Makalah Regenerasi
Makalah Regenerasi
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok IV
Offering A-A/A-D
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah yang diberi judul “REGENERASI” ini disusun untuk melengkapi tugas
mata kuliah Sistem Perkembangan Hewan II, penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh
beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa
terimakasih kepada :
1. Ibu Nursasi dan Bapak Abdul Ghofur selaku dosen pengampu mata kuliah
Sistem Perkembangan Hewan II
2. Teman-teman yang telah membantu selama penyusunan dari awal hingga
selesainya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran diharapkan dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
Daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi dan
ada yang rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan
sistematik hewan dengan daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya adalah
Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka,
bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Dalam melakukan
regenerasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu
enzimatis dalam tubuh. Semakin baik dan fertile kondisi enzim dalam tubuh
makkhluk hidup maka semakin besar pula melakukan proses regenerasi.
Regenerasi bila ditinjau lebih lanjut, ternyata terdiri dari berbagai kegiatan, mulai
dari pemulihan kerusakan yang parah akibat hilangnya bagian tubuh utama.
Misalnya penggantin anggota bagian badan sampai pada penggantian kerusakan
kecil yang terjadi dalam proses biasa, misalnya rontoknya rambut. Regenerasi
dapat juga berbentuk sebagai poliferasi dan diferensiasi sel-sel lapisan marginal.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Regenerasi
Regenerasi adalah pemulihan kerusakan parah akibat bilamana hilangnya
bagian tubuh utama, misalnya anggota tubuh, samapai pada pergantian kerusakan
kecil yang merupkan proses fisiologis biasa, misalnya pergantian rambut yang
rontok (Tim Dosen, 2010).
Pada daya regenerasi tak sama pada berbagai organisme. Ada yang tinggi
dan ada yang rendah sekali dayanya. Tak jelas hubungan linier antara kedudukan
sistematik hewan dengan daya regenerasi. Yang terkenal tinggi dayanya adalah
Coelenterata, Platyhelminthes, Annelida, Crustacea, dan Urodela. Aves dan
Mammalia paling rendah dayanya, biasanya terbatas kepada penyembuhan luka,
bagian tubuh yang terlepas tak dapat ditumbuhkan kembali. Setiap larva dan
hewan dewasa mempunyai kemampuan untuk menumbuhkan kembali bagian
tubuh mereka yang secara kebetulan hilang atau rusak terpisah.
Kemampuan menumbuhkan kembali bagian tubuh yang hilang ini disebut
regenerasi. Kemampuan setiap hewan dalam melakukan regenerasi berbeda-beda.
Hewan avertebrata mempunyai kemampuan regenerasi yang lebih tinggi dari pada
hewan vertebrata (Majumdar, 1985). Menurut Balinsky (1981), suatu organisme
khususnya hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur atau jaringan
yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja karena kondisi
natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk keperluan penelitian
atau experimen. Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul
kembali, dan dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut sebagai
regenerasi.
Proses regenerasi dalam banyak hal mirip dengan proses perkembangan
embrio. Pembelahan yang cepat, dari sel-sel yang belum khusus timbullah
organisasi yang kompleks dari sel-sel khusus. Proses ini melibatkan morfogenesis
dan diferensiasi seperti perkembangan embrio akan tetapi paling tidak ada satu
cara proses regenerasi yang berbeda dari proses perkembangan embrio.
Kemampuan regenerasi dari hewan-hewan yang berbeda dapat dibedakan,
hal ini tampak dengan adanya beberapa hubungan antara kompleksitas dengan
kemampuan untuk regenerasi. Daya regenerasi Spons hampir sempurna.
Regenerasi pada manusia hanya terbatas pada perbaikan organ dan jaringan
tertentu. Kemampuan hewan untuk meregenerasi bagian-bagian yang hilang
sangat bervariasi dari spesies ke spesies. Hewan avertebrata seperti cacing tanah,
udang, ikan, salamander dan kadal tidak mempunyai daya regenerasi yang dapat
meregenerasi seluruh organisme, melainkan hanya sebagian dari organ atau
jaringan organisme tersebut (Kimball, 1992).
