OK Trustinah Morfo 40-59-1
OK Trustinah Morfo 40-59-1
Trustinah
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
PENDAHULUAN
Kacang tanah (Arachis hypogaea (L.) Merr.) merupakan anggota famili Papilionidae,
subfamili Leguminosae, genus Arachis. Genus Arachis merupakan tanaman herba, daun-
nya terdiri dari 3–4 helai, memiliki daun penumpu, bunga berbentuk kupu-kupu dengan
tabung hipantium, dan buah atau polongnya tumbuh di dalam tanah. Sebelum tahun
1839, genus Arachis hanya dikelompokkan menjadi 1 spesies, kemudian pada tahun 1841
berkembang menjadi 5 spesies, 6 spesies, 9 spesies, dan terakhir dikelompokkan menjadi
22 spesies yang didasarkan pada struktur morfologi, kesesuaian silang, dan fertilitas dari
turunannya, salah satunya adalah Arachis hypogaea Linn (Rao 1985). Spesies ini dibagi
menjadi 2 subspesies, yaitu subspesies hypogaea yang terdiri dari varietas hypogaea dan
varietas hirsuta dan subspesies fastigiata yang terdiri dari varietas fastigiata (tipe Valencia)
dan varietas vulgaris (tipe Spanish) (Gibbons et al. 1972 dalam Rao 1988). Subspesies
hypogaea memiliki percabangan menjalar (procumbent), menjalar dengan ujung menga-
rah ke atas (decumbent), atau tegak (erect). Cabang dan bunganya terbentuk secara berse-
lang-seling pada cabang primer atau sekunder, pembungaannya sederhana dan biasanya
bunga tidak muncul pada batang utama, 2 sampai 4 biji per polong dengan polong ber-
paruh, biasanya biji memiliki masa dorman, dan daun berwarna hijau gelap. Pada subspe-
sies fastigiata pertumbuhannya tegak sampai menjalar agak tegak, bunganya sederhana
atau majemuk, dan muncul tidak hanya pada cabang tetapi juga pada batang utama.
Umumnya biji tidak mengalami dormansi, dan warna daun lebih terang dibanding sub-
spesies hypogaea.
MORFOLOGI TANAMAN
Tipe Pertumbuhan
Berdasarkan bentuk/letak cabang lateral, tipe pertumbuhan kacang tanah dapat dibe-
dakan menjadi tipe menjalar yang meliputi runner, trailing, procumbent, dan prostate, dan
tipe tegak yaitu upright, erect bunch, dan bunch. Tipe tegak mempunyai percabangan
yang tumbuh agak melurus ke atas dan umurnya genjah, yaitu antara 100 sampai 120
hari. Sedangkan tipe menjalar mempunyai percabangan lebih panjang dan tumbuh ke
samping, hanya bagian ujung yang mengarah ke atas. Umur tanaman tipe menjalar ini
dapat mencapai enam bulan. Berdasarkan posisi cabang primer terhadap batang utama,
tipe tumbuh kacang tanah dapat dibedakan menjadi enam tipe (Gambar 1), yaitu:
1) Procumbent 1 (cabang menjalar).
2) Procumbent 2 (cabang dan batang utama menjalar).
3) Decumbent 1 (cabang menjalar dengan ujung sedikit ke atas).
4) Decumbent 2 (cabang menjalar dengan pertengahan cabang menuju ke atas).
5) Decumbent 3 (cabang lateral menuju ke atas).
6) Erect (cabang lateralnya tegak).
Decumbent-1 Decumbent-2
Decumbent 3 Erect
Gambar 1. Tipe pertumbuhan kacang tanah. Sumber: IBPGR/ICRISAT 1985.
Sistem Perakaran
Kacang tanah merupakan tanaman herba semusim dengan akar tunggang dan akar-
akar lateral yang berkembang baik. Akar tunggang biasanya dapat masuk ke dalam tanah
hingga kedalaman 50–55 cm, sistem perakarannya terpusat pada kedalaman 5–25 cm
dengan radius 12–14 cm, tergantung tipe varietasnya. Sedangkan akar-akar lateral pan-
jangnya sekitar 15–20 cm, dan terletak tegak lurus pada akar tunggangnya (Rao 1988).
Seluruh aksesi kacang tanah memiliki nodul (bintil) pada akarnya. Keragaman terlihat
pada jumlah, ukuran bintil, dan sebarannya. Jumlah bintil beragam dari sedikit hingga
banyak, dengan ukuran kecil hingga besar, dan terdistribusi pada akar utama atau akar
lateral. Sebagian besar aksesi memiliki bintil akar dengan ukuran sedang dan menyebar
pada akar lateral (Gambar 2).
Batang
Terdapat empat pola percabangan pada kacang tanah, yaitu berseling (alternate),
sequensial, tidak beraturan dengan bunga pada batang utama, dan tidak beraturan tanpa
bunga pada batang utama (IBPGR 1985). Pola percabangan berseling (Gambar 3.1) dici-
rikan dengan cabang dan bunganya terbentuk secara berselang-seling pada cabang primer
atau sekunder dan batang utamanya tidak mempunyai bunga, cabang lateral biasanya
melebihi panjang batang utama, jumlah cabang dalam 1 tanaman berkisar antara 5–15
cabang, umur panennya panjang, berkisar antara 4–5 bulan (Purseglove 1977). Pola per-
cabangan sequential (Gambar 3.2) dicirikan dengan buku subur terdapat pada batang
utama, cabang primer maupun pada cabang sekunder, tumbuhnya tegak, cabangnya
sedikit (3–8 cabang) dan tumbuhnya sama tinggi dengan batang utama. Bunganya ter-
bentuk pada batang utama dan ruas cabang yang berurutan (Gambar 3).
Berdasarkan adanya pigmentasi antosianin pada batang kacang tanah, warna batang
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu warna merah atau ungu, dan hijau. Batang
utama ada yang memiliki sedikit bulu dan ada yang berbulu banyak.
3. Tidak beraturan dengan bunga pada cabang utama 4. Tidak beraturan tanpa bunga pada cabang utama
Cabang reproduktif
Gambar 3. Pola percabangan kacang tanah. (Sumber: IBPGR/ICRISAT 1985).
Daun
Kacang tanah memiliki empat helaian daun yang disebut tetrafoliate yang muncul
pada batang dengan susunan melingkar pilotaksis 2/5. Daun mempunyai beragam bentuk
antara lain bulat, elips, sampai agak lancip (Gambar 4), dengan ukuran bervariasi (2,4 x
0,8 cm sampai 8,6 x 4,1 cm) tergantung varietas dan letaknya. Warna daun hijau dan
hijau tua. Daun-daun pada bagian atas biasanya lebih besar dibandingkan dengan yang di
bawah. Daun yang terletak pada batang utama umumnya lebih besar dibandingkan
dengan yang muncul pada cabang. Ukuran dan bentuk daun tercermin dari panjang daun,
lebar daun, serta rasio panjang dan lebar daun. Perbandingan panjang dan lebar daun ini
menentukan bentuk daun, di mana untuk tipe-tipe Spanish bentuk daun umumnya lebih
mendekati bulat-oval, sedangkan pada tipe Valencia umumnya lebih lancip. Semakin
besar nilai perbandingan menunjukkan semakin lancip (lanceolate) bentuk daunnya. Trus-
tinah (2009) melaporkan, dari 148 aksesi plasma nutfah kacang tanah lokal yang hampir
seluruhnya tipe Spanish, kisaran panjang daun 3,72–5,95 cm, lebar daun 1,91–3,04 cm,
dan rasio panjang dan lebar daun 1,70–2,32. Sedangkan dari 73 aksesi kacang tanah in-
troduksi yang terdiri dari tipe Spanish dan tipe Valencia, kisaran panjang daun 4,01–6,17
cm, lebar daun 1,86–2,91 cm, dan rasio panjang dan lebar daun 1,77–2,67 (Tabel 1).
Daun kacang tanah memiliki daun penumpu (stipula) yang panjangnya 2,5–3,5 cm,
dan tangkai daun (petiola) yang panjangnya 3–7 cm. Berdasarkan adanya bulu/rambut
Gambar 4. Bentuk daun kacang tanah (Sumber: Upadhyaya dan Gowda 2009).
Kacang tanah termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri, yakni kepala putik diser-
buki oleh tepung sari dari bunga yang sama dan penyerbukan terjadi beberapa saat
sebelum bunga mekar (kleistogam). Oleh karena itu jarang terjadi penyerbukan silang.
Bunganya tersusun dalam bentuk bulir yang muncul di ketiak daun, dan termasuk bunga
sempurna, yaitu alat kelamin jantan dan betina terdapat dalam satu bunga. Bunga kacang
tanah berbentuk seperti kupu-kupu, terdiri dari kelopak (calyx), tajuk atau mahkota bunga,
benang sari (anteridium), dan kepala putik (stigma). Mahkota bunga berwarna kuning
terdiri dari 5 helai yang bentuknya berlainan satu dengan yang lain. Helaian yang paling
besar disebut bendera, pada bagian kanan dan kirinya terdapat sayap yang sebelah
bawah bersatu membentuk cakar, di dalamnya terdapat kepala putik yang berwarna hijau
muda. Kelopak bunga kacang tanah berbentuk tabung sempit sejak dari pangkal bunga
yang disebut hipantium dan panjangnya berkisar antara 2–7 cm. Bunga memiliki 10
benang sari, 2 di antaranya lebih pendek (Gambar 5).
Ginofor
Setelah terjadi persarian dan pembuahan, bakal buah akan tumbuh memanjang yang
pertumbuhannya bersifat geotropik disebut ginofor. Ginofor terus tumbuh hingga masuk
menembus tanah sedalam 2–7 cm, kemudian terbentuk rambut-rambut halus pada per-
mukaan lentisel, di mana pertumbuhannya mengambil posisi horizontal. Waktu yang dibu-
tuhkan untuk mencapai permukaan tanah dan masuk ke dalam tanah ditentukan oleh
jarak dari permukaan tanah. Ginofor-ginofor yang letaknya lebih dari 15 cm dari permu-
kaan tanah biasanya tidak dapat menembus tanah dan ujungnya mati. Varietas-varietas
dengan pola percabangan berlanjut (sequential) biasanya banyak menghasilkan bunga
dari buku-buku pada bagian bawah cabang, sehingga mempunyai ginofor lebih pendek
dibandingkan varietas-varietas dengan pola percabangan berseling (alternate). Warna gi-
nofor umumnya hijau, dan bila ada pigmen antosianin warnanya menjadi merah atau
ungu, setelah masuk ke dalam tanah warnanya menjadi putih. Perubahan warna ini dise-
babkan ginofor mempunyai butir-butir klorofil yang dimanfaatkan untuk melakukan foto-
sintesis selama di atas permukaan tanah, dan setelah menembus tanah fungsinya akan
bersifat seperti akar.
Polong
Polong kacang tanah bervariasi dalam ukuran, bentuk, paruh, dan kontriksinya. Ber-
dasarkan ukuran polong, kacang tanah dibedakan ke dalam: (1) polong sangat kecil
(panjang <1,5 cm, ukuran 35–50 g/100 polong), (2) polong kecil (panjang 1,6–2,0 cm,
ukuran 51–65 g/100 polong), (3) polong sedang (panjang 2,1–2,5 cm, ukuran 66–105
g/100 polong), (4) polong besar (panjang 2,6–3,0 cm, ukuran 106–155 g/100 polong), dan
(5) polong sangat besar (panjang >3,0 cm, ukuran >155 g/100 polong). Karakter kualitatif
polong meliputi: pinggang polong/konstriksi (tanpa pinggang, agak berpinggang, ber-
pinggang agak dalam, dan berpinggang sangat dalam), paruh/pelatuk polong (tanpa
paruh, paruh sangat kecil, paruh menonjol, paruh sangat menonjol) dengan bentuk paruh
(lurus dan lengkung), kulit polong/retikulasi (halus, agak kasar, kasar) (Gambar 6) (Rao
dan Murty 1994).
Jumlah biji per polong dituliskan dalam bentuk angka 2, 3 atau lebih dengan penama-
annya angka pertama menunjukkan frekuensi terbanyak, disusul angka-angka berikutnya.
Sebagai contoh jumlah biji/polong dengan kode 2-1-3 menunjukkan sebagian besar
polong memiliki 2 biji, ada yang satu biji, dan sangat sedikit yang 3 biji. Jumlah biji per
polong diklasifikasikan menjadi 7 kelompok: (1) 2-1, (2) 2-3-1 atau 2-1-3, (3) 3-2-1 atau
3-1-2, (4) 2-3-4-1 atau 2-4-3-1 atau 2-4-1-3 atau 2-1-3-4 atau 2-1-4-3, (5) 3-2-4-1 atau 3-
2-1-4, (6) 3-4-2-1 atau 3-4-1-2, dan (7) 4-3-2-1 atau 4-2-3-1 (IBPGR/ICRISAT 1985;
Upadhayaya dan Gowda 2009).
Biji
Biji kacang tanah beragam warna, bentuk, dan ukurannya (Gambar 7). Berdasarkan
ukuran biji, kacang tanah dibedakan ke dalam: kacang tanah biji kecil (<40 g/100 biji),
kacang tanah biji sedang (40–55 g/100 biji), dan kacang tanah biji besar (>55 g/100 biji)
(Rao dan Murty 1994). Karakter kualitatif biji meliputi: kulit ari biji (putih, rose, merah,
coklat), dan bentuk biji (bulat, lonjong, pipih) (Rao dan Murty 1994). Warna kulit ari biji
ada yang satu warna atau lebih dari satu warna. Dengan menggunakan kode warna
standar dari Royal Horticultural Society colour chart, warna utama biji kacang tanah dike-
lompokkan menjadi beragam kelas mulai warna putih (155B), agak putih (off white,
158A), coklat sangat pucat (very pale tan, 27C), coklat pucat (pale tan, 27A), coklat terang
(light tan, 173D), coklat (tan, 174D), coklat gelap (dark tan, 172D), rose (181C), salmon
(179D), merah terang (180D), merah (181A), merah gelap (178A), merah keunguan
(187A), ungu cerah (59A), ungu gelap (79B), ungu sangat tua/kehitaman (201A)
(Maggioni et al 2009). Sedangkan warna sekunder dapat berupa bintik (blotched), flek
atau garis yang jelas atau kabur. Kombinasi warna pada kulit ari biji antara lain merah
dengan putih, ungu dan putih, coklat cerah dan coklat gelap, coklat dan ungu.
Gambar 7. Warna biji kacang tanah (kiri) dan ukuran biji (kanan) (Gambar: Trustinah).
Tabel 1. Karakter kuantitatif daun, polong, dan biji aksesi-aksesi kacang tanah koleksi Balitkabi.
148 Aksesi lokal1) 73 Aksesi introduksi2)
Karakter
Kisaran Rata-rata KK (%) Kisaran Rata-rata KK (%)
Gambar 8. Perkecambahan kacang tanah pada kondisi normal dan tercekam kekeringan.
(Gambar: Trustinah).
Gambar 10. Perkecambahan kacang tanah pada berbagai cekaman salinitas, kondisi normal (L0)
dan tercekam salinitas (L1–L5) (Gambar: A. Taufiq).
FASE REPRODUKTIF
Penandaan fase reproduktif didasarkan atas adanya bunga, buah, dan biji. Boote
(1982) membagi fase reproduktif kacang tanah menjadi 9 stadia, yang diikuti oleh Trus-
tinah (1987b) dengan menggunakan varietas Gajah, Kidang, Rusa, dan Galur AH-9. Sem-
bilan stadia tersebut adalah: mulai berbunga (Rl), pembentukan ginofor (R2), pemben-
tukan polong (R3), polong penuh/maksimum (R4), pembentukan biji (R5), biji penuh (R6),
biji mulai masak (R7), masak panen (R8), dan polong lewat masak (R9) (Gambar 11).
120
Berat 100 polong (g)
100
Umur
Gambar 13. Bobot 100 polong, 100 biji, biji bernas, biji keriput, dan rendemen kacang tanah pada
berbagai umur panen (Trustinah et al. 2004).
50
45
40
35
30
(%)
Gambar 14. Kadar air, lemak, protein, dan gula reduksi kacang tanah pada berbagai umur panen
(Trustinah et al. 2004).
Gambar 15. Karakteristik kulit polong kacang tanah pada proses penuaan/
pemasakan polong (Gambar: Trustinah).
Persentase biji keriput pada umur 80 hari masing tinggi, yaitu 18%, dan pada umur
tersebut guratan pada kulit polong bagian luar telah jelas, polong telah keras, ukuran
polong sudah optimal, namun pengisian polong belum optimal. Sedangkan kulit polong
bagian dalam belum masak benar yang dicirikan dengan proporsi kulit polong bagian
dalam yang 35% masih berwarna putih, 57% agak kecoklatan, dan hanya 8% berbintik-
bintik coklat (Tabel 3). Kondisi polong seperti ini dikategorikan sebagai stadia antara
“masak sebagian (partial immature)” dan “masak”. Pada umur 80–85 hari kadar gula
reduksi masih tinggi, sehingga bila polong direbus terasa lebih manis. Produk demikian
banyak dijumpai pada kacang garing ataupun kacang rebus. Sedangkan untuk teknologi
pengolahan seperti pada teknologi ekstraksi dan ekstrusi diperlukan bahan baku dengan
kadar air sekitar 10–40% (Herper, 1981 dalam Santosa et al., 1996) yang akan me-
nentukan sifat elastisitas produk.
Tabel 3. Persentase empat warna kulit polong bagian dalam kacang tanah berdasarkan umur panen.
Umur panen Putih Kuning kecoklatan Coklat Coklat kehitaman
(hst) (%) (%) (%) (%)
80 35 57 8 -
85 34 57 9 -
90 15 32 33 20
95 8 25 40 27
100 4 12 40 44
Sumber: Trustinah et al. 2004.
Hasil pengujian 8 varietas kacang tanah yang dilakukan Caliskan et al (2008) menun-
jukkan kandungan lemak meningkat selama perkembangan dan pemasakan biji (R7),
sedangkan protein akan mencapai maksimum pada saat masak fisiologis (R8).
DAFTAR PUSTAKA
Boote, K.J. 1982. Growth stages of peanut (Arachis hypogaea L.). Peanut Sci. 9:35–39.
Boote, K.J., J.R. Stansell, AM. Schubert, and J.F. Stone. 1982. Irrigation, water uses, and water
relations. pp. 164–205. In H.E. Pattee, and C.T. Young, (Eds.). Peanut Sci., and Tech.
APRES, Inc. Texas, USA.
Boote, K.J. 1983. Peanut. P. 255–286. In I.D. Teare, and M.M. Peet (Eds.). Crop-Water
Relations. John Willey & Sons, New York.
Branch, W.D., J.P. Bostick, E.J. Williams, and J.P. Beasley, Jr. 2010. Determination of the
relative maturity range for the ‘Georgia-02C’ peanut cultivar. Peanut Sci. 37:106–109.
Caliskan, S., M.E. Caliskan, and M. Arslan. 2008. Genotypic differences for reproductive
growth, yield, and yield components in groundnut (Arachis hypogaea L.). Turk. J. Agric.
For. 32: 415–424.
Craufurd, P.Q., P.V.V. Prasad, V.G. Kakani, T.R. Wheeler, and S.N. Nigam. 2003. Heat
tolerance in Groundnut. Field Crops Res. 80:63–77.
Fehr, W.R., and C.E. Caviness. 1977. Stages of Soybean Development. Special Report No. 80.
Cooperative Extension Service Agric. and Home Econ. Wxp. St. IOWA State Univ. of Sci.
and Technology, Ames Iowa, USA.
IBPGR/ICRISAT. 1985. Descriptors of Groundnut (revised). IBPGR-ICRISAT, Rome, Italy.20p.
Jain, A.K., S.M., Basha, and C.C., Holbrook. 2001. Identification of drought-responsive
transcripts in peanut (Arachis hypogaea L.). Electronic Journal of Biotechnology, Vol.4
(2):59–67.
Kasno, A., Trustinah, N. Nugrahaeni, dan J. Purnomo. 2006. Pembeda kelompok kacang
tanah introduksi. hlm. 217–224. Dalam Prosiding Kongres V dan Symposium Nasional
Peripi: Pemuliaan sebagai Pendukung Kemandirian Dan Ketahanan Pangan 2020.
Purwokerto.
Kasno A, dan Trustinah. 2009. Seleksi genotipe kacang tanah toleran kekeringan pada stadia
kecambah dan reproduktif. Jurnal Pen. Pert. 28 (8): 50–57.
Ketring, D.L., R.H. Brown, G.A. Sullivan, and B.B. Johnson. 1982. Growth physiology. P.411–
457. In H.E. Pattee, and C.T. Young, (Eds.). Peanut Sci. and Tech. APRES, Inc.Texas,
USA.