Anda di halaman 1dari 52

BAB II

DASAR-DASAR PENGEMBANGAN SOSIAL BAGI PENGEMBANGAN PRIBADI

A. Kajian Teori

1. Keterampilan Sosial

a. Pengertian Keterampilan Sosial

Menurut Cartledge dan Milburn dalam Maryani (2011:17) menyatakan bahwa

keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan

individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negative.

Sedangkan menurut Hargie, Saunders, & Dickson dalam Gimpel & Merrell (1998)

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang

lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat

itu, di mana keterampilan ini merupakan perilaku yang dipelajari. Remaja dengan keterampilan

sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan

interpersonal, tanpa harus melukai orang lain.

Libet dan Lewison dalam Cartledge dan Milburn (1995) mengemukakan keterampilan

sosial sebagai kemampuan yang kompleks untuk menunjukkan perilaku yang baik dinilai

secara positif atau negatif oleh lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan

punishment oleh lingkungan. Kelly dalam Gimpel dan Merrel (1998) mendefinisikan

keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku yang dipelajari, yang digunakan oleh individu

pada situasi-situasi interpersonal dalam lingkungan. Matson dalam Gimpel dan Marrel (1998)

menjelaskan bahwa keterampilan sosial, baik secara langsung maupun tidak, membantu remaja

untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma yang

berlaku di sekililingnya.

Menurut Thompson (1996), keterampilan sosial adalah keterampilan untuk mengatur


pikiran dan perasaan yang dinyatakan dalam suatu tindakan atau perbuatan yang tidak

merugikan diri sendiri dan orang lain. Keterampilan ini sangat diperlukan ketika anak mulai

memasuki kelompok sebaya. Sementara itu Combs and Shaby dalam Cartledge & Milburn

(1995) mengemukakan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi

dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh

lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, saling menguntungkan

atau menguntungkan orang lain.

Mu’tadin (2002) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan yang harus

dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir

adalah memiliki keterampilan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-

hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin

hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat

atau keluhan orang lain, memberi atau memberi feedback, memberi atau menerima kritik,

bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dikuasai

remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek

psikososial dengan maksimal.

Keterampilan sosial adalah keterampilan untuk berinteraksi, berkomunikasi dan berpartisipasi

dalam kelompok. Keterampilan sosial perlu didasari oleh kecerdasan personal berupa

kemampuan mengontrol diri, percaya diri, disiplin, dan tanggung jawab. Untuk selanjutnya

kemampuan berkomunikasi secara jelas, lugas, meyakinkan, dan mampu membangkitkan

inspirasi, sehingga mampu mengatasi silang pendapat dan dapat menciptakan kerjasama.

Untuk selanjutnya persamaan pandangan, empati, toleransi, saling menolong, dan membantu

secara positif, solidaritas, menghasilkan pergaulan (interaksi) secara harmonis untuk kemajuan

bersama. Belajar memberi dan menerima, berbagi hak dan tanggung jawab, menghormati hak

orang lain, membentuk kesadaran sosial, dan menjadi embrio bagi keterampilan sosial
(Maryani 2011:18).

Laura Cadler dalam Maryani (2011:19) menjelaskan mengenai pentingnya keterampilan

sosial dikembangkan di kelas:

Keterampilan sosial sangat diperlukan dan harus jadi prioritas dalam mengajar. Mengajar

bukan hanya sekedar mengembangkan keterampilan akademik. Hal yang sangat penting dalam

mengembangkan keterampilan sosial adalah dengan mendiskusikan sesama guru atau orang

tua tentang keterampilan sosial apa yang harus menjadi prioritas, memilih salah satu

keterampilan sosial, memaparkan pentingnya keterampilan sosial, mempraktikan, merefleksi,

dan akhirnya mereview dan mempraktikannya kembali setelah diperbaiki, merefleksi dan

seterusnya sampai betul-betul terkuasai oleh peserta didik.

Menurut Maryani (2011:20) keterampilan sosial dapat dikelompokkan atas empat bagian,

namun ketiganya saling berkaitan yaitu:

1) Keterampilan dasar berinteraksi: berusaha untuk saling mengenal, ada kontak mata,

berbagi informasi atau material;

2) Keterampilan komunikasi: mendengar dan berbicara secara bergiliran, melembutkan

suara (tidak membentak), meyakinkan orang untuk dapat mengemukakan pendapat,

mendengarkan sampai orang tersebut menyelesaikan pembicaraannya;

3) Keterampilan membangun tim/kelompok: mengakomodasi pendapat orang, bekerjasama,

saling menolong, saling memperhatikan;

Keterampilan menyelesaikan masalah: mengendalikan diri, empati, memikirkan orang

lain, taat terhadap kesepakatan, mencari jalan keluar dengan berdiskusi, respek terhadap

pendapat yang berbeda.

Dari beberapa pengertian keterampilan sosial yang dikemukakan para ahli di atas,

penulis dapat menyimpulkan bahwa keterampilan sosial adalah keterampilan dalam

berinteraksi, berkomuniasi, dan bekerjasama antara manusia dengan manusia lainnya.


Keterampilan sosial harus dimiliki oleh setiap individu karena keterampilan sosial akan

membantu setiap individu dalam mengkomunikasikan informasi yang akan

disampaiakan, keterampilan sosial akan membantu individu bekerjasama dalam

kelompoknya.

b. Ciri-Ciri Keterampilan Sosial

Gresham & Reschly dalam Gimpel dan Merrell (1998) mengidentifikasikan

keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu:

1) Perilaku Interpersonal

Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan yang

digunakan selama melakukan interaksi sosial yang disebut dengan keterampilan

menjalin persahabatan.

2) Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri

Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya sendiri

dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress, memahami

perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya.

3) Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis

Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi belajar di

sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan

baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di sekolah.

4) Penerimaan Teman Sebaya

Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial yang

rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena mereka tidak dapat

bergaul dengan baik. Beberapa bentuk


perilaku yang dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat

menangkap dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya.

5) Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik,

berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara, dan menjadi

pendengar yang responsif.

c. Aspek Keterampilan Sosial

Caldarella dan Marrell dalam Gimpel dan Marrel (1998) mengemukakan lima aspek

paling umum yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu :

1) Hubungan dengan teman sebaya (Peer Relation)

Ditunjukan melalui perilaku yang positif terhadap teman sebaya seperti memuji

atau menasehati orang lain, menawarkan bantuan kepada orang lain, dan bermain

bersama orang lain.

2) Manajemen Diri (Self-Management)

Merefleksikan remaja yang memiliki emosional yang baik, yang mampu untuk

mengontrol emosinya, mengikuti peraturan dan batasan-batasan yang ada, dapat

menerima kritikan dengan baik.

3) Kemampuan Akademis (Academic)

Ditunjukan melalui tugas secara mandiri, menyelesaikan tugas individual,

menjalankan arahan guru dengan baik.

4) Kepatuhan (Compliance) menunjukkan remaja yang dapat mengikuti peraturan

dan harapan, menggunakan waktu dengan baik, dan membagikan sesuatu.

5) Perilaku Assertive (Assertivation)

Didominasi oleh kemampuan yang membuat seorang remaja dapat menampilkan


perilaku yang tepat dalam situasi yang diharapkan.
Tabel 1: Aspek-Aspek Keterampilan Sosial
Aspek Pola Perilaku
Hubungan dengan teman sebaya Interaksi sosial, prososial,
(peer relation) empati, pertisipasi sosial,
socialibility-leadership,
kemampuan sosial pada teman
sebaya
Manajemen diri (Self-management) Kontrol diri, kompetensi sosial,
tanggung jawab sosial,
peraturan,
toleransi terhadap frustasi.
Kemampuan akademis (academic) Penyesuaian sekolah, kepedulian
pada peraturan sekolah, orientasi
tugas, tanggung jawab akademis,
kepatuhan di kelas, murid yang
baik
Kepatuhan (Compliance) Kerjasama secara sosial,
kompetensi,

cooperation- compliance
Perilaku Asertif (Assertivation) Keterampilan sosial asertif,
social initiation, social
activator, gutsy

Senada dengan pendapat di atas, Elksnin & Elksnin (2007) mengidentifikasi aspek

keterampilan sosial menjadi lima hal, yaitu:

1) Perilaku interpersonal, yaitu perilaku yang menyangkut keterampilan selama

melakukan interaksi sosial, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan

memberikan atau menerima pujian.

2) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu perilaku yang menyangkut

keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan

menghadapi stres, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan


lainnya.

3) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis, yaitu perilaku atau

keterampilan yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah, misalnya

mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajaran, mengerjakan

pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua

perilaku yang mengikuti aturan kelas.

4) Peer acceptance, yaitu perilaku yang berhubungan dengan penerimaan teman sebaya,

misalnya memberi salam, memberi dan meminta informasi, mengajak teman terlibat

dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain.

5) Keterampilan komunikasi, yaitu kemampuan individu dalam berkomunikasi baik

secara verbal maupun non verbal terhadap orang lain. Kemampuan ini dapat dilihat

dalam beberapa bentuk perilaku, antara lain menjadi pendengar yang responsif,

mempertahankan perhatian dalam pembicaraan, dan memberikan umpan balik

(feedback) terhadap lawan bicara.

Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Michelson dkk (1985)

mengemukakan tiga aspek yang terdapat dalam keterampilan sosial, yaitu :

1) Respon Verbal. Respon verbal adalah respon yang disampaikan individu kepada orang

lain secara lisan. Respon ini biasanya dilakukan dengan berbicara atau bercakap-

cakap.

2) Respon Non Verbal. Respon non verbal adalah respon individu yang tidak diberikan

secara lisan. Respon non verbal ini berupa ekspresi- ekspresi gerak mata, gerak

anggota tubuh, getaran suara, dan ekspresi emosi lainnya yang tampil pada saat

individu berkomunikasi.

3) Proses Kognitif. Proses kognitif yang dialami individu biasanya menyangkut

pemikiran dan ide-ide mengenai tindakan atau sikap yang menyangkut sesuatu hal.

Proses kognitif ini sangat mempengaruhi kemampuan individu melakukan komunikasi


verbal maupun non verbal.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan aspek- aspek keterampilan sosial adalah

keterampilan yang berhubungan dengan teman sebaya, keterampilan yang berhubungan

dengan diri sendiri, keterampilan yang berhubungan dengan kesuksesan akademik,

keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan dalam memenuhi permintaan orang lain,

dan perilaku asertif.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial

Menurut hasil studi Davis dan Forsythe dalam Mu’tadin (2002), faktor yang

mempengaruhi keterampilan sosial (social skill) yaitu:

1) Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi individu dalam mendapatkan

pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh individu dalam keluarga akan sangat

menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Individu yang

dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis (broken home) di mana individu

tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup maka individu tersebut akan sulit

mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal yang paling penting diperhatikan oleh

orang tua adalah menciptakan suasana yang demokratis di dalam keluarga sehingga

anak dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudara-

saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal balik antara anak dan orang tua maka

segala konflik yang timbul akan mudah di atasi. Sebaliknya komunikasi yang kaku,

dingin, terbatas, menekan, penuh otoritas, dsb. hanya akan memunculkan berbagai

konflik yang berkepanjangan sehingga suasana menjadi tegang, panas, emosional,

sehingga dapat menyebabkan hubungan sosial antara satu sama lain menjadi rusak.