Regenerasi yang terjadi pada hewan dapat dilakukan dengan tiga cara.
Pertama regenerasi epimorfosis, yang mana pada regenerasi ini melibatkan
dediferensiasi struktur dewasa untuk membentuk masa sel yang belum
terdiferensiasi yang kemudian direspesifikasi. Regenerasi ini khas pada membra,
contohnya regenerasi pada kaki kecoa. Tipe regenerasi yang kedua adalah
regenerasi morfolaksis yang terjadi lewat pemulihan kembali jaringan yang masih
ada (tersisa), yang tidak disertai dengan pembelahan sel. Contohnya adalah hydra.
Regenerasi yang ketiga yaitu regenerasi intermediet, yang diduga sebagai
regenerasi kompensatori. Regenerasi ini sel-selnya membelah, tetapi
mempertahankan fungsi yang telah terdiferensiasi. Mereka memproduksi sel-sel
serupa pada dirinya sendiri dan tidak membentuk masa jaringan yang belum
terdiferensiasi. Tipe regenerasi kompensatori ini khas pada hati manusia
(Soeminto, 2000).
B. Tahap-tahap Terjadinya Regenerasi
Dalam melakukan regenerasi banyak faktor yang mempengaruhi, salah
satu diantaranya yaitu enzimatis dalam tubuh. Semakin baik dan fertile kondisi
enzim dalam tubuh makhluk hidup maka semakin besar pula melakukan proses
regenerasi. Adapun beberapa tahapan dalam regenerasi anggota tubuh pada hewan
yaitu :
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab
yang bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di
bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat itu
luka telah tertutup oleh kulit.
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda
kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru. Matriks
tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di bawah epitel.
Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel-selnya mengalami
diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang rawan, dan
jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat miofibril hilang,
inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada
saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel
diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama di
dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel- sel pengembara akan berproliferasi
membentuk blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak
dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai
besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi
sel-sel blastema tersebut.
Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat menumbuhkan alat derifat
mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan. Sehingga bagian yang
dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa
dengan asalnya.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenrasi
Regenerasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
Temperatur, dimana peningkatan temperatur sampai titik tertentu maka akan
meningkatkan regenerasi.
Makanan, tingkat regenerasi akan cepat jika memperhatikan aspek makanan.
Makanan yang cukup dapat membantu mempercepat proses regenerasi.
Sistem saraf, sel-sel yang membentuk regenerasi baru berasal dari sel sekitar
luka. Hal ini dapat dibuktikan dengan radiasi seluruh bagian tubuh terkecuali
bagian yang terpotong, maka terjadilah regenerasi dan faktor yang menentukan
macam organ yang diregenerasi. Dalam proses terjadinya regenerasi memerlukan
kehadiran urat saraf. Jika saraf dipotong waktu larva, kemudian anggota tubuh
tersebut diamputasi, maka tidak ada regenerasi yang berlangsung.
Dedifferensiasi akan terus berlangsung, tapi sel-selnya diabsorbsi masuk
ke dalam tubuh, sehingga akhirnya proses regenerasi berhenti. Jika hanya saraf
saja yang dipotong, tapi anggota tubuh tetap, anggota itu tidak akan berdegererasi.
Tapi jika saraf dipotong dan anggota tubuh diamputasi, maka tunggulnya akan
berdegerasi. Jika dialihkan saraf lain ke tunggul amputasi yang sarafnya sendiri
lebih dulu sudah diangkat, ternyata ada regenerasi. Hal tersebut membuktikan
bahwa perlu kehadiran saraf dalam proses regenerasi. Tentang zat yang
terkandung atau keluar dari saraf, yang bersifat trophic terhadap regenerasi
tersebut belum diketahui.eksperimen selanjutnya terhadap amputasi anggota tubuh
salamander ialah jika saraf diangkat setelah blastema terbentuk, maka regenerasi
akan terus berlangsung. Jadi nampaknya saraf perlu untuk pembentukan blastema.
Namun terjadi keanehan, yaitu jika sejak embrio saraf diangkat, pertumbuhan
anggota akan terus berlangsung. Jika diamputasi pun, bagian tersebut akan
beregenerasi.
Serat saraf tepi yang putus dapat beregenerasi, asalkan perikaryon (soma
neuron) tidak ikut rusak. Jika urat saraf terpotong, bagian ujung yang lepas dari
perikaryon akan berdegerasi dan debrisnya diphagocytisis makrofag. Bagian
pangkal yang berhubungan dengan perikaryon tetap bertahan dan akan
beregenerasi. Proses yang terjadi adalah sebagai berikut: Chromatolysis, yakni
melarutnya badan Nissl, Perikaryon membesar, Inti berpindah ke tepi, Bagian
ujung akson yang dekat luka berdegenerasi sedikit, lalu tumbuh lagi. Dan Di
ujung akson yang putus, setelah semua hancur dan dibersihkan makrofag, sel
Schwann berproliferasi membentuk batang sel-sel. Bagian proximal akson
kemudian tumbuh dan bercabang-cabang mengikuti batang sel-sel Schwann ke
bagian distal, sehingga mencapai alat effector (otot, kelenjar). Jika jarak antara
proksimal dengan distal yang putus jauh sekali dan batang sel-sel Schwann tak
mencapai ujung bagian proksimal itu, ujung proksimal yang tumbuh tak sampai
ke alat effector. Terbentuk gumpalan serabut saraf lepas di bawah kulit bekas luka
atau amputasi, yang akan terasa sangat nyeri.
Oleh karena itu, kehadiran sel-sel Schwann di bagian effector sangat perlu
untuk mengarahkan atau jadi pedoman bagi axon untuk tumbuh. Jika neuron yang
putus jaraknya terlalu dekat dengan bagian perikaryon, tidak aka nada reaksi sel-
sel Schwann di bagian effector dan perikaryon lama- kelamaan akan mati.
Neuroglia, termasuk sel Schwann, dapat beregenerasi dengan melakukan mitosis.
Celah-celah bekas tempat neuron yang rusak dan hancur di saraf pusat (otak atau
sumsum tulang belakang), misalnya karena penyakit atau kerusakan lain, akan
diisi lagi oleh neuroglia, bukan oleh neuron baru. Ada beberapa contoh dari
regenerasi anggota tubuh yaitu : Dari Filum Invertebrata yaitu pada planaria.
D. Regenerasi pada Planaria
Planaria merupakan hewan invertebrata, termasuk cacing pipih yang
hidupnya bebas di alam, umumnya hidup di air tawar,sungai, danau atau di laut.
Cacing ini merupakan anggota dari kelas Turbellaria. Planaria dapat di pelihara
pada temperatur 68-72oC, dengan tidak menurunkan suhunya, serta tidak
menempatkan pada cahaya yang kuat dan sebaiknya memelihara Planaria pada
tempat gelap. Planaria sensitif terhadap cahaya kuat, temperatur dan pH. Jika
kondisi lingkungan diubah ukurannya tubuh Planaria menjadi kecil dari ukuran
semula. Salah satu faktor abiotik (suhu) dapat mempengaruhi ukuran tubuh
planaria, karena pada suhu tinggi intensitas cahaya juga tinggi. Sehingga planaria
dalam beregenerasi atau bergerak perlu energi banyak. Maka dengan kondisi suhu
yang tinggi ini, tubuh planaria akan mengecil atau menyusut. Suhu dalam proses
beregenerasi berpengaruh pada saat planaria menutup luka atau bagian tubuh yang
rusak dalam neoblast. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang utama,
dimana suhu memberikan efek yang berbeda-beda pada organisme-organisme di
bawah ini (Soeminto, 2000).
Dibandingkan dengan lingkungan daratan, lingkungan perairan
mempunyai variasi suhu yang relatif sempit. Sehubungan dengan itu, maka
kisaran toleransi hewan-hewan aquatik pada umumnya relatif sempit pula
dibandingkan dengan hewan-hewan daratan. Cacing Planaria hidup di dalam air
yang dingin dengan suhu yang rendah dimana air jernih, pada anak sungai dan
bernaung pada tanaman air atau batu karang dan sangat menghindari sinar
matahari. Reganerasi adalah kemampuan untuk memproduksi sel, jaringan atau
bagian tubuh yang rusak, hilang atau mati. Planaria menunjukan daya regenerasi
yang kuat, bila cacing tersebut mengalami luka baik secara alami maupun secara
buatan, bagian tubuh manapun yang mengalami kerusakan akan diganti dengan
yang baru. Individu cacing yang di potong-potong akan menghasilkan cacing-
cacing kecil yang utuh.
Setiap potongan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu-
individu baru yang lengkap bagian-bagiannya seperti induknya. Pada Planaria
telah diteliti bahwa sel-sel yang berasal dari parenkim (berasal dari lapis benih
mesoderm), selain menumbuhkan alat derivate mesodermal (yakni otot dan
parenkim lagi), juga sanggup menumbuhkan jaringan saraf dan saluran
pencernaan (masing-masing berasal dari lapis benih ectoderm dan endoderm).
Akhirnya anggota badan yang diamputasi itu akan tumbuh lagi sebesar semula,
dengan struktur anatomis dan histologis yang serupa dengan asalnya.
Tahap penyembuhan luka ini diawali dari tepi luka dengan penyebaran
epidermis dari tepi luka yang akan menutupi permukaan yang terluka.
Penyebarannya dengan cara gerakan amoeboid sel-sel yang tidak melibatkan
pembelahan mitosis sel. Akan tetapi sekali penutupan selesaikan sel-sel epidermis
berproliferasi untuk menghasilkan mas sel yang berlapis-lapis dan membentuk
sebuah tudung berbentuk kerucut pada ujun anggota badan. Struktur tersebut
dikenal dengan “Apical epidermis cap”. Waktu penyembuhan luka relatif cepat,
namun tergantung juga pada ukuran hewan yng beregenerasi dan ukuran luka
serta faktor-faktor eksternal seperti suhu. Pada salamander proses penutupan luka
setelah anggota badan diamputasi berlangsung kira-kira satu atau dua hari.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Luka akan tertutup oleh darah yang mengalir, lalu membeku membentuk scab
yang bersifat sebagai pelindung.
2. Sel epitel bergerak secara amoeboid menyebar di bawah permukaan luka, di
bawah scab. Proses ini membutuhkan waktu selama dua hari, dimana pada saat
itu luka telah tertutup oleh kulit.
3. Diferensiasi sel-sel jaringan sekitar luka, sehingga menjadi bersifat muda
kembali dan pluripotent untuk membentuk berbagai jenis jaringan baru.
Matriks tulang dan tulang rawan akan melarut, sel-selnya lepas tersebar di
bawah epitel. Serat jaringan ikat juga berdisintegrasi dan semua sel- selnya
mengalami diferensiasi. Sehingga dapat dibedakan antara sel tulang, tulang
rawan, dan jaringan ikat. Setelah itu sel-sel otot akan berdiferensiasi, serat
miofibril hilang, inti membesar dan sitoplasma menyempit.
4. Pembentukan kuncup regenerasi (blastema) pada permukaan bekas luka. Pada
saat ini scab mungkin sudah terlepas. Blastema berasal dari penimbunan sel-sel
diferensiasi atau sel-sel satelit pengembara yang ada dalam jaringan, terutama
di dinding kapiler darah. Pada saatnya nanti, sel-sel pengembara akan
berproliferasi membentuk blastema.
5. Proliferasi sel-sel berdiferensiasi secara mitosis, yang terjadi secara serentak
dengan proses dediferensiasi dan memuncak pada waktu blastema mempunyai
besar yang maksimal dan tidak membesar lagi.
6. Rediferensiasi sel-sel dediferensiasi, serentak dengan berhentinya proliferasi
sel-sel blastema tersebut. Sel-sel yang berasal dari parenkim dapat
menumbuhkan alat derifat mesodermal, jaringan saraf dan saluran pencernaan.
Sehingga bagian yang dipotong akan tumbuh lagi dengan struktur anatomis dan
histologis yang serupa dengan asalnya.