Anda di halaman 1dari 10

Oksidentalisme Dalam Praktik Perbankan Syariah

(Ditinjau Dari Hassan Hanafi)


Oleh
Muh. Ghani Wicaksono

A. Latar Belakang
Dalam sebuah negara, yang mayoritasnya penduduk islam, terdapat
sebuah kabar yang menggembirakan terkait dengan pesatnya
perkembangan Lembaga Keuangan Syariah yang ada di Indonesia.
Dimana akhir-akhir ini sudah banyak bermunculan baik Lembaga
Keuangan Syariah dalam skala kecil maupun skala besar. Dengan
bertujuan untuk menerapkannya nilai-nilai Syariah (maqasid Syariah)
perkembangan tersebut harus diiringi dengan praktik yang konsisten
dan istiqomah dalam menerapakan hal-hal yang berkaitan sesuai
syariat Islam. Permasalahan yang unik seringkali ditemui di negara-
negara yang mayoritasnya berpenduduk muslim dimana negaranya
pernah mengalami penjajahan dari bangsa Eropa. Disisi Islam sendiri,
memiliki sebuah tradisi keislamannya yang kuat. Namun, di lain sisi,
pengaruh dari budaya barat telah berhasil menerapkan tradisi
kapitalisme yang bertolak belakang dengan nilai lokal dan keislaman,
dan secara tidak langsung hal tersebut sudah ditanamkan di urat nadi
secara pasif oleh penduduk lokal. 1
Di Indonesia, tradisi kapitalisme sudah merasuk pada kehidupan
mayoritas masyarakat muslim. Dan di dalam proses politik, konsep,
landasan, serta praktik dalam Lembaga Keuangan Syariah, yang mana
keberadaanya tidak terlepas dari internalisasi tradisi semangat
kapitalisme. Hal tersebut menunjukan perlunya dalam menjaga nilai
tradisi Islam dan menghilangkan tradisi kapitalisme, serta

1
Ahim Abdurahim, “ Oksidentalisme dalam perbankkan syariah” dalam jurnal Akuntansi
Multi paradigma , 2013. No. 1 Vol 4.
mengkreasikan perekonomian Syariah terutama dalam Lembaga
keuangan Syariah agar memberikan kesejahteraan, dan kemajuan
umat Islam.
Adanya perkembangan yag begitu pesat dalam Lembaga Keuangan
Syariah, memberikan sebuah dampak positif maupun negative. Dalam
segi positif keadaan Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan
petunjuk bahwasanya, penerapan nilai tradisi islam dalam
bermuamalah sudah di terima di masyarakat, sehingga berdampak
dalam penyebaran nilai kemashlahatan dalam kegiatan perekonomian.
Namun, disisi lain juga menimbulkan kritikan yang berdampak
“penolakan” dalam penerapan ekonomi syariah di dalam kehidupan di
masyarakat.
Indoneisa, merupakan sebuah negara yang mayoritasnya adalah
penduduk muslim, dan banyak peluang pangsa pasar yang luas dalam
perbankan Syariah. Apalagi, Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan sebuah fatwa terkait di haramkannya suku bunga bank
yang mengandung riba. Hal tersebut, berdampak pada peningkatan
jumlah nasabah yang berminat untuk bergabung di perbankan syariah.
Selain itu, ada beberapa organisasi kemasyarakatan islam juga turut
ikut serta mengeluarkan fatwa haramnya bunga bank konvensional.
Sejak zaman Rasulullah, kegiatan perekonomian ekonomi islam, baik
itu dalam Lembaga keuangan Syariah penerapan sesuai dengan nilai-
nilai islam menjadi bagian dari tradisi muamalat umat islam.

B. Pengertian Oksidentalisme
Secara etimologis, occident berarti “arah matahari terbenam”. Kata
ini berasal dari kata latin occidens dari kata occido atau occedo, dan
occidere, yang berarti to go down. Occidental berarti “segala sesuatu
yang berhubungan dengan occident/western atau barat, seperti
kebudayaannya, bangsanya, penduduknya, ide-idenya, model-model
pemikirannya, tingkah lakunya, pandangan hidupnya, sudut
pandangnya, dan seterusnya, baik itu terdapat di Eropa maupun
berkembang di Asia atau Afrika. Dari kata occidental itulah lahir
istilah occidentalism. Occidentalism berarti “watak, kultur, adat
istiadat, dan lain-lain sebagainya dari occident”2
Menurut Prof. Dr. Burhanuddin Daya oksidentalisme memiliki arti
suatu ilmuan yang mengkaji tentang dunia barat dan seisinya, yang
mana dalam ilmu tersebut dikaji oleh para ahli dari timur dan dengan
cara pandang timur.3 Dan dapat disimpulkan bahwa oksidentalisme
merupakan sebuah kajian ilmu, budaya aspek sosial yang meneliti
segala aspek kehidupan orang barat atau berkaitan dengan budaya
barat.
Dalam oksidentalisme, posisi subjek objek menjadi terbalik, Barat
sebagai objek kajian, dan Timur sebagai subjek pengkaji. Istilah
oksidentalisme adalah antonim dari Oreantalisme, yang mana
memiliki perbedaan yang berbeda. Yan gmana, orientalisme memiliki
tujuan yang dominasi dan hegemoni, sedangkan oksidentalisme tidak
memiliki tujuan tersebut, melainkan ingin merebut egoism timur yang
dibentuk dan direbut oleh Barat.

