Makalah Penkes Pencegahan Fraktur (Kelompok 1)
Makalah Penkes Pencegahan Fraktur (Kelompok 1)
Disusun Oleh:
Kelompok 1
S1 Keperawatan TKT 3B
1. Alfitra Resti Anggrainie 2019.C.11a.1037
2. Dhea Shintya Putri 2019.C.11a.1040
3. Dina Febrianti 2019.C.11a.1042
4. Era 2019.C.11a.1043
5. Irma Riani 2019.C.11a.1045
6. Lara Sinta 2019.C.11a.1047
7. Mantili 2019.C.11a.1050
8. Nurrika Humaira 2019.C.11a.1054
9. Rita Monika D.A. 2019.C.11a.1059
10.Edina 2019.C.11a.1074
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberikan penulis kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III. Dalam makalah ini mengulas tentang “Pendidikan Kesehatan
Pencegahan Fraktur”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis
harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas lain di waktu mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan................................................................................ 11
3.2 Saran........................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil dikaki dan 337 orang mengalami fraktur
fibula.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti :
a) Hair line fracture (patah retak rambut). Hal ini disebabkan oleh stress yang
tidak biasa atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus menerus
pada pergelangan kaki.
b) Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
c) Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma:
1) Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fieksi yang
mendorong tulang arah permukaan lain.
5) Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebuh dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak padda
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan masih utuh
4
2) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contraction (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh.
f. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
g. Fraktur patologis: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang
5
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
c. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.
6
g) Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
dapat terjadi dari cedera saraf.
h) Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
i) Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak
teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j) Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
7
3) Hindari kebiasaan/gaya hidup tidak sehat
Untuk memelihara kesehatan tulang, hindari kebiasaan/gaya hidup tidak sehat
seperti kebiasaan merokok. Hal ini karena kandungan pada rokok dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh. Sebaiknya juga menghindari konsumsi
minuman beralkohol, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.
4) Deteksi dini faktor risiko
Pengukuran kepadatan mineral tulang lebih dini menggunakan Bone Mineral
Density (BMD) dapat membantu menilai risiko adanya fraktur di masa
mendatang. Pemeriksaan untuk mengukur densitas atau kepadatan mineral dalam
tulang menggunakan sinar X dengan dosis radiasi yang dihasilkan jauh lebih kecil
dari alat radiologi umum lainnya.
Pemeriksaan ini dilakukan pada beberapa lokasi atau titik seperti:
a. Tulang belakang
b. Tulang pinggul/pangkal paha
c. Tulang lengan bawah
d. Dapat juga dilakukan pada seluruh tubuh
8
j) Seseorang yang tidak aktif bergerak
k) Seseorang yang jarang terpapar sinar matahari
l) Setiap orang yang dipertimbangkan memerlukan terapi obat-obatan untuk
osteoporosis
m) Seseorang dengan riwayat kalsium dan vitamin D rendah
a) Mendiagnosis osteoporosis
b) Memprediksi risiko patag tulang (fraktur)
c) Memonitor terapi atau pengobatan osteoporosis
9
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar
tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan. pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan
keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat
membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari
luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips
atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan berat fraktur dengan tindakan operatif dan
rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh
untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur
yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan
fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah.
Upaya rehabilitasi dengan fungsi dengan dan memperbaiki mempertahankan lain
imobilisasi dan antara mempertahankan reduksi status neurovaskuler,
meminimalkan bengkak, memantau, mengontrol ansietas dan nveri. latihan dan
pengaturan otol, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktifitas ringan secara bertahap
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau
sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare,
2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Menurut Kemenkes RI(2016), ada lima langkah untuk tulang sehat dan
terhindar dari patah tulang; 1) Olahraga teratur, 2) Konsumsi makanan sehat
yang kaya akan nutrisi untuk tulang, 3) Hindari kebiasaan/gaya hidup tidak
sehat, 4) Deteksi dini faktor risiko, 5)Jika Anda berisiko tinggi lakukan
pemeriksaan & pengobatan di FKTP / Rumah Sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari
terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Pencegahan
sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari
terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang
bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan
memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi
kecacatan.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai
calon tenaga kesehatan dapat memahami tentang pencegahan fraktur dalam
rangka memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan
masyaraka, dan dengan promosi kesehatan yaitu melalui penyuluhan kesehatan
atau pendidikan kesehatan kita sebagai perawat dapat mencegah berbagai
penyakit.
11
DAFTAR PUSTAKA
12