Anda di halaman 1dari 60

ARTIKEL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Peran Tenaga Keperawatan Dalam Evidence Based Nursing Practice Pada


Asuhan Keperawatan Kasus Kegawatdaruratan”

Dosen:
Dwi Adji Norontoko, S.Kep Ns., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 3 :


ALMAS SANIAH JIHAN PRATIWI
BOBI BIMANTARA MARSZHA SOFVA AULIA
DEVI FARIDATUL UMMAH NOVANDA VIRDIANY P
DISA AISYAH PUTRI NURIYAH
EFRIZAL FIKRI SEVITA FASHA QUSNUL.Q
FAHMI NAZARUDDIN ANHAR SRI UTAMI
FIRDA NUR HIDAYAH VICKY AMALIA
ZENITHA FIRDAUS N.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2021
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum .Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan semua ridho serta hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat
makalah tentang peran tenaga keperawatan dalam Evidence Based Nursing
Practice pada asuhan keperawatan kasus kegawatdaruratan dengan baik tanpa
kesulitan.
Kami menyusun makalah ini berdasarkan beberapa sumber buku yang
telah kami peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang
sederhana dan mudah di mengerti oleh pembaca. Selain itu, kami memperoleh
sumber dari beberapa buku pilihan, kami pun memperoleh informasi tambahan
dari internet.
Terima kasih juga kami aturkan kepada pihak – pihak yang terlibat khususnya
untuk dosen pembimbing kami Bapak Dwi Adji Norontoko, S.Kep Ns., M.Kep
yang telah memberikan bimbingan sehingga kami dapat membuat makalah
tersebut.
Kami yakin makalah yang kami buat ini tidak luput dari kesalahan, oleh
karena itu kami mohon kepada para masyarakat pembaca untuk memakluminya.
Tak hanya itu makalah kami takkan sempurna tanpa data – data atau info yang
nyata, karena kesempurnaan hanya milik Allah Yang Maha Kuasa.
Semoga makalah yang telah kami buat berguna bagi masyarakat pembaca
Aamiin.

Wassalamu’alaikum .Wr.Wb

Surabaya, 23 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2
1.4 Manfaat............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Konsep Keperawatan Gawat Darurat ................................................ 3
2.1.1 Definisi Keperawatan Gawat Darurat ........................................... 3
2.1.2 Tujuan Penerapan Standart Pelayanan Keperawatan Gawat
Darurat............................................................................................ 3
2.1.3 Kewenangan Perawat Gawat Darurat............................................ 4
2.1.4 Kompetensi Perawat Gawat Darurat.............................................. 4
2.1.5 Peran dan Fungsi Perawat Gawat Darurat...................................... 5
2.2 Konsep Evidance Based Practice...................................................... 7
2.2.1 Definisi Evidance Based Practice................................................. 7
2.2.2 Tujuan Evidance Based Practice.................................................. 7
2.2.3 Komponen Evidance Based Practice............................................ 8
2.2.4 Proses Evidance Based Practice................................................... 8
2.3 Analisis Jurnal.................................................................................... 9
2.3.1 Jurnal 1.......................................................................................... 9
2.3.2 Jurnal 2.......................................................................................... 13
2.3.3 Jurnal 3.......................................................................................... 16
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 25
3.2 Saran ................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28
LAMPIRAN.................................................................................................... 30

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evidence based pratice / praktik berbaris bukti (EBP) merupakan satu cara
terbaik dalam penggunaan bukti terbaru dalam memandu pembuatan
keputusan perawatan kesehatan dan nilai – nilai pasien. Karena itu,
diperlukan tiga komponen penting dalam mewujudkan EBP, yakni :
keahlian klinis, riset terbaru terkait isu tertentu, dan perspektif klien /
pasien. Untuk mewujudkan EBP diperlukan beberapa langkah penting yakni
: mengajukan pertanyaan, menemukan informasi / bukti untuk menjawab
pertanyaan, menilai informasi / bukti secara klinis dan prefensi pasien
sendiri dan evaluasi.
Dalam dunia keperawatan EBP adalah proses mengumpulkan data,
memproses dan menerapkan hasil penelitian untuk meningkatkan praktik
klinis, lingkungan kerja atau outcome pasien. Penggunaan EBP untuk
praktik klinik keperawatan sangat membantu perawat dalam memberikan
perawatan pasien dengan kualitas tertingi dan seefisien mungkin. Sehingga
asuhan berbasis pendekatan EBP terbukti mampu meningkatkan kualitas
patient safety dan peningkatan outcome asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan adalah proses berkelanjutan dalam mengkaji hingga
mengevaluasi pasien. Dalam proses ini terlibat perawat dan pasien, ataupun
perawat dengan keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Sebagai salah satu
profesi dalam layanan asuhan, perawat elakukan pengkajian, menegakkan
diagnose keperawatan, memberikan intervensi dan mengevaluasi setiap
intervensi. Untuk itu, diperlukan EBP untuk meningkatkan peran serta
perawat dalam layanan asuhan keperawatan dan meningkatkan outcome
pasien sebagai hasil akhir dari sebuah layanan.
Sedangan EBP dalam layanan kesehatan pada asuhan keperawatan gawat
darurat ialah teori dasar, beberapa hasil penelitian ilmiah, hasil diskusi
ilmiah dalam bidang asuhan keperawatan yang sifatnya gawat darurat pada
tatanan layanan kesehatan. EBP pada asuhan keperawatan gawat darurat

1
membantu menentukan, menemukan dan memberikan intervensi pada kasus
kegawat daruratan sebagai peran utama pasien demi mendapatkan hasil
yang sesuai dengan kroteria hasil seperti teori yang dijadikan EBP.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana yang dimaksud dengan konsep keperawatan gawat
darurat?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan konsep Evidence Based Nursing
Practice (EBNP)?
3. Bagaimana peran tenaga keperawatan dalam Evidence Based Nursing
Practice pada asuhan keperawatan kasus Kegawatdaruratan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep keperawatan gawat darurat.
2. Untuk mengetahui konsep Evidence Based Nursing Practice (EBNP).
3. Untuk mengetahui peran tenaga keperawatan dalam Evidence Based
Nursing Practice pada asuhan keperawatan kasus Kegawatdaruratan.