C. Pemikiran Ekonomi Hassan Hanafi


Rekonstruksi ilmu-ilmu keislaman (klasik) dikembangkan oleh
cendekiawan muslim yang menaruh perhatian belahan dunia yaitu
Hassan Hanafi, segi tiga emas dalam pemikiran Islam yang dicetuskan
oleh Hassan Hanafi mengkombinasikan dari tiga unsur tradisi, yaitu
dari klasik, barat, dan kekinian (contextual). Hasan Hanafi banyak
belajar dari kaum barat, terkait dengan kebebasan berfikir. Dalam
barisan kepemudaan beliau aktif berjuang membebaskan bangsanya
dari kaum muslim yang berasal dari bentuk penjajahan barat.

2
Prof. Dr. Burhanuddin Daya, Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-dasar
Oksidentalisme, Suka Press, 2008 hal 88-89.
3
Ibid,. hal 96
Hassan Hanafi mengkaji sebuah fenomena pemikiran Islam
(Klasik), dengan menganalisis pemikiran keislaman berkaitan dengan
tradisi ilmu yang berkembang progesif di peradaban barat. Beliau
adalah seorang filsuf dimana pemikirannya menarik untuk dikaji.
Menurut Hassan Hanafi munculnya Oksidentalisme dilatar
belakangi oleh faitih freedom yang menjelekan islam lewat dunia
maya dengan menghasut agar orang islam keluar dari islam (murtad),
keinginan untuk menghancurkan, dan mencari kelemahan yang
dimiliki Islam yang bertujuan untuk memecah belah umat islam.
Sebagai umat islam, kita harus membela Islam dari kaum-kaum yang
ingin menghancurkan agama, dengan cara berdakwah untuk
menegakkan, dan membela agama Allah. Seperti di dalam QS. As-
Shaf (61): 14 disebutkan perintah Allah tentang :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu


penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata
kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan
menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah ?”
Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-
penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman
dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada
orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu
mereka menjadi orang-orang yang menang.”
Oksidentalisme Hassan Hanafi menegaskan bahwasannya
peradaban orang Barat bukanlah peradaban dunia, dan kawasan Barat
adalah sebuah sejarah. Maka dari itu, tidak ada alasan melaksanakan
nilai-nilai peradaban Barat sebagai acuan dalam peradapan dunia.
Menurut pemikiran Oksidentalisme dalam dunia Barat hanyalah
merupakan sebuah fenomena, wilayah, dan keadaan kondisi khusus.
Peradaban Mondial, secara gencar di region Eropa di akui oleh
peradaban Barat.4
Melalui Oksidentalisme, Hassan Hanafi berharap terjadi kesetaraan
antar sesama manusia, baik secara individu maupun antar sesama
bangsa. Sehingga tidak terjadi kondisi dominasi antara yang satu
dengan lainnya. Hasan Hanafi mengusulkan tiga agenda yang harus
dihadapi yang meliputi , Sikap umat islam terhadap tradisi islam,
Sikap umat islam terhadap tradisi barat, dan Sikap umat islam
terhadap realitas.5
Pembaharuan Islam dalam perspektif Hanafi meliputi,
Pembaharuan dipahami sebagai upaya menghidupkan kembali tradisi
dimasa Rasulullah dan sahabat. Pembaharuan diartikan sebagai upaya
untuk memperbarui pemahaman terhadap agama yang lama yang
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan pembaharuan
diartikan sebagai suatu fenomena perkembangan baru yang
ditimbulkan oleh berbagai kemajuan zaman, teknologi modern, dan
sebuah Ilmu pengetahuan.
Apa yang ingin dilakukan oleh Oksidentalisme adalah melakukan
pergantian posisi terhadap Orientalisme, dalam arti kalau selama ini
Timur menjadi obyek dalam kajian-kajian orientalisme, maka dalam
oksidentalisme itu Barat yang menjadi obyek kajiannya.
Namun,dalam menjadikan Barat sebagai obyek kajian ini bukan
seperti yang terjadi selama ini yaitu: mengkaji Barat dengan perspektif
Barat (ru’yah al-Ana min Manzhur al-Ana) melainkan mengkaji Barat
dengan perspektif Timur (ru’yah al-Ana min Manzhur al-Akhar)
persis seperti yang dilakukan Barat terhadap Timur. Bedanya,kalau

