Anda di halaman 1dari 9

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, daya dukung lingkungan hidup memiliki

makna kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,

makhluk lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung

lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat

energi, dan /atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya

Dukung Lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam

menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang

panjang.

Muta'ali (2014) menyatakan bahwa daya dukung lingkungan merupakan

kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan

lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. Selain itu daya dukung

lingkungan dapat pula diartikan daya dukung lingkungan alamiah yang

berdasarkan biomasa tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan

ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu.

Konsep dan definisi daya dukung dan daya tampung lingkungan memiliki

banyak pengertian, namun hakikat dan kesamaannya adalah bahwa daya dukung

selalu memperhatikan perbandingan dan keseimbangan antara ketersediaan

(supply) dan kebutuhan (demand) dan ke-semuanya disesuaikan dengan tujuan

yang diinginkan. Esensi dasar dari daya dukung adalah perbandingan antara

ketersediaan dan kebutuhan atau. Hal ini menjadi penting karena supply umumnya

terbatas, sedangkan demand tidak terbatas. Banyak faktor yang mempengaruhi

6
kebutuhan dan ketersediaan sehingga perhitungan teknis daya dukung menjadi

sulit. Dengan kata lain, terlalu banyak elemen yang mempengaruhi komponen

daya dukung lingkungan. Kesulitan tersebut mengakibatkan daya dukung

umumnya berlaku pada sistem tertutup, tanpa memperhitungkan interaksi antar

wilayah, sehingga pendekatan perhitungannya lebih banyak dilakukan melalui

daya dukung sektoral seperti pertanian, pariwisata, sosial, jasa ekosistem dan lain

sebagainya yang dikembangkan berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu tanpa

mengabaikan dampak risiko lingkungan.

Konsep daya dukung lingkungan mengandung pengertian adanya

kemampuan dari alam dan sistem lingkungan buatan untuk mendukung kebutuhan

yang melibatkan keterbatasan alam yang melebihi kemampuannya, yang secara

tidak langsung dapat menyebabkan degradasi atau kerusakan lingkungan (Pusat

Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumtera, 2015). Keterbatasan alam yang

merupakan suatu penghambat dalam mendukung perikehidupan manusia.

Keadaan ini terlihat ketika pembangunan yang terjadi pada suatu daerah telah

melewati ambang batas kemampuan alam akan mengakibatkan terjadinya

bencana. Hal ini selaras dengan pernyataan Muta'ali (2011) yang menyatakan

bahwa entitas pembangunan selalu memunculkan paradoks, artinya salah satunya

makin berkurang kualitas dan daya dukung lingkungan akan mengakibatkan

gangguan pada lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa peranan penting daya

dukung dan daya tampung lingkungan sangat diperlukan.

7
2.2. Jasa Ekosistem

Menurut Hutagalung (2010), ekosistem merupakan suatu sistem ekologi

yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan. Ekosistem juga bisa

diartikan suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur

lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Fungsi ekosistem adalah

kemampuan komponen ekosistem untuk melakukan proses alam dalam

menyediakan materi dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jasa ekosistem menurut Muta’ali (2014) adalah keuntungan yang diperoleh

manusia dari ekosistem. Penilaian daya dukung lingkungan berbasis jasa

ekosistem dilakukan dengan mendasarkan pada manfaat yang dapat dihasilkan

dari suatu ekosistem. Pendekatan nilai jasa ekosistem dalam perhitungan daya

dukung lingkungan didasarkan pada fungsi dari sumber daya alam dan lingkungan

yaitu berbentuk barang (goods) dan pelayanan (services). Daya dukung

merupakan indikasi kemampuan mendukung penggunaan tertentu, sedangkan

daya tampung adalah indikasi toleransi mendukung perubahan penggunaan

tertentu (atau pengelolaan tertentu) pada unit spasial tertentu. Untuk menghitung

daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, perlu beberapa pertimbangan.

Pertimbangan tersebut adalah (1) ruang dan sifatnya, (2) tipe pemanfaatan ruang,

(3) ukuran produk lingkungan hidup utama (udara dan air), (4)

penggunaan/penutupan lahan mendukung publik (hutan), (5) penggunaan tertentu

untuk keperluan pribadi.