1.4 Manfaat
1. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang konsep
keperawatan gawat darurat.
2. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang konsep Evidence
Based Nursing Practice (EBNP).
3. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang peran tenaga
keperawatan dalam evidence based nursing practice pada asuhan
keperawatan kasus kegawatdaruratan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Keperawatan Gawat Darurat


2.1.1 Definisi Keperawatan Gawat Darurat
Keperawatan gawat darurat adalah suatu bentuk rangkaian kegiatan
praktik keperawatan kegawatdaruratn yang diberikan oleh perawat yang
kompeten, terlatih dan terdidik untuk memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien yang mengalami kasus gawat darurat baik yang ada di
ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang ICU atau ruangan lainnya
(Nusdin, 2020).
Keadaan gawat adalah suatu kondisi yang mengancam nyawa
pasien bila tidak mendapatkan pertolongan, sedangkan keadaan darurat
adalah suatu kondisi pasien yang membutuhkan pertolongan atau
tindakan dengan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa pasien
tersebut (Nusdin, 2020).
2.1.2 Tujuan Penerapan Standart Pelayanan Keperawatan Gawat
Darurat
1. Umum
2. Meningkatkan mutu pelayanan keperawtaan di Instalasi Gawat
Darurat sesuai standar.
3. Khusus
1) Adanya perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
2) Adanya pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat
darurat.
3) Adanya pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
4) Adanya asuhan keperawatan gawat darurat.
5) Adanya pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
6) Adanya pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat
darurat (Ose, 2020).

3
2.1.3 Kewenangan Perawat Gawat Darurat
Kewenangan perawat seorang perawat dalam pertolongan gawat
darurat didasarkan pada kemampuan perawat memberikan pertolongan
gawat darurat yang diperoleh melalui pendidikan maupun pelatihan
khusus. Perawat yang mendapat pelatihan khusus tersebut memperoleh
sertifikat yang diakui oleh profesi telah mendapatkan sertifikat tersebut
memperoleh izin untuk melaksanakan praktek keperawatan gawat darurat
sesuai lingkup kewenangannya (Ose, 2020).
2.1.4 Kompetensi Perawat Gawat Darurat
Kompotensi perawat gawat darurat adalah kemampuan yang harus
dimiliki seorang perawat gawat darurat untuk melakukan tindakan
dengan didasarkan pengkajian secara komprehensif dan perencanaan
yang tepat dan lengkap. Kompetensi ini bukan prosedur tiindakan tetapi
kompetensi perawat harus diikuti dan dilaksanakan sesuai standar
operating prosedur (SOP) yang baku. Berdasarkan peran dan fungsi
tersebut diatas, maka perawat yang bekerja dirumah sakit harus memiliki
kompetensi khusus, yang diperoleh melalui basic pelatihan keperawatan
gawat darurat atau advance, sedangkan perawat dipuskesmas minimal
memiliki kompetensi keperawatan gawat darurat basis 1. Kompetensi
tersebut meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang harus
ditigkatkan atau dikembangkan dan dipelihara sehingga menjamin
perawat dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara professional
(Ose, 2020).
Menurut Harmurwono (2002), untuk dapat melaksanakan peran
dan fungsinya, maka perawat gawat darurat harus memiliki kemampuan
minimal sebagai berikut:
1. Mengenal klasifikasi pasien
2. Mampu mengatasi pasien: syok, gawat nafas, gagal jantung paru,
dan otak, kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmaticus, nyeri
hebat daerah pinggul dan kasus ortopedi.
3. Mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat
darurat

4
4. Mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.
2.1.5 Peran dan Fungsi Perawat Gawat Darurat
Ada beberapa peran dan fungsi perawat gawat darurat antara lain
sebagai berikuti:
1. Melakukan triase mengkaji dan menetapkan prioritas dalam
spektrum yang lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai
keadaan yang bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai
kondisi kronis. Perawat yang melakukan triase adalah perawat yang
telah mempunyai kualitatif spesialis keperawatan gawat darurat
dengan adanya kebijakan pimpinan rumah sakit.
2. Mengkaji dan memberikan suhan keperawatan terhadap individu-
individu dari semua umur dan berbagai kondisi.
3. Mengatur waktu secara efisien walaupun informasi terbatas.
4. Memberikan dukungan psikologis terhadap pasien dan
keluarganya.
5. Memfasilitasi dukungan spiritual.
6. Mengkoordinasikan berbagai pemeriksaan diagnostik dan
memberikan oelayanan secara multidisiplin.
7. Mengkomunikasikan informasi tentang pelayanan yang telah dan
akan diberikan serta untuk kebutuhan tindak lanjut.
8. Mendikumentasikan pelayanan yang telah diberikan.
9. Memfasilitasi rujukan dalma rangka menyelesaikan masalah
kegawat daruratan.
10. Membantu individu beradaptasi terhadap kondisi kesehatannya
yang mengalami perubahan secara mendadak.
11. Memfasilitasi tindak lanjut perawatan dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang ada dimasyarakat.
12. Menyiapkan persiapan pemulangan pasien secara aman melalui
pendidikan kesehatan dan perencanaan pemulangan pasien
(discharge planning).
13. Mengkoordinasikan dan melaporkan kepada institusi berkait
terhadap kejadian-kejadian yang dianggap perlu (kerjadian

5
criminal, penyakit DBD, diare, kecelakanaan lalu lintas, bencana/
KLB, dan lain-lain).
14. Mengkoordinasikan kepada seluruh tim pelayanan gawat darurat
terkait, baik pelayanan pra rumah sakit, maupun intra rumah sakit,
apabila terjadi KLB/bencana.
15. Merespon secara cepat dan memfasilitasi terhadap kejadian
bencana yang terdapat dikomunitas dan institusi (Ose, 2020).
Peran perawat gawat darurat :
1. Pelaksaan (Care Giver)
Peran sebagai pelaksana, perawat dapat melakukan pengkajian,
menganalisis, mendiagnosis, merencanakan, mengimplementasikan
dan mengevaluasi asuhan keperawatan gawat darurat dalam situasi
yang tidak terduga dan tidak terkontrol. Perawat melakukan triase
dan memprioritaskan pasien. Melakukan resusitasi serta mengelola
kondisi krisis (seperti kasus kekerasan dan penganiayaan).
2. Pengelolah (Manager)
Peran sebagai pengelolah, perawat dapat mengelolah sumber daya
keperawatan dalam upaya meningkatkan kualitas dan mutu
pelayanan keperawatan gawat darurat .
3. Pendidik (Mentor/ preceptor)
Peran sebagai pendidik, perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan, pengajaran dan atau pembimbingan kpeada pasien dan
keluarga, perawat dan peserta didik keperawatan.
4. Peneliti (Researcher)
Peran sebagai peneliti, perawat melakukan penelitian dan
melakukan praktik yang berbasis bukti (Evidance Based Practice)
yaitu menerapkan hasil penelitian sebagai intervensi dalam
mengatasi permasalahn pasien (Nusdin,2020).

6
2.2 Konsep Evidance Based Practice
2.2.1 Definsi Evidance Based Practice
Evidence based practice merupakan kerangka kerja praktik klinik
yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang didapat melalui
penelitian, pengalaman klinik perawat serta pilihan pasien dalam
menentukan keputusan klinik dalam pelayanan kesehatan (Carlson,
2010). Evidence based practice merupakan prioritas utama bagi
pemimpin keperawatan di organisasi pelayanan kesehatan di negara maju
(Hart et al., 2008).
Perawat dalam tatanan klinis harus menggunakan evidence based
practice dan penelitian untuk mempertajam keterampilan klinis mereka,
mengembangkan dan menerapkan standar operasional prosedur,
melaksanakan intervensi keperawatan yang efektif, dan mengembangkan
rencana perawatan untuk mengoptimalkan keberhasilan perawatan pada
pasien. Oleh karena itu, dalam penerapan evidence based practice dalam
pemberian asuhan keperawatan diperlukan perawat yang profesional dan
kompeten (Setyawati et al., 2017).
2.2.2 Tujuan Evidance Based Practice
Tujuan dari penerapan EBNP mengidentifikasi solusi dari
pemecahan masalah dalam perawatan serta membantu penurunan bahaya
pada pasien (Almaskari, 2017). Praktik keperawatan Evidence Based
Nursing Practice (EBNP) merupakan ciri khas dari praktik keperawatan
profesional untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Evidence
Based Nursing Practice (EBNP) digunakan oleh perawat sebagai
pemberi pelayanan asuhan keperawatan yang baik karena pengambilan
keputusan klinis berdasarkan pembuktian (Irmayanti et al., 2019).
Grinspun, Vinari & Bajnok dalam Hapsari (2011) menyatakan
tujuan EBP memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti
ilmiah agar dapat memberikan perawatan secara efektif dengan
menggunakan hasil penelitian yang terbaik, menyelesaikan masalah yang
ada di tempat pemberian pelayanan terhadap pasien, mencapai

7
kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan dan jaminan
standar kualitas dan memicu inovasi.
2.2.3 Komponen Penerapan Evidance Based Practice
Menurut Gerrish, Ashworth, Lacey, dan Bailey (2008), komponen
yang ada dalam penerapan evidence based practice dalam pemberian
asuhan keperawatan adalah:
1. Adanya bukti eksternal.
Bukti eksternal meliputi hasil penelitian, teori-teori yang lahir dari
penelitian, pendapat dari ahli, serta hasil dari diskusi panel para
ahli.
2. Adanya bukti internal.
Bukti internal meliputi penilaian klinis, hasil dari proyek
peningkatan kualitas pelayanan klinis, hasil dari pengkajian dan
evaluasi pasien, alasan klinis, serta evaluasi dan penggunaan
sumber daya tenaga kesehatan yang diperlukan untuk melakukan
penatalaksanaan yang dipilih.
3. Adanya manfaat terbaik untuk kondisi pasien dan keinginan pasien
serta meminimalkan pembiayaan (Setyawati et al., 2017).
2.2.4 Proses Evidance Based Practice
Proses Evidence Based Nursing Practice menurut Eizenberg
(2010) ada lima tahap:
1. Merumuskan pertanyaan.
2. Mengumpulkan informasi yang paling relevan.
3. Melakukan evaluasi kritis terhadap bukti dan validitas, relevan dan
kelayakan.
4. Mengintegrasikan bukti penelitian dengan pengalaman klinis,
pasien, nilai-nilai dan,
5. Menilai hasil (Elysabeth et al., 2015).

8
2.3 Analisis Jurnal
2.3.1 Jurnal 1
Judul :Pengetahuan Perawat Tentang Early Warning Score
Dalam Penilaian Dini Kegawatan Pasien Kritis
Tahun :Desember, 2019
Publikasi :Jurnal KeperawatanVolume 11 No 4, Hal 237 - 24
Author :Dyah Restuning Prihati & Maulidta Karunianingtyas
Wirawati
Ringkasan :
Keperawatan merupakan titik penting dari Rumah Sakit, maka itu
pelayanan asuhan keperawatan yang berkesinambungan yang diberikan
oleh seorang tenaga keperawatan merupakan hal yang sangat penting
guna memberi kepuasan terhadap pasien. Penggunaan Early Warning
Scores sangat berkaitan erat dengan peran perawat yang melakukan
observasi harian tanda-tanda vital. Perawat melaksanakan asuhan
keperawatan, sebagai care giver memberikan pelayanan dengan
melakukan pengkajian harian serta memonitoring keadaan pasien, ketika
terjadi perburukan keadaaan, orang pertama yang mengetahui adalah
perawat oleh karena itu disebut Nursing Early Warning Scores. Sistem
scoring sederhana digunakan untuk pengukuran fisiologis ketika pasien
tiba, atau yang sedang dipantau di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat tentang early
warning score dalam penilaian dini kegawatan pasien kritis di RSUD
K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang.
Kelebihan :
Karakteristik responden yang digunakan sangat inovatif, yang
meliputi usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan pelatihan
kegawat daruratan pasien kritis. Karena merupakan salah satu indikator
utama perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terutama
dibidang kegawat daruratan

9
Kekurangan :
1. Populasi dan sampel yang digunakan sangat sedikit sehingga data
perlu dikembangkan kembali. Dikarenakan lokasi penelitian di
RSUD yang mayoritas jumlah perawat seharusnya sangat banyak
untuk dapat dijadikan responden terutama yang bekerja di ruangan
perawatan kritis.
2. Tidak diberikan penjelasan terkait waktu pengambilan data.
Analisis PICO :
PROBLEM Aspek dasar dari dokumentasi keperawatan yang lengkap
adalah pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan.
Perawat dan tim medis lainnya dituntut untuk
memberikan pelayanan yang cepat karena waktu adalah
nyawa (Time saving is life saving) dalam pelayanan
keperawatan kritis. Perawat sebagai pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan harus melakukan
pengkajian secara terfokus dan mengobsevasi tanda vital
agar dapat menilai dan mengetahui resiko terjadinya
perburukan pasien, mendeteksi dan merespon dengan
mengaktifkan emergency call. Pelayanan cepat dan
pengobatan yang efektif merupakan awal meningkatkan
kelangsungan hidup pasien. Di dunia telah diperkenalkan
sistem scoring pendeteksian dini atau peringatan dini
untuk mendeteksi adanya perburukan keadaan pasien
dengan penerapan Early Warning Scores.
INTERVENTION Penelitian menggunakan desain deskriptif kuantitatif
dengan pendekatan survey melalui kuesioner
pengetahuan tentang Early Warning Scoring System dan
kuesioner yang terdiri dari karakteristik perawat meliputi
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja
dan pelatihan kegawatan daruratan pasien kritis. Populasi
penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di
ruang Nakula 2 dan 3 di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang dengan sampel sebanyak 39 perawat
menggunakan teknik total sampling. Analisis data
menggunakan tabel distribusi frekuensi.
COMPARISON Tidak ada pembanding
OUTCOME Hasil karakteristik responden yqang didapat bahwa
mayoritas usia responden 20-40 tahun, jenis kelamin
perempuan, berpendidikan DIII Keperawatan, dengan
pengalaman kerja 1 sampai 10 tahun dan responden

10
sudah memiliki pengalaman pelatihan kondisi pasien
kritis. Hasil Penelitian ini ditemukan bahwa tingkat
pengetahuan sebagian besar perawat terhadap early
warning score dalam penilaian dini kegawatan pasien
kritis dikategorikan cukup. Sehingga diharapkan Perawat
harus memiliki kemampuan atau ketrampilan dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat
untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik
aktual atau potensial mengancam kehidupan.
Pembahasan :
Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan perawat tentang early
warning score dalam penilaian dini kegawatan pasien kritis dengan
menggunakan kuesioner pengetahuan tentang Early Warning Scoring
System dan kuesioner yang terdiri dari karakteristik perawat meliputi usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan
kegawatan daruratan pasien kritis didapatkan bahwa tingkat pengetahuan
sebagian besar perawat terhadap early warning score dalam penilaian dini
kegawatan pasien kritis dikategorikan cukup. Sesuai dengan tabulasi data
yang diperoleh, faktor usia, pengalaman kerja dan responden yang telah
memiliki pengalaman pelatihan kondisi kegawatdaruratan sangat
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan peran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terutama terkait dengan early warning
score dalam penilaian kegawatan pasien kritis.
Keadaan gawat adalah suatu kondisi yang mengancam nyawa pasien
bila tidak mendapatkan pertolongan, sedangkan keadaan darurat adalah
suatu kondisi pasien yang membutuhkan pertolongan atau tindakan dengan
segera untuk menghilangkan ancaman nyawa pasien tersebut (Nusdin,
2020). Kompetensi perawat gawat darurat adalah kemampuan yang harus
dimiliki seorang perawat gawat darurat untuk melakukan tindakan dengan
didasarkan pengkajian secara komprehensif dan perencanaan yang tepat dan
lengkap. Kompetensi ini bukan prosedur tindakan tetapi kompetensi perawat
harus diikuti dan dilaksanakan sesuai standar operating prosedur (SOP)
yang baku. Pelayanan cepat dan pengobatan yang efektif merupakan awal
meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Di dunia telah diperkenalkan

11
sistem scoring pendeteksian dini atau peringatan dini untuk mendeteksi
adanya perburukan keadaan pasien dengan penerapan Early Warning
Scores. EWS telah diterapkan banyak Rumah sakit di Inggris terutama
National Health Service, Royal College of Physicians yang telah
merekomendasikan National Early Warning Score (NEWS) sebagai
standarisasi untuk penilaian penyakit akut, dan digunakan pada tim
multidsiplin (National Clinical Effectiveness Committee, 2013) Enam
Paramater Fisiologis dalam National Early Warning Scores yang digunakan
pada NEWS adalah frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, temperatur,
tekanan darah sistolik, frekuensi nadi, dan tingkat kesadaran (National
Clinical Effectiveness Committee, 2013). Early Waring Scores dilakukan
untuk sistem pemantauan fisiologis pada pasien, agar tidak terjadi kondisi
menuruk pada pasien. Pengetahuan penting untuk dikuasai perawat, karena
seseorang tidak dapat memberikan tindakan yang cepat, tepat dan akurat
kalau dia mengetahui pengkajian kegawatan, hal itu seiring dengan pendapat
seorang ahli yang mengemukakan bahwa pengetahuan sangat
mempengaruhi perilaku seseorang (Notoatmojo, 2010).
Tingkat pengetahuan kurang merupakan salah satu faktor yang
menjadi penghambat dalam perilaku kepatuhan dalam kesehatan karena
mereka yang mempunyai pengetahuan rendah cenderung sulit untuk
mengikuti anjuran dari petugas kesehatan. Usia mempengaruhi daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia seseorang maka
akan semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik (Notoatmojo, 2010).
Pengetahuan juga dipengaruhi oleh pendidikan. Bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut menerima informasi,
dan semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan
(Notoatmojo, 2010). Pengalaman kerja sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah. Pengalaman
belajar dalam bekerja memberikan pengetahuan dan keterampilan

12
professional selama bekerja sehingga dapat mengembangkan kemampuan
mengambil keputusan dalam bidang kerjanya (Notoatmojo, 2010).
Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka opini
yang dapat diberikan terkait dengan pengetahuan perawat tentang early
warning score dalam penilaian dini kegawatan pasien kritis adalah perawat
harus memiliki kemampuan atau ketrampilan dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat darurat karena peran perawat sebagai bagian
penting dari rumah sakit dituntut memberikan perilaku yang baik dalam
rangka membantu pasien dalam mencapai kesembuhan. Pendidikan seorang
perawat yang tinggi akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
Seorang perawat yang menjalankan profesinya sebagai perawat, saat
menjalankan profesinya harus memiliki pengetahuan dan pendidikan dalam
bidang-bidang tertentu, untuk itu dibutuhkan pendidikan yang sesuai agar
dapat berjalan dengan baik. Pengetahuan perawat yang baik sangat
diperlukan untuk melakukan pengkajian dan mengobsevasi tanda vital agar
dapat menilai dan mengetahui resiko terjadinya perburukan pasien.
2.3.2 Jurnal 2
Judul :Analisis Peran Perawat Terhadap Ketepatan Penentuan
Proiritas I,II, Dan III Pada Ruang Triage Di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang
Tahun :September, 2018
Publikasi :Jurnal Ners LENTERA, Vol.6, No.2
Author :Vita Maryah Aridyani
Ringkasan :
Instalasi Gaawat Darurat adalah unit pelayanan terdepan pada
rumah sakit yang membutuhkan suatu sistem triage yang tepat dan
efektif untuk menyeleksi dan memprioritaskan pasien sesuai dengan
kondisi pasien dan sumber daya yang ada. Kesalahan mengambil
keputusan terlebih dalam pengkategorian pasien berdasarkan triage
menyebabkan keterlambatan pengobatan dan ketidakmampuan serta
cacat permanen pada pasien. Tanggung jawab triage menuntut perawat
untuk terus mengembangkakn perannya dalam mengambil keputusan

13
yang tepat terutama dalam penentuan prioritas kegawatdaruratan pasa
instalasi gawat darurat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
hubungan peran perawat triage terhadap penentuan prioritas
kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat.
Kelebihan :
Penelitian ini memfokuskan berdasarkan peran perawat yang dibagi
3 yaitu, perawat sebagai care giver, leader, dan manager. Sehingga
peneliti mengetahui manakah perawat yang telah menjalankan perannya
dengan baik.
Kekurangan :
1. Dalam jurnal penelitian tidak tercantum analisis berdasarkan
karakteristik responden, Karena hal tersebut merupakan salah satu
indikator utama perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
terutama dibidang kegawat daruratan.
2. Tidak diberikan penjelasan terkait waktu pengambilan data.
Analisis PICO :
PROBLEM Sistem triage di Indonesia belum terstandart secara
naional, meskipun departemen Kesehatan telah
menetapkan sistem triage nasional akan tetapi
pelaksanaannya belum teraplikasi secara nasional.
Instalasi Gawat Darurat terdapat tuntutan akan
pemenuhan terhadap akses kegawatdaruratan, dalam hal
ini kekurangan sumber daya terhadap kebutuhan dapat
meningkatkan kepadatan dan hambatan akses yang
mengakibatkan paningkatan waktu tunggu pasien untuk
untuk menempati tempat perawatan.
INTERVENTION Penelitian menggunakan penampang analitik (analytic
cross sectional study). Pengambilan data menggunakan
lembar observasi peran perawat dan lembar observasi
triage yang telah dilakukan uji numerator kappa.
Sampling dalam penelitian ini sebanyak 200 pasien pada
Instalasi Gawat Darurat
COMPARISON Tidak ada pembanding
OUTCOME Penentuan prioritas kegawatdaruratan dikategorikan
menjadi 2 kategori yaitu benar dan salah. Hasil penelitian
menunjukkan hampir seluruh penentuan prioritas
kegawatdaruratan benar sejumlah 95,5% dan hanya

14
sebagian kecil terjadi kesalahan dalam penentuan
prioritas kegawatdaruratan yaitu sejumlah 4,5%.
Penentuan prioritas kegawatdaruratan pada ruang triage
IGD RSU dr. Saiful Anwar 93% tepat sesuai dengan
prinsip penentuan prioritas kegawatdaruratan pada
instrumen penelitian dan ketidaktepatan penentuan
prioritas kegawatdaruratan hanya sebesar 7% dari
keseluruhan jumlah subjek penelitian. Penentuan
hubungan peran perawat dengan penentuan prioritas
kegawatdaruratan dilakukan dengan uji chi square dan
didapatkan hasil p value 0.000 < (α 0.0,5) artinya terdapat
hubungan antara peran perawat dengan penentuan
prioritas kegawatdaruratan.
Pembahasan :
Peran perawat pada ruang triage difokuskan pada 3 peran yaitu
care giver, leader, dan manager. Peran perawat triage sebagai care giver
mendudukin peringkat pertama didasarkan pada alur prosedur
pemeriksaan wajib pada sistem pelayanan ruang triage IGD RSU dr.
Saiful Anwar Malang. Secara keseluruhan perawat yang menjalankan
care giver yaitu sebagai pemberi asuhan fisik, psikososial, budaya, dan
spiritual. Peringkat kedua pelaksanaan peran perawat berdasarkan hasil
observasi pada perawat triage IGD RSU dr. Saiful Anwar Malang adalah
peran komunikator. Peran perawat sebagai komunikator merupakan
prosedur yang harus dilaksanakan oleh perawat ruang triage IGD RSU
dr. Saiful Anwar Malang dimana komunikasi baik secara verbal maupun
nonverbal dilakukan oleh perawat terutama pada saat serah terima pasien
ke ruang kritis, sedangkan komunikasi tertulis dilakukan perawat melalui
lembar dokumentasi. Penentuan hubungan peran perawat dengan
penentuan prioritas kegawatdaruratan dilakukan dengan uji chi square
dan didapatkan hasil p value 0.000 artinya terdapat hubungan anatar
peran perawat dnegan penentuan prioritas kegawatdaruratan.
Penentuan hubungan peran perawat dengan penentuan prioritas
kegawatdaruratan dilakukan dengan uji chi square dan didapatkan hasil p
value 0.000 < (α 0.05) yang artinya terdapat hubungan antara peran
perawat dengan penentuan prioritas kegawatdaruratan. Pada ruang triage

15
di IGD RSU dr. Saiful Anwar Malang penentuan prioritas
kegawatdaruratan pasien dilakukan perawat yang telah memiliki
pengalaman klinis cukup baik dimana rata-rata pengalaman klinik
perawatan pada rentang 5-10 tahun dengan persentase jumlah perawat
sebesar 30.74% dan untuk rentang masa kerja 10-15 tahun dengan
persentase jumlah perawat sebesar 53.84%. Pelaksanaan triage di IGD
RSU dr. Saiful Anwar Malang terutama untuk aspek penentuan prioritas
kegawatdaruratandilaksanakan oleh perawat pada ruang triage yang pada
aplikasinya 23 penetapan prioritas kegawatdaruratan juga dipengaruhi
dengan perkembangan klinis pasien, dimana jika terjadi perkembangan
klinis yang mengalami perburukan kondisi pada ruang kritis tingkat
prioritas kegawatan pasien akan mengalami perubahan yang penetuannya
di tetapkan oleh perawat pada ruang kritis. Hal ini sejalan dengan salah
satu stategi triage yaitu intusi yang terkait erat dengan keahlian dan
umumnya dianggap sebagai kemampuan praktisi untuk memecahkan
masalah dengan data yang relatif sedikit.
2.3.2 Jurnal 3
Judul :Assessment of knowledge and skills of triage amongst
nurses working in the emergency centres in Dar es
Salaam, Tanzania
Tahun :Maret 2014
Publikasi :Jurnal Kedokteran Darurat Afrika, Volume 4, Edisi 1 
Author :Robert Aloyce, Sebalda Leshabari, Petra Brysiewicz 
Ringkasan :
Perawat triase di pusat gawat darurat (EC) adalah orang pertama
yang ditemui pasien dan pengetahuan perawat triase telah dikutip sebagai
faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan triase. Triase
dapat mengakibatkan penentuan urutan dan prioritas transportasi darurat,
atau tujuan transportasi pasien. Triase adalah proses kompleks yang
melibatkan pengambilan keputusan di bawah ketidakpastian dalam
lingkungan yang sarat dengan emosi, didorong oleh urgensi dan dibatasi
oleh negosiasi.  Perawat triase di EC adalah orang pertama yang ditemui