2) Lingkungan
Sejak dini individu sudah diperkenalkan dengan lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan sosial yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah serta

masyarakat luas. Hal ini bermanfaat pada individu untuk mengetahui lingkungan

sosial yang luas sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

3) Kepribadian

Kepribadian individu tidak dapat dilihat dari penampilannya sehingga penting bagi

individu untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata. Penanaman

nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada

hal-hal fisik seperti materi dan penampilan akan membuat individu mudah bergaul

dengan orang lain.

4) Rekreasi

Melalui rekreasi individu akan mendapat kesegaran baik fisik maupun psikis,

sehingga terlepas dari rasa bosan dan mendapatkan semangat baru. Hal ini dapat

menjadikan individu mampu mengatur emosi atau keadaan psikologis berkaitan

dengan hubungan sosial.

5) Pergaulan dengan lawan jenis

Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan individu untuk mengenali

karakteristik individu lain tanpa membatasi perbedaan jenis kelamin sehingga akan

menciptakan hubungan sosial yang baik.

6) Pendidikan atau sekolah

Pendidikan merupakan salah satu faktor keterampilan sosial yang berkaitan dengan

cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis

pelajaran.

7) Persahabatan dan solidaritas kelompok

Pada masa remaja peran kelompok dan teman-teman sangat besar, bahkan
kepentingan kelompok lebih penting dari pada kepentingan keluarga. Hal ini

akan mempengaruhi perkembangan sosial remaja.

8) Lapangan kerja

Keterampilan sosial untuk memilih pekerjaan disiapkan di sekolah melalui berbagai

pelajaran. Proses belajar mengajar yang baik akan membuat individu mampu

menyiapkan diri dalam berhubungan sosial di lingkungan kerja.

Cartledge & Milburn (1995) mengemukakan faktor yang mempengaruhi

keterampilan sosial yaitu:

a) Cognitive and behavioral skill deficit (gangguan pada kemampuan kognitif dan

perilaku). Individu yang memiliki gangguan pada kemampuan kognitif dan perilaku

akan lebih sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.

b) Umur. Faktor usia menimbulkan kesan bahwa kematangan sosial terjadi pada usia

yang lebih tua. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi usia individu, maka semakin

tinggi pula kemampuan sosial individu.

c) Jenis kelamin. Jenis kelamin atau gender sangat mempengaruhi keterampilan sosial.

Papalia (2008: 588) menyebutkan bahwa anak laki-laki menunjukkan perhatian lebih

pada berbagai permainan dibandingkan dengan perempuan.

d) Tingkat perkembangan. Perkembangan individu yang normal memungkinkan individu

untuk memenuhi tugas perkembangannya untuk berinteraksi dengan orang lain.

e) Lingkungan sosial. Lingkungan dapat merangsang individu memperoleh kesempatan

untuk menggunakan kemampuan sosial semaksimal mungkin.

Hal senada dikemukakan oleh Samanci dalam Matson (2009), yang

menjelaskan faktor-faktor perkembangan keterampilan sosial meliputi :

a) Keluarga. Pengaruh positif keluarga bagi perkembangan keterampilan sosial meliputi

dukungan keluarga, waktu yang berkualitas untuk individu, model perilaku positif
dari orang tua,

komunikasi di rumah, lingkungan keluarga yang demokratis, dan penerimaan penuh

keluarga terhadap individu.

b) Sekolah. Sekolah menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan

sosial dalam hal aktivitas di sekolah, sikap dan perilaku sosial positif guru,

smanajemen sekolah dan kelas yang demokratis, metode dan teknik pembelajaran

yang berpusat pada siswa, dan upaya mengurangi stres terhadap ujian.

c) Lingkungan dan masyarakat. Lingkungan yang berpengaruh positif terhadap

perkembangan keterampilan sosial meliputi waktu yang banyak untuk kegiatan

bersama teman, partisipasi aktif individu dalam kegiatan sosial dan keluarga di

lingkungannya, sering bermain bersama teman.

d) Karakteristik individu. Karakteristik individu yang berpengaruh terhadap

perkembangan keterampilan sosial yaitu keterampilan berbahasa dan berkomunikasi,

kepercayaan diri, kemampuan untuk mengatasi gangguan, dan kemampuan personal

lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan

keterampilan sosial individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang pertama timbul

dalam diri individu itu sendiri, sedangkan faktor yang kedua adalah akibat dari interaksi dengan

lingkungan sosial sehingga kondisi lingkungan dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang.

e. Penghambat Keterampilan Sosial

Perlakuan yang salah terhadap anak akan mengakibatkan dampak yang sangat besar

bagi anak dalam kehidupan bersosialnya. Menurut Santrock (2007:172-173) perlakuan tersebut

meliputi: kekerasan fisik, penelantaran anak, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional.

1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik dicirikan oleh terjadinya cedera fisik yang diakibatkan oleh pemukulan,

penggigitan maupun pembakaran.orang tua tidak bermaksud menyakiti anak atau

mencederai anak. Perlakuan fisik yang melewati batas akan berdampak negative bagi anak

2. Penelantaran anak

Penelantaran anak dicirikan oleh kegagalan dalam memenuhi kebutuhan dasar anak.

Penelantaran ini bisa berupa penelantaran fisik, pendidikan, dan emosional.

1) Penelantaran fisik meliputi penolakan, penundaan dalam mencari perawatan

kesehatan, pengusiran dari rumah atau penolakan anak yang pergi dari rumah.

2) Penelantaran pendidikan mencakup pembiaran terhadap kasus pembolosan anak,

tidak mendaftarkan anak yang saatnya bersekolah dan tidak memenuhi kebutuhan

pendidikan anak.

3) Penelantaran emosional meliputi tindakan seperti tidak adanya perhatian terhadap

kebutuhan anak akan adanya rasa kasih sayang atau ketidakmampuan memberikan

kebutuhan psikologis yang perlu. Dampak yang ditimbulkan dari kurangnya dari

kurangnya kasih sayang terhadap anak yaitu, anak akan mencari aktifitasnya sendiri

di luar rumah, seperti bermain play station, video game, dsb. permainan yang

dilakukan secara berlebihan menimbulkan anak bersifat individualistic dan kurang

peka terhadap lingkungan sekitarnya yang berdampak pada keterampilan sosial anak

yang rendah.

4) Kekerasan seksual

Kekerasan seksual meliputi mempermainkan alat kelamin anak, pemerkosaan, dan

sodomi

5) Kekerasan emosional

Kekerasan emosional meliputi tindakan pengabaian oleh orang tua yang

menyebabkan masalah emosional serius bagi anak.


Bentuk-bentuk perlakuan yang salah seperti di atas mengakibatkan keterampilan sosial

anak yang kurang baik bagi kehidupannya kelak. Masalah yang ditimbulkan akibat perlakuan

tersebut meliputi hubungan yang tidak baik dengan peer grup, pengendalian emosi yang buruk,

kesulitan beradaptasi, dll. Kesulitan beradaptasi disekolah membuat anak tidak dapat

berinteraksi dengan baik terhadap guru maupun dengan teman-temannya, sehingga anak akan

dikucilkan sekolahnya.

f. Bentuk- Bentuk Keterampilan Sosial

Stephen & Arnold dalam Cartledge dan Milburn (1995) mengelompokkan perilaku

keterampilan sosial ke dalam empat bentuk perilaku, diantaranya:

1) Self related behavior, yaitu perilaku sosial yang dimunculkan karena adanya

pertimbangan dan penghayatan dalam diri individu. Beberapa bentuk perilakunya

seperti menerima konsekuensi dari perbuatannya, berperilaku sesuai dengan norma

masyarakat, mengekspresikan perasaan, dan bersikap positif terhadap diri sendiri.

2) Task related behavior, yaitu perilaku sosial yang dimunculkan karena adanya

tuntutan dan kewajiban yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan sosial.

Contoh bentuk perilakunya seperti perilaku berpartisipasi, mengikuti perintah,

bertanya dan menjawab pertanyaan, dan mengikuti aktivitas kelompok.

3) Environmental behavior, yaitu perilaku sosial yang dimunculkan karena adanya

pengaruh pandangan orang-orang yang ada di sekitar individu sesuai dengan norma

yang dianut pada lingkungan tertentu.

Bentuk perilakunya seperti mampu menyesuaikan diri, berbuat untuk lingkungan

sekitar, dan peduli dengan lingkungan.

4) Interpersonal behavior, yaitu perilaku sosial yang berlangsung antara dua orang atau

lebih yang mencirikan proses-proses yang timbul sebagai hasil dari interaksi secara
positif. Bentuk perilakunya antara lain menyapa orang lain, membantu orang lain,

menerima kepemimpinan, bersikap positif terhadap orang lain.

Sedangkan menurut Walker & Mc. Connell dalam Gimpel & Merrell (1998) menyebutkan

bentuk perilaku keterampilan sosial yaitu:

1) Perilaku sosial dasar dalam interaksi sosial umum, meliputi kontak dan komunikasi,

simpati dan empati, kompromi dan kerjasama, serta perilaku mengatasi masalah yang

meliputi merespon gangguan dan masalah, dan mengatasi dorongan perilaku agresi.

2) Interaksi berteman di luar pembelajaran, meliputi penerimaan teman, perilaku

interaksi berteman, adaptasi, perilaku membantu, inisiatif, dan bakat positif yang

ditunjukkan melalui perilakunya.

3) Penyesuaian diri terhadap aktivitas pembelajaran, meliputi kemampuan manajemen

waktu, mengikuti arahan, kemampuan berkarya, dan respon terhadap pebelajaran.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk

keterampilan sosial meliputi perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri, orang lain,

lingkungan sekitar, dan terhadap tuntutan serta kewajiban.

g. Manfaat Keterampilan Sosial

Gilay, dkk dalam Hertinjung (2008: 10) menjelaskan manfaat keterampilan sosial

untuk mendukung pembelajaran individu, yaitu mendukung keterampilan komunikasi,

keberhasilan akademik, adaptasi di sekolah, hubungan pertemanan, dan mendukung lingkungan

pembelajaran yang positif. Seven & Yolda dalam Matson (2009) menyebutkan keterampilan

sosial diperlukan untuk berbagi ide, berkomunikasi sederhana, perilaku patuh pada peraturan,

dan mengikuti arahan, kemampuan menyusun target dan membuat keputusan.

Sorias dalam Hersen & Bellack (2007) menyebutkan manfaat dari keterampilan sosial

bagi individu adalah untuk mengekspresikan emosi yang sesuai dengan konteks sosial,

memperoleh hak dengan cara yang baik dan tidak mengganggu hak orang lain, meminta
bantuan orang lain apabila membutuhkan, serta menolak permintaan atau ajakan yang tidak

baik.

Menurut Samaci dalam Matson (2009) keterampilan sosial sangat penting untuk

beradaptasi dengan baik dan untuk melakukan proses sosialisasi dengan lingkungan. Sementara

itu Gresam dalam Matson (2009) menyatakan manfaat keterampilan sosial untuk meningkatkan

penerimaan dan penilaian orang lain.

Sedangkan Johnson dan Johnson (1999) mengemukakan 6 manfaat memiliki keterampilan

sosial bagi individu, yaitu :

1. Perkembangan Kepribadian dan Identitas

Keterampilan sosial dapat mengembangkan kepribadian dan identitas karena kebanyakan

dari identitas masyarakat dibentuk dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai hasil dari

berinteraksi dengan orang lain, individu mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang

diri sendiri.

2. Mengembangkan Kemampuan Kerja, Produktivitas, dan Kesuksesan Karir

Keterampilan sosial dapat mengembangkan kemampuan kerja, produktivitas, dan

kesuksesan karir, yang merupakan keterampilan umum yang dibutuhkan dalam dunia kerja

nyata. Hal ini karena keterampilan sosial dapat digunakan untuk mengajak orang lain untuk

bekerja sama, memimpin orang lain, mengatasi situasi yang kompleks, dan menolong

mengatasi permasalahan orang lain yang berhubungan dengan dunia kerja.

3. Meningkatkan Kualitas Hidup

Keterampilan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup karena setiap individu

membutuhkan hubungan yang baik, dekat, dan intim dengan individu lainnya.

4. Meningkatkan Kesehatan Fisik

Keterampilan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik karena hubungan yang baik dan

saling mendukung akan mempengaruhi kesehatan fisik. Johnson & Johnson (1999)
mengatakan penelitian menunjukkan hubungan yang berkualitas tinggi berhubungan dengan

hidup yang panjang dan dapat pulih dengan cepat dari sakit.

5. Meningkatkan Kesehatan Psikologis

Keterampilan sosial dapat meningkatkan kesehatan psikologis karena kesehatan psikologis

yang kuat dipengaruhi oleh hubungan positif dan dukungan dari orang lain.

Ketidakmampuan mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan

orang lain dapat mengarah pada kecemasan, depresi, frustasi, dan kesepian.

6. Kemampuan Mengatasi Stress

Memiliki keterampilan sosial berguna untuk mengatasi stres. Hubungan yang baik dapat

membantu individu dalam mengatasi stres dengan memberikan perhatian, informasi, dan

feedback.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan manfaat memiliki keterampilan sosial

adalah individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, mengembangkan

kepribadian dan identitas, mengembangkan kemampuan karir, meningkatkan kualitas hidup,

meningkatkan kesehatan, serta mampu mengatasi stres.


BAB III
MEMPERKUAT TUJAN KELOMPOK

Unsur-unsur Dinamika Kelompok


Unsur-unsur Dinamika kelompok disebut juga dengan variabel atau dimensi dinamika

kelompok. Unsur-unsur dinamika kelompok terdiri dari :

1. Tujuan Kelompok

Tujuan kelompok dapat diartikan sebagai gambaran yang diharapkan anggota yang akan

dicapai oleh kelompok. Tujuan kelompok harus jelas dan diketahui oleh seluruh anggota. Untuk

mencapai tujuan kelompok tersebut diperlukan aktivitas bersama oleh para anggota. Hubungan

antara tujuan kelompok dengan tujuan anggota bisa : a) sepenuhnya bertentangan, b) sebagian

bertentangan, c) netral, d) searah dan e) identik. Dengan demikian bentuk hubungan a tidak

menguntungkan dan bentuk d adalah yang paling baik. Tujuan kelompok dirumuskan sebagai

perpaduan dari tujuan individual dan tujuan semua anggota kelompok.

Tujuan kelompok yang efektif harus mempunyai aspek-aspek sebagai berikut:

- dapat didefinisikan secara operasional, dapat diukur dan diamati

- mempunyai makna bagi anggota kelompok, relevan, realistik dapat diterima dan

dapat dicapai

- anggota kelompok mempunyai orientasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan

- adanya keseimbangan tugas dan aktivitas dalam mencapai tujuan individu dan

kelompok

- bersifat menarik dan menantang serta mempunyai resiko kegagalan yang kecil dalam

mencapainya
- adanya kemudahan untuk menjelaskan dan mengubah tujuan kelompok

- berapa lama waktu yang diperlukan oleh suatu kelompok untuk mencapai tujuan

kelompok

2. Kekompakan kelompok

Kekompakan kelompok menunjukkan tingkat rasa untuk tetap tinggal dalam kelompok,

hal ini dapat berupa : loyalitas, rasa memiliki, rasa keterlibatan, dan keterikatan.Terdapat enam

faktor yang mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu:

a) Kepemimpinan Kelompok

Kepemimpinan kelompok yang melindungi, menimbulkan rasa aman, dapat

menetralisir setiap perbedaan

b) Keanggotaan Kelompok

Anggota yang loyal dan tinggi rasa memiliki kelompok

c) Nilai Tujuan Kelompok

Makin tinggi apresiai anggota terhadap tujuan kelompok, kelompok semakin kompak

d) Homogenitas Anggota Kelompok

Setiap anggota tidak menonjolkan perbedaan masing-masing, bahkan harus merasa

sama, merasa satu

e) Keterpaduan Kegiatan Kelompok

Keterpaduan anggota kelompok di dalam mencapai tujuan sangatlah penting

f) Jumlah Anggota Kelompok

bila jumlah anggota kelompok relatif kecil cenderung lebih mudah kompak,

dibandingkan dengan kelompok dengan jumlah anggota besar

Sedangkan faktor yang meningkatkan kekompakan kelompok adalah: kesepakatan

anggota terhadap tujuan kelompok, tingkat keseringan berinteraksi, adanya keterikatan pribadi,
persaingan antar kelompok, adanya evaluasi yang menyenangkan dan adanya perlakuan antar

anggota dalam kelompok sebagai manusia bukan mesin.

3. Struktur kelompok

Struktur kelompok adalah bentuk hubungan antara individu-individu dalam

kelompok sesuai posisi dan peranan masing-masing. Struktur kelompok harus

sesuai/mendukung tercapainya tujuan kelompok. Yang berhubungan dengan struktur kelompok

yaitu:

a) Struktur Komunikasi

Sistim komunikasi dalam kelompok harus lancar agar pesan sampai kepada seluruh

angota, komunikasi yang tidak lancar akan menimbulkan ketidakpuasan anggota, pada

gilirannya kelompok menjadi tidak kompak.

b) Struktur Tugas atau Pengambilan Keputusan

Pembagian tugas harus merata dengan memperhatikan kemampuan, peranan, dan

posisi masing-masing anggota. Dengan demikian seluruh anggota kelompok ikut

berpartisipasi dan terlibat, sehingga dinamika kelompok harus semakin kuat.

c) Struktur Kekuasaan atau Pengambilan Keputusan

Kedinamisan kelompok sangat erat dengan kecepatan pengambilan keputusan selain

harus jelas siapa yang mengambil keputusan dan ketidak cepatan (kelambatan)

pengambilan keputusan menunjukkan lemahnya struktur kelompok

d) Sarana Terjadinya Interaksi

Interaksi di dalam kelompok sangat diperlukan sedangkan dalam struktur kelompok

harus menjamin kelancaran interaksi, kelancaran interaksi memerlukan sarana (contoh

ketersediaan ruang pertemuan kelompok) dapat menjamin kelancaran interaksi antar

anggota.
4. Fungsi Tugas Kelompok

Fungsi tugas adalah segala kegiatan yang harus dilakukan kelompok dalam rangka

mencapai tujuan. Secara keseluruhan fungsi ini sebaiknya dilakukan dengan kondisi

menyenangkan, dengan kondisi yang menyenangkan dapat menjamin fungsi tugas ini dapat

terpenuhi. Klasifikasi fungsi tugas yaitu:

a) Koordinasi, berfungsi sebagai koordinasi untuk menjembatani kesenjangan antar

anggota

b) Informasi, berfungsi memberikan informasi kepada masing-masing anggota

c) Prakarsa, berfungsi menumbuhkan dan mengembangkan prakarsa anggota

d) Penyebaran, berfungsi menyebarkan hal-hal yang dilakukan kelompok kepada

masyarakat atau lingkungannya

e) Kepuasan, berfungsi untukmemberikan kepuasan pada anggota

f) Kejelasan, berfungsi menciptakan kejelasan kepada anggota seperti tujuan dan

kebutuha anggota

5. Pengembangan dan Pemeliharaan Kelompok

Mengembangkan dan membina kelompok dimaksudkan sebagai usaha mempertahankan

kehidupan kelompok, kehidupan berkelompok dapat dilihat dari adanya kegiatan, yaitu:

a) Mengusahakan/mendorong agar semua anggota kelompok ikut berpartisipasi dalam

setiap kegiatan kelompok. Dengan demikian rasa memiliki kelompok dari para

anggotanya akan tinggi

b) Tersedianya fasilitas

c) Mengusahakan/mendorong menumbuhkan kegiatan, agar para anggota bisa ikut aktif

berperan

d) Menciptakan norma kelompok. Norma kelompok ini adalah sebagai acuan anggota

kelompok bertindak
e) Mengusahakan adanya kesempatan anggota baru, baik untuk menambah jumlah

maupun mengganti anggota yang keluar

f) Berjalannya proses sosialisasi. Untuk mensosialisasikan adanya anggota baru adanya

norma kelompok adanya kesepakatan, dan sebagainya

6. Suasana Kelompok

Suasana kelompok adalah keadaan moral, sikap dan perasaan bersemangat atau apatis

yang ada dalam kelompok, suasana kelompok yang baik bila anggotanya merasa saling

menerima, saling menghargai, saling mempercayai dan bersahabat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suasana kelompok adalah:

a) hubungan antar anggota. Hubungan yang mendukung adalah hubungan yang rukun,

bersahabat, persaudaraan

b) kebebasan berpartisipasi. Adanya kebebasan berpartisipasi, berkreasi akan

menimbulkan semangat kerja yang tinggi

c) lingkungan fisik yang mendukung

7. Efektivitas Kelompok

Efektifitas kelompok adalah keberhasilan dalam melaksanakan tugas- tugas kelompok


dalam mencapai tujuan. Semakin banyak tujuan yang dapat dicapai, semakin banyak
keberhasilan, anggota kelompok akan semakin puas.
Bila anggota kelompok merasa puas kekompakan dan kedinamisan kelompok akan
semakin kuat.

8. Tekanan Kelompok

Tekanan pada kelompok dimaksudkan adalah adanya tekanan-tekanan dalam kelompok

yang dapat menimbulkan ketegangan, dengan adanya ketegangan akan timbul dorongan untuk

mempertahankan tujuan kelompok. Tekanan kelompok yan cermat, dan terukur akan dapat

mendinamiskan kelompok, bila tidak justru akan berakibat sebaliknya.

9. Maksud Terselubung
Maksud terselubung adalah suatu tujuan anggota kelompok yang terselubung atau

ditutup-tutupi atau sengaja tidak diberitahukan pada anggota lainnya dalam melakukan suatu

aktivitas tertentu dalam kelompok, karena tujuan sebenarnya dari anggota kelompok

berlawanan dan bertentangan dengan tujuan kelompok yang telah disepakati bersama.
BAB IV
MEMIMPIN KELOMPOK

 KEPEMIMPINAN KELOMPOK

Secara sosial psikologis kepemimpinan merupakan produk dari interaksi sosial. Pada

uraian Dinamika Kelompok telah diterangkan bagaimana proses terbentuknya kepemimpinan,

dan juga telah digambarkan bahwa peranan pemimpin dalam dinamika kelompok memegang

arti besar. Oleh karena itu perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal yang

menyangkut seorang yang dinamakan pemimpin dan kepemimpinan itu.

A. Peranan Kepemimpinan

Tiap organisasi yang memerlukan kerjasama antar manusia menyadari bahwa

masalah yang utama adalah masalah kepemimpinan. Kepada masalah ini perhatian belum cukup

dicurahkan. Kita melihat perkembangan dari kepemimpinan pra ilmiah kepada kepemimpinan

yang ilmiah.

Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu disandarkan kepada pengalaman, intuisi

dan kecakapan praktis. Kepemimpinan itu dipandang sebagai pembawaan seseorang sebagai

anugrah Tuhan. Karena itu dicarilah orang yang mempunyai sifat-sifat istimewa yang

dipandang sebagai syarat suksesnya seorang pemimpin.

Dalam tingkatan ilmiah kepemimpinan itu dipandang sebagai suatu fungsi, bukan

sebagai kedudukan atau pembawaan pribadi seseorang. Maka di adakanlah suatu analisa tentang

unsur-unsur dan fungsi yang dapat menjelaskan kepada kita, syarat-syarat apa yang diperlukan

agar pemimpin dapat bekerja secara efektif dalam situasi yang berbeda-beda. Pandangan baru

ini membawa perubahan besar. Cara bekerja dan sikap seorang pemimpin dipelajari. Cara

melatih pemimpin dapat diubah.

Konsepsi baru tentang kepemimpinan melahirkan peranan baru yang harus dimainkan
oleh seorang pemimpin. Titik berat beralihkan dari pemimpin sebagai orang yang membuat

rencan, berfikir dan mengambil tanggung jawab untuk kelompok serta memberikan arah kepada

orang-orang lain, kepada anggapan, bahwa pemimpin itu pada tingkatan pertama adalah pelatih

dan koordinator bagi kelompoknya. Fungsinya yang utama ialah membantu kelompok untuk

belajar memutuskan dan bekerja secara lebih efisien. Dalam peranannya sebagai pelatih seorang

pemimpin dapat memberikan bantuan-bantuan yang khas

1. Pemimpin membantu akan terciptanya suatu iklim sosial yang baik

Kalau ia memandang dirinya sebagai supervisor dan mulai “merajai” anggota- anggota

yang lain, maka ia akan menciptakan suasana bersaing, bermusuhan, formil- formilan,

menjauhkan diri, melontarkan kritik dan salah-menyalahkan. Sebaliknya seorang pemimpin

yang menganggap dirinya sebagai seorang yang mengharapkan kerjasama, dengan memiliki

fungsi yang khusus, dengan sikap yang didasarkan atas penghargaan terhadap nilai integritas,

akan berhasil untuk menciptakan suasana persaudaraan, kerjasama dengan penuh rasa

kebebasan.

Sikap demikian akan menumbuhkan iklim dimana kelompok akan mencapai kepribadian

kelompok yang dewasa dan demokratis dengan pembagian tanggung jawab yang seimbang.

2. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri

Ia bertanggung jawab dan ikut serta dalam memberikan perangsang dan bantuan kepada

kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuannya. Ia berusaha agar para anggota

bekerjasama, baik dalam perencanaan, maupun dalam pelaksanaannya dengan menetapkan

tugas kelompok dan kewajiban tiap-tiap anggota.

3. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur-prosedur kerja

Efisiensi kerja memerlukan prosedur yang tepat. Prosedur dengan sidang paripurna

seringkali dirasakan kaku dalam iklim yang demokratis. Karena itu pemimpin harus membantu
kelompok dalam menganalisa situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling

praktis dan efektif.

Dalam suatu kesempatan prosedur diskusi dengan menerima secara aklimasi memang

merupakan suatu jalan yang baik. Dalam situasi yang lain pembagian dalam panitia-panitia

adhoc mungkin dirasakan lebih produktif. Seorang pemimpin harus dapat dipandang sebagai

“ahli prosedur”.

4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sama dengan kelompok

Meskipun pemimpin bebas untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan saran, ia

hendaknya jangan membiasakan untuk mengambil keputusan bagi orang-orang. Ia harusnya

menyadari bahwa kelompok mempunyai hak untuk berbuat salah dan bahwa kelompok hanya

akan menjadi dewasa dengan belajar memikul tanggung jawab untuk hal-hal yang telah

diputuskan.

5. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.


Yang perlu diperhatikan bukan saja apa yang dilakukan melainkan juga bagaimana
sesuatu hal dikerjakan oleh kelompok atau perorangan. Pemimpin mempunyai tanggung jawab
untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan kemudian
berani menilai hasilnya secara jujr dan objektif

B. Siapa Sajakah yang dapat Menjadi Pemimpin ?

Pertanyaan semacam itu langsung tidak langsung kadang-kadang muncul, baik pada

diri kita atau pun pada diri orang lain, walaupun hidup dalam demokratis. Muncul secara

langsung apabila ingin mengetahui persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang

calon pemimpin. Muncul secara tidak langsung apabila ingin mengetahui apakah sebabnya

seseorang yang dicalonkan untuk seorang pemimpin pada akhirnya tidak terpilih dalam

hubungan ini ada dua pendapat tentang persyaratan menjadi pemimpin itu, yaitu sebagai berikut

1. Bahwa setiap orang yang sudah dewasa dengan sendirinya dapat menjadi pemimpin

dalam kelompok. Dewasa dalam hal ini diukur berdasarkan umurnya. Maksudnya,
apabila akan ditentukan siapakah yang cocok untuk memimpin sebuah kelompok, maka

dia yang tertua yang dipilih. Dipilihnya yang tertua sebagai pemimpin kelompok bisanya

berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain:

a. Yang tertua mempunyai pengalaman terbanyak, sebab dia sudah lebih lama

hidup dibandingkan dengan yang lainnya (pengalaman hidup). Pengalaman

hidup yang lama dapat membentuk pribadi yang kuat, sehingga stabilitas

emosional lebih mungkin terdapat pada orang yang tertua usianya. Stabilitas

emosional merupakan salah satu syarat penting yang banyak dituntut oleh

seorang pemimpin.

b. Yang tertua secara emosional memungkinkan seseorang anggota memperoleh

perlindungan lebih-lebih dalam suasana kebapak-an (paternalistik) dimana

seorang pemimpin

2. bahwa tidak setiap orang begitu saja bisa menjadi pemimpin melainkan hanya bisa

dipercayakan kepada orang-orang tertentu saja. Pendapat ini menegaskan, bahwa

seorang pemimpin itu bukan orang begitu saja, tetapi memang orang pilihan (selected).

Jadi tidak hanya sekedar tua umur saja, melainkan masih banyak syarat lain yang harus

dipenuhi, yang pada pokoknya yang menyebabkan orang-orang menaruh kepercayaan

kepada orang tersebut untuk bisa memimpin.

Ini disebabkan karena :

a. Orang yang mempunyai umur paling tua belum tentu mampu memimpin,

berdasarkan umur sudah tentu yang tertua berarti yang terlama hidup, akan

tetapi belum tentu hidupnya diisi dengan pengalaman-pengalaman yang secara

kualitatif berguna untuk memimpin kelompok.

b. Seorang pemimpin itu “menentukan” arah dan proses perjalanan kelompok,

sehingga tidak sembarang orang bisa memimpin (dipercaya memimpin). Jika


tidak selektif dikhawatirkan arah dan proses kehidupan kelompok akan rusak.

Sementara itu kaum dinamika kelompok mengetengahkan persyaratan pendidikan dalam

kelompok. Maksudnya ialah bahwa seseorang dapat saja menjadi pemimpin asal dapat

mementingkan kebutuhan-kebutuhan kelompok dalam rangka menjalankan kepemimpinannya,

dan untuk memiliki persyaratan ini dapat dilakukan dengan jalan melatih diri dalam kehidupan

kelompoknya.

Pendek kata, dengan jalan belajar memimpin dalam kelompok. Bila demikian halnya,

maka pendapat mana yang selanjutnya akan dijadikan pegangan dalam mempelajari

kepemimpinan kelompok ?. Dalam hubungan ini maka untuk selanjutnya sebaiknya berpegang

pada pendapat sebagai berikut :

Dengan tidak mengurangi kemungkinan bagi setiap orang untuk menjadi pemimpin

kelompok, maka dalam kenyataannya harus diakui bahwa orang-orang yang telah dipilih

kelompok dan dipercayakan untuk memimpin kelompok dapat menjadi pemimpin, karena

pertimbangan bahwa ia dapat mengerti dan mementingkan kebutuhan- kebutuhan kelompoknya.

Dilihat dari segi itu, maka kepemimpinan itu merupakan keseluruhan dari keterampilan

dan sikap merupakan hal-hal yang dapat dipelajari dan dapat diajarkan. Oleh karena itu

kepemimpinan dapat dipelajari dan dapat diajarkan pula, yaitu dalam kelompok (group centered

leadership).

Floyed D. Ruch, mengemukakan tiga pembagian besar mengenai tugas seorang

pemimpin dalam kelompok. Ketiga kelompok penggolongan tugas tersebut adalah :

1. Menentukan struktur dari suatu situasi tertentu (structuring the situation), yaitu :

a. Menjelaskan hal-hal yang sulit kepada para anggota

b. Membedakan hal-hal atas dasar urutan kepentingannya (order of priority).

c. Memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai.

d. Membantu menunjukan hal-hal yang harus lebih dahulu dicapai oleh para
anggota.

e. Membantu para anggota untuk mencapai kebutuhan masing-masing dalam

rangka kerja kelompok.

f. Menyelesaikan konflik antar anggota atas dasar kerangka pemikiran tertentu

(frame of reference).

g. Mengusahakan agar para anggota memiliki kerangka pemikiran tertentu.

h. Mengatasi perasaan tak aman dan ragu-ragu yang ada diantara anggota

dengan jalan menunjukan perspektif waktu (time perspective).

2. Mengadakan pengawasan atas perilaku para anggota dalam kelompok (controling

group behaviour), yang dilakukan dengan cara :

a. Mengatasi penyimpangan atau penyelewengan para anggota.

b. Memberikan hadiah atau hukuman bilamana dipandang perlu.

c. Menjaga pengalahgunaan kepentingan kelompok oleh individu-individu

tertentu dan juga sebaliknya.

3. Menjadi juru bicara kelompok ke pihak luar, seperti dengan jalan :

a. Menyatakan dan menerangkan kebutuhan kelompok kepada dunia luar, antara

lain mengenai sikap, pengharapan dan kehawatiran dari kelompoknya.

b. Pendek kata, berbicara keluar untuk kepentingan dan atas nama kelompoknya.