Menurut sistem klasifikasi jasa ekosistem dari Millenium Ecosystem

Assesment (2005), jasa ekosistem dikelompokkan menjadi empat fungsi layanan,

8
yaitu jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa

pendukung (supporting), dan jasa budaya (cultural). Pendekatan nilai jasa

ekosistem yang digttnakan dalam perhitungan daya dukung lingkungan dapat

dirincikan sebagai berikut (De Groots, Wilson dan Bouman, 2002) :

Tabel 2.1. Jenis Jasa Ekosistem

Jasa Ekosistem Definisi Operasional


Fungsi Penyediaan (Provisioning)
1 Pangan Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan hewan), hasil
pertanian dan perkebunan untuk pangan, hasil peternakan
2 Air bersih Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas
penyimpanannya), penyediaan air dari sumber permukaan
3 Serat (fiber) Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan perkebunan untuk
material
4 Bahan bakar (fuel) Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar dari fosil
5 Sumber daya genetik Bahan dari makhluk hidup, jasad renik atau jasad lain yang
mengandung unit – unit fungsional pewarisan sifat
Fungsi Pengaturan (regulating)
1 Pengaturan iklim Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, pengendalian gas
rumah kaca dan karbon
2 Pengaturan tata aliran Siklus hidroloagi, serta infrastruktur alam untuk
dan banjir penyimpanan air, pengendalian banjir dan pemeliharaan air
3 Pencegahan dan Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan dari
perlindungan dari kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan tsunami
bencana
4 Permurnian air Kapasitas badan air dalam mengencerkan, mengurai dan
menyerap pencemar
5 Pengolahan dan Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan
penguraian limbah menyerap limbah dan sampah
6 Pemeliharaan kualitas Kapasitas mengatur sistem kimia udara
udara
7 Pengaturan penyerbukan Distribusi habitat spesies pembantu proses penyerbukan
alami alami
8 Pengendalian hama dan Distribusi habitat spesies trigger dan pengendalihama
penyakit dan penyakit

9
Fungsi Budaya (Cultural)
1 Tempat tinggal dan ruang Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar “kampung
hidup (sense of place) halaman” yang punya nilai sentimental
2 Rekreasi dan Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang
ekotourisme menjadi daya tarik wisata

3 Estetika Keindahan alam yang memiliki nilai jual


Fungsi Pendukung (Supporting)
1 Pembentukan lapisan Kesuburan tanah
tanah dan pemeliharaan
kesuburan
2 Siklus hara (nutrient) Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian
3 Produksi primer Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies
4 Biodiversitas Keanekaragaman hayati, antara spesies dan ekosistem yang
menjadi habitat perkembanganbiakan flora dan fauna
Sumber : MEA, 2005

2.3. Penutup Lahan

Penutup lahan adalah kenampakan material fisik permukaan bumi. Penutup

lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan proses sosial.

Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting untuk keperluan

pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di permukaan

bumi (Sampurno, 2016). Selain itu Jia et al. (2014) menyatakan bahwa data

tutupan lahan juga digunakan dalam mempelajari perubahan iklim dan memahami

keterkaitan antara aktivitas manusia dan perubahan global. Informasi tutupan

lahan yang akurat merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan

kinerja dari model-model ekosistem, hidrologi, dan atmosfer. Penutup lahan juga

dapat diartikan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya

yang menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung

ataupun hutan (Sitorus, 2004). Tutupan lahan merupakan atribut dari permukaan

10
dan bawah permukaan lahan yang di dalamnya terdapat biota, tanah, topografi, air

tanah dan permukaan, serta struktur manusia.

Dalam keterkaitannya dengan jasa ekosistem, tutupan lahan memiliki posisi

penting untuk dibaca dan cerminan potensi dari masing-masing jenis jasa

ekosistem dikarenakan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan

kegiatan manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual.

Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini mengikuti

klasifikasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 7645-1 : 2014 tentang Kelas

Penutupan Lahan dengan kedalaman skala 1 : 50.000 dimuat pada Lampiran 1.

2.4. Ekoregion

Pengertian ekoregion ataupun sering disebut dengan benuk lahan menurut

Pasal 1 Angka 29 Undang – Undang Nomor 32 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Tahun 2009 adalah wilayah geografis

yang memiliki kesemaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola

interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan

lingkungan hidup. Selanjutnya Pasal 7 Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009

menetapkan bahwa terdapat 8 (delapan) pertimbangan untuk penetapan ekoregion,

yaitu (1) karakteristik bentang alam; (2) daerah aliran sungai; (3) iklim; (4) flora

dan fauna; (5) ekonomi, (6) kelembagaan masyarakat; (7) sosial budaya, dan (8)

hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Berdasarkan analisis dan kesepakatan para ahli terhadap delapan faktor

tersebut, proses penetapan ekoregion darat menggunakan parameter deliniator

bentang alam, yaitu morfologi (bentuk muka bumi) dan morfogenesa (asal usul

11
pembentukan bumi). Sedangkan proses penetapan ekoregion laut menggunakan

parameter deliniator morfologi pesisir dan laut, keanekaragaman hayati yang

sifatnya statis, seperti karang keras, oseanografi, pasang surut, dan batas Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Parameter lainnya yang disebutkan di atas,

terutama yang sifatnya dinamis digunakan sebagai atribut untuk mendeskripsikan

karakter ekoregion tersebut (Sukarman, 2013).

Secara prinsip, pendekatan ekoregion juga bertujuan untuk memperkuat

dan memastikan terjadinya koordinasi horisontal antar wilayah administrasi yang

saling bergantung (hulu-hilir) dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan

hidup yang mengandung persoalan pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam

maupun permasalahan lingkungan hidup. Selain itu, pendekatan ekoregion

mempunyai tujuan agar secara fungsional dapat menghasilkan Perencanaan

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemantauan dan evaluasinya

secara bersama antar sektor dan antar daerah yang saling bergantung, meskipun

secara kegiatan operasional pembangunan tetap dijalankan sendiri-sendiri oleh

sektor/dinas dan wilayah administrasi sesuai kewenangannya masing-masing.

Dasar pendekatan ini juga akan mewujudkan penguatan kapasitas dan kapabilitas

lembaga (sektor/dinas) yang disesuaikan dengan karakteristik dan daya dukung

sumber daya alam yang sedang dan akan dimanfaatkan (KLH, 2014).

Ekoregion pulau merupakan wilayah ekoregion di setiap pulau besar yang

ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri dari pulau

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku,

dan Papua. Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia.

Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat

12
Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan

Samudera Hindia. Tipe ekoregion pulau atau kepulauan Indonesia terdiri dari : (1)

Kerucut gunung api; (2) Lereng gunung api; (3) Kaki gunung api; (4) Pegunungan

patahan; (5) Pegunungan lipatan; (6) Perbukitan patahan; (7) Perbukitan lipatan;

(8) Lereng kaki patahan; (9) Lereng kaki lipatan; (10) Lembah antar patahan; (11)

Lembah antar lipatan; (12) Dataran fluvio gunung api; (13) Dataran aluvial; (14)

Dataran fluviomarin; (15) Pegunungan solusional; (16) Perbukitan solusional;

(17) Lembah antar perbukitan / pegunungan solusional; (18) Pegunungan

Denudasional; (19) Perbukitan Denudasional; (20) Lereng kaki

Perbukitan/Pegunungan Denudasional; (21) Lembah antar Perbukitan /

Pegunungan denudasional; (22) Gumuk pasir; (23) Padang pasir; (24)

Pantai/Shore; (25) Pesisir/coast); (26) Pegunungan glasial / Perbukitan glasial;

(27) Lembah antar perbukitan / Pegunungan glasial; (28) Dataran gambut; (29)

Dataran terumbu; (30) Dataran reklamasi (Luhulima, 2018).

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang

digunakan untuk menyimpan, memanipulasi dan menganalisis informasi

spasial. Istilah SIG merupakan gabungan dari tiga unsur pokok yaitu sistem,

informasi dan geografis. Dengan melihat unsur pokoknya, maka sudah jelas

bahwa SIG merupakan tipe siste informasi, tetapi dengan tambahan unsur

geografis, istilah geografis merupakan bagian dari spasial atau keruangan

(Kurniawan et al, 2016).

Selain itu Wibowo et al (2015) menjelaskan bahwa SIG merupakan suatu

sistem informasi berbasiskan komputer untuk menyimpan, mengelola dan

13
menganalisis, serta memanggil data bereferensi geografis yang berkembang pesat

pada lima tahun terakhir ini. Manfaat dari SIG adalah memberikan kemudahan

kepada para pengguna atau para pengambil keputusan untuk menentukan

kebijaksanaan yang akan diambil, khususnya yang berkaitan dengan aspek

keruangan (spasial). Dengan adanya teknologi ini maka akan memudahkan dalam

berbagai hal pemetaan, salah satunya pemetaan jasa ekosistem. Aplikasi sistem

informasi geografis merupakan salah satu alternatif untuk melakukan berbagai

macam proses-proses seperti: menyediakan sistem informasi geografis hasil

interpretasi rupa bumi, baik ekoregion maupun tutupan lahan atau penggunaan

lahan, batas administrasi kota atau kecamatan, serta kawasan pemukiman

penduduk atau bukan kawasan pemukiman penduduk, proses digitalisasi atau

visualisasi peta dan lain sebagainya.

Pemanfaatan SIG akan memudahkan dalam melihat fenomena kebumian

dengan perspektif yang lebih baik. SIG mampu mengakomodasi penyimpanan,

pemrosesan, dan penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang

beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data statistik. Dengan

tersedianya komputer dengan kecepatan dan kapasitas ruang penyimpanan besar

seperti saat ini, SIG akan mampu memproses data dengan cepat dan akurat dan

menampilkannya. SIG juga mengakomodasi dinamika data, pemutakhiran data

yang akan menjadi lebih mudah. Dengan menggunakan software ArcGIS 10.1

dilakukan penginputan data peta ekoregion sebagai peta dasar yang selanjutnya

di-overlay-kan dengan peta tutupan lahan. Penyusunan peta daya dukung dan daya

tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem ini, membutuhkan dua parameter

spasial yakni tutupan lahan dan ekoregion.

14

Anda mungkin juga menyukai