16
pasien saat datang untuk perawatan darurat di departemen. Pengetahuan
dan pengalaman perawat triase telah dikutip sebagai faktor yang
berpengaruh dalam pengambilan keputusan triase.  Banyak program
pendidikan triase didukung oleh asumsi bahwa perolehan pengetahuan
akan menghasilkan keputusan triase yang lebih baik.  Oleh karena itu
kemampuan perawat triase untuk membuat penilaian klinis yang akurat
tentang urgensi pasien dan kebutuhan mereka untuk intervensi sangat
penting untuk pengiriman perawatan darurat yang aman dan efektif.
Tujuan penelitian ini untuk menilai pengetahuan dan keterampilan triase
perawat yang bekerja di EC di Dar es Salaam, Tanzania.
Kelebihan :
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada defisit dalam
triaging pengetahuan dan keterampilan perawat yang bekerja di EC
dari rumah sakit nasional yang disurvei dan rumah sakit kabupaten
di Dar wilayah es Salaam. Oleh karena itu, dengan temuan ini sangat
penting untuk menetapkan program pelatihan triase berbasis unit
formal yang akan membantu membangun dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan perawat darurat tentang triase di EC
rumah sakit Dar es Salaam.
Kekurangan :
Tidak diberikan perlakuan pelatihan dalam penelitian, melainkan hanya
mengobservasi tingkat pengetahuan perawat saja
Analisis PICO :
PROBLEM Perawatan darurat, termasuk triase, seringkali merupakan
salah satu bagian terlemah dari sistem kesehatan di
negara-negara berpenghasilan rendah dibandingkan
dengan negara-negara industri; tetapi jika diatur dengan
baik, hal itu dapat menyelamatkan nyawa dan hemat
biaya.  Banyak rumah sakit di negara berpenghasilan
rendah tidak memiliki sistem triase formal. Dokter
biasanya melihat pasien berdasarkan 'first-come-first-
served', seringkali tidak ada EC dan pasien terlihat baik
di bangsal atau klinik rawat jalan ketika mereka tiba.  Hal
ini mengakibatkan penundaan yang berpotensi
mematikan bagi pasien yang sakit kritis.  Setelah pasien

17
diidentifikasi sebagai sakit kritis, mungkin ada
penundaan lebih lanjut dalam memulai perawatan
darurat. Sebuah studi kualitatif dari 21 rumah sakit di
tujuh negara berkembang menemukan bahwa triase yang
buruk dari pasien yang datang dan penyediaan perawatan
darurat yang tidak memadai membahayakan kehidupan
pasien yang datang.  Empat belas fasilitas tidak memiliki
sistem triase yang memadai. 
perawat yang bekerja di EC rumah sakit yang diteliti
tanpa pelatihan formal baik dalam keperawatan gawat
darurat/trauma/kritis/perawatan intensif memiliki dampak
negatif seperti dalam kursus ini di mana pelatihan tentang
triase pasien diajarkan secara rinci. Kurangnya pelatihan
tentang triase memiliki hubungan dengan keputusan
triase yang tidak akurat karena pengetahuan tentang triase
telah diidentifikasi sebagai faktor kunci yang
mempengaruhi keakuratan keputusan triase di EC
Kurangnya peralatan dasar untuk penilaian telah
ditemukan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
penundaan triase.  Hal ini dapat mengakibatkan
kegagalan untuk menilai pasien dengan benar,
menyeluruh, dan efektif, sehingga menyebabkan
pengambilan keputusan yang tidak akurat dan prioritas
perawatan pasien yang tidak tepat yang dapat
mengakibatkan kecacatan atau kematian yang dapat
dihindari. 
INTERVENTION Penelitian menggunakan desain studi deskriptif cross-
sectional dan observasional). Menggunakan tiga
instrumen, yaitu; (1) kuesioner terstruktur, (2) daftar
periksa observasional, dan (3) catatan audit peralatan
triase. Kuesioner terstruktur dikembangkan oleh peneliti
dan didasarkan pada literatur yang ada tentang triase di
EC dan saran dari para ahli (dokter dan perawat) dalam
perawatan darurat yang telah dikonsultasikan.  Kuesioner
terdiri dari 17 pertanyaan, meliputi; data demografi,
pengetahuan triase, batas waktu tunggu, dan penetapan
kategori perawatan (berbasis skenario). Daftar periksa
observasional digunakan untuk mengamati keterampilan
triase responden saat mereka melakukan kegiatan
keperawatan triase mereka. Daftar periksa termasuk
pengamatan apakah seorang perawat yang didedikasikan