4
Wilda Rihlasyita,”Kiri Islam Hasan Hanafi Dan Oksidentalisme”, dalam jurnal Al-
Yasini, 2019 Vol 4 No.2. hal. 117

5
Ibid,. hal 118
Orientalisme bertujuan untuk menguasai Timur, maka Oksidentalisme
akan menjadi ilmu yang netral. Oksidentalisme berdiri atas dasar
“Aku “ yang obyektif dan tidak memihak juga tidak ada keinginan
untuk menguasai atau merusak peradaban orang lain. “Aku” dalam
oksidentalisme lebih bersih dan murni dari “Aku” dalam orientalisme.

D. Oksidentalisme Terhadap Keuangan Syariah.


Dibidang perekonomian, prinsip-prinsip Syariah di terapkan di
dalam sebuah Lembaga Keuangan Syariah, yang idealismenya adalah
untuk menerpakan sesuai dengan ajaran Rasulullah. Pendirian
Lembaga keuangan Syariah telah mendorong para praktisi bisnis
orang muslim maupun non-muslim, dan dukungan pemerintah untuk
ikut serta dalam berperan mendirikan sebuah Lembaga Keuangan
Syariah. Konsep ekonomi Syariah lebih banyak diincar karena
memiliki system keadilan di dalamnya, dan tahan terhadap serangan
krisis ekonomi. Dukungan dari berbagai pihak berdampak pada
pengaplikasian idealisme yang bertujuan mendirikan lembaga
Keuangan Syariah sesuai dengan ajaran Islam. 6
Secara teori, sistem operasional (model bisnis) perbankan syariah
berbeda dengan model bisnis perbankan konvensional. Kegiatan
perbankan syariah diatur oleh fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
yang melarang perbankan syariah untuk melakukan kegiatan yang
mengandung unsur spekulasi (maisir), ketidakjelasan dalam transaksi
termasuk penipuan (ghoror), riba (sering dikaitkan dengan bunga
perbankan), suap (riswah) serta transaksi yang diharamkan seperti jual
beli minuman keras, narkoba, babi, serta bisnis lainnya yang secara
syariah menimbulkan dampak kemudharatan. Selain hal tersebut,
semua kegiatan bisnis perbankan syariah harus berdasarkan pada aset

Ibid,. Ahim Abdurahim, “ Oksidentalisme dalam perbankkan syariah”…………, hal 18


6
riil atau aset nyata seperti barang dan jasa serta tidak diijinkan
melakukan bisnis pada aset derivative.7
Idealisme penerapan prinsip-prinsip syariah dalam lingkup
perbankan, seharusnya tidak hanya sebatas pada kepatuhan terhadap
aturan-aturan formal seperti kepatuhan terhadap pemerintah (ulil amri)
dan fatwa ulama, namun juga mencakup interaksi (akhlak) perbankan
syariah sebagai institusi terhadap lingkungan dan masyarakat serta
aktifitas dan perilaku pegawai didalamnya. Penerapan prinsip-prinsip
syariah harus tercermin dalam kehidupan organisasi perbankan
syariah (islamic atmosphere) yang berbeda dengan nilai-nilai bisnis
semata (kapitalisme). Cara pandang organisasi terhadap lingkungan
dan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip syariah berbeda dengan
cara pandang nilai-nilai kapitalisme. Demikian pula interaksi pegawai
didalamnya, baik interaksi dengan pihak internal maupun dengan
pihak eksternal semuanya harus mengacu pada prinsip-prinsip
Syariah.

