Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN III

“ Shalat Fardhu dan Shalat Suunah”

Dosen Pengampu:

Iri Hamzah,S.HI., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 1:

1. Alpin Yuhendra (191014285201007)


2. Wulan Apriyanti (191014285201075)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puji dan
syukur kami atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami akan membahas “shalat fardhu dan shalat suunah”
Penulisan makalah ini telah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, kami
meminta bantuan bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi
memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang berkaitan pada makalah-makalah selanjutnya.

Muara Bungo, 9 maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2

A. Rukun-rukun Shalat……………………………………………………………2
B. Yang Membatalkan Shalat.................................................................................3
C. Syarat Sah Shalat dan Syarat Wajib Shalat……………………………………4
D. Shalat Id ( Dua Hari Raya)…………………………………………………….5
E. Shalat Dua Gerhana……………………………………………………………6
F. Shalat Istisqa’………………………………………………………………….7

BAB III PENUTUP.........................................................................................................8

A. Kesimpulan........................................................................................................8
B. Saran ..................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sholat menurut arti bahasa adalah doa dan pada awalnya merupakan istilah untuk menunjukkan
makna dari doa secara keseluruhan, namun semakin mengikuti zaman kemudian berubah menjadi
istilah secara khusus. Sehingga yang pada awalnya berasal dari kata doa kemudian di pindah
artikan kepada pemahaman shalat berdasarkan syariat. Shalat di wajibkan atas dasar Al-Qur’an,
Sunnah dan Ijma’ Ummat bagi semua umat muslim yang baligh dan berakal kecuali bagi wanita
yang haid dan nifas, ada lima shalat yang Alloh wajibkan bagi hambanya, bagi siapa yang
menunaikannya dan tidak mengabaikanya dengan sikap menyepelekan maka Alloh berjanji akan
memasukkannya ke dalam surga. (Sa’id, 2008).
Mengingat ibadah sholat adalah wajib dan menjadi keharusan semua orang baik dari usia
baligh hingga lansia sebelum dia meninggal tetap melaksanakannya. Kududukan shalat dalam
agama islam merupakan ibadah yang menempati posisi penting dan tidak dapat digantikan oleh
ibadah apapun juga, shalat sebagai tiang agama, amal yang paling pertama di hisab, pilar kedua
setelah syahadat dan dalam garis besarnya di bagi menjadi dua yaitu shalat fardhu atau diwajibkan
dan sunnah atau tidak diwajibkan.
2 Mulai dari pertanyaan yang mendasar. “Untuk apa tujuan kita hidup?”, lalu kita bisa melihat
lebih jelas dan kaji lebih dalam bahwa Alloh telah berfirman kepada makhluk-Nya “Aku tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS Az-Zaariyaat (51):56).
Sehingga dari kalimat tersebut kita dapat memproyeksikan bahwa kehidupan kita untuk beribadah
kepada Alloh SWT secara makna seluas-luasnya (Habiba,2013).
Menurut (Said, 2008) Sujud adalah salah satu gerakan atau rukun dari sholat, sujud
sebagaimana yang di perintahkan dilakukan di atas tujuh anggota badan yaitu kening dan hidung,
kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung – ujung jari kaki. Sedangkan sholat sendiri adalah
kewajiban bagi semua umat muslim di dunia tanpa terkecuali dan tidak memandang bagaimana
kondisi saat itu namun ada beberpa hal yang menggugurkan sholat seperti, kehilangan akal, belum
baligh, berhalangan untuk sholat dan meninggal. Ketika sujud membaca Subhaana Robbiyal Aa’la
namun lebih utama jika bibaca sebanyak tiga kali berdasarkan hadist sahih dari Abu Hudzaifa RA
dan boleh juga ditambahkan dengan bacaan doa lainya sesuai syariat.
Yuarsa (2013) menyatakan fleksibilitas merupakan salah satu bagian dari kondisi fisik yaitu
kemampuan tubuh untuk melakukan gerak melalui ruang gerak sendi atau ruang gerak tubuh secara
maksimal, elastisitas gerak 3 tubuh pada persendian tersebut, sangat dipengaruhi oleh elastisitas
otot, tendon dan ligament di sekitar sendi serta kualitas sendi itu sendiri.
Salah satu cara untuk memelihara kesehatan tulang vertebrae, Gerakan tersebut didapatkan
dalam gerakan sholat.Gerakan sholat yang teratur, baik dan benar akan mempengaruhi fleksibilitas
vertebrae. Pada gerakan sholat terdapat gerakan ruku’ dan sujud. Gerakan tersebut akan terjadi
peregangan pada vertebrae dan otot tubuh bagian belakang. Saat gerakan tersebut maka otot-otot
postural akan terulur atau mengalami peregangan ( Sari, 2015 ).
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Rukun-rukun Shalat
2. Hal-hal Yang membatalkan shalat
3. Syarat sah shalat dan syarat wajib shalat
4. Bagaimana mengerjakan shalat id(dua hari raya)
5. Bagaimana mengerjakan shalat dua gerhana
6. Bagaimana mengerjakan shalat istisqa
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui semua tentang shalat Fardhu
2. Mengetahui semua tentang shalat Suunah
BAB II
PEMBAHASAN
A. SHALAT FARDHU dan SHALAT SUUNAH
1. SHALAT
a. Pengertian shalat
Pengertian shalat dari bahasa Arab As-sholah, sholat menurut Bahasa / Etimologi berarti
Do‟a dan secara terminology/istilah, para ahli fiqh mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara
lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam., yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang
mendatangkan takut kepadaNya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa kebesaranNya atau
mendhohirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan
pekerjaan atau keduaduanya
Dari beberapa pengertaian diatas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah merupakan ibadah
kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara‟.