18
untuk triase hadir di EC, penilaian triase dan prioritas
perawatan oleh perawat triase, dokumentasi temuan
penilaian triase dan kategori triase yang ditugaskan
kepada pasien oleh perawat. Penilaian catatan audit
peralatan triase dilakukan dengan menggunakan daftar
periksa peralatan triase dasar (termometer, oksimetri
nadi, mesin tekanan darah, glukometer, dll.) serta
formulir penilaian triase, pedoman/kebijakan triase, dan
skala penilaian nyeri. 
COMPARISON Tidak ada pembanding
OUTCOME Pengetahuan triase responden dinilai dengan
menggunakan pertanyaan yang berkaitan dengan
pengetahuan triase dalam kuesioner terstruktur. Seorang
responden dianggap berpengetahuan untuk pertanyaan
pengetahuan masing-masing setelah respon yang benar
dan sebaliknya. Keputusan apakah respon itu benar atau
tidak dilakukan oleh peneliti berdasarkan tinjauan
literatur tentang triase di EC yang digunakan untuk
mengembangkan pertanyaan pengetahuan. Alpha
Cronbach dihitung untuk mengevaluasi konsistensi
internal instrumen dan ditemukan 0,4 (nilai yang dapat
diterima berkisar antara 0,7 dan -08). Sejumlah kecil
responden (seperti dalam penelitian ini) cenderung
mempengaruhi estimasi alpha Cronbach.  Dengan
demikian kecilnya koefisien yang diperoleh dapat
disebabkan karena jumlah responden penelitian yang
sedikit karena populasi penelitian yang terbatas. Untuk
memastikan reliabilitas, kuesioner diujicobakan oleh 8
perawat yang dipilih dari EC salah satu rumah sakit yang
diteliti dan tidak ada modifikasi yang dilakukan pada
kuesioner. Informasi yang diperoleh dari studi
percontohan tidak termasuk dalam analisis data

Pembahasan:
Populasi penelitian termasuk 66 perawat yang bekerja di EC dari
rumah sakit Tiga puluh perawat berasal dari UGD rumah sakit nasional
dan 12, 12, dan 8 perawat berasal dari EC dari tiga rumah sakit
kabupaten kota lainnya. Penelitian ini melibatkan semua perawat
terdaftar dan terdaftar yang dipekerjakan dan bekerja di EC dari setiap
rumah sakit yang dipilih dan mengecualikan perawat yang sedang cuti 

19
Sembilan puluh empat persen (62/66) dari populasi penelitian
berpartisipasi dalam penelitian ini karena empat peserta sedang cuti
selama periode pengumpulan data. Enam puluh responden mengisi dan
mengembalikan kuesioner, memberikan tingkat respon 97%. Satu
responden mengembalikan kuesioner tanpa mengisinya dan responden
lainnya tidak mengembalikan kuesioner meskipun sudah diingatkan.
Kuesioner terstruktur meminta data tentang demografi tertentu
responden serta menilai pengetahuan mereka tentang triase. Dua puluh
dua persen (13/60) responden telah menerima pelatihan keperawatan
pasca-dasar (pelatihan formal) dalam perawatan
darurat/trauma/kritis/intensif sementara 78% (47/60) tidak menerima
pelatihan tersebut. Satu dari empat EC yang disurvei tidak memiliki
perawat dengan pelatihan pasca-dasar dalam gawat darurat/trauma atau
perawatan kritis/intensif. Empat puluh tujuh persen (28/60) responden
tidak pernah menerima pelatihan in-service tentang asuhan keperawatan
darurat. Tiga belas persen responden yang pernah mengikuti pelatihan in-
service keperawatan gawat darurat menunjukkan bahwa pelatihan mereka
tidak mencakup cara melakukan triase pasien. Sebagian besar responden
(47%) telah bekerja di EC dari rumah sakit yang dipilih untuk jangka
waktu satu tahun atau kurang, 
Tiga puluh tiga persen (20/60) responden tidak memiliki
pengetahuan tentang triase.Tujuh puluh lima persen (15/20) dari
responden ini berasal dari tiga rumah sakit kabupaten kota tempat
sebagian besar penduduk Dar es Salaam berobat ke layanan
kesehatan. Lima puluh delapan persen (35/60) responden tidak memiliki
pengetahuan tentang batas waktu tunggu (berdasarkan Skala Triase
Afrika Selatan) untuk kategori triase yang berbeda di mana pasien
ditugaskan sesuai dengan tingkat keparahan kondisi kesehatan
mereka. Lima puluh tujuh persen (20/35) dari responden ini berasal dari
tiga rumah sakit kabupaten kota yang menangani sebagian besar pasien
di wilayah Dar es Salaam. Lima puluh dua persen (31/60) responden
tidak dapat menetapkan pasien ke kategori triase yang sesuai

20
(berdasarkan Skala Triase Afrika Selatan) ketika diminta untuk
menanggapi pertanyaan berbasis skenario.
Tercatat bahwa patensi jalan napas, auskultasi suara napas dan
gerakan dada tidak dinilai oleh perawat di EC yang melakukan
triase. Pola pernapasan tidak dinilai oleh 32% (6/19) perawat di EC yang
melakukan triase. Tingkat pernapasan tidak dinilai oleh 84% (16/19)
perawat di EC yang melakukan triase. Penilaian ekstremitas
dingin/hangat sebagai tanda kegagalan sirkulasitidak dinilai oleh 32%
perawat di EC yang melakukan triase. Delapan puluh empat persen
(16/19) perawat di EC yang melakukan triase menilai saturasi
oksigen arteri. Tekanan darah dan denyut nadi dinilai oleh 90% (17/19)
perawat di EC yang melakukan triase meskipun status nadi seperti nadi
normal, lemah atau tipis tidak dinilai. Pengkajian nyeri dan anamnesis
singkat (masalah yang muncul, riwayat kesehatan, dan riwayat
pengobatan) tidak dilakukan oleh perawat EC yang melakukan
triase. Setelah triase, tidak ada penilaian ulang rutin yang dilakukan pada
pasien yang menunggu untuk masuk ke ruang perawatan untuk
menentukan apakah kondisinya memburuk dan mereka perlu diperiksa
lebih mendesak. Sebagian besar temuan penilaian triase yang dilakukan
oleh perawat di EC yang melakukan triase didokumentasikan. Namun,
tidak ada dokumentasi kategori perawatan triase pasien
Kurangnya pelatihan tentang triase memiliki hubungan dengan
keputusan triase yang tidak akurat karena pengetahuan tentang triase
telah diidentifikasi sebagai faktor kunci yang mempengaruhi keakuratan
keputusan triase di EC. 
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa ada defisit dalam
pengetahuan dan keterampilan triase perawat yang bekerja di EC rumah
sakit nasional yang disurvei dan rumah sakit kabupaten di wilayah Dar es
Salaam. Dengan temuan ini, maka sangat penting untuk membuat
program pelatihan triase berbasis unit formal yang akan membantu
membangun dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat
darurat tentang triase di EC rumah sakit Dar es Salaam