Oksidentalisme. peradaban Barat selalu ditampilkan sebagai


peradaban yang superior sedangkan peradaban Timur dianggap
sebagai inferior (Orientalisme). Hal tersebut diperkuat lagi dengan
sejarah kolonialisasi barat terhadap dunia Timur. Barat cenderung

7
Permatasari, dan Suswinarno, Akad Syariah (Bandung. Kaifa, 2011) Hal 54
dicurigai oleh dunia Timur, yang cenderung arogan dengan
penyederhanaan bahwa kolonialisasi Barat terhadap Timur merupakan
suatu proyek “modernisasi” peradaban Timur oleh barat. Pada
perkembangannya kolonialisme tersebut melahirkan tatanan
masyarakat Timur yang menimbulkan dominasi oleh masyarakat barat
terhadap bidang ekonomi, politik, hukum dan sosial. Tatanan baru
tersebut bagi masyarakat Timur yang sebenarnya tidak sesuai dengan
nilai-nilai dasar dari dunia Timur. Dalam konteks tersebut Hassan
Hanafi mengenalkan suatu terminologi Oksidentalisme sebagai upaya
untuk menghadapi peniruan budaya Barat yang tidak hanya berbahaya
terhadap budaya dan konsepsi Islam, tetapi juga mengancam
pembebasan peradaban dan kebudayaan Islam.8
Oksidentalisme mengajarkan pada kita bagaimana seharusnya kita
menyikapi peradaban barat. Bukan persoalan menolak atau menerima,
tetapi lebih kepada mengkritisi. Demi menuju kepada kesadaran
pembebasan manusia seutuhnya. Bahwa di dunia ini semua manusia
adalah sama, semua peradaban adalah sama.

8
Listiyono, Seri Pemikiran Tokoh: Epistemologi Kiri. (Yogyakarta. Ar Ruzz Media,
2012) hal 55
KESIMPULAN

Pengaruh kolonialisasi Barat telah berhasil menanamkan semangat


kapitalisme yang bertentangan dengan nilai-nilai lokal dan nilai-nilai
Islam. Semangat kapitalisme tersebut terus merasuk kedalam seluruh
aspek kehidupan masyarakat muslim, tidak terkecuali di Indonesia.
Keberadaan Lembaga Keuangan syariah di Indonesia tidak terlepas
dari adanya internalisasi semangat kapitalisme dalam proses politik,
landasan, konsep serta praktik di Lembaga Keuangan Syariah.
Realitas tersebut menunjukkan, perlunya upaya untuk menjaga nilai
lokal dan tradisi Islam dan menghilangkan nilai-nilai kapitalisme,
serta dan mengkreasikan Lembaga Keuangan Syariah agar lebih
fleksibel dan mampu memberikan kesejahteraan serta kemajuan bagi
umat manusia.

Pada awalnya pendirian Lembaga Keuangan Syariah dilandasi


dengan motivasi idealisme untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah
di bidang ekonomi. Namun seiring dengan semakin luasnya prospek
pangsa pasar bisnis ekonomi syariah (lebih adilnya sistem ekonomi
syariah serta lebih tahan terhadap krisis ekonomi) telah mendorong
para praktisi bisnis sekuler maupun non-muslim untuk ikut serta
mendirikan Lembaga Keuangan Syariah.

Ada seorang cendekiawan muslim yang menaruh perhatian atas


pembaruan atau lebih tepatnya sering disebut dengan rekonstruksi
ilmu-ilmu keislaman (klasik) yang bernama Hassan Hanafi yag
membawa paham mengenai Oksidentalisme. Yang mana,
Oksidentalisme mengkaji tentang kebaratan atau suatu kajian
komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek
kehidupan masyarakat Barat. Atau bisa di katakana hal-hal yang
berhubungan dengan Barat, baik itu budaya,ilmu, dan aspek sosial
lainnya. Dalam oksidentalisme, posisi subjek objek menjadi terbalik,
Timur sebagai subjek pengkaji dan Barat sebagai objek kajian.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurahim, Ahim. 2013. “Oksidentalisme dalam perbankkan syariah”


dalam jurnal Akuntansi Multi paradigma. No. 1 Vol 4.

Chotimah, Nurul. Studi Tentang Pemikiran Hassan Hanafi, Jurnal Studi


Agama-Agama. Vol. 1, No. 2, 2015.

Daya, Burhanuddin. 2008. Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-


dasar Oksidentalisme, Suka Press.

Listiyono,2012. Seri Pemikiran Tokoh: Epistemologi Kiri. Yogyakarta. Ar


Ruzz Media.

Misanam, M., dan L. Liana. 2017. “Bunga Bank, Bagi hasil dan
Relijiusitas: Suatu Investigasi Loyalitas Nasabah Terhadap
Perbankan Syariah” dalam jurnal Sinergi: Kajian Bisnis dan
manajemen, Vol 9, No 1.

Permatasari, dan Suswinarno,2011. Akad Syariah. Bandung. Kaifa.

Rihlasyita Wilda. 2019. ”Kiri Islam Hasan Hanafi Dan Oksidentalisme”,


dalam jurnal Al-Yasini, Vol 4 No.2.

Anda mungkin juga menyukai