b. Tujuan shalat
Shalat dalam agama Islam menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadah
manapun juga, ia merupakan tiang agama dimana ia tak dapat tegak kecuali dengan shalat.

c. Rukun-rukun Shalat
Rukun shalat bisa juga disebut fardhu. Perbedaan antara syarat dan rukun shalat adalah bahwa
syarat merupakan sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan amal ibadah itu dikerjakan ,
sedangkan pengertian rukun atau fardu adalah sesuatu yang harus ada pada suatu
pekerjaan/amal ibadah pada waktu pelaksanaan suatu pekerjaan /amal ibadah tersebut.
Rukun Shalat ada 13 yaitu:
a). Niat, yaitu menyengaja untuk mengerjakan shalat karena Allah SWT
b). .Berdiri bagi yang mampu.
c). Takbirotul Ihram.
d). Membaca Surah Al-fatihah.
e). Ruku‟ dan Thuma‟ninah
f). I‟tidal dengan Thum‟ninah.
g). Sujud dua kali dengan thuma‟ninah.
h). Duduk diantara dua sujud dengan thum‟ninah.
i). Duduk yang terakhir.
j). Membaca Tasyahud pada waktu duduk akhir.
k). Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad SAW9 pada tasyahud akhir setelah membaca
tasyahud.
l). Mengucapkan Salam.
m). Thuma‟ninah pada setiap gerakan.
n). Tertib, maksudnya ialah melaksanakan ibadah shalat harus berurutan dari rukun yang
pertama sampai yang terakhir.
d. yang membatalkan shalat :

a). Meninggalkan salah satu rukun shalat atau memutuskan rukun sebelum sempurna
dilakukan.
b). Tidak memenuhi salah satu dari syarat shalat seperti berhadats, terbuka aurat.
c). Berbicara dengan sengaja. “ Pernahkami berbicara pada waktu shalat, masingmasing
dari kami berbicara dengan temannya yang ada di sampingnya, sehingga turun ayat : dan
berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu)dengan khusyu‟”. (HR. Jamaah Ahli Hadits
kecuali Ibnu Majah dari Zain bin Arqam).
d). Banyak bergerak dengan sengaja.
e). Makan dan minum.
f). Menambah rukun fi‟li, seperti sujud tiga kali.
g). Tertawa. Adapun batuk, bersin tidaklah membatalkan shalat.
h). Mendahului imam sebanyak 2 kali, khusus bagi ma‟mum.

e. syarat sah shalat dan syarat wajib shalat

Syarat Sah Shalat


a). Suci dari hadats, baik hadats kecil maupun besar.
b). Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.
c). Menutup aurat. Aurat laki-laki antar pusar sampai litut dan aurat perempuan adalah
seluruh badannya kecuali muka dan telapak tangan
d).Telah masuk waktu shalat, artinya tidak sah bila dikerjakan belum masuk waktu shalat
atau telah habis waktunya

Syarat Wajib Shalat


a). Islam
b). Baligh, Sebagaimana dalam sabda Rasulullah yang artinya: “dari Abu Hurairah ra
berkata: Rasulullah saw bersabda, perintahkan anak- anakmu untuk shalat ketika mencapai
usia 7 tahun dan pukullah mereka jika (belum mengerjakan shalat) ketika usia 10 tahun dan
pisahkanlah tidurnya (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
c). Berakal , Sebagai hadis yang artinya : “ telah diangkat pena itu dari tiga perkara, yaitu
anak-anak sehingga dewasa (baligh), dari orang tidur sehingga ia bangun dan dari orang
gila sehingga ia sehat kembali”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). d) Suci dari hadats dan
najis, baik kecil maupun besar.

