Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak
Dosen Pengampu:
KELOMPOK 12
Disusun Oleh:
2021
KATA PRNGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas yang telah diamanhkan kepada saya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilumu Akhlak dengan materi Proses Pembentukan akhlak. Shalawat dan salam
tetap tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang penuh cahaya Islam.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kegiatan mahasiswa
khususnya mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, guna untuk mendapatkan wawasan yang
luas dan pengetahuan yang bebas akan ilmu agama dan ilmu umum, oleh Karena itu pada
kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada ibu MURTININGSIH M.Pd.I yang
mana telah memberikan amanah dan kepercayaan kepada kami untuk membuat makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifaat membangun dari semua pihak
guna perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………..
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………………………………..
B. Rumusan masalah……………………………………….
BAB ll
PEMBAHASAN……………………………………………………………………
KESIMPULAN…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam Islam itu wanita diibaratkan seperti ladang. Pria seperti petani. Maka pria yg mau
menikah harus mencari ladang yang baik dan subur untuk menanam benihnya. Perempuan juga
harus mencari petani yang baik untuk menggarap ladangnya. Berarti harus dimulai sejak milih
pasangan.
Membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah merupakan harapan semua pasangan
suami istri. Realitanya, meningkatnya angka perceraian, khususnya di Pengadilan Agama,
menjadi catatan tersendiri. Dalam pernikahan, terdapat dua faktor utama yang menjadi penentu:
ketepatan dalam mensikapi pra (memilih pasangan) dan pasca pernikahan (menjaga dan
melanggengkan pernikahan).
B. Rumusan masalah
Sabda-sabda Rasulullah saw. Mengenai perkawinan dapat kita jumpai sebagai berikut:
1.“kawinlah kamu, berketurunan kamu, sesungguhnya aku (Muhammad) bangga dengan kamu
terhadap umat lain pada hari Qiamat.”
2.“kawinlah kamu, berketurunanlah kamu niscaya kamu menjadi banyak.”
3.“perempuan berkulit hitam, banyak melahirkan lebih baik dari perempuan cantik yang
mandul.”
4.“siapa yang meninggalkan nikah karena takut banyak keluarga, maka bukanlah ia dari
golongan kami.”
5.“Hai para pemuda, barangsiapa sudah mampu kawin, kawinlah. Maka sesungguhnya kawin itu
lebih dapat memelihara pandangan mata yang lebih dapat memelihara pandangan mata yang
lebih dapat memlihara dia dari perbuatan keji. Dan barangsiapa yang belum sanggup hendaknya
berpuasa karena dengan puasa itu nafsu syahwatnya akan berkurang.” Memperhatiakan ayat-ayat
AL Quran dan Hadis Rasulullah saw. Tersebut di atas jelas bahwa Islam menganjurkan
perkawinan, agar terwujud keluarga yang besar yang mampu mengatur kehidupan mereka di atas
bumi ini, dan dapat menikmati serta memanfaatkan segala yang telah disediakan Tuhan.
Rasulullah saw. Menganjurkan kawin bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat fisik dan
materiil yang diperlukan, sebab manfaatnya kawin adalah untuk menjaga jangan terjerumus dan
melanggar larangan Allah, yaitu melakukan zina yang sangat dimurkai Allah,yang akibatnya
sangat merusak kepada dirinya, keluarganya dan masyarakatnya.
Tujuan perkawinan yang sejati dalam Islam adalah pembnaan akhlak manusia dan
memanusiakan manusia sehingga hubungan yang terjadi antara dua gender yang berbeda dapat
membangun kehidupan baru secara sosial dan kultural. Hubungan dalam bangunan tersebut
adalah kehidupan rumah tangga dan terbentuknya generasi keturunan manusia yang memberikan
kemaslahatan bagi masa depan masyarakat dan Negara Secara materiel, sebagaimana dikatakan
oleh Sulaiman Rasyid, tujuan pernikahan yang dipahami oleh kebanyakan pemuda dari dahulu
sampai sekarang, diantaranya:
2.Mengharapkan kebangsanawannya,
1
Beni Ahmad Saebani,
Perkawinan Dalam Islam dan Undang-undang
(perspektif fiqh munakahat dan UU no.1/1974 tentang poligami dan problematika)
(Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008)
hlm. 30
2
Ib id. h. 31
3.Ingin melihat kecantikannya,
1. Memilih Kriteria Calon Istri Dan Suami Yang Baik Menurut Islam
Memilih calon istri hendaknya yang memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak
baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan
ibu.
Dari Abu Hurairah bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Rasulullah saw. memberikan tuntunan kepada lelaki yang ingin menikah agar memilih isteri
yang taat berpegang kepada agama, hingga ia tahu hak dan kewajibannya sebagai istri dan ibu,
sebagaimana sabda Rasulullah saw.:“Wanita dinikahi karena empat sebab; karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang berpegang kepada
agama agar kamu selamat”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kecantikan, keturunan dan harta termasuk kriteria dalam pemilihan jodoh. Allah menjadikan
manusia secara fitrah menginginkan kecantikan. Oleh sebab itu dalam hal memilih jodoh,
kebanyakan kaum lelaki lebih mengutamakan kecantikan dari syarat-syarta lain. tidak
mengherankan kalau terdapat banyak lelaki yang tertipu karena kecantikan seorang wanita dan
akhirnya terjatuh ke lembah kehinaan. Begitu juga jika perkawinan itu didasarkan pada kekayaan
dan keturunan, kemungkinan besar kekayaan dan keturunan itu akan menjadikan manusia
angkuh dan sombong Wanita yang taat beragama pasti berakhlak mulia. Ia adalah wanita yang
senantiasa menjaga kehormatan dirinya dan menjaga prilakunya di hadapan teman-temannya.
Namun dikalangan orang Arab ada sifat-sifat wanita yang tidak terpuji, sehingga harus dijauhi
dari menikahinya.
Sifat-sifat itu adalah:
1) Annânah: Wanita yang senantiasa mengeluh
2) Mannânah: suka mengungkit perbuatannya terhadap suami
3) Hannânah: berselingkuh.
4) Haddâqah: pintar membujuk dan merayu ketika menginginkan sesuatu,
sehingga suami terpaksa selalu memenuhi keinginannya.
4 Barrâqah: selalu sibuk berhias diri dan bersolek tanpa memperhatikan
tugasnya sebagai ibu dan anak.
5 Syaddâqah: terlalu banyak bicara.
َّ ت َو
ُ الط ِّي ٰب
ت ِ ۚ ت لِ ْل َخ ِب ْي ِث ْي َن َو ْال َخ ِب ْي ُث ْو َن ۤلِ ْل َخ ِب ْي ٰث
ُ اَ ْل َخ ِب ْي ٰث
ك ُم َب رَّ ُء ْو َن ِم َّم ا َ ول ِِٕٕىٰ ُت ا َّ ِالط ِّي ُب ْو َن ل
ِ ۚ لط ِّي ٰب َّ لط ِّي ِب ْي َن َو َّ ِل
َي قُ ْو لُ ْو َۗن
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik,
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (Qs. An nur : 26)
Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut
agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang
shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :
Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia
mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.
Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam
memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :
Wanita yang berasal dari keturunan yang baik akan melahirkan kerukunan dalam rumah tangga.
Rasulullah saw. melarang mengawini perempuan yang cantik, tetapi lahir dari asal keturunan
yang tidak baik. Rasulullah saw. mengingatkan dalam hadisnya: “waspadalah kamu terhadap
sayur yang tumbuh ditimbunan kotoran binatang. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apa
yang dimaksud dengan sayur yang tumbuh ditimbunan kotoran binatang? Rasulullah berkata:
Wanita yang cantik
tapi berasal dari turunan yang tidak baik”. (Riwayat al Dâraquthni dari al- Wâqidy)
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang
menular atau cacat secara hereditas, Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah
atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya. Di samping
itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.
Dalam memilih calon Suami, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya:
1) Islam
2) Berilmu dan baik akhlaknya
َواتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ ُك ْم ُّم ٰلقُ ْوهُ ۗ َوبَ ِّش ِر ْال ُم ْؤ ِمنِي َْن
Terjemahan
Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan
utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-
Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman. (Al-Baqarah 223)
1. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon
suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat
kelak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“ ت َح ٰتّى ي ُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِّم ْن ِ َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك
ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَ ْو اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َح ٰتّى ي ُْؤ ِمنُ ْوا ۗ َولَ َع ْب ٌد
ٰۤ ُ
َّ
ِ ك يَ ْد ُع ْو َن اِلَى الن
ۖ ار َ ’ُِّم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر ٍك َّولَ ْو اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اول ِٕٕى
هّٰللا
اس لَ َعلَّهُ ْمِ ََّو ُ يَ ْد ُع ْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَي ُِّن ٰا ٰيتِ ٖه ِللن
ࣖ يَتَ َذ َّكر ُْو َن
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Albaqarah : 221)
Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam
memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar
takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan
kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan
keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan
istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan
demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga
dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan
kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.
Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al
Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :
“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya
maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia akan mendzaliminya.”
Umumnya setiap orang yang dewasa pasti ingin menikah untuk membentuk keluarga sakinah
mawaddah war rahmah atau keluarga yang bahagia di dunia dan akhirat. Apalagi nikah adalah
satu perintah agama:
Barangsiapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya, karena
itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi. (HR. Al Hakim
dan Ath-Thahawi) Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah
mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu.” Muttafaq AlAlaihi.
Calon suami yang dipilih adalah laki-laki yang sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai
penyakit yang bersifat rokhani seperti stress, depresi atau bahkan gila. Tidak punya penyakit
terkait dengan jasmani dan potensinya seperti impotent. Lelaki yang menderita penyakit-
penyakit tersebut diatas, tidak dapat melakukan fungsinya sebagai suami yang berkewajiban
memelihara dan melindungi istri dan anak-anaknya kelak.. Hanya manusia yang sehat rohani dan
jasmani saja yang mampu menjalankan kewajibannya dengan baik untuk melindungi dan
membimbing keluarganya.
4. Bertanggung jawab
Sifat bertanggung jawab harus menjadi perhatian ketika mencari pasangan, karena ia
yang akan menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya.
Faktor ekonomi ikut memiliki peran besar bagi kelangsungan dan kelanggengan rumah tangga
yang harmonis. Hak nafaqah adalah kewajiban mutlak suami yang harus diberikan kepada isteri
baik sandang, pangan ataupun papan. Dalam arti lain, suami memiliki kewajiban untuk
memberikan biaya rumah tangga, dan semua keperluan isteri dan anak dan berbagai keperluan
lainnya seperti biaya pendidikan.
Suami dalam fungsinya sebagai pemimpin keluarga bertanggung jawab kepada Allah atas
kesejahtraan dan kebahagiaan pasangannya lahir batin dan dunia akhirat. Allah SWT
berfirman :Artinya:” kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.‟ (Qs an-Nisa 4/34). Imbalan
dari kepemimpinan laki-laki adalah ketaatan istri kepada sumi. Istri yang shalihah tentu mentaati
suaminya yang berperan menjadi kepala rumah tangga. Layak di ingat ketaatan disini tentu
terkait dengan hal-hal yang dibolehkan agama. Diluar ajaran agama tentu tidak ada lagi ketaatan,
meskipun perintah itu datang dari suami. Sebab Rasul bersabda: “Tidak ada ketaataan pada
seorang mahluk pun pada hal-hal yang menyalahi perintah Allah.” Ketaatan istri yang tulus
adalah bentuk penghormatan yang haqiqi dari seorang istri terhadap suaminya sebagai imbalan
dari sikap qowwam suami kepada istri. Sifat qowwam dalam ayat ini terkait dengan pemenuhan
tanggung jawab seorang suami kepada istrinya. Suami dianggap tidak qowwam jika sikap dan
tanggung jawabnya tidak sempurna atau tidak berkesinambungan. Dengan kata lain tidak ada
ketaatan tanpa adanya sikap suami untuk melindungi istri dari berbagai bahaya, baik yang
mengancam dirinya atau yang mengancam keutuhan keluarga mereka.
Tidak ada ketaatan tanpa tanggung jawab memberi nafkah, kecuali jika suami memang
karena suatu hal seperti sakit atau menjadi korban pemutusan hubungan kerja, menjadikan
dirinya tidak mampu memberi nafkah istrinya secara wajar. Hal ini tentu berbeda dengan sikap
dan situasi suami yang dengan sengaja tidak mau menafkahi istrinya, baik karena kekikirannya
atau ada niat-niat tertentu yang disembunyikannya dari pasangannya untuk memperkaya diri
sendiri atau untuk hidup dengan perempuan lain yang lebih muda, setelah pasangannya lanjut
usia, atau karena kemalasannya mencari nafkah, padahal fisiknya kuat dan sehat.
Dari uraian di atas jelas bahwa dalam hal memilih jodoh, Islam telah meletakkan panduan-
panduan yang jelas bagi lelaki dan perempuan untuk mendapatkan pasangan hidup yang
dianggap sesuai menurut tuntutan agama. Agama menjadi dasar pertama diantara syarat-syarat
lain sangat dan penting diperhatikan dalam pemilihan jodoh. Dengan berpegang kepada agama,
suami akan bisa berinteraksi dengan baik dengan istrinya meskipun dalam keadaan yang tidak
harmonis. (mu‟sharah bi al ma‟ruf”) Firman Allah yang artinya: “dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS.
an-Nisa‟ 4/19:. At-Thabari menyatakan bahwa mu‟asyarah bil ma‟ruf pada prinsipnya adalah
berahlak yang baik kepada istrinya dan memperlakukannya sesuai dengan tuntunan agama dan
apa yang berlaku di masyarakatnya, dengan cara memberikan hak-haknya. Pendapat ini
didukung oleh as Suyuti, dimana ia menyatakaan bahwa “Pergaulan yang baik antara suami istri
harus dimaknai dengan perkataan yang baik pemenuhan nafakah dan menyediakan tempat
tinggal (Tafsir Jalalain).
Imam Ghazali menulis “Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri,
bukanlah tidak mengganggunya, tapi bersabar dalam menghadapi kesalahannya, serta
memperlakukannya dengan kelembutan dan sikap ikhlas memaafkan, saat istri menumpahkan
emosi dan kemarahannya.
7 Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, (Beirut: Dar al Ma‟rifah, t.th.), Juz II, h. 38
8 Al-sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid II, h. 20
1. Kekayaan
Kekayaan berupa harta benda memang sangat menarik untuk dijadikan alasan seseorang
dalam memilih pasangan hidupnya. Meskipun harta bukan segalanya, namun jika memiliki harta
setidaknya semua kebutuhan dapat terpenuhi. Selain itu, memiliki kekayaan akan memberikan
kebahagian bagi seseorang di dunia. Memang, uang bukan segalannya, tetapi segalanya
membutuhkan uang. Meski demikian, harta bukanlah segalanya. Harta adalah titipan dari Allah
SWT yang kapan saja bisa diambil dengan mudah. Maka dari itu, selagi kita memiliki harta yang
cukup, berbagilah dengan mereka yang membutuhkan, bersedekahlah, dan banyak bersyukur.
2. Keturunan
Umat Islam dianjurkan memiliki keturunan yang baik dan memilih wanita yang subur
agar mendapatkan keturunan. Maka dari itu, penting untuk memperhatikan keturunan atau
nasabnya.
"Nikahilah wanita yang penyayang dan subur. Karena aku berbangga dengan banyaknya
umatku." (HR Abu Dawud)
3. Paras
Memilih pasangan berdasarkan paras, tidak ada salahnya. Sebab, seseorang yang
memiliki paras yang bagus, tentu akan memberikan ketenangan dan senang untuk dipandang.
Memang, memiliki paras yang cantik atau ganteng tidak akan berlangsung lama, karena semua
pasti akan mengalami perubahan seiring berjalannya usia. Tapi, dengan memiliki paras yang
enak dipandang akan meningkatkan kepercayaan diri.
4. Agama
Ketika ketiga hal di atas tidak bisa kamu dapatkan, carilah pasangan yang selalu
memperhatikan agamanya. Sebab, harta, keturunan, paras, bukanlah jaminan suatu kebahagiaan,
tapi agama bisa menjadi pegangan yang kokoh untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 yang artinya:
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran."
KESIMPULAN
Arum Faizal, Sabila J. Firda , dkk, Arus Metamorfosa Milenial (Kendal : Penerbit
Ernes, 2018)