Fungsi-fungsi pemimpin tersebut diatas dipelajari dan diajarkan. Dewasa ini sering

dijumpai latihan kepemimpinan (leadership training) untuk berbagai macam kelompok,

termasuk kelompok mahasiswa. Walaupun demikian latihan kepemimpinan itu sering kali

menjumpai hambatan kedati pun di Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara yang sangat

demokratis. Hambatan yang sering dijumpai pada umumnya berupa :

1. Adanya kecurigaan, bahwa dalam latihan kepemimpinan akan diajarkan dengan


demokrasi yang dianut dan berlaku di tempat atau negara yang bersangkutan.

2. Masih adanya pendapat disementara pihak, bahwa kepemimpinan itu merupakan

suatu yang diwariskan atau turunan (leader are born not made).

3. Masih meragukan atau tidak yakin bahwa unit-unit kerja sekolah, keluarga,

dijalankan secara demokratis, sehingga sia-sialah apabila sepihak saja yang

mengadakan latihan kepemimpinan demokratis.

4. Masih adanya pendapat atau perasan, bahwa tanpa latihan kepemimpinan toh dapat

menjalankan fungsi memimpin, sehingga mereka mengganggap tidak merasa perlu

akan latihan kepemimpinan.

5. Adanya contoh-contoh yang merugukan dari orang yang memperoleh latihan

kepemimpinan sendiri, dimana mereka tidak menampakan perubahan setelah

dilatih itu.

Dalam hubungan ini Bovales (1942) dapat menunjukan keadaan yang sebaliknya. Dari

hasil percobaannya dia menarik kesimpulan yang positif dari adanya latihan kepemimpinan itu.

Kesimpulannya menyatakan bahwa mereka yang telah dilatih selama tiga minggu menunjukan

perbaikan yang positif dalam menjalankan fungsinya dibandingkan dengan mereka yang telah

dilatih.

Sebagaimana telah diuraikan/diutarakan bahwa ada hubungan yang tidak terpisahkan

antara pemimpin dengan kepemimpinannya, sehingga dengan mempelajari kepemimpinan

dianggap perlu terlebih dahulu mengetahui beberapa hal tentang pemimpin, akan dapat

memahami kepemimpinan, termasuk sifat-sifat atau kualifikasinya.

C. Lahirnya atau Muncul Seorang Pemimpin

1. Seorang pemimpin itu lahir dari keluarga pemimpin. Ia tak mungkin lahir dari

keluarga kebanyakan. Ia adalah turunan. Pendapat atau pandangan demikian,


walaupun di alam demokratis, masih saja terdapat baik secara terang-terangan

ataupun secara terselubung keterampilan, sikap dan sifat-sifat lainnya di peroleh

sebagai warisan dari orang tua atupun nenek moyangnya. Sudah tentu hal-hal seperti

ini tak bisa ipelajari dan diajarkan (leader are born not made). Mereka yang

berpandangan demikian dengan sendirinya mengharapkan dan menantikan

munculnya pemimpin yang berasal dari kalangan pemimpin sendiri, yang dianggap

atau dipandang baik oleh mereka.

2. Seorang pemimpin lahir dari situasi tertentu. Situasilah yang mendukung

munculnya seorang pemimpin. Contoh yang terkenal adalah para Nabi yang kita

kenal. Beliau pada umumnya dilahirkan dalam suasana kehidupan masyarakat dan

kepercayaan yang demikian beratnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk

membimbing umatnya ke jalan yang benar dan diridoi oleh Tuhan YME. Contoh

lain adalah kemunculan tokoh-tokoh dalam sejarah dunia seperti : Napoleon, Hitler,

dll. Tak dapat terpisahkan dari negara dan masyarakat dimana mereka hidup,

mereka yang berpandangan demikian juga tidak menghendaki adanya latihan

kepemimpinan, sebab kalau sudah saatnya pasti akan muncul pemimpin.

3. Seorang pemimpin muncul atau lahir pada saat-saat tertentu seperti berikut :

a. Pada waktu kelompok terbentuk dan berkembang, mungkin pada taraf orang-

orang berkumpul dan “bersepakat” membentuk sebuah kelompok belum banyak

terpikirkan atau sangat dirasakan perlunya akan seorang pemimpin. Akan tetapi

lama kelamaan dimana interaksi satu sama lain merasa perlu ‘diatur’, lebih-lebih

kalau kelompok sudah tumbuh dan berkembang, maka dirasakan oleh para

anggota perlunya akan seseorang yang berfungsi mengatur mereka supaya

‘tertib’ dan ‘terarah’. Pada waktu itu seorang pemimpin mencul, baik berasal

dari kalangan mereka sendiri akan didatangkan dari luar kelompoknya.

b. Pada waktu struktur kelompok tidak stabil.


Dalam keadaan kelompok tidak stabil, misalnya pembagian tugas yang tidak

jelas, status dan peranan para anggota tidak menentu, pemimpin seringkali

berganti-ganti, maka biasanya dalam kelompok tersebut terjadi semacam

kegoncangan pada saat-saat seperti ini biasanya muncul seorang yang merasa

‘terpanggil’ untuk mengatasi persoalan kelompok tersebut. Ia muncul sebagai

pemimpin yang berkeinginan menegembalikan stabilitas struktur kelompok

orang itu biasa berasal dari luar atau dalam kelompok.

c. Pada waktu menghadap kelompok.

Lebih-lebih masalah yang tidak mampu diselesaikan sendiri, maka biasanya ada

semacam ketidak puasan pada pimpinan yang ada. Keadaan seperti ini

memupuk kemungkinan munculnya seseorang yang ‘merasa mampu’ untuk

membawa kelompok menyelesaikan persoalannya. Kemunculan pemimpin baru

ini mungkin melalui prosedur penggantian pemimpin biasa atau mungkin pula

dengan jalan berebutan kekuasaan (penggulingan kekuasaan)

b. Pada waktu memenuhi kebutuhan individu

Fungsi kelompok adalah memenuhi kebutuhan kelompok dan bukan kebutuhan

satu atau dua orang anggota kelompok saja, akan tetapi seseorang masuk dalam

kelompok biasanya disertai dengan harapan atau keinginan tertentu. Kebutuhan

kelompok itu bukan jumlah dari kebutuhan masing-masing individu. Oleh

karena itu sering terjadi persoalan ketidaksuaian antara kebutuhan kelompok

dengan kebutuhan secara perseorangan. Dengan demikian dibutuhkan adanya

pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan individu dalam rangka pemenuhan

kebutuhan kelompok.

c. Pada waktu pemenuhan kebutuhan akan kekurangan pemimpin.

Kelompok tanpa pemimpin bagaikan perahu tanpa pengemudi. Dengan


bertambahnya anggota dan permasalahan yang dihadapi, maka besar

kemungkinan bahwa pemimpin yang telah ada merasakan beratnya menjalankan

tugas dan memikul tanggung jawab. Pemimpin yang tadinya dianggap cukup,

akhirnya dirasakan kurang sehingga perlu ditambah. Keadaan seperti ini

biasanya ditunjuk, diangkat atau dipilih pemimpin yang baru, sebagai pengisi

kekurangan akan pemimpin.

D. Sifat-Sifat yang Dimiliki Seorang Pemimpin

Seorang pemimpin mempunyai status lebih tinggi dari padda anggotanya. Karena itu

peranan yang dilakukan pada umumnya berbeda dari peranan seorang anggota kelompok.

Karena itu seorang pemimpin diharapkan memainkan peranan tertentu (prescribed roles). Makin

tinggi status seseorang maka makin besar pulaharapan orang lain yang ditujukan padanya agar

dapat lebih baik menunjukan peranan.

Apakah yang menjadi ciri seorang pemimpin itu?, memang sukar untuk menentukan ciri

pemimpin yang berlaku umum (master traits) untuk segala situasi. Yang jelas adalah bahwa

seseorang dipilih oleh kelompoknya karena dianggap memiliki ciri-ciri yang dianggap baik.

Dalam hubungan ini kaum Dinamika Kelompok mengemukakan ciri-ciri pemimpin atas dasar

kelangsungan interaksi. Menurut kaum dinamika kelompok, agar interaksi dapat berlangsung

maka seorang pemimpin itu hendaknya memiliki ciri sebagai berikut :

1. Memiliki persepsi sosial (social perception) yang luas.

2. Memiliki kemampuan berfikir abstrak (ability in abstract thinking)

3. Memiliki kestabilan perasaan (emotional stability)

E. Gaya Kepemimpinan
1. Trait Theories of Leadership

Teori ini mengatakan seorang pemimpin adalah dilahirkan dan tidak dibuat. Ciri-

ciri pemimpin menurut teori ini adalah : memiliki intelegensi lebih dari pada yang

lain, kematangan sosial dan pengetahuan luas, memiliki motivasi sendiri dan

dorongan partisipasi, sikap untuk menyakinkan hubungan dengan orang lain.

2. Group and Exchange Theories of Leadership

Seseorang dapat menjalankan perannya sebagai pemimpin apabila ia dapat

memenuhi harapan kelompok untuk mencapai tujuan kelompok serta memberikan

hadiah (reward) untuk hal-hal lain.

3. Fleder Contingency Model of Leadership

Teori ini mengatakan adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi

yang menguntungkan dalam kelompok.

4. Path Goal Leadership Theory

Teori ini mengatakan ada pengaruh dari tingkah laku pemimpin yang dapat

memotivasi bawahan, kepuasan kerja, serta aktivitas bawahan. Menurut Robert

Hause menerangkan bahwa gaya kepemimpinan meliputi hal berikut:

1). Directive leadership/gaya otoriter : pemimpin berfungsi sebagai petunjuk

terhadap anggota kelompok sehingga sehingga pemimpin kurang bisa

berpartisipasi penuh

2). Supportive leadership : pemimpin memiliki sifat ramah, mudah mengadakan

pendekatan, serta memperhatikan kesadaran kemanusiaan yang tinggi kepada

kelompoknya.

3). Participative leadership : pemimpin tidak hanya meminta dan menggunakan

saran- saran anggota, tapi juga membuat keputusan dalam rangka pemecahan

persoalan yang ada dalam kelompok.


4). Achievement oriented leadership :pemimpin menanamkan kesadaran akan

tantangan tujuan kelompok untuk anggota-anggota kelompok dan

menunjukkan sikap pada anggota bahwa dapat mencapai tujuan tersebut.

5. Gaya kepemimpinan permanen dan situasional

Gaya kepemimpinan permanen bila : memiliki prestasi yang tinggi, mengetahui apa

kebutuhan kelompoknya, memiliki kecakapan, memiliki kemampuan dalam

pekerjaannya.

Gaya kepemimpinan situasional bila : aktif berpartisipasi dalam setiap persoalan

yang muncul dalam kelompok, menunjukkan ketergantungan dari anggota

kelompok lainnya, memiliki ketegasan, lancar dalam mengemukakan pendapat,

memiliki sikap yakin akan dirinya sendiri, populer di dalam lingkungan

kelompoknya.

Perbedaan kepemimpinan situasional dengan kepemimpinan permanen adalah

kepemimpinan situasional memiliki ikatan psikologis dengan anggota kelompok,

sedangkan faktor prestasi nomor dua. Kepemimpinan permanen membutuhkan

faktor prestasi untuk memperoleh dukungan anggota kelompok.

F. Pemimpin yang Otoriter, Demokratis dan Laissezfaire

Lewin, Leavitt dan White telah mengadakan percobaan untuk meneliti seberapa jauh

pengaruh cara-cara memimpin kelompok yang dilakukan seseorang terhadap interaksi dan

suasana kerja yang terjadi dalam kelompok itu. Dari hasil percobaannya itu ternyata bahwa

kelompok yang diperlakukan oleh seorang pemimpin secara otoriter menunjukan interaksi

sosial dan suasana kerja yang berbeda dari yang diperlakukan secara demokratis dan laissez-

faire. Begitu pula yang diperlakukan secara demokratis berbeda dari yang diperlakukan secara

otoriter dan laissez-faire dan seterusnya.


Hasil eksperimen tersebut memang mempunyai arti dan pengaruh yang banyak dalam

literatur-literatur kepemimpinan terutama yang dipandang dari psikologi sosial. Akan tetapi

perlu kiranya disini dijelaskan dan diingatkan akan penggunaan atau implikasi hasil penelitian

ini dalam kehidupan sehari-hari, khususnya untuk Indonesia.

Percobaan Lewin, Cs. Ini dilakukan di Amerika dengan kelompok anak-anak Amerika

sendiri. Mereka ini berasal dari lingkungan kehidupan yang sebelumnya sudah bisa

memperlakukan mereka secara demokratis (demokrasi liberal). Kalau mereka diperlakukan

dengan suasana lain, seperti secara otoriter atau laissez-faire, maka tentu saja reaksi akan

cenderung ‘menolak’ perlakuan itu, sehingga interaksi dan suasana kerja yang terjadi

didalamanya seperti apa yang dilaporkan dalam percibaan mereka itu. Akan tetapi percobaan itu

dilakukan di Uni Soviet misalnya, maka kemungkinan besar hasilnya akan berbeda, sebab

reaksi dan suasana yang terjadi pun mungkin sekali berbeda pula, jadi dalam hal ini perlu

diingat baik-baik tentang kemungkinan pengaruh latar belakang orang yang dijadikan percobaan

dan suasana dimana percobaan itu diadakan.

Satu hal yang menarik dari percobaan Lewin, Cs. Itu adalah tentang ‘keuntungan’ yang

diperlihatkannya apabila suatu kelompok yang diperlakukan secara demokratis dibandingkan

dengan secara otoriter dan secara laissez-faire. Walaupun demikian hendaknya diingat pula

bahwa pengertian demokratis itu diberbagai negara bisa berbeda penafsirannya. Sebagaimana

telah dikemukakan, bahwa demokrasi Amerika Serikat berbeda dengan demokrasi Rusia atau

Cina dan tidak sama dengan demokrasi Indonesia. Karena itu penilaian demokrasi, otoriter dan

lissez-faire terhadap seorang pemimpin hendaklah disesuaikan dengan suasana dan tempat.

Yang dianggap demokratis di Amerika Serikat belum tentu demokratis di Rusia dan tidak akan

sama dengan demokrasi di Indonesia.

Peringatan tersebut diatas penting untuk lebih jembar dalam mengartikan demokrasi

menurut Demokrasi Pancasila. Sebagaimana diketahui dalam alam kehidupan demokrasi

Pancasila diperhatikan semangat prinsip keseimbangan dan keselarasan yang hendaknya jangan
berat sebelah, mementingkan kelompok dengan mengorbankan kepentingan individu atau

sebaliknya. Sebab kehidupan demokrasi pancasila tidak mengarah kepada liberalisme atau

ateisme. Keseimbangan atau keselarasan harus tetap terpelihara, dijaga dan dipertahankan

oleh seorang pemimpin. Sejalan dengan itu, maka keputusan (decision) tidak diambil dengan

suara terbanyak (50%+1) atau dengan ‘paksaan’ demi kelompok atau negara, melainkan

dimusyawarahkan demikian rupa sehingga tercapai keputusan bersama atas dasar mupakat.

Penilaian terhadap kepemimpinan seorang tidak semudah yang dubayangkan, lebih-

lebih dalam alam demokrasi Pancasila. Seperti telah diuraikan diatas, bahwa demokrasi

pancasila itu harus tetap menjaga keseimbangan antar group task dan human relation. Secara

ideal, sesuatu tugas kelompok hendaknya bisa dicapai dalam tempo yang singkat dengan

suasana hubungan antar anggota yang baik. Akan tetapi hal tersebut mudah untuk dikatakan,

tetapi cukup sukar untuk dilaksanakan. Kecenderungan bergeser kesalah satu, yaitu kepentingan

group task atau human relation sering kali terjadi. Karena itu penilaian atau sebutan pemimpin

tidak demokratis atau pemimpin laissez-faire (anarchis) sering kali dilemparkan, padahal hidup

di alam demokrasi.

Permasalahannya terutama terletak pada tidak mudahnya untuk menjalankan prinsip

seimbang dan serasi itu. Seimbang bukan berarti fifty-fifty. Seimbang hendaknya dilihat dalam

konteks atau hubungan tertentu. Jadi dalam hal ini ada unsur lain yang juga dapat dijadikan

pegangan untuk memudahkan berpegang mempertahankan keseimbangan. Dalam

kepemimpinan kelompok (group leadership) ada beberapa hal yang dijadikan pegangan

(concern) oleh seorang pemimpin, yaitu :

1. Faktor Peristiwa

Pada peristiwa yang sangat mendesak yang sangat membutuhkan keputusan kelompok

bisa dicapai dengan segera, akan menanggung resiko dan kerugian besar bila terlambat.

Maka seorang pemimpin dapat lebih ’membatasi kebebasan interaksi antar anggota’. Ia

akan tampak seperti otoriter, misalnya dalam keadaan darurat, terancam, perang dan
lain- lain.

2. Faktor Waktu

Jika waktu tersedia untuk kelompok sangat terbatas, tak dapat diperpanjang dan tak

dapat ditunda-tunda lagi, akan merugikan apabila ditunda, terlambat atau diperpanjang,

maka sebaliknya pemimpin kelompok ‘membatasi kebebasan interaksi antar anggota’.

3. Faktor Tempat

Tempat yang terbatas sekali pemakaiannya, tidak ada lagi pengganti yang memenuhi

syarat (hanya satu-satunya), akan merugikan kelompok bila tidak digunakan atau

dipindahkan ke tempat lain. Maka pemimpin kelompok harus mengambil langkah,

‘membatasi kebebasan interaksi antar anggota’ dari ketiga unsur tersebut diatas

berkali- kali dikemukakan apabila merugikan kelompok. Dimuka telah dijelaskan

bahwa dalam suasana demokrasi, maka hubungan antar anggota itu terbuka sepanjang

menguntungkan kelompok dan demi kemajuan kelompok. Dengan demikian apabila

keadaan akan merugikan kelompok maka keterbukaan hubungan antar anggota itu jelas

harus dibatasi. Hal ini perlu diperhatikan ialah bahwa unsur faktor yang dikemukakan

itu harus benar- benar nyata dan sebaliknya diketahui oleh semua anggota.

Janganlah kelompok sekali- kali dibohongi, sebab akan merusakan kepercayaan

selanjutnya kepada pemimpin.

Faktor ‘keterbatasan’ peristiwa, waktu dan tempat itu harus diusahakan agar

kelompok bisa menyadari. Bila anggota kelompok juga sudah menyadari akan adanya

keterbatasan tersebut, maka dengan sendirinya mereka akan ‘menahan diri’ dan

mungkin akan lebih memudahkan pemimpin menjalankan tugasnya. Apabila kelompok

sudah dapat mengarahkan diri, maka tugas pemimpin janganlah terlalu ‘menentukan’,

dalam demokrasi pancasila ditegaskan bahwa hubungan pimpinan dengan yang

dipimpinnya dapat dikatakan dengan singkat tapi cukup padat, yaitu : ‘ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani’. Oleh karena itu seorang

pemimpin tidak selamanya berdiri dimuka, ia dapat pula berdiri atau berada ditengah-

tengah atau bahkan dibelakang pemimpinnya.

G. Pola Ke-bapak-an Pada Masyarakat Indonesia

Barangkali pola ke-bapak-an (paternalistic pattern) ini bisa dijumpai bukan hanya di

Indonesia mungkin hampir disetiap negara berkembang. Disalah satu negara Amerika Selatan

juga terdapat pola ke-bapak-an. Di Indonesia perkataan ‘bapak’ mempunyai arti bermacam-

macam. Bapak dapat diartikan sebutan yang disebutkan oleh seseorang yang sama sekali tak ada

hubungan keluarga apa-apa, misalnya sebutan seorang mahasiswa kepada dosennya. Juga dari

bawahan pada atasan sering keluar ucapan baoak. Bahwa kepada Presiden sekali pun

digunakan ucapkan Bapak Presiden. Contoh lain masih banyak dapat dicari sejak kapan

istilah ucapan ‘bapak’ ini dikenal, tidak mudah untuk dikenal lagi. Mungkin orang sudah tidak

peduli lagi dengan asal-usul kata ‘bapak’. Yang perlu ditelaah adalah dengan kepemimpinan

yang berkembang di negara kita. Sebagai mana telah berulang kali dikatakan bahwa

musyawarah adalah cara mengambil keputusan (decisionma making process) yang mewarnai

demokrasi kita, demokrasi pancasila dalam kehidupan sehari-hari pelaksanaan musyawarah ini

tidak begitu mudah. Pelaksanaan meminta persyaratan, antara lain kesadaran akan pentingnya

terpelihara persatuan dan kesatuan.

Persatuan dan kesatuan mana sangat diperlukan kelompok maka seseorang anggota

harus merelakan diri secara sadar untuk ‘gigih’ mempertahankan pendiriannya. Disini jelas

diperlukan prasyarat adanya saling pengertian, saling mempercayai bahkan saling mencintai

dalam artinya yang luas. Jadi suatu forum demokrasi pancasila hendaklah mencermikan

musyawarah, seperti musyawarah yang terdapat dalam kehidupan keluarga yang harmonis dan

serasi yang didasari oleh adanya rasa ‘silih asih, silih asah, silih asuh’.

Bila dikemukakan dan dihubungkan dengan kehidupan demokrasi yang seharusnya


ini, maka pola ke-bapak-an itu jelas menunjang terciptanya keadaan kehidupan yang ideal

itu. Pendek kata dilihat dari segi ini pola kepemimpinan ke-bapak-an ini menguntungkan dan

akan hidup subur. Akan tetapi pola ke-bapak-an juga bisa merugikan kehidupan demokrasi.

Musyawarah minta kerelaan secara sadar demi kesatuan dan kemajuan kelompok. Kerelaan

sacara sadar ini bukan hanya dari para anggotanya saja, tetapi juga dari pimpinannya. Pendek

kata dari semua orang berkepentingan dengan musyawarah itu perkataan ‘silih dalam kata

silih asah, silih asih dan silih asuh berarti ‘saling’ (mutual). Artinya sadar antar anggota dan

pimpinan itu harus terdapat hubungan saling mencerdaskan, saling menjaga.

Persoalannya ialah : relakan secara sadar seorang pemimpin yang disebut bapak oleh

anggota atau bawahan itu ‘disalahkan’ bila keliru, dicintai seperti oleh anggota keluarganya,

diperingatkan bila lupa atau keluar dari ketentuan?. Bila rela dan sadar, insya allah, suasana

kehidupan demokrasi Pancasila yang tercermin dalam keluarga yang serasi dan harmonis akan

terwujud dengan nyata. Sebaliknya bila tidak terdapat, maka pola ke-bapak-an hendaknya

sedikit demi sedikit dihilangkan saja, sebab lambat laun akan menghasilkan orang-orang atau

individu-individu yang sangat menggantungkan diri, kurang prakas, tak percaya ada kekuatan

diri sendiri, bersikap masa bodoh (apatis), kurang berpartisipasi pada pengembangan dan hidup

penuh dengan kekuatan dan rasa berdosa.


BAB V
MENJADI FASILITATOR

I. SIKAP PERILAKU DAN KOMPETENSI AKADEMIK

1. SIKAP DAN PERILAKU FASILITATOR

Secara garis besar sikap dan perilaku fasilitator berkaitan dengan disiplin dan

kepemimpinan, bagaimana fasilitator mengolah waktu, tanggung jawab, membangun jejaring

kerja serta bagaimana memperlakukan peserta didik secara proporsional.

Faktor integritas berkaitan dengan kejujuran, ketegasan dan kepatuhan pada norma dan etika,

sedangkan kerjasama dan prakarsa berkaitan sekali dengan bagaimana fasilitator mau menerima

pendapat yang berkembang dalam proses belajar mengajar, tidak mendikte atau mendominasi

kelas, mampu mengajukan pertanyaan dan memberikan saran secara berimbang, mampu

mengendalikan diri sesuai dengan situasi dan lingkungan.

Pemahaman terhadap sikap dan perilaku yang baik akan bermuara pada pencapaian

tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan dalam proses belajar mengajar orang

dewasa.

2. KOMPETENSI AKADEMIK

  a. Penguasaan substansi materi ajar.

Sebagaimana telah diuraikan dalam pendahuluan bahwa agar peserta didik dapat

menemukan sendiri isi materinya, terlebih dahulu seorang fasilitator berkewajiban untuk

menyampaikan/memberikan materi pelajaran, baik dalam pengertian yang lengkap maupun

secara garis besar dari content materi yang ada. Untuk dapat menawarkan materi tersebut secara

baik tentunya substansi materi ajar harus dikuasai. Untuk dapat melakukan pengajaran dengan

baik sehingga muatan substansinya dapat terarah sesuai dengan tujuannya, maka seorang

fasilitator harus mampu membuat skenario pembelajaran agar dapat  melakukan penyajian

secara sistematis dengan cara menyusun :


1.   Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang merupakan uraian-uraian pokok

setiap materi ajar dan mengandung komponen-komponen deskripsi singkat, tujuan

pembelajaran, pokok bahasan, indikator hasil belajar, metode, media, waktu yang

dibutuhkan, serta sumber kepustakaan.

2.   Satuan Angka Pelatihan (SAP), merupakan jabaran lebih rinci dari GBPP diatas yang

memuat mata pelatihan, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok dan sub pokok

bahasan, alokasi waktu, serta strategi penyajian yakni kegiatan yang berisi langkah-

langkah penyajian tiap materi, alokasi waktu yang dibutuhkan tiap langkah,  serta media

yang dipakai.

Dengan menyusun GBPP dan SAP diharapkan fasilitator dapat mengantarkan materi

ajar dengan baik dan tidak kehilangan materi ajar karena waktu.

b. KEMAMPUAN MELAKUKAN KOMUNIKASI & PRESENTASI.

b.1.    KEMAMPUAN MELAKUKAN KOMUNIKASI

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi

dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media dan cara

penyampaian informasi yang difahami oleh kedua fihak, serta saling memiliki kesamaan

arti lewat transmisi pesan secara simbolik ( Marpaung : 5). Sebagai suatu proses

penyampaian informasi, para individu yang terlibat dalam kegiatan komunikasi

khususnya komunikator perlu merancang dan menyajikan informasi yang benar dan

tepat sesuai setting komunikasi, dan informasi tersebut disajikan dengan mengunakan

bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan tingkat nalar penerimaan lawan

komunikasi.

Dalam tataran awal pembelajaran, komunikasi awal yang dilakukan adalah

menghilangkan “barier komunikasi” antar peserta  dalam kelompok belajar dengan menciptakan

komitmen belajar dalam kelompok. Dengan komitmen belajar ini dapat diciptakan suasana
pembelajaran yang lebih kondusif sehingga semua fihak memperoleh manfaat yang optimal dari

proses pembelajaran yang berlangsung sehingga tercipta proses pembelajaran yang berkualitas.

Untuk lebih meningkatkan jalinan komunikasi, akan lebih baik lagi apabila fasilitator

mengetahui kecenderungan gaya belajar para peserta, sehingga dapat memanage peserta dengan

lebih baik.

Berdasarkan buku Kajian Paradigma ada 4 (empat) gaya belajar (Kajian Paradigma 2005:16)

yakni :

1.     Diverger, dengan gaya belajar ini sangat tepat dalam melihat situasi konkrit dari

berbagai sudut pandang. Pendekatan yang dilakukan lebih pada mengamati daripada

mengambil langkah tindakan.

2.    Assimilator, dengan gaya belajar ini lebih tepat dalam memahami sejumlah besar

informasi dan mengartikannya ke dalam bentuk yang konkrit dan logik.

3.    Converger, dimana gaya belajar ini lebih tepat menemukan penggunaan-penggunaan

praktis atas ide-ide dan teori-teori.

4.     Accomodator, yaitu tipe yang mempunyai kemampuan untuk belajar dari pengalaman

lainnya.

Dengan memahami gaya belajar peserta, fasilitator akan mengetahui kelemahan dan

kekuatan  dan kemudian akan mendapatkan manfaat yang besar. Berkaitan dengan kemampuan

melakukan komunikasi, secara umum keberhasilan komunikasi dipandang dari ketercapaian

tujuan komunikasi yang dapat dinilai dari :

1.    Kepercayaan penerima pesan terhadap komunikator serta ketrampilan komunikator

berkomunikasi sesuai tingkat nalar komunikan.

2.   Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.

3.   Pengalaman yang sama tentang isi pesan antara komunikator dengan komunikan.

4.    Kemampuan komunikan menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan

kebutuhannya atas pesan yang diterima.


5.    Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang).

6.     Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metoda dan media yang sesuai dengan

jenis indera penerima pesan.

Penguasaan komunikasi yang baik antara fasiliator dengan peserta didik yang dilatar

belakangi gaya belajar masing-masing akan mengantarkan pada tujuan pembelajaran

sebagaimana yang diharapkan.

b. 2.   KEMAMPUAN MELAKUKAN PRESENTASI.

Presentasi khususnya presentasi lisan merupakan bagian komunikasi dimana dalam

proses komunikasi ini ada inti yang dikomunikasikan (content), ada proses

komunikasi (metoda), dan media penyajian ( alat bantu). Presentasi adalah komunikasi antara

penyaji (presenter) dengan sekelompok pendengar (audience) dalam situasi teknis, saintifik atau

profesional untuk satu tujuan tertentu dengan menggunakan teknik sajian dan media presentasi

yang terencana ( Marpaung :13).

  Kegagalan utama dalam presentasi biasanya terjadi karena bahan/data sajian kurang

lengkap, urutan dan pengorganisasian serta isi penyajian tidak jelas, pemilihan kata, pengucapan

dan intonasi bahasa kurang jelas, penjelasan isi yang bertele-tele kurang fokus akibat penyaji

tidak meringkas sari presentasi, data tidak tepat dan bahkan sudah out of date, penyaji kurang

menguasai teknik presentasi dengan baik karena kurang latihan serta gangguan suara lain pada

saat dilakukan presentasi.  

Sebaliknya bagaimanakah agar presentasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan

untuk memaksimalkan suatu presentasi penyaji harus mengusahakan agar presentasinya

menarik peserta sejak awal, sajikan presentasi secara sistematis dan jelas. Penjelasan yang

diberikan diberikan harus sesuai dengan tingkat nalar pendengar, sajikan dengan bukti yang

cukup dan berikan contoh yang dapat mendukung argumentasi penyaji, dan tentukan tindak

lanjut.
Beberapa tahapan yang dilakukan :

1. Tahapan persiapan.

2. Tahapan penyajian lesan.

Pada tahap persiapan  dilakukan analisis  pendengar dan situasi penyajian lesan. Analisis

pendengar berkaitan dengan siapa dan bagaimana kaitannya dengan pendengar ( kelompok usia,

latar belakang pendidikan, jumlah peserta), sedangkan situasi penyajian berkaitan dengan

situasi (setting) tempat penyajian yang akan digunakan (setting waktu, alat bantu yang

tersedia). 

Tahap penyajian lesan berkaitan dengan bagaimana menentukan tujuan presentasi dari

aspek kebutuhan pendengar (apakah bidang seni, pengetahuan, politik atau yang lainnya).

Berkaitan dengan alokasi waktu prioritaskan mana yang “must know, should know dan nice to

know”.

Kembangkan tujuan yang SMART sesuai dengan latar belakang pendengar dan hasil yang ingin

dicapai.

Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah :

a. Tahap pengumpulan bahan penyajian lesan.

b. Tahap seleksi dan penentuan inti presentasi.

c. Tahap memilih, mengembangkan dan menggunakan alat bantu.

d. Tahap pengembangan pembukaan presentasi.

e. Tahap penutup suatu penyajian lesan.

f. Tahap latihan  penyajian “gladi bersih”.

g. Tahap penyajian presentasi lisan.

Pada saat penyajian berlangsung senantiasa pikirkan isi penyajian (content), siapa

pendengar anda (audience) dan apa tujuan penyajian anda (purpose).

Gunakan kartu anda, berikan perhatian kepada seluruh audience, sajikanlah presentasi yang

hidup, antusias, bersahabat dan sikap yang tulus. Jadilah anda diri sendiri, sesuaikan volume
dengan kapasitas ruangan, tukarlah posisi selama penyajian, variasikan antara duduk, berdiri

dan bergerak, bicaralah lambat, variasikan kecepatan bicara anda, volume suara dan intonasi,

sajikan isi informasi berdasarkan kemampuan peserta.

Awali dengan perkenalan secara singkat, fokuskan pada tema penyajian serta latar

belakang judul, sebab saat itulah anda memotivasi pendengar terhadap sajian anda. Sajikan

dengan urutan focusing tentang topik yang akan disajikan, Informing tentang isi topik sajian,

dan defocusing yakni rangkuman apa yang baru dsajikan.

Gunakan alat bantu yang telah dipersiapkan dan dikuasai penggunaanya, dan akhiri

ucapan terima kasih.

Waktu yang disediakan agar dialokasikan:

a.     Pembukaan (introduction) sekitar 10 % dari total waktu.

b.     Paparan inti penyajian (content of talk) 75 – 85 % dari total waktu.

c.      Penutup (closing)  5 % dari total waktu.

d.     Tanya jawab dapat pada saat presentasi atau akhir penyajian.

c. PENGUASAAN STRATEGI PEMBELAJARAN.

Roestiyah dalam “Strategi belajar mangajar” menyatakan bahwa salah satu langkah

untuk memiliki strategi harus menguasai teknik penyajian, yang biasanya juga disebut sebagai

metode mengajar.Teknik penyajian adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang

dipergunakan oleh instruktur, atau teknik yang dipergunakan untuk menyajikan bahan pelajaran

agar dapat dipahami oleh peserta didik.

Dalam pendidikan orang dewasa dimana pengajar berfungsi sebagai fasilitator / teman

belajar (co-learner), proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan

para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun

secara fisik, yang lebih dikenal dengan pembelajaran interaktif.

Model pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :


1. Adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok dan perorangan;

2. Keterlibatan mental (pikiran dan perasaan) siswa/ peserta didik tinggi;

3. Dosen/ Instruktur/Tutor berperan sebagai fasilitator, narasumber serta manajer kelas

yang demokratis;

4. Menerapkan pola komunikasi banyak arah;

5. Suasana klas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali oleh tujuan;

6. Potensial dapat menghasilkan instruksional dan dampak pengiring lebih efektif;

7. Dapat digunakan di dalam dan di luar kelas/ ruangan.

Teknik penyajian  atau model penyajian adalah sebagai berikut :

1.    Model berbagi informasi yang tujuannya menitik beratkan pada proses komunikasi dan

diskusi melalui interaksi argumentatif yang sarat penalaran. Termasuk dalam rumpun

ini adalah Model orientasi, model Sidang Umum, model Seminar, model Konferensi

kerja, Simposium, model Forum dan model  Panel.

2.   Model belajar melalui pengalaman yang tujuannya menitik beratkan pada proses

pelibatan dalam situasi yang memberi implikasi perubahan perilaku yang sarat nilai dan

sikap sosial. Termasuk di dalamnya adalah Model Simulasi, model bermain peran (role

playing), model sajian situasi.

3.   Model pemecahan masalah yang tujuannya menitik beratkan pada proses pengkajian

dan pemecahan masalah melalui interaksi dialogis dalam situasi yang sarat penilaian

induktif. Termasuk dalam rumpun ini adalah model Curah pendapat, model Riuh

Bicara, model Diskusi Bebas, model Kelompok, model Okupasi, dan model Studi

kasus.

Dalam proses pembelajaran ini akan dicontohkan beberapa model yang berkaitan model

berbagi informasi, model belajar melalui pengalaman, dan model pemecahan masalah yaitu :

1. Model Seminar.
2. Model Panel.

3. Model Simulasi, Model Bermain Peran

4. Model Curah Pendapat, Model Diskusi Bebas.

1. MODEL SEMINAR.

Seminar adalah kegiatan belajar mengajar yang melibatkan sekelompok orang yang

mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang mendalam atau dianggap mendalam tentang

sesuatu hal, dan membahas hal tersebut bersama-sama dengan tujuan agar setiap peserta dapat

saling belajar dan berbagi pengalaman dengan rekannya.

Dengan demikian maka kata kunci seminar adalah :

a. Sekelompok orang (peserta didik, pakar, pengajar);

b. Memiliki pengatahuan dan pengalaman mendalam (expert)

c. Saling belajar dan berbagi pengalaman.

Dalam proses belajar mengajar penekanan pada “belajar untuk dapat menjadi seorang expert

dengan segala sifat dan atributnya”.

Mengapa model ini dipilih?

Ada beberapa hal yang ditemukan apabila model ini dipilih yaitu berpikir runtut dan logis,

dialog secara rasional dan tidak emosional, memiliki keberanian mengemukakan pendapat di

depan umum secara teoritik seminar lebih banyak dipengaruhi oleh teori belajar kognitif dimana

belajar merupakan proses yang melibatkan perubahan persepsi dan pemahaman tentang sesuatu

hal dalam diri peserta didik. Seminar juga banyak dipengaruhi teori humanistik yang sangat

mementingkan pengalaman dalam proses penumbuhan pengetahuan dan sikap peserta.

Sebagai proses belajar bersama  yang memberikan sajian, peserta bertanya peserta lain

mendengarkan, dan pada akhir ada kesimpulan dan bahkan ada rekomendasi sepanjang ada

sesuatu yang harus ditindak lanjuti.

Pada saat disampaikan pandangan, ada yang meminta penjelasan dan klarifikasi, ada yang
mendengarkan dan menyimak, sebagian menyetujui dan bahkan ada yang berpendapat lain

menyangkut pandangan. Seminar hakekatnya adalah teori belajar kognitif.

Kekuatan dan kelemahan model seminar.

         Kekuatan:

1)     Membantu pengajar melatihkan pertumbuhan sikap positif dalam diri peserta

didik, sekaligus memperkaya pengetahuan mereka disuatu bidang ilmu.

2)     Memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara kreatif dengan orang lain.

           Adapun kelemahan:

1)     Model ini hanya dapat dilakukan apabila peserta didik telah mengatahui teori-

teori tentang topik seminar.

2)     Sulit digunakan dalam kondisi yang tidak kondusif (suasana tidak demokratis,

peserta cenderung diam).

Pengorganisasian dalam seminar  :

1)     Topik pembicaraan yang diangkat dari tema dan tujuan.

2)     Ada penyaji/pembicara, pembahas dan peserta.

3)     Moderator yang bertugas sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan serta

penyimpul kesimpulan.

4)     Notulis

5)     Narasumber

6)     Pembicara tamu (keynote speaker).

Langkah-langkah:

a.     Moderator memperkenalkan topik seminar, pembicara dan menjelaskan aturan

main.

b.     Pembicara menyajikan makalah.

c.      Moderator mengatur dialog dan tanya jawab, peserta bertanya, pembicara

menanggapi.
d.     Moderator menyimpulkan hasil diskusi.

e.     Notulis merangkum hasil.

2. MODEL PANEL.

Diskusi panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang melibatkan beberapa pembicara

kunci yang disebut panelis. Dengan dipandu oleh Moderator, para panelis mencoba membahas

masalah-masalah kontroversial yang potensial mengundang pendapat yang bertentangan.

Pengertian kontroversial adalah masalah yang timbul yang menimbulkan berbagai tanggapan

dilihat dari berbagai segmen tertentu. Dengan demikian untuk menyatakan sesuatu sebagi

kontroversial harus mempunyai dasar teori tertentu.

Model ini dapat dilakukan dalam bentuk yang rieel maupun simulatip bergantung pada hakikat

masalah yang dibahas.

Mengapa diskusi panel ?

Latar belakang pengetahuan dan lingkungan akan mempengaruhi seseorang dalam melihat suatu

permasalahan, sehingga tidak dapat dihindari adanya kontroversi pendapat atau lebih dikenal

dengan pendapat yang saling bertentangan.

Kemampuan kontroversial ini perlu dilatihkan dan dibiasakan agar nantinya menjadi

dapat warganegara yang toleran terhadap perbedaan pendapat. Hasil ini merupakan esensi dari

nilai demokratis yang  harus ditumbuh kembangkan dalam masyarakat.

CIRI model Diskusi Panel.

a.Topik berbagai masalah yang kontroversial.

b. Jumlah peserta 20 – 40 orng.

c.Panelis ditunjuk dari peserta dan sebagai pembicara (bisa 2 orang).

d. Ada moderator yang mengatur lalu lintas pembicaraan.

e.Panelis dan moderator dipilih floor.

f. Ada peserta yang ditunjuk sebagai pengamat.


 

Langkah-langkah.

1)     Pada tahap pendahuluan moderator memperkenalkan topik dan panelis serta

menjelaskan aturan main.

2)     Moderator menyampaikan ilustrasi masalah sesuai topik, meminta pendapat kepada

semua panelis dan menggali lebih dalam pendapat panelis terhadap pertanyaan.

3)     Moderator mengundang pendapat peserta dan memandu respon dari panelis terhadap

semua pertanyaan peserta.

4)     Moderator menyimpulkan hasil diskusi dan menutup diskusi.

5)     Pengamat memberikan pandangan tentang jalannya diskusi.

3. Model SIMULASI.

Model ini bertujuan untuik melatih peserta untuk mengembangkan berbagai ketrampilan

baik intelektual, sosial, motork melaui situasi buatan sehingga bebas resiko.

Simulasi adalah melakukan peragaan, visualisasi, mempraktekkan, sehingga dilihat dari

partisipasi sangat tinggi.

Tujuan simualsi untuk mempraktekkan tanpa mendapatkan resiko.

Bentuk simualsi ditentukan oleh tujuan yaitu skills yang diharapkan.

CIRI

1)     Peserta 5 – 10 orang

2)     Topik ketrampilan.

3)     Persiapan dengan menentukan ketrampilan yang akan disimulasikan.

4)     Menyusun skenario dan prosedur kegiatan.

5)     Menyiapkan alat-alat, membagi kelompok dan menyiapkan lembar kerja.

6)     Pada tahap pelaksanaan menjelaskan skenario simulasi.

7)     Melakukan kegiatan inti yakni menyajikan model ketrampilan yang akan


disimulasikan.

8)  Diakhiri dengan kelompok mendemonstrasikan ketrampilan yang dilatih dan kelompok

lain mengamati dan memberikan komentar.

4. Model CURAH PENDAPAT.

Curah pendapat atau brainstorming adalah cara mendapatkan ide yang banyak dari

sekelompok orang dalam waktu singkat.

Tujuan mengembangkan daya imajinasi dan juga mengembangkan daya kreativitas

berpikir.

Berpikir kreatif adalah cara berpikir dengan menggunakan berbagai alternatif.

Dalam berpikir kreatif dikenal dua model yaitu divergent dan convergent. Divergent berpikir

dengan kegiatan analytical yaitu temuan baru, sedangkan convergent pertanyaanya adalah

bagaimana kita melaksanakan.

CIRI.

1)  Jumlah peserta tidak terlalu besar, paling besar 15 orang.

2)  Setiap peserta bebas mengemukakan gagasan yang muncul di benaknya.

3)  Stiap gagasan akan diterima dan diinvetarisasi dan peserta lain tidak boleh memberikan

komentar langsung.

4)  Semua peserta mendiskusikan dan mengevaluasi gagasan yang sudah diinventarisir.

5)   Selanjutnya ditemukan gagasan tertentu yang dianggap baik (feasible).

6)  Inventarisasi gagasan dengan [pengelompokan gagasan yang feasible dilakukan,

gagasan yang layak diperhatikan dan gagasan yang kontroversial.

7)  Waktu 45 – 60 menit.

Dengan strategi pembelajaran yang dikuasai oleh fasilitator sebagaimana tersebut diatas

akan memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik

secara mental maupun fisik.

Anda mungkin juga menyukai