21
BAB 3
PENUTUP

22
3.1 Kesimpulan
Evidence based pratice / praktik berbaris bukti (EBP) merupakan satu
cara terbaik dalam penggunaan bukti terbaru dalam memandu pembuatan
keputusan perawatan kesehatan dan nilai – nilai pasien. Karena itu,
diperlukan tiga komponen penting dalam mewujudkan EBP, yakni :
1. Keahlian klinis,
2. Riset terbaru terkait isu tertentu, dan
3. Perspektif klien / pasien.
Untuk mewujudkan EBP diperlukan beberapa langkah penting yakni :
1. Mengajukan pertanyaan,
2. Menemukan informasi / bukti untuk menjawab pertanyaan,
3. Menilai informasi / bukti secara klinis dan prefensi pasien sendiri dan
evaluasi.
Konsep dari Keperawatan gawat darurat adalah suatu bentuk
rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan
oleh perawat yang kompeten, terlatih dan terdidik untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami kasus gawat darurat
baik yang ada di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang ICU atau
ruangan lainnya (Nusdin, 2020). Sedangkan peran perawat dalam EBP pada
layanan gawat darurat adalah sebagai berikut :
1. Melakukan triase mengkaji dan menetapkan prioritas dalam spektrum
yang lebih luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang
bersifat mendadak mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi kronis.
Perawat yang melakukan triase adalah perawat yang telah mempunyai
kualitatif spesialis keperawatan gawat darurat dengan adanya
kebijakan pimpinan rumah sakit.
2. Mengkaji dan memberikan suhan keperawatan terhadap individu-
individu dari semua umur dan berbagai kondisi.
3. Mengatur waktu secara efisien walaupun informasi terbatas.
4. Memberikan dukungan psikologis terhadap pasien dan keluarganya.
5. Memfasilitasi dukungan spiritual.

23
6. Mengkoordinasikan berbagai pemeriksaan diagnostik dan
memberikan oelayanan secara multidisiplin.
7. Mengkomunikasikan informasi tentang pelayanan yang telah dan akan
diberikan serta untuk kebutuhan tindak lanjut.
8. Mendikumentasikan pelayanan yang telah diberikan.
9. Memfasilitasi rujukan dalma rangka menyelesaikan masalah kegawat
daruratan.
10. Membantu individu beradaptasi terhadap kondisi kesehatannya yang
mengalami perubahan secara mendadak.
11. Memfasilitasi tindak lanjut perawatan dengan memanfaatkan sumber-
sumber yang ada dimasyarakat.
12. Menyiapkan persiapan pemulangan pasien secara aman melalui
pendidikan kesehatan dan perencanaan pemulangan pasien (discharge
planning).
13. Mengkoordinasikan dan melaporkan kepada institusi berkait terhadap
kejadian-kejadian yang dianggap perlu (kerjadian criminal, penyakit
DBD, diare, kecelakanaan lalu lintas, bencana/ KLB, dan lain-lain).
14. Mengkoordinasikan kepada seluruh tim pelayanan gawat darurat
terkait, baik pelayanan pra rumah sakit, maupun intra rumah sakit,
apabila terjadi KLB/bencana.
15. Merespon secara cepat dan memfasilitasi terhadap kejadian bencana
yang terdapat dikomunitas dan institusi (Ose, 2020).

3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini semoga pengetahuan masyarakat
khususnya mahasiswa tentang materi Peran Perawat dalam Evidance Based
Practice pada penanganan Kegawatdaruratan, diharapkan lebih memahami
konsep peran perawat gawat darurat, konsep Evidence Based Practice, dan
layanan keperawatan gawat darurat serta dapat diterapkan saat berada
dilingkungan praktik kerja. Begitupun bagi pembaca lainnya, kami juga
berharap agar pembaca dari yang belum tahu menjadi tahu, dan dari yang
sudah tahu menjadi semakin mengerti.

24
Demi kesempurnaan makalah ini penulis mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca yang membangun untuk kami. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya baik dibidang akademik,
praktik,dibidang kesehatan maupun umum dan masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

25
Almaskari, M. (2017). Omani Staff Nurses’ And Nurse Leaders’ Attitudes
Toward And Perceptions Of Barriers And Facilitators To The
Implementation Of Evidence -Based Practise PREVIEW.

Ardiyani,Vita Maryah. (2018). Analisis Peran Perawat Terhadap Ketepatan


Penentuan Prioritas I,II, dan III Pada Ruang Triage Di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Ners LENTERA,
Vol.6, No.2

Asmasi.(2008). Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: EGC.

Assessment of knowledge and skills of triage amongst nurses working in the


emergency centres in Dar es Salaam, Tanzania, African Journal of
Emergency Medicine, Volume 4, Issue 1, 2014, Pages 14-18, ISSN 2211-
419X, https://doi.org/10.1016/j.afjem.2013.04.009.

Elysabeth, D., Libranty, G., & Natalia, S. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan
Perawat Dengan Kompetensi Aplikasi Evidence-Based Practice. Jurnal
Skolastik Keperawatan, 1(1).

Gerrish, K., Ashworth, P., Lacey, A., & Bailey, J. (2008). Developing evidence-
based practice: experiences of senior and junior clinical nurs, 62(1), 62–73.

Hapsari, E. D. (2011). Evidence based practice science: Unique, diversity, and


innovation.

Irmayanti, R., Malini, H., & Murni, D. (2019). Persepsi Perawat Tentang
Evidence Based Nursing Practice (EBNP) di Rumah Sakit. Jurnal
Endurance, 4(3), 516. https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4638

National Clinical Effectiveness Committee. (2013). National Early Warning Score


National Clinical Guideline No. 1. Royal College of Physicians of Ireland.
https://doi.org/10.7748/nop.30.2.12.s11

Notoatmojo. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nusdin. (2020). Keperawatan Gawat Darurat.Surabaya: CV.Jakad Media


Pubslishing.

26
Ose, Maria Imaculata.(2020). Pelayanan dan Trend Isu Keperawatan Di
Departemen Gawat Darurat dan Berbasis Evidence Base

Setyawati, A., Harun, H., Herliani, K., & Gerrish, M. (2017). Peningkatan
Pengetahuan Perawat dan Bidan Tentang Evidence-Based Practice Melalui
Pelatihan Penerapan Evidence-Based Practice. Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk
Masyarakat, 6(1), 53–56.

The Royal College of Physicians. (2017). National Early Warning Score National
Early Warning Score ( NEWS ) 2. Retrieved from www.rcplondon.ac.uk

27
28
29
30
31
32
33
LAMPIRAN 1

34
LAMPIRAN 2

35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
LAMPIRAN 3

51
52
53
54
55
56
57

Anda mungkin juga menyukai