Macam – Macam Shalat Fardhu


1. Shalat Dhuhur
2. Shalat „Ashar
3. Shalat Maghrib
4. Shalat Isya‟
5. Shalat Subuh

Materi Sholat Id

Setelah berpuasa satu bulan, umat Islam bergembira. Seperti kata Rasulullah, kegembiraan
orang berpuasa itu ada dua. Pertama, kegembiraan saat berbuka atau selesainya tugas puasa,
dan kedua kegembiraan saat bertemu Allah yang menyediakan pahala puasa. Kegembiraan
selesai berpuasa disambut dengan shalat dua rakaat yang dipenuhi ucapan pujian atas kebesaran
Allah (takbi'r) pada tanggal satu syawal. Shalat itu disebut shalat sunnah 'Ied.
Selain pada tanggal satu syawal, shalat 'Ied dilaksanakan juga pada tanggal 10 dzuthijjah.
Shalat 'Ied yang ini bukan karena selesainya puasa, namun karena pada hari itu para jamaah
haji selesai melakukan wukuf di Arafah. Jadi umat Islam memiliki dua hari raya dan dua kali
shalat 'Ied dalam satu tahun, yaitu shalat hari raya `idul-fithri dan `idul-adha. Shalat 'idul fitri
dan shalat idul adha dua shalat yang dilakukan di lapangan terbuka (bila memungkinkan) pada
dua hari raya. Hukum shalat 'Ied adalah sunah mu'akkadah. Bahkan kaum perempuan 33 yang
sedang haid pun disunnahkan untuk bisa hadir di tempat shalat, walaupun tidak ikut shalat. Tata
cara shalatnya memiliki kesamaan, hanya pada beberapa perbuatan sunnah tertentu di luar
shalat yang berbeda. Adapun cara shalat 'id adalah sebagai berikut: a) Niat untuk shalat 'id
(fithri atau adha) b) Takbiratulihram sebagaimana shalat biasa c) Kemudian diikuti takbir 7 kali
dengan diiringi bacaan tasbih di antara takbir-takbir itu. d) Membaca surat al-fatihah e)
Membaca surat f) Ruku', I'tidal dan sujud seperti shalat biasa g) Pada rakaat kedua, saat berdiri
dari sujud bertakbir 5 kali diselingi bacaan tasbih seperti pada rakaat pertama. h) Selanjutnya
seperti dalam shalat biasa. i) Selesai shalat, khatib melaksanakan khutbah dan jamaah
mendengarkan sampai selesai.
a. Sholat Idul Adha

1) Pengertian

Shalat Idul Adha hukumnya sunnah muakkad dan disunnahkan lebih pagi (dicepatkan)
untuk memberi kesempatan menyembelih hewan kurban lebih cepat.35Sholat Idul Adha yang
dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu Sholat Idul Adha sebagai materi pokok bahasan pada
pelajaran Fiqih pada peserta didik kelas IV semester genap di MI Tarbiyatul Athfal Wedung
Demak tahun pelajaran 2015/2016.

2) Niat Sholat Idul Adha

3) Waktu Sholat Idul Adha

Waktu shalat Idul Adha dilaksanakan oleh umat Islam pada tanggal 10 Dzulhijjah
yakni, bertepatan dengan rangkaian kegiatan haji di tanah suci Mekkah. Waktu shalat Idul
Adha dianjurkan untuk dilaksanakan pagi hari kirakira pukul 7.00 atau sesuai batasan yakni,
mulai terbitnya matahari sampai siang hari waktu setempat. Supaya umat Islam berkesempatan
untuk menyembelih binatang kurban, disamping itu karena sebelum shalat Idul Adha umat
Islam masih dalam keadaan tidak makan terlebih dahulu beda dengan Idul Fitri malah
dianjurkan makan terlebih dahulu. Adapun pelaksanaan penyembelihannya sampai tanggal 13
Dzulhijjah (hari tasyrik).

4) Cara melaksanakan Sholat Idul Adha

Cara mengerjakan shalat Idul Adha sama dengan mengerjakan shalat Idul Fithri, yang
berbeda hanyalah niatnya saja. Kalau shalat Idul Fithri harus dengan niat mengerjakan shalat
Idul Fitri sedangkan mengerjakan shalat IdulAdha harus dengan niat mengerjakan shalat Idut
Adha. Shalat Idul Adha dapat dikerjakan di tanah lapang (yang bersih) ataupun di masjid.
Sebelum mengerjakan shalat, terlebih dahulu kita harus suci dari hadas dan najis serta
berwudu, selain itu kita harus menutup aurat dan memakai pakaian yang suci, bersih dan yang
bagus (dari yang kita miliki).
Cara mengerjakannya:
a) Shalat Idul Adha ada dua rokaat.
b) Shalat Idul Adha dilakukan dengan berjamaah demi syiamya agama Islam.
c) Setelah jama`ah siap, sholat dimulai dengan niat shalat IdulAdha berbarengan dengan
takbiratul ihrom (mengucapkan takbir sambil mengangkat ke dua tangan sampai pundak).
d) Membaca do`a iftitah.
e) Pada rokaat pertama, sesudah niat, takbiratul ihrom kemudian membaca do`a iftitah,
selanjutnya takbir 7 kali dan setiap takbir disunnahkan membaca tasbih.
f) Setelah takbir 7 kali dan membaca tasbih tersebut, kemudian membaca surat al-fatihah dan
disambung membaca surat yang dikehendaki (yang lebih utama Surat Qof atau al-A`la)
g) Setelah membaca Surat, dilanjutkan dengan ruku`, i`tidal dan diteruskan. Dengan sujud dua
kali seperti dalam shalat wajib hingga selesai rokaat pertama.
h) Pada rokaat kedua, sesudah berdiri untuk rokaat kedua membaca takbir 5 kali, dan setiap
takbir disunnahkan membaca tasbih seperti tersebut pada rokaat pertama. Kemudian membaca
surat al-fatihah diteruskan dengan membaca surat yang dikehendaki (yang lebih utama al-
Ghasyiyah).
i) Kemudian dilanjutkan dengan ruku`, i`tidal, sujud dua kali, membaca tahiyat akhir lalu
diakhiri dengan salam dengan menengokkan wajah ke kanan dan ke kiri.
j) Setelah shalat selesai shalat, khotib melaksanakan khutbah dua kali. Pada khutbah pertama
membaca takbir 9 kali dan pada khutbah ke dua membaca takbir 7 kali dan membacanya harus
berturut-turut.

Keutamaan Shalat Id:


Shalat id merupakan syiar agama Islam.
Hal ini terbukti bahwa shalat Ied itu dilaksanakan oleh semua lapisan kaum muslimin baik laki-
laki maupun perempuan, orang dewasa maupun anak-anak.
2) Orang yang menghidupkan malam hari raya Allah tidak akan mematikan hatinya. Salah
satu cara menghidupkan/membuat syiar malam hari raya dengan mengumandangkan takbir,
tahmid dan tahlil dari terbenamnya matahari malam lebaran sampai imam mulai mengenakan
shalat Idul Fithri. 3) Ketika akan pergi shalat id disunnatkan untuk mandi memakai
harum-haruman dan mengenakan pakaian terbaik. Rasulullah saw.
4) Sebelum berangkat shalat Idul Fitri disunnatkan makan terlebih dahulu.
5) Orang yang pergi menunaikan shalat ied hendaknya menempuh jalan yang berada antara
pergi dan pulangnya.
6) Shalat hari raya dilaksanakan tanpa adzan dan iqamah.
7) Pada waktu shalat untuk rakaat pertama setelah takbiratul ihram sebelum membaca fatihah
disunnatkan membaca takbir sebanyak tujuh kali,sedangkan pada rakaat kedua itu lima kali.

MATERI SHALAT DUA GERHANA (Kusuf dan Khusuf)

Gerhana Matahari dan Gerhana Bulan


Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan istilah khusuf ( ‫الخسوف‬ ) dan
juga kusuf ( ‫الكسوف‬ ) sekaligus. Secara bahasa, kedua istilah itu sebenarnya punya makna yang
sama. Shalat gerhana matahari dan gerhana bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan
juga khusufsekaligus.
Kusuf  adalah peristiwa dimana sinar matahari menghilang baik sebagian atau total pada siang
hari karena terhalang oleh bulan yang melintas antara bumi dan matahari.
Khusuf adalah peristiwa dimana cahaya bulan menghilang baik sebagian atau total pada malam
hari karena terhalang oleh bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan
matahari.

A. Pensyariatan Shalat Gerhana


Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam
sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.Dalilnya adalah firman Allah SWT. :
َ‫س َواَل لِ ْلقَ َم ِر َوا ْس ُجدُوا هَّلِل ِ الَّ ِذي خَ لَقَه َُّن إِ ْن ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُ ُدون‬
ِ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه اللَّ ْي ُل َوالنَّهَا ُر َوال َّش ْمسُ َو ْالقَ َم ُر اَل تَ ْس ُجدُوا لِل َّش ْم‬
“Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari
dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah
Yang Menciptakan keduanya. “ (QS. Fushshilat: 37)
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari
dan bulan adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.Selain
itu juga Rasulullah SAW bersabda:
‫صلُّوا َحتَّى يَ ْن َجلِ َي‬ َ ‫ فَا ْدعُوا هَّللا َ َو‬،‫ فَإ ِ َذا َرأَ ْيتُ ُموهُ َما‬،‫ت أَ َح ٍد َوالَ لِ َحيَاتِ ِه‬ِ ْ‫ الَ يَ ْن َك ِسفَا ِن لِ َمو‬،ِ ‫ت هَّللا‬
ِ ‫س َوالقَ َم َر آيَتَا ِن ِم ْن آيَا‬ َ ‫إِ َّن ال َّش ْم‬
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah
SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila
kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena
itu.” (HR. Bukhari no. 1043,  Muslim no. 915)
Shalat gerhana disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya
atau dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau diperintahkan
kepada orang-orang yang wajib melakukan shalat Jumat. Namun meski demikian, kedudukan
shalat ini tidak sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak
ada kewajiban selain shalat 5 waktu semata.

B. Pelaksanaan Shalat Gerhana


Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara berjamaah, sebab dahulu
Rasulullah SAW. mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana secara
berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah ra.Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan
azan atau iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz “Ash Shalatu
Jamiah“. Dalilnya adalah hadits berikut: Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah
SAW. mengutus orang yang memanggil shalat dengan lafaz: Ash shalatu jamiah”. (HR.
Muttafaqun alaihi).
Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan sirr (merendahkan suara) maupun dengan
jahr (mengeraskannya).
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini
disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah.
Shalat ini juga dilakukan dengan khutbah menurut pendapat Asy Syafi`i. Khutbahnya
seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dan juga khutbah Jumat. 
Dalilnya adalah hadits Aisyah ra. berkata,”Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari
shalatnya, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian
bersabda,”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari tanda-tanda
kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang atau
kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga
selesai fenomena itu.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubatdari dosa serta untuk
mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta ampun).
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini disunnahkan untuk diberikan
peringatan (al-wa`zh) kepada para jamaah yang hadir setelah shalat, namun bukan berbentuk
khutbah formal di mimbar. Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa
dalam shalat gerhana ada khutbah, sebab pembicaraan nabi SAW setelah shalat dianggap oleh
mereka sekedar memberikan penjelasan tentang hal itu.

C. Tata Cara Teknis Shalat Gerhana


Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat.Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2
kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku` dan 2 sujud.
Dalil yang melandasi hal tersebut adalah: Dari Abdullah bin Amru berkata, “Tatkala terjadi
gerhana matahari pada masa nabi SAW., orang-orang diserukan untuk shalat “As-shalatu
jamiah”. Nabi melakukan 2 ruku` dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan
2 ruku` untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. .
Aisyah ra. berkata,”Belum pernah aku sujud dan ruku` yang lebih panjang dari ini.” (HR.
Muttafaqun alaihi)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama setelah Al-Fatihah
dibaca surat seperti Al Baqarah dalam panjangnya. Sedangkan berdiri yang kedua masih pada
rakaat pertamadibaca surat dengan kadar sekitar 200-an ayat, seperti Ali Imran. Sedangkan
pada rakaat kedua pada berdiri yang pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat,
seperti An-Nisa. Dan pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya
sekitar 150-an ayat seperti Al-Maidah.
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku` dan sujud dengan bertasbih kepada Allah
SWT, baik pada 2 rukuk dan sujud rakaat pertama maupun pada 2 ruku` dan sujud pada rakaat
kedua.
Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab bila dikadarkan dengan
ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat
surat Al-Baqarah. Panjang rukuk dan sujud pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat
Al-Baqarah, pada ruku` dan sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah.
Dan seputar 70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk
terakhir sekadar 50 ayat.
Dalilnya adalah hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati oleh para ulama
hadits.
Dari Ibnu Abbas ra. berkata,”Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah SAW. melakukan shalat
gerhana. Beliau beridri sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian beliau
ruku` sangat panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari
yang pertama. Lalu ruku` lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku` yang pertama. Kemudian
beliau sujud. Lalu beliau berdiri lagi dengan sangat panjang namun sidikit lebih pendek dari
yang pertama, kemudian ruku` panjang namun sedikit lebih pendek dari sebelumnya…. (HR.
Bukhari no. 1052, Muslim no. 907)

MATERI SHALAT ISTISQA’

  A.    Pengertian Istisqa’
Istiqa’ artinya minta diturunkan hujan oleh Allah SWT untuk sejumlah negeri atau
hamba-hanbaNya yang membutuhkan melalui shalat, berdo’a dan beristighfar ketika terjadi
kemarau.1
Ibnu qudamah berkata: “shalat istiqha hukumnya sunnah muakkadah, ditetapkan oleh
sunnah Rasulullah SAW dan Khulafa Ar Rasyidin.2
B.     Bentuk-bentuk Memohon Hujan (istisqa’).
1.      Seorang imam shalat dua rakaat bersama makmum, waktunya kapan saja, kecuali
waktu yang dilarang untuk shalat. Dengan mengeraskan bacaan, rakaat pertama membaca surat
Al-’Ala dan yang kedua dengan surat Al-Ghasiyah Selesai shalat Imam berkhutbah di hadapan
manusia kemudian berdo’a kepada Allah agar diturunkan hujan. Dan ini adalah cara yang
paling sempurna dan lengkap.
2.      Ketika khutbah jum’at kemudian di akhir khutbah khatib berdo’a supaya diturunkan
hujan, kemudian makmum mengamini do’anya. Sebagaiamana sabda Nabi saw, Dari Anas ra
bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid pada hari jum’at, sedangkan Rasulullah saw
sedang berdiri berkhutbah, lalu laki-laki tadi berkata, “Wahai Rasulullah saw hartaku telah
binasa, bekalku telah habis, maka berdo’alah kepada Allah agar menolong (menurunkan
hujan) kepada kita, kemudian Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya dan berdo’a,
‫اللَّ ُه َّم أَ ِغ ْثنَا اللَّ ُه َّم أَ ِغ ْثنَا اللَّ ُه َّم أَ ِغ ْثنَا‬

        C.    Beberapa Jenis Istisqa Kepada Allah


Memohon kepada Allah agar diturunkan hujan berdasarkan apa yang ditetapkan oleh
syari’at, dapat dilakukan dengan beberapa cara :
        a)      Sholat istisqa secara berjama’ah ataupun sendirian.3
      b)      Imam sholat Jum’at memohon kepada Allah agar diturunkan hujan dalam khutbahnya.
Para ulama ber-ijma’ bahwa hal ini disunnahkan senantiasa diamalkan oleh kaum muslimin
sejak dahulu.
    c)      Berdo’a setelah shalat atau berdo’a sendirian tanpa didahului shalat. Para ulama ber-
ijma’ akan bolehnya hal ini.

        D.      Hukum Sholat Istisqa


Sholat istisqa’ termasuk shalat sunnah yang sangat dianjurkan sekali (sunnah muakkadah),
dimana Rasulullah SAW pun telah melaksanakannya dan beliau juga memberitahukannya
kepada orang-orang agar ikut serta untuk pergi ketempat pelaksanaan sholat istisqa’.
Oleh karena itu apabila hujan sangat lama tidak turun dan tanah menjadi gersang, maka
dianjurkan bagi kaum muslimin pergi ketanah lapang untuk melaksanakan sholat istisqa’ dua
rakaat dipimpin seorang imam, memperbanyak do’a dan istighfar.

E.     Tata Cara Istisqa’


Pergi ke tanah lapang kemudian shalat berjama’ah bersama orang-orang yang dipimpin
seorang imam tanpa adzan dan iqomah akan tetapi hendaknya mengucapakan ‫الص””الة جامعة‬.
Kemudian shalat dua rakaat, jika imam berkenan maka ia dapat membaca takbir sebanyak tujuh
kali pada rekaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua seperti  pada shalat hari raya. Pada
rakaat pertama imam Smembaca surat al-’Ala setelah ia membaca surat Al-Fatihah dengan
suara yang nyaring, sedang pada rakaat yang kedua membaca surat al-Ghasiyah.

Setelah selesai shalat hendaknya imam menghadap ke arah jama’ah kemudian ia


berkhutbah di hadapan mereka dengan menghimbau mereka supaya banyak beristighfar, lalu
imam berdoa yang diamini oleh jama’ah, lalu imam menghadap kiblat serta mengubah posisi
selendangnya, sehingga bagian sebelah kanan berpindah ke bagian sebelah kiri, serta bagian
sebelah kiri berpindah ke bagian sebelah kanan dan kemudian mengangkat tangannya, lalu
orang-orangpun harus mengubah posisi selendang mereka sebagaimana yang dilakukan
seorang imam. Selanjutnya mereka berdoa sesaat kemudian bubar. Sebagaimana sabda Nabi
saw dari Abdullah bin Zaid ia berkata:
‫ َّو َل ِردَا َءهُ ثُ َّم‬S‫ ْدعُو ثُ َّم َح‬Sَ‫ةَ ي‬Sَ‫تَ ْقبَ َل ا ْلقِ ْبل‬S‫اس‬ ِ ‫ َّو َل إِلَى النَّا‬S‫ا َل فَ َح‬SSَ‫قِي ق‬S‫َس‬
ْ ‫ َرهُ َو‬S‫س ظَ ْه‬ ْ َ‫سلَّ َم يَ ْو َم َخ َر َج ي‬
ْ ‫ست‬ َ ‫َرأَيْتُ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
‫صلَّى لَنَا َر ْك َعتَ ْي ِن َج َه َر فِي ِه َما ِبا ْلقِ َرا َء ِة‬ َ
            “Saya melihat Nabi saw tatkala pergi ke tanah lapang untuk shalat istisqa’ beliau
palingkan punggungnya menghadap para sahabat dan kiblat sambil berdo’a, lalu beliau
palingkan selendangnya, kemudian shalat dengan kami du’a rakaat dengan suara yang keras
ketika membaca ayat.

      F.     Waktu Pelaksanaan
          Waktu pelaksanaan shalat istisqa’ sama seperti shalat hari raya, ini adalah pendapat
Malikiyah, berdasarkan keterangan dari Aisyah, “Rasulullah saw pergi menunaikan shalat
istisqa’ ketika tampak penghalang matahari.” Namun dalam hadits ini bukan membatasi bahwa
waktu shalat istisqa’ itu hanya seperti keterangan dalam hadits, akan tetapi waktu pelaksanaan
shalat istisqa’ dapat dikerjakan kapan saja, selain waktu yang dilarang untuk shalat. Karena
shalat istisqa’ memiliki waktu yang panjang, namun yang lebih afdhal adalah dilaksanakan
pada awal hari sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, karena shalat istisqa’ menyerupai
(hampir sama) dengan  shalat ‘ied tata cara dan tempatnya.

      G.    Hal yang Disunnahkan Sebelum Shalat


Disunnahkan kepada imam untuk mengumumkan pelaksanaan shalat istisqa’ beberapa
hari sebelumnya, menghimbau orang-orang supaya bertaubat dari kemaksiatan dan menjauhkan
diri dari kedzaliman. Juga menganjurkan mereka supaya berpuasa, bersedekah, meninggalkan
permusuhan  dan memperbanyak amal kebaikan, karena kemaksiatan itu penyebab kemarau
dan tidak diturunkannya hujan, sebagaimana ketaatan menjadi penyebab kebaikan dan
keberkahan sehingga Allah swt akan menurunkan hujan dari langit.

H.    Khutbah Istisqa’
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai waktu khutbah pada shalat istisqa’, Sebagian
ulama’ berpendapat dan ini adalah merupakan riwayat dari Imam Ahmad, bahwasanya Imam
berkhutbah sebelum shalat istisqa’.
          Namun mayoritas ulama’ di antaranya adalah Malik, Syafi’I dan Muhammad bin Hasan
dan ini juga riwayat dari Imam Ahmad bin Hambal dari jalur yang lain, bahwasanya
khutbah istisqa’ dilaksanakan setelah shalatistisqa’  dan ini merupakan pendapat yang benar, 
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni berdasarkan perkataan dari
Abu Hurairah di dalam hadits yang shahih,
َ ‫ان َواَل إِقَا َم ٍة ثُ َّم َخطَبَنَا َو َدعَا هَّللا‬ٍ ‫صلَّى بِنَا َر ْك َعتَي ِْن بِاَل أَ َذ‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَوْ ًما يَ ْستَ ْسقِي ف‬ َ َ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ ق‬
َ ِ ‫ال خَ َر َج َرسُو ُل هَّللا‬
‫ب ِردَا َءهُ فَ َج َع َل اأْل َ ْي َمنَ َعلَى اأْل َ ْي َس ِر َواأْل َ ْي َس َر َعلَى اأْل َ ْي َم ِن‬ َ َ‫َو َح َّو َل َوجْ هَهُ نَحْ َو ْالقِ ْبلَ ِة َرافِعًا يَ َد ْي ِ”ه ثُ َّم قَل‬
             Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw keluar pada waktu istisqa’ maka
kemudian ia shalat bersama kami dua raka’at tanpa adzan dan iqamah kemudian berkhutbah
pada kami dan berdo’a kepada Allah dan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat dengan
mengangkat tangannya kemudian membalik selendangnya dan menjadikan selendang sebelah
kanan pada pundak yang kiri dan selendang sebelah kiri diletakkan di pundak yang kanan.”
(HR. Ibnu Majah).

   
I.  Do’a-do’aIstisqa’
          Di bawah ini akan kami sebutkan beberapa do’a di dalam istisqa’ yang sesuai dengan
sunnah Rasulullah saw :
1. Sebagaimana hadits yang telah lalu ketika seorang laki-laki datang ke masjid dan
Rasulullah saw sedang berkhutbah, kemudian ia minta supaya Rasulullah saw berdo’a
sebanyak tiga kali.
‫اللهم أغثنا اللهم أغثنا اللهم أغثنا‬ 
 “Ya Allah tolonglah kami, tolonglah kami, tolonglah kami”.
2. Sebagaimana sabda Nabi saw dari Ibnu Abbas
‫ث‬ ِ ‫سقِنَا َغ ْيثًا ُم ِغيثًا َم ِريئًا طَبَقًا َم ِري ًعا َغ َدقًا ع‬
ٍ ِ‫َاجاًل َغ ْي َر َرائ‬ ْ ‫اللَّ ُه َّم ا‬
“Ya Allah berilah kami hujan yang menolong, menyegarkan tubuh dan menyuburkan tanaman
dan segera tanpa ditunda-tunda.”
3.    Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwasanya Nabi Saw ketika dalam istisqa’ beliau
membaca
 ‫اللهم اسقنا اللهم اسقنا اللهم اسقنا‬
 ”Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami, Ya
Allah turunkanlah hujan kepada kami”.
Salah satu do’a dalam istisqa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
ِ ِ‫ب َواأْل َ ْو ِديَ ِة َو َمنَاب‬
‫ت الش ََّج ِر‬ ِ ‫ اللَّ ُه َّم َح َوالَ ْينَا َواَل َعلَ ْينَا اللَّ ُه َّم َعلَى اآْل َك ِام َوا ْل ِجبَا ِل َواآْل َج ِام َوالظِّ َرا‬                       
“Ya Allah turunkanlah hujan disekitar kami, bukan pada kami. Ya Allah berilah hujan ke
dataran tinggi, pegunungan, anak bukit, dan lembah serta di tempat tumbuhnya pepohonan.”
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Shalat adalah ibadah kepada Tuhan,berupa perkataan yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syaratnya.
Shalat Idul Adha hukumnya suunah muakkad dan disuunahkan lebih pagi (dipercepat) untuk
memberi kesempatan menyembelih hewan kurban secara cepat. Shalat Istisqa’ artinya shalat
minta diturunkan hujan oleh Allah SWT untuk sejumlah negeri atau hambat-hambaNya yang
membutuhkan melalui shalat, berdoa dan beristigfar ketika terjadi kemarau.

B. Saran

Shalat sebagai suatu tarbiyyah yang begitu luar biasa yang mengajarkan kebaikan dalaam
segala aspek kehidupan, sebagi pencegah kemungkaran dan kemaksiatan, sebagai pembeda
antara orang yang beriman dan prang yang kafir, shalat sebagai syariat dari Allah dalam
kehidupan, semoga dapat dipahami, diamali dan diaplikasikan dengan benar dalam kehidupan
kita. Kebenaran datang dari Allah semata dan kesalahan-kesalahan takkan lepas dari kami
sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan. Maka teruslah berusahan untuk menjauhi
segala yang menjadi larangannya dan melaksanakan segala peritahnya, meneladani Nabi kita
Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA

http://etheses.uin-malang.ac.id/1852/4/09410004_Bab_1.pdf
http://eprints.ums.ac.id/47838/4/BAB%20I.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/6705/3/BAB%20II.pdf
http://eprints.walisongo.ac.id/2238/3/72111178_bab2.pdf
http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articels.

https://lppi.ump.ac.id/index.php/styles/berita/110-shalat-gerhana-kusuf-dan-khusuf
https://transbatumarta.blogspot.com/2017/10/makalah-tentang-sholat-istisqa.html

Anda mungkin juga menyukai