningkatan kerja
baik dengan; - Anjurkan minum pernafasan
Kriteria Hasil - Membantu bernapas
dengan air putih hangat lebih baik dan ekspansi
- Tidak mengalami
- Mengkaji kemampuan dada serta ventilasi
aspirasi lapang paru
pasien untuk
- Mengeluarkan secret - Dapat membantu
mengeluarkan sputum mengencerkan secret
secara efektif - Batuk efektif merupakan
dengan batuk efektif
- Mempunyai jalan napas tindakan yang dilakukan
- Lakukan fisioterapi untuk membersihkan
yang paten
dada saluran pernafasan dari
- Irama dan frekuensi sekret yang
pernapasan dalam batas - Meningkatkan mobilisasi
Edukasi : sekresi yang
normal (irama regular, mengganggu oksigenasi
- Melatih pernapasan dan
frekuensi 12-20x/menit) - untuk membantu
batuk efektif mengeluarkan sekresi
dan mempertahankan
potensi jalan nafas
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan
dokter pemberian
mukolitik
2 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan  Manajemen Hiperglikemia - Penurunan berat badan
gula darah berhubungan asuhan keperawatan selama 3 Mandiri : menunjukkan terjadinya
gangguan metabolisme.
dengan resistensi insulin x 24 jam diharapkan - Monitor adanya - Pasien yang
Kestabilan Kadar Glukosa penurunan BB menggunakan banyak
suntikan insulin harus
darah   pasien meningkat - Monitor glukosa darah dimonitor glukosa darah
Dengan Kriteria hasil ; sebelum makan, sebanyak tiga kali atau
- Kadar glukosa darah lebih setiap hari.
sebelum tidur, sesudah
- Pengecekan setiap 4-6
lebih stabil (Tidak dan sebelum pemberian jam biasanya cukup
mengalami hiperglikemia terapi untuk menentukan
koreksi dosis insulin
atau hipo glikemia dalam - Monitor glukosa darah - Pengenalan dini dan
satu hari pemeriksaan setiap 4-6 jam. pengobatan
GDS) hiperglikemia dapat
- Pantau tanda dan gejala
mencegah perkembangan
- Kadar glukosa darah hiperglikemia seperti menjadi ketoasidosis atau
mendekati rentang poliuria, polidipsia, hiperglikemia
- Keton dapat
normal (Kadar gula darah polifagia menunjukkan terjadinya
sewaktu <200 mg/dL, - Mendorong pasien ketoasidosis.
kadar gula darah puasa - Konsumsi gula berlebih
untuk mengurangi
menyebabkan
80-126 mg/dL, dan kadar asupan gula peningkatan kadar
gula darah 2 Jam PP 120- glukosa darah
160 mg/dL) - Mengontrol penyebab
Edukasi : ketidakstabilan kadar
- Pasien mampu - Menilai perubahan gaya glukosa, dan untuk
mendemonstrasikan mencapai kestabilan
hidup dan pola makan
kadar gula darah yang
bagaimana cara kemudian edukasi lebih optimal secara
memeriksa kadar glukosa manajemen nutrisi yang mandiri oleh pasien
darah yang benar dan - Keton dapat
efektif pada penderita menunjukkan terjadinya
manajemen nutrisi untuk Diabetes Melitus ketoasidosis
mencapai kadar gula - Pemberian terapi yang
tepat dapat mendukung
darah yang stabil Kolaborasi : penyembuhan penyakit.
- Status nutrisi adekuat: - Kolaborasi pemeriksaan - Hipoglikemia yang tidak
(Tidak terjadi segera ditangani dapat
urine untuk keton jika menyebabkan koma
mual/muntah, Tidak kadar glukosa darah - Pemberian insulin yang
terjadi penurunan BB, tidak tepat menyebabkan
>300 mg/dL
hipoglikemia
lemas atau pusing) - Kolaborasi dengan - Pemantauan glukosa
- Tingkat pengetahuan Dokter dalam darah secara mandiri
mengenai meningkat merupakan cara yang
pemberian Terapi efektif memanajemen
kadar glukosa pada
pasien yang
Manajemen Hipoglikemia
Mandiri : menggunakan terapi
insulin.
- Pantau tanda dan gejala
- Hipoglikemia merespon
dari hipoglikemia baik terhadap makanan
(Pusing, lemas, pucat, yang mengandung
glukosa.
palpitasi, dll)
- Monitor kadar glukosa
darah sebelum dan
sesudah pemberian
insulin.

Edukasi :
- Berikan edukasi pasien
cara memeriksa kadar
gula darah secara
mandiri.

Kolaborasi :
- Kolaborasi dalam
pemberian glukosa 15-
20 g glukosa dari
makanan dan hindari
pemberian makanan
yang mengandung
lemak jika terjadi
hipoglikemia
IV. Implementasi Keperawatan

Waktu Hari Dx Implementasi Evaluasi Paraf


Ke

Selasa 1 1 S

O:

A : Masalah bersihan jalan napas tidak


efektif belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji fungsi pernafasan (bunyi
nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman serta penggunaan otot
aksesori)
- Posisikan pasien semi fowler
- Anjurkan minum dengan air
putih hangat
- Mengkaji kemampuan pasien
untuk mengeluarkan sputum
dengan batuk efektif
- Lakukan fisioterapi dada

Laras
2 S:

O : A : Masalah ketidakstabilan kadar


gula darah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan ;
- Monitor glukosa darah sebelum
makan, sebelum tidur, sesudah
dan sebelum pemberian terapi
- Monitor glukosa darah setiap 4-6
jam.
- Pantau tanda dan gejala
hiperglikemia dan hipoglikemia
seperti poliuria, polidipsia,
polifagia, lemas ,pusing,
palpitasi
- Mendorong pasien untuk
mengurangi asupan gula

Laras
3 S:
-
Laras
Rabu 2 1 -

Laras
2 -
Laras
3 -
Laras
Kamis 3 1 S:

O :.

A : Masalah Bersihan jalan nafas tidak


efektif teratasi
P : Intervensi dihentikan

Laras
2 S:

O:
A : Masalah Ketidakstabilan kadar gula
darah teratasi

P : Intervensi dihentikan
Laras
3 S:

O:
A:

P : Intervensi dihentikan

Laras
DAFTAR PUSTAKA

Adham & Aldino, (2018). Diagnosis dan Tata Laksana Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi.
ORLI Vol. 48 No.2

American Cancer Society (ACS). (2016). Cancer Facts and Figures. INC.

American Cancer Society. (2012). Thyroid Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer Society

Bychkov, A., (2019). PathologyOutlines.com : Thyroid Gland General Anatomy. [Online] :


Available at: http://bit.ly/2kvSXDG [Accessed 14 November 2021].

Brown, Theodore. L et al. (2012). Chemistry The Central Science. San Fransisco: Pearson
Prentice Hall

Hans Tandra. (2011). Mencegah Dan Mengatasi Penyakit Tiroid. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta

KEMENKES. (2015). Infodatin Kanker. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI 2015.

National Institutes of Health National Cancer Institute. Risk Factors: Age - National
Cancer Institute. (2015). Cancer Causes and Prevention Available from:
https://www.cancer.gov/about-cancer/causesprevention/risk/age

Pernick, N., 2018. Pathology Outline : Thyroid Physiology. [Online] Available at:
http://bit.ly/2mq04y2 [Accessed 14 November 2021].

P. Shah, J. (2015). Thyroid Carcinoma:Epidemiology, Histology, and Diagnosis. Clin Adv


Hematol Oncol, pp. 3-6

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai