Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN FRAKTUR

Dosen Pengampu: Karmitasari Yanra Katimenta,Ners.,M.Kep.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
S1 Keperawatan TKT 3B
1. Alfitra Resti Anggrainie 2019.C.11a.1037
2. Dhea Shintya Putri 2019.C.11a.1040
3. Dina Febrianti 2019.C.11a.1042
4. Era 2019.C.11a.1043
5. Irma Riani 2019.C.11a.1045
6. Lara Sinta 2019.C.11a.1047
7. Mantili 2019.C.11a.1050
8. Nurrika Humaira 2019.C.11a.1054
9. Rita Monika D.A. 2019.C.11a.1059
10.Edina 2019.C.11a.1074

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberikan penulis kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah III. Dalam makalah ini mengulas tentang “Pendidikan Kesehatan
Pencegahan Fraktur”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis
harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas lain di waktu mendatang.

Palangka Raya, 22 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Fraktur ............................................................. 3


2.2 Upaya Pencegahan Fraktur...................................................... 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................ 11
3.2 Saran........................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang ini telah mengalami perubahan dalam
berbagai bidang, misalnya dalam bidang ilmu dan teknologi secara tidak langsung
banyak memberikan perubahan terhadap pola hidup masyarakat. Kenyataannya dengan
perubahan terhadap pola hidup tersebut banyak dari sebagian besar masyarakat ingin
sesuatu serba praktis dan ekonomis dalam mengacu pada hak telekomunikasi dan
transportasi.
Dengan perilaku manusia tersebut, akan dapat menimbulkan suatu masalah. Dapat
diambil contoh lalu lintas dimana mobilitas manusia yang ingin serba cepat dapat
menimbulkan masalah yang cukup serius, karena jumlah kepadatan lalu lintas akan
bertambah sehingga akan berakibat meningkatnya kecelakaan.
Kecelakaan tersebut dapat menimbulkan suatu cidera, baik cidera ringan maupun
berat dapat juga menimbulkan suatu kecacatan ataupun kematian. Cidera ringan dapat
berupa setrain/ sparain, sedangkan cidera berat dapat berupa Fraktur. Fraktur adalah
suatu kondisi diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh karena trauma
langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh benturan langsung terjadi bila
tenaga traumatik langsung mengenai tulang juga dapat diakibatkan oleh adanya
komfresi berulang dan fraktur karena benturan tidak langsung biasanya terjadi akibat
rotasional.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2013- 2017 terdapat 5,7
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadinya inkontinuitas integritas tulang.
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan
lalu lintas dan sebagainya.
Menurut (Riskesdas, 2018) dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur
pada ekstermitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi
diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 67, 9%. Dari 92.976 orang dengan kasus fraktur
ekstermitas bawah akibat kecelakaan, 19.754 orang mengalami fraktur pada Femur,

1
14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil dikaki dan 337 orang mengalami fraktur
fibula.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Dasar Fraktur?
2. Bagaimana Upaya Pencegahan terjadinya Fraktur?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui dan memahami Konsep Dasar Fraktur dan Upaya Pencegahan
terjadinya Fraktur

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Fraktur


2.1.1 Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang
disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab
utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut
dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada
tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan
tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat
menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan,
krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Fraktur


Menurut Wahid (2013) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk
alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:
a. Berdasarkan sifar fraktur
1) Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa
komplikasi.
2) Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

3
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti :
a) Hair line fracture (patah retak rambut). Hal ini disebabkan oleh stress yang
tidak biasa atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus menerus
pada pergelangan kaki.
b) Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
c) Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma:
1) Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fieksi yang
mendorong tulang arah permukaan lain.
5) Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebuh dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3) Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak padda
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan masih utuh

4
2) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contraction (pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh.
f. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
g. Fraktur patologis: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

2.1.3 Etiologi Fraktur


Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan
akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya
retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi
disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur
yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio,
Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan
menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan:
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul salah satu proses yang progresif

5
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
c. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.

2.1.4 Manifestasi Klinis Fraktur


Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014) Mendiagnosis fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a) Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
b) Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c) Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d) Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih
lanjut dari fragmen fraktur.
e) Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi
karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur
sekitarnya.
f) Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

6
g) Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga
dapat terjadi dari cedera saraf.
h) Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
i) Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak
teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j) Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

2.2 Upaya Pencegahan Fraktur


Menurut Kemenkes RI(2016), ada lima langkah untuk tulang sehat dan terhindar
dari patah tulang:
1) Olahraga teratur
Untuk menjaga kesehatan tulang, disarankan untuk rutin berolahraga. Dengan
berolahraga secara rutin, kekuatan otot, koordinasi, dan keseimbangan tubuh
dapat terjaga dengan baik. Selain itu, risiko untuk terkena osteoporosis juga akan
berkurang.
2) Konsumsi makanan sehat yang kaya akan nutrisi untuk tulang
Untuk menjaga kesehatan tulang, disarankan untuk rutin mengonsumsi sayuran.
Sayuran kaya akan vitamin C yang berfungsi untuk membantu produksi sel-sel
pembentuk tulang. Selain itu, vitamin C juga berfungsi sebagai antioksidan yang
dapat melindungi sel-sel tulang dari kerusakan akibat radikal bebas. Dan untuk
membantu penyerapan kalsium, pembentukan tulang, dan melindungi tulang, tubuh
membutuhkan vitamin D. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin D harian dengan
mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin D, seperti salmon, ikan sarden,
minyak ikan, ikan tuna, tiram, udang, kuning telur, dan jamur.

7
3) Hindari kebiasaan/gaya hidup tidak sehat
Untuk memelihara kesehatan tulang, hindari kebiasaan/gaya hidup tidak sehat
seperti kebiasaan merokok. Hal ini karena kandungan pada rokok dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh. Sebaiknya juga menghindari konsumsi
minuman beralkohol, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.
4) Deteksi dini faktor risiko
Pengukuran kepadatan mineral tulang lebih dini menggunakan Bone Mineral
Density (BMD) dapat membantu menilai risiko adanya fraktur di masa
mendatang. Pemeriksaan untuk mengukur densitas atau kepadatan mineral dalam
tulang menggunakan sinar X dengan dosis radiasi yang dihasilkan jauh lebih kecil
dari alat radiologi umum lainnya. 
Pemeriksaan ini dilakukan pada beberapa lokasi atau titik seperti:
a. Tulang belakang
b. Tulang pinggul/pangkal paha
c. Tulang lengan bawah
d. Dapat juga dilakukan pada seluruh tubuh

Siapa saja yang perlu melakukan pemeriksaan BMD?

a) Wanita dan pria usia 50 tahun ke atas


b) Wanita pasca menopause atau semua gender dengan usia di bawah 50
tahun yang memiliki faktor risiko terjadinya penurunan massa tulang
seperti:
c) Berat badan rendah
d) Ada riwayat patah tulang
e) Pengguna obat risiko tinggi
f) Penyakit atau kondisi yang menimbulkan kehilangan massa tulang,
misalnya hiperparatiroidisme, sindrom malasorpsi, diabetes mellitus, dan
sebagainya
g) Riwayat keluarga osteoporosis
h) Seseorang dalam terapi osteoporosis untuk memantau efek pengobatan
i) Perokok atau konsumsi alkohol

8
j) Seseorang yang tidak aktif bergerak
k) Seseorang yang jarang terpapar sinar matahari
l) Setiap orang yang dipertimbangkan memerlukan terapi obat-obatan untuk
osteoporosis
m) Seseorang dengan riwayat kalsium dan vitamin D rendah

Manfaat pemeriksaan BMD

a) Mendiagnosis osteoporosis
b) Memprediksi risiko patag tulang (fraktur)
c) Memonitor terapi atau pengobatan osteoporosis

Kelebihan pemeriksaan BMD

a) Tidak invasive (tidak sakit)


b) Dapat dilakukan dalam rangka skrining untuk deteksi dini osteoporosis
c) Hasil akurat dan lebih cepat
d) Dosis radiasi yang dihasilkan jauh lebih kecil dari alat radiologi umum
lainnya, sehingga relatif dapat diabaikan
5) Jika Anda berisiko tinggi lakukan pemeriksaan & pengobatan di FKTP / Rumah
Sakit 

Pencegahan fraktur juga dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada


umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan
maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan
fraktur.
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat
atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati-hati, memperhatikan
pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
2) Pencegahan Sekunder

9
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar
tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan. pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan
keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat
membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari
luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips
atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan berat fraktur dengan tindakan operatif dan
rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh
untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur
yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan
fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah.
Upaya rehabilitasi dengan fungsi dengan dan memperbaiki mempertahankan lain
imobilisasi dan antara mempertahankan reduksi status neurovaskuler,
meminimalkan bengkak, memantau, mengontrol ansietas dan nveri. latihan dan
pengaturan otol, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktifitas ringan secara bertahap

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau
sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare,
2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Menurut Kemenkes RI(2016), ada lima langkah untuk tulang sehat dan
terhindar dari patah tulang; 1) Olahraga teratur, 2) Konsumsi makanan sehat
yang kaya akan nutrisi untuk tulang, 3) Hindari kebiasaan/gaya hidup tidak
sehat, 4) Deteksi dini faktor risiko, 5)Jika Anda berisiko tinggi lakukan
pemeriksaan & pengobatan di FKTP / Rumah Sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari
terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Pencegahan
sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari
terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang
bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan
memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi
kecacatan.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya kita sebagai
calon tenaga kesehatan dapat memahami tentang pencegahan fraktur dalam
rangka memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan
masyaraka, dan dengan promosi kesehatan yaitu melalui penyuluhan kesehatan
atau pendidikan kesehatan kita sebagai perawat dapat mencegah berbagai
penyakit.

11
DAFTAR PUSTAKA

Batti,Ade Ariyanti. 2020. KARAKTERISTIK PASIEN FRAKTUR FEMUR DI


RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI -
DESEMBER 2018. Makassar:Universitas Hasanuddin.

Fraktur, A. K. (n.d.). BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di kutip pada tanggal 22


September 2021 http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1360/4/4%20CHAPTER%202.pdf.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (n.d.). Di kutip pada tanggal 22 September 2021.


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1370/3/BAB%20II%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf

BAB_I. (n.d.).Di kutip pada tanggal 22 September 2021.


http://eprints.ums.ac.id/26829/2/3._BAB_1.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai