Anda di halaman 1dari 51

A.

Amtsal Musharrahah
1. Al-Baqarah ayat 17-19
a. Balaaghah
ْ ‫ ) َمثَلُهُ ْم َك َمثَ ِل الَّ ِذي‬susunan ayat ini merupakan tasybiih
(‫اس تَوْ قَ َد نَ ارًا فَلَ َّما‬
tamtsiiliy. Pada ayat ini Allah mengumpamakan orang-orang
munafik dengan orang yang menyalakan api, mengumpamakan
pernyataan imannya dengan nyala api dan mengumpamakan tidak
bermanfaatnya iman itu baginya dengan perumpamaan padamnya
api. Begitu pula dengan kata ( ‫ب‬ َ ‫ )أَوْ َك‬yang juga merupakan
ٍ ِّ‫ص ي‬
tasybiih tamtsiiliy. Allah mengumpamakan Islam dengan hujan
karena dengan islamlah hati manusia menjadi hidup, dan Dia
mengumpamakan syubhat-syubhat kaum kafir dengan kegelapan.
(‫ص ٌّم بُ ْك ٌم ُع ْم ٌي‬
ُ ) susunan kata pada ayat ini adalah tasybiih baliigh.
Yakni, mereka seperti orang-orang yang tuli, bisu dan buta
sehingga tidak mendapat faedah dari indera tersebut. ( َ‫يَجْ َعلُ ون‬
َ َ‫ )أ‬ini adalah majaaz mursal, memaknai kata yang bermakna
‫صابِ َعهُ ْم‬
keseluruhan tetapi yang dimaksud hanya sebagian saja, yakni
ru’uus ashaabi’ihim (ujung jari). Ayat ini mengandung
perumpamaan yang menakjubkan. Pada ayat ini, al-Qur’an
diumpamakan dengan hujan. Jika hujan turun maka bumi hidup
Sebagaimana al-Qur’an menghidupkan jiwa-jiwa yang
mati.sementara orang-orang yang tersesat melihat bahwa di dalam
al-Qur’an terdapat syubhat-syubhat yang serupa dengan kegelapan
yang mengiringi hujan. Ayat ini juga mengandung janji dan
ancaman yang dahsyatnya seperti petir.1

b. Asbabun nuzul ayat 19

Ath-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan


lain-lainnya mengenai sebab turunnya ayat ini. Mereka meriwayatkan
bahwa ada dua orang munafik dari kalangan penduduk Madinah yang
1
Jilid I, hlm. 63.
melarikan diri dari Rasululah kepada kaum musyrik, lalu kedua orang
tersebut di timpa hujan lebat disertai guruh yang keras, petir dan kilat
yang menyambar. Setiap kali petir menyambar dan menerangi keadaan
sekitar, mereka menutup telinga mereka dengan jari karena khawatir
petir tersebut akan memasuki telinga mereka sehingga mereka tewas.
Apabila kilat bersinar maka mereka berjalan di bawah cahayanya. Jika
kilat tidak muncul maka mereka tetap diam di tempat dan tidak
meneruskan perjalanan. Maka mereka berkata, “Mudah-mudahan pagi
segera tiba, lalu kita datangi Muhammad dan kita baiat beliau!”.
Setelah pagi harinya mereka segera menemui Rasulullah dan
menyatakan keislamannya dan membaiat beliau. Keislaman mereka
bagus setelah itu dan Allah menjadikan keadaan dua orang munafik
yang kabur ini sebagai perumpamaan bagi orang-orang munafik yang
berada di Madinah.2

Biasanya ketika menghadiri majelis Rasulullah, orang-orang


munafik menutupi telinga mereka dengan jari karena khawatir jika
sabda Rasulullah mengandung suatu ayat yang berkaitan dengan
mereka atau khawatir mereka akan diingatkan dengan sesuatu sehingga
mereka akan dibunuh, sebagaimana dua orang munafik yang kabur tadi
menutupi telinga mereka dengan jari. “Bila kilat menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu”. Apabila harta mereka berlimpah
dan mereka punya banyak anak serta memperoleh harta rampasan
perang dan kemenangan yang banyak, mereka berjalan di dalamnya
dan berkata bahwa agama Nabi Muhammad adalah agama yang benar
lalu mereka pun memeluknya sebagaimana kedua orang munafik tadi
yang berjalan apabila cahaya kilat menerangi. “Dan bila gelap
menimpa mereka, mereka berhenti”. Apabila harta dan anak-anak
mereka binasa serta mereka tertimpa malapetaka, mereka pun kembali

2
Hlm. 63.
menjadi kafir, sama seperti kedua orang munafik tadi yang berhenti
ketika tidak ada kilat yang menerangi mereka.3

c. Tafsir dan penjelasan

Tentang cepat dan terungkapnya keadaan mereka. Yaitu


keadaan orang-orang munafik yang menampilkan keislaman dalam
waktu singkat dan keadaan mereka yang merasa aman pada diri
dan anak-anak mereka diumpamakan seperti keadaan orang-orang
yang menyalakan api untuk mendapatkan manfaatnya, lalu setelah
api tersebut menerangi sekitar mereka, Allah memadamkan api
tersebut dengan hujan lebat atau angin kencang sehingga mereka
tidak dapat melihat apapun, dan Allah membiarkan mereka dalam
kegelapan selamanya.

Orang munafik tidak memfungsikan perasaan dan indra


mereka. Mereka tidak mempergunakan telinga mereka untuk
mendengar dan memahami nasihat orang lain bahkan jika mereka
mendengaranya, seolah-olah mereka tuli tidak mendengar
kebenaran. Mereka juga tidak mempergunakan lisannya untuk
berbicara, bertanya, berdiskusi, mereka tidak menuntut bukti atas
sebuah masalah, tidak meminta penjelasan atas suatu persoalan,
seakan-akan mereka bisu. Mereka tidak mempergunakan mata
untuk melihat dan mengambil pelajaran atau cobaan yang menimpa
berbagai umat, seakan-akan mereka buta dan tidak dapat melihat
petunjuk. Mereka sama sekali tidak ingin keluar dari keadaan
mereka saat itu, tidak ingin menginggalkan kesesatan menuju
kebenaran, maka janganlah kamu merasa sedih atas mereka.

Perumpamaan kedua tentang kecemasan, kebingungan,


serta sikap oportunis mereka. Al-Qur’an telah memberi mereka
bimbingan-bimbingan ilahi namun mereka berpaling dari petunjuk

3
Hlm. 63.
tersebut. Keadaan mereka serupa dengan orang yang ditimpa hujan
lebat disertai dengan hal-hal yang menakutkan seperti kegelapan
hujan, awan dan suasana malam, suara guruh yang memekakkan
telinga, serta kilat yang menyambar.dalam kondisi mencekam
tersebut, mereka meraba-raba mencari jalan keselamatan mereka
menggantungkan harapan kepada cahaya yang muncul di angkasa.
Maka mereka bertekat untuk mengikuti kebenaran yang dibawa
oleh ayat-ayat yang jelas itu, namun setelah itu mereka merasa
cemas dan bimbang, sementara Allah meliputi mereka, berkuasa
atas diri mereka. Jika Dia mengkehendaki, Dia dapat mencabut
pendengaran mereka dengan guruh yang keras atau membutakan
mata mereka dengan sinar kilat yang menyambar. Namun karena
suatu maslahat dan hikmah, Dia tidak mengkehendaki hal tersebut.
Dia ingin menangguhkan mereka, memberikan mereka kesempatan
untuk kembali pada kebenaran.4

Kesimpulannya, kemunafikan terkadang menyinari jalan


bagi pelakunya dalam tempo yang singkat, tetapi dengan cepat
sinar itu mati seperti api yang padam sehingga hal ini yang
menjadikan kemunafikan itu tidak berlangsung terus-menerus. Ada
kalanya orang-orang munafik itu menemukan harapan dalam
kemunafikan untuk mencapai suatu keuntungan materi yang sedikit
nilainya, namun disisi lain terkadang semua harapannya hancur. 5

d. Fikih kehidupan atau hukum-hukum

Pada ayat ini telah dijelaskan bagaimana sifat orang-orang


munafik. Mereka awalnya beriman hingga iman tersebut menyinari
hati mereka seperti api yang menerangi orang-orang yang
menyalakan api, kemudian mereka ingkar sehingga Allah
padamkan api iman tersebut dari dada mereka. Apa yang

4
Hlm. 64-65.
5
Hlm. 65.
ditampilkan oleh orang munafik itu yakni yang menjadi asas
pemberlakuan hukum-hukum Islam dalam pernikahan, pewarisan,
harta rampasan perang, serta keamanan bagi jiwa mereka, anak
keluarga mereka serta harta benda mereka. Mereka terpedaya
dengan kata-kata Islam yang mereka ucapkan, padahal kata-kata
tersebut tidak akan memberikan manfaat bagi mereka di akhirat
kelak. Dan mereka akan diazab dengan siksaan yang pedih.
Meskipun mereka adalah orang-orang munafik, namun Allah tidak
menimpakan hukuman bagi mereka di dunia. Dari fakta ini, al-
Jahshash menyimpulkan bahwa hukuman-hukuman di dunia tidak
ditetapkan berdasarkan ukuran kejahatan melaikan berdasarkan
maslahat yang diketahui oleh Allah dalam hukuman-hukuman
tersebut. Sesuai dengan garis inilah Allah kemudian menetapkan
hukum-hukum-Nya.

Allah meliputi seluruh makhluk termasuk orang-orang


kafir. Tidak seorang pun yang lolos dari perhitungan, kekuasaan
dan kehendak-Nya. Jika Allah mau, tentu Allah dapat memberitahu
orang-orang mukmin tentang orang-orang yang termasuk golongan
munafik sehingga mereka tidak lagi bisa menikmati keagungan
Islam. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan setiap mukallaf
harus mengetahui hal ini.6

2. Al-Baqarah ayat 26
a. Balaghah
(‫ )اَل يَ ْستَحْ يِي‬maknanya: “Dia tidak meninggalkan”. Allah memakai
ungkapan malu/segan untuk menyatakan tentang “meninggalkan”
karena perbuatan meninggalkan merupakan akibat yang
ditimbulkan oleh rasa malu. Barangsiapa malu melakukan sesuatu
tentu dia meninggalkannya. Jadi susunan ini adalah majaaz dengan
menggunakan metode yang dikenal dengan istilah ithlaaqul

6
Hlm. 65-66.
malzuum wa iraadatul lazim (memakai kata yang mengacu pada
penyebab tetapi yang dimaksud adalah akibat).7
b. Asbabun nuzul

Ibnu Jarir Ath-Thobari dalam tafsirnya meriwayatkan dari


sejumlah sahabat bahwa setelah Allah membuat perumpamaan
dalam surah al-Baqarah ayat 17 hingga ayat 19 yaitu
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan
api” dan firmannya “Atau seperti (orang-orang yang di timpa
hujan lebat dari langit)” yang berjumlah 3 ayat. Lantas orang-
orang munafik berkata bahwa Allah terlalu agung untuk membuat
perumpamaan-perumpamaan ini. Maka Allah menurunkan
FirmanNya “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat
perumpamaan berupa nyamuk” hingga FirmanNya “Mereka itulah
orang-orang yang rugi” As-Suyuthi menulis dalam tafsir jalaalain
bahwa pendapat ini lebih shahih sanadnya dan lebih sesuai dengan
ayat-ayat sebelumnya di awal surat al-Baqarah.8

c. Fikih kehidupan atau hukum-hukum

Al-qur’an menyebut lebah, lalat, laba-laba, semut, dan


binatang sejenisnya yang hina ,yang mungkin dalam anggapan
orang-orang musyrik tidak layak berada dalam susunan kalimat
yang fasih. Sesungguhnya kecilnya ukuran hewan-hewan ini tidak
merusak aspek-aspek kefasihan jika penyebutannya mengandung
hikmah, sehingga tidak merusak aspek kefasihan al-Qur’an dan
tidak bertentangan dengan statusnya sebagai mukjizat. Ini adalah
sisi hubungan ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya.9

Apabila sikap malu atau segan itu berkenaan tentang Allah


Subhanahu Wa Ta'ala maksudnya bukan rasa takut yang
7
Jilid I, hlm. 79.
8
Hlm. 80.
9
H;m. 82.
merupakan titik awal dari sikap malu tersebut melainkan
maksudnya adalah meninggalkan perbuatan yang menjadi titik
akhirnya. Begitu pula halnya sebaliknya dengan marah, apabila
berkenaan dengan Allah maka maksudnya bukan keinginan untuk
membalas dendam yang diiringi dengan dengan detak jantung yang
cepat melainkan maksudnya adalah bagian akhirnya yaitu
pernimpaan hukuman. inilah rumus umum yang berlaku dalam
tema seperti ini.10

Firman Allah pasti benar dan tidak mengandung


kekurangan apapun. Ia pasti benar karena ia menjelaskan
kebenaran dan menetapkannya serta membimbing manusia untuk
berpegang padanya dengan cara yang mengesankan jiwa.11

Tujuan dibuatnya perumpamaan di dalam al-Qur’an adalah


untuk menyingkap sisi-sisi yang samar, merangsang pikiran agar
memahami fakta, menerangkan masyarakat dan menetapkan
berbagai hikmah yang dalam. Metode ini sangat bagus dalam
pendidikan dan pengajaran. Adapun orang-orang kafir membaca
kebenaran yang jelas menyanggah bukti yang terlihat nyata dan
mereka keluar dari topik ini dan berpaling dari hujjah al-Qur’an
yang kuat.

Keimanan dan kekafiran bukanlah sesuatu yang diwarisi


secara turun-temurun dan bukan pula takdir yang dipaksakan oleh
Allah. Keinginan, pilihan, dan akal berperan di dalamnya. Dan
sarana serta prasarananya adalah dengan memfungsikan bakat-
bakat yang dimiliki oleh manusia yaitu panca indra, perasaan, dan
pikiran. Perumpamaan tidaklah seperti anggapan kaum kafir. Ia
tidak berperan apa-apa dalam terbaginya manusia ke dalam
kelompok yang tersesat dan kelompok yang mendapatkan hidayah.

10
Hlm. 82.
11
Hlm. 83.
Allah tidak menyesatkan seorang pun di antara mereka yang
beriman dan mendapatkan hidayah akal dan agama, dia hanya
menyesatkan orang-orang kafir yang keluar dari jalur ketaatan dan
jalan Allah yang lurus. Orang-orang yang telah diketahui oleh
Allah bahwa mereka tidak akan mendapatkan petunjuk.12

3. Al-Baqarah ayat 146


a. Balaghah
(‫ْرفُ ونَ أَ ْبنَ ا َءهُ ْم‬
ِ ‫ ) َك َم ا يَع‬susunan ini mengandung tasybiih mursal
mufashashal. Artinya mereka mengenal Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam secara jelas sebagaimana mereka
mengenal anak-anak mereka sendiri.13
b. Asbabun Nuzul

Ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang Ahli Kitab


yang masuk Islam yaitu Abdullah Bin Salam dan teman-temannya.
Mereka mengenal Rasulullah melalui ciri-ciri dan kabar yang
berada di dalam kitab suci mereka. Mereka mengenali ciri-ciri
Rasulullah sama seperti seseorang yang mengenal anaknya apabila
ia melihat anaknya bersama dengan anak-anak yang lain. Abdullah
Bin Salam berkata “Sungguh aku lebih mengenal Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam daripada aku mengenal putraku
sendiri” Umar bin Umar Bin Khattab lalu bertanya “Bagaimana
bisa begitu” ia menjawab “Sebab aku bersaksi dengan penuh
keyakinan bahwa Muhammad adalah Rasulullah sedangkan aku
tidak bersaksi seperti itu atas putraku sebab aku tidak tahu apa
yang telah dilakukan oleh kaum Wanita”. Umar berkata “Semoga
Allah memberimu taufik wahai Ibnu salam”14

c. Fikih kehidupan atau hukum-hukum

12
Hlm. 83
13
Jilid 1 hlm. 282.
14
Hlm. 283.
Pembangkangan dan pengingkaran Ahli Kitab untuk
menerima Islam atau kebenaran terlihat jelas dari fakta bahwa
mereka, terutama para ulamanya mengetahui kenabian Nabi
Muhammad dan besarnya kerasulannya sama seperti mereka
mengenal anak-anak mereka sendiri. Anak-anak dipilih sebagai
individu yang mereka kenal bukan diri mereka sendiri karena
terkadang manusia lupa akan dirinya tetapi tidak lupa akan
anaknya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Umar pernah
bertanya kepada Abdullah bin Salam Apakah kamu mengenal
Rasulullah Shalallahua Alaihi wasallah “Apakah kamu
mengenal Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam
sebagaimana kamu mengenal kamu sendiri” ia menjawab “Ya,
bahkan lebih. Allah mengutus kepercayaan-Nya di langit untuk
menyampaikan wahyu kepada kepercayaan-Nya di bumi, maka
aku mengenalnya, sedangkan tentang putraku, Aku tidak tahu
apa kelakuan ibunya dulu”. Ahli kitab menutupi kebenaran
yaitu mengenai Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
dan mengetahui kenabiannya. Ini menunjukkan bahwa mereka
ingkar disebabkan sifat pembangkang mereka.

4. Al-Baqarah ayat 165


a. Balaghah
(ِ ‫ ) َكحُبِّ هَّللا‬susunan ini disebut tasybiih mursal mujmal karena adaatu
syibhinya disebutkan tapi wajhu syibhinya dihapus.15
b. Tafsir

Orang-orang musyrik menyekutukan Allah dan membuat


tandingan-tandingan berupa para pemimpin mereka atau berhala-
berhala. Mereka mengagungkan tandingan-tandingan itu,
mencintainya, menaatinya dan menyembahnya sama seperti
pengagungan cinta dan ketaatan penyembahan kepada Allah. Mereka

15
Jilid I, hlm. 323.
mendekatkan diri kepadanya seperti mereka mendekatkan diri kepada
Allah dan mereka berlindung kepadanya pada saat membutuhkan
pertolongan sama seperti berlindungnya mereka kepada Allah. Namun
terkadang mereka bimbang karena berhala-berhala itu tidak dapat
mewujudkan keinginan mereka. Mereka mencintainya seperti
kecintaan kepada Allah.

Adapun berlindung kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia


dan tiada tandingan sekutu baginya itulah yang mewujudkan tujuan,
karena Allah adalah pemilik kekuasaan yang mutlak, akan tetapi
manusia harus menempuh sebab-sebab yang membantu terkabulnya
doa. Barangsiapa yang tidak menempuh sebab-sebab atau tidak
melakukan usaha apapun akan tetapi hanya menunggu pengabulan
doanya dari Allah berarti dia tidak mengenal Allah dan orang yang
berlindung kepada selain Allah, kepada patung atau berhala berarti ia
telah menyekutukan Allah. Mukmin itu lebih besar cintanya kepada
Allah daripada cinta mereka kepada selainnya. Seorang mukmin tidak
meragukan keadilan Allah sama sekali. Ia tidak menyekutukan sesuatu
pun dengan-Nya dan ia berlindung kepada-Nya dalam segala urusan,
dalam keadaan senang maupun susah dia tetap mencintai dan
mengagungkan Allah. Ia tidak berpaling dirinya. Berbeda dengan
orang yang musyrik, pada saat mereka dalam kesulitan mereka
berpaling dari tandingan-tandingan mereka kepada Allah. Mereka
berlindung kepada-Nya tunduk kepada-Nya dan menjadikan tandingan
mereka sebagai perantara antara mereka dengan Allah. Mereka berkata
inilah yang memberikan syafaat kepada kami di sisi Allah. Mereka
menyembah patung selama beberapa waktu kemudian mereka
menolaknya dan berganti menyembah patung yang lain atau mereka
memakannya seperti kejadian suku Bahilah yang memakan Tuhan
mereka yang terbuat dari hais pada masa paceklik.
Selanjutnya Allah mengancam perbuatan kaum musyrikin itu
dengan ancaman azab yang berat. Seandainya mereka mengetahui hal
ini dan benar-benar menyadari apa yang terbaik bagi mereka tentu
mereka akan meninggalkan perbuatan mereka16

c. Fiqih kehidupan atau

Dosa paling besar di mata Allah adalah menyekutukan sesuatu


dengannya. Allah berfirman dalam surah an-Nisa ayat 48

Hal yang mengherankan orang-orang berakal adalah orang-


orang musyrik yang menyembah selain Allah, berupa para pemimpin
atau berhala di atas kebatilan seperti kecintaan kaum mukminin kepada
Allah di atas kebenaran. Kecintaan dan penyembahan mereka kepada
berhala yang tidak mampu berbuat apa-apa itu seperti kecintaan kaum
Mukmin kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Seandainya orang-orang
musyrik telah melihat azab Allah, tentu pada saat itu mereka tahu
bahwa kekuatan itu hanya kepunyaan Allah semuanya. 17

5. Al-Baqarah ayat 171


a. Balaghah
(‫)و َمثَ ُل الَّ ِذينَ َكفَرُوا‬
َ susunan ini mengandung tasybiih mursal (karena
adaatu syibhinya disebutkan) dan tasybiih mujmal (karena wajhu
syibhinya dihapus).
(‫ص ٌّم بُ ْك ٌم ُع ْم ٌي‬
ُ ) ini adalah tasybiih baliigh, dalam susunan ini wajhu
syibhinya dan adaatu syibhinya dihapus. Arti dari kalimat ini
adalah: “Mereka seperti orang tuli: tidak mendengar kebenaran;

16
Hlm. 324-325.
17
Hlm. 326.
seperti orang buta dan bisu: tidak bisa menarik manfaat dari al-
Qur’an.18
b. Tafsir

Gambaran bagi orang yang menyeru orang-orang kafir


kepada keimanan, atau orang yang bertaqlid kepada leluhur dan
pemimpin mereka serta kesesatan dan kebodohan adalah seperti
keadaan orang yang menyuruh hewan-hewan ternaknya dan
menggiringnya ke padang rumput dan perairan agar menjauhi
daerah terlarang yang mana hewan-hewan itu sama sekali tidak
memahami apa yang diucapkan oleh pengembala tersebut. Jadi
baik orang kafir maupun hewan ternak sama-sama tidak mengerti
apa yang didengarnya, masing-masing hanya tunduk kepada suara
dan bunyi sebab orang kafir telah tertutup cahaya hidayah dari hati,
telinga dan mata mereka sehingga Allah menguji mati organ-organ
itu sehingga tidak ada lagi kebaikan yang di dalamnya. Mereka
seolah-olah tidak bisa mendengar, tidak bisa berbicara dan tidak
bisa melihat untuk merenungkan ayat-ayat Allah dan diri mereka
yang dapat membimbing mereka kepada iman. Mereka tunduk
kepada selain mereka sama seperti hewan. kata al-Qurthubi, Allah
subhanahuwata'ala mengumpamakan penasehat orang-orang kafir
dan menyeru mereka kepada IMAN yaitu Nabi Muhammad dengan
pengembala yang memanggil kambing-kambing dan namun
hewan-hewan itu hanya mendengar panggilan saja tidak memahami
panggilan tersebut.19

c. Fikih kehidupan

Perumpamaan orang-orang kafir dalam hal kesesatan


dan kebodohan adalah seperti binatang ternak yang tidak
mengerti apa yang dikatakan kepadanya, jika pengembala

18
Jilid I, hlm. 328.
19
Hlm. 330.
menyuruhnya ia tidak memahami ucapan itu tapi hanya
mendengar suaranya saja.20

6. Al-Baqarah ayat 183


a. Balaghah
َ ِ‫ ) َك َما ُكت‬ini adalah tasybiih yang dikenal dengan istilah tasybiih
(‫ب‬
mursal mujmal. Tasybiih ini berkenaan dengan kewajiban puasa
bukan tata caranya.21
b. Tafsir

Persamaan puasa yang dimaksud pada ayat ini adalah


persamaan puasa orang-orang terdahulu dalam hal kefardhuannya
namun ada pula yang berkata bahwa persamaan itu berkenaan dengan
ukurannya yaitu lamanya puasa. Ada pula yang mengatakan bahwa
sama dalam tata caranya yaitu menahan diri dari makan dan minum.
Namun pendapat pertama lebih kuat sebab untuk memahami ayat ini
cukup dengan mengetahui bahwa Allah telah mewajibkan puasa atas
orang-orang sebelum kita. Hal ini sudah diakui oleh para penganut
semua agama, diketahui bahwa puasa disyariatkan dalam semua agama
bahkan termasuk pula dalam agama keberhalaan. Ajaran puasa telah
dikenal di kalangan orang-orang Mesir kuno, bangsa Yunani Romawi
dan India, bahkan dalam kitab Taurat yang ada sekarang pun terdapat
puji-pujian terhadap puasa dan orang-orang yang berpuasa. Ada
riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Musa berpuasa selama 40 hari
sedangkan pada zaman sekarang kaum Yahudi berpuasa selama
seminggu sebagai peringatan hancurnya Yerusalem dan direbutnya
kota ini oleh musuh, dan mereka pun berpuasa 1 hari di bulan Agustus.
Demikian pula injil-injil yang sekarang memuji puasa dan
menganggapnya sebagai ibadah sama seperti larangan riya’ dan
larangan menampakkan kesedihan pada saat itu. Puasa di kalangan

20
Hlm. 332.
21
Jilid I, hlm. 376.
kaum Nasrani yang paling terkenal dan sudah berlaku sejak dahulu
adalah puasa yang dilaksanakan sebelum Hari Raya Paskah dan puasa
hari tersebut dulu dijalani oleh Musa Isa dan kaum hawariyin atau
sahabat Nabi Isa kemudian para pemimpin gereja yang menetapkan
macam-macam puasa yang lainnya.22

7. Al-Baqarah ayat 261


Balaghah

(‫ ) َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة‬di dalam susunan kata ini terdapat tasybiih mursal,
yaitu dengan menyebutkan huruf kaf dan membuang wajhusy syabah
(titik persamaan). Allah menyerupakan sedekah yang diinfakkan di
jalan Allah dengan sebutir biji yang ditanam dan diberkahi oleh-Nya
sehingga tumbuh dan berkembang menjadi 700 butir biji.

ْ ‫ )أَ ْنبَت‬di dalam susunan kata ini terdapat majaz ‘aqliy dengan
(‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل‬
menyandarkan al-inabat (pekerjaan menumbuhkan) kepada al-habbah
(biji), padahal pada hakekatnya yang menumbuhkan adalah Allah.23
8. Al-Baqarah ayat 264
Balaghah

(‫ )بِ ْال َمنِّ َواأْل َ َذ ٰى‬di dalam susunan ini terdapat penyebutan sesuatu yang
umum setelah ada sesuatu yang bersifat khusus, karena al-Adzaa artinya lebih
umum dan luas daripada kata al-Mannu. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan
bahwa apa yang dimaksud adalah segala bentuk sikap yang menyakitkan dan
menyinggung perasaan.

( ٌ‫ص ْف َوا ٍن َعلَ ْي ِه تُ َراب‬


َ ‫ ) َك َمثَ ِل‬di dalam susunan ini terdapat apa yang disebut
dengan tasybiih tamtsiiliy, karena wajhusy syabahnya diambil dari beberapa
hal yang lebih dari satu.24

B. Amtsal Mursalah
22
Hlm. 377.
23
Jilid II, hlm. 68.
24
Jilid II, hlm. 68.
1. Al-Baqarah ayat 77

َ‫أَ َواَل يَ ْعلَ ُمونَ أَ َّن هَّللا َ يَ ْعلَ ُم َما يُ ِسرُّ ونَ َو َما يُ ْعلِنُون‬

Artinya: Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah


mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka
nyatakan?
a. Balaghah
( َ‫ ) َما يُ ِسرُّ ونَ َو َما يُ ْعلِنُون‬dalam susunan ayat ini terdapat thibaaq antara
lafal ( َ‫ )ي ُِسرُّ ون‬dan ( َ‫)يُ ْعلِنُ ون‬.25 Thibaaq adalah berkumpulnya dua kata
yang berlawanan dalam satu kalimat, seperti Mengumpulkan kata
siang dan malan, pandai dan bodoh, serta antara gelap dan terang.26
b. Asbabun nuzul
Ayat ini turun berhubungan dengan sejumlah orang-orang Yahudi
yang masuk Islam kemudian mereka menjadi golongan orang
munafik.
c. Tafsir ayat
Abu Jafar berkata, pada ayat ini Allah menyatakan bahwa Dia
mengetahui apa yang disembunyikan oleh orang-orang Yahudi
yaitu kekufuran yang mereka nyatakan ketika kembali kepada
sesama kaum mereka dan mengetahui apa yang mereka nyatakan
yaitu berpura-pura menyatakan beriman kepada Rasulullah ketika
bertemu dengan Rasulullah dan para sahabat.27
2. Al-Baqarah ayat 178

‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ۖ ْالحُرُّ بِ ْال ُح ِّر َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواأْل ُ ْنثَ ٰى‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ٰ ٌ ‫بِاأْل ُ ْنثَ ٰى ۚ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن أَ ِخي ِه َش ْي ٌء فَاتِّبَا‬
ٌ ِ‫ك ت َْخف‬
‫يف ِم ْن‬ َ ِ‫ان ۗ َذل‬ ٍ ‫ُوف َوأَدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِإِحْ َس‬ ِ ‫ع بِ ْال َم ْعر‬
َ
‫ك فَلَهُ َع َذابٌ ألِي ٌم‬ َ ِ‫َربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ ۗ فَ َم ِن ا ْعتَد َٰى بَ ْع َد ٰ َذل‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
25
Jilid I, hlm. 153.
26
Suhaimi, Keindahan-keindahan makna dalam al-qur’an (analisis tentang thibaq dan
muqabalah), JURNAL ilmiah al-mu’ashirah vol. 17 no.1 januari 2020, fakultas tarbiyah dan
keguruan uin ar-raniry banda aceh. Hlm. 39.
27
Ath-thabari, jilid 2, hlm. 136-137.
dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih.
a. Balaghah
ٌ ‫ )فَاتِّبَا‬dengan (‫)وأَدَا ٌء‬
Terdapat thibaaq antara (‫ع‬ ْ dengan (
َ serta ( ُّ‫)الحُر‬
ْ 28
‫)ال َع ْب ُد‬.
b. Asbabun nuzul

Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat 178.


Riwayat pertama dari Qatadah, asy-Sya’bi dan sejumlah tabi’in
bahwa di kalangan masyarakat jahiliyah dulu ada kezholiman. Jika
sebuah suku memiliki kekuatan lalu seorang budak di antara
mereka dibunuh oleh suku lain, mereka akan berkata “Kami hanya
akan membunuh orang merdeka di antara kalian sebagai
balasannya!”, sebagai bentuk sikap meninggikan diri dari suku lain.
dan jika seorang perempuan di antara mereka dibunuh oleh
perempuan dari suku lain maka mereka akan berkata “Kami hanya
hanya akan membunuh lelaki sebagai balasannya!”. Maka Allah
menurunkan ayat ini untuk memberitahu mereka bahwa hamba
dibunuh sebagai balasan pembunuhan terhadap hamba dan wanita
dibunuh sebagai balasan pembunuhan terhadap wanita. Dengan
demikian Allah melarang mereka untuk berbuat zalim.

Kemudian setelah itu Allah menurunkan firmannya dalam


surah al-Maidah ayat 45

‫ف َواأْل ُ ُذنَ بِاأْل ُ ُذ ِن‬ ِ ‫س َو ْال َع ْينَ بِ ْال َعي ِْن َواأْل َ ْنفَ بِاأْل َ ْن‬ َ ‫َو َكتَ ْبنَا َعلَ ْي ِه ْم فِيهَا أَ َّن النَّ ْف‬
ِ ‫س بِالنَّ ْف‬
ُ ‫ق بِ ِه فَهُ َو َكفَّا َرةٌ لَهُ ۚ َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أَ ْن َز َل هَّللا‬ َ ‫صاصٌ ۚ فَ َم ْن ت‬
َ ‫َص َّد‬ َ ِ‫َوالس َِّّن بِال ِّسنِّ َو ْال ُجرُو َح ق‬
َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُمون‬ َ ِ‫فَأُو ٰلَئ‬

28
Jilid I, hlm. 355.
Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di
dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa,
mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,
gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
As-Suddi meriwayatkan tentang ayat ini bahwa suatu ketika
penganut agama dari bangsa Arab yang satunya beragama Islam
dan yang lainnya kafir dzimmi bertengkar mengenai sebuah
perkara Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
mendamaikan mereka. Pada masa itu mereka biasanya membunuh
orang yang merdeka, para hamba sahaya, dan kaum wanita dengan
memerintahkan agar orang merdeka membayarkan diyat orang
merdeka, budak membayar diyat budak, dan wanita membayar
diyat wanita. Lalu nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
menjalankan hukum qisas terhadap mereka satu sama lain maka
turunlah ayat ini untuk menguatkan keputusan hukum beliau.29

c. Tafsir ayat

Sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam


diutus, hukuman bagi pelaku pembunuhan ada bermacam-macam.
Pada kalangan kaum Yahudi hukumannya adalah qisas sedangkan
di kalangan kaum Nasrani hukumannya adalah diyat dan pada
kalangan bangsa Arab jahiliyah kebiasaan balas dendam. Pada
kaum Arab jahiliyiah, yang dibunuh adalah orang yang selain
pembunuh, terkadang mereka membunuh kepala suku sebagai ganti
atau membunuh lebih dari satu orang dari suku si pembunuh,
bahkan terkadang mesti korban yang cuma satu orang mereka
menuntut balas terhadap 10 orang. jika korbannya adalah

29
Hlm. 355-356.
perempuan mereka menuntut balas kepada laki-laki, jika korbannya
budak mereka membunuh orang merdeka sebagai gantinya.

Islam kemudian menetapkan hukuman qisas sebagai


hukuman bagi pelaku pembunuhan. Hukuman ini adalah sebagai
bentuk aplikasi dari prinsip keadilan dan persamaan. Hukuman ini
akan mencegah manusia untuk melakukan tindakan kriminal
berupa pembunuhan. hukuman ini menjadi satu-satunya hukuman
yang efektif di zaman sekarang karena penjara tidak terlalu efektif
untuk membuat para penjahat jera.

Syariat Allah adalah aturan yang paling adil, bijaksana dan


paling tepat, karena Allah lebih mengetahui kemaslahatan tertinggi
bagi umat manusia dan yang paling tahu apa yang dapat mendidik
semua umat manusia. Di sisi lain syariat Islam juga
memperbolehkan diyat sebagai ganti dari qisas.

Makna ayat ini adalah orang-orang yang beriman


diwajibkan untuk melaksanakan hukuman qisas bagi seorang
pembunuh dengan menghukumnya seperti apa yang dilakukannya
terhadap orang yang dibunuhnya. Pada ayat ini juga terdapat
larangan untuk menganiaya satu sama lain dan hendaknya orang
yang merdeka dibunuh sebagai balasan terhadap pembunuhan yang
dilakukan terhadap orang yang merdeka pula.budak di bunuh
sebagai balasan pembunuhan terhadap budak. Dan wanita dibunuh
sebagai balasan atas terbunuhnya seorang wanita. Ayat ini juga
mengandung perintah untuk meninggalkan kezhaliman yang pernah
dilakukan pada masa jahiliyah, seperti hukuman membunuh lebih
dari satu orang sebagai balasan pembunuhan terhadap orang
merdeka atau pembunuhan orang merdeka sebagai balasan bagi
pembunuhan terhadap budak dan pembunuhan laki-laki sebagai
balasan pembunuhan terhadap wanita. Kemudian di dalam as-
sunnah dinerangkan bahwa laki-laki dibunuh apabila ia membunuh
wanita dan orang merdeka dibunuh apabila membunuh budak jika
ia bukan majikan budak tersebut.

Keadilan diperlukan dalam dalam qisas dan persamaan


menjadi syarat di dalamnya. Oleh karena itu, maka orang banyak
yang tidak dibunuh sebagai balasan pembunuhan terhadap orang
yang sedikit dan pemimpin tidak dibunuh sebagai balasan terhadap
pembunuhan terhadap anak buah. Hukuman qisas terbatas pada si
pembunuh saja tidak melampauinya sampai kepada salah satu
anggota sukunya ataupun kerabatnya.

Barangsiapa yang mendapatkan maaf atas kejahatannya dari


pihak wali korban meskipun yang memberi maaf itu hanya satu
orang dari beberapa wali korban tersebut seperti golongan ashabah
(kerabat dekat dari jalur ayah) ayah korban yang dengan
keberadaannya mereka merasa bangga dan dengan kehilangannya
mereka merasa pedih. dan pemaafan itu berupa penguguran qishash
ke diat maka si pemberi maaf dan orang lain harus berlaku baik
dalam menuntut tanpa memberatkan si pembunuh. Selain itu boleh
pula memberikan maaf tanpa meminta diat seperti firman Allah
dalam Surah an-Nisa ayat 92

3. Al-Baqarah ayat 183

َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬


َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫ا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa,

a. Balaghah
َ ِ‫ ) َك َما ُكت‬ini adalah tasybiih yang dikenal dengan istilah tasybiih
(‫ب‬
mursal mujmal. Tasybih disini berkenaan dengan kewajiban puasa
bukan tata caranya.30
b. Tafsir ayat
Persamaan yang dimaksud pada ayat ini adalah persamaan dalam
hal kefardhuan dari puasa tersebut. Artinya kewajiban berpuasa
pada umat Islam pada saat ini sama hukumnya dengan kewajiban
puasa pada umat-umat terdahulu. Namun ada pula yang pendapat
yang mengatakan bahwa persamaan itu berkenaan dengan
ukurannya atau lamanya puasa dan ada pula yang mengatakan
bahwa persamaan itu terdapat dalam cara-cara dalam berpuasa
yaitu dengan menahan diri dari makan dan minum. Pendapat
pertama lebih kuat sebab untuk memahami ayat ini cukup dengan
mengetahui bahwa Allah telah mewajibkan suatu puasa atas orang-
orang sebelum kita dan hal ini diakui oleh penganut semua agama
sebab telah diketahui bahwa puasa disyariatkan pada semua agama
bahkan pada agama yang menyembah berhala, pada kalangan
orang-orang Mesir kuno, bangsa Yunani, Romawi, dan India.
Dalam Kitab Taurat pada masa sekarang pun terdapat pujian
terhadap puasa dan orang-orang yang berpuasa. Ada riwayat kuat
bahwa Nabi Musa Alaihissalam dahulu pernah berpuasa selama 40
hari sedangkan pada zaman sekarang kaum Yahudi berpuasa
selama seminggu sebagai peringatan atas hancurnya Yerusalem dan
direbutnya kota ini oleh musuh dan mereka akan berpuasa 1 hari di
bulan Agustus demikian pula Injil yang ada sekarang memuji puasa
dan menganggapnya sebagai ibadah. Puasa di kalangan kaum
Nasrani yang paling terkenal dan sudah berlaku sejak dahulu kala
adalah puasa besar yang dilakukan sebelum hari Paskah. Puasa hari
tersebut dijalani oleh Nabi Musa, Nabi Isa dan kaum hawariyyin

30
Jilid I, hlm. 375
atau sahabat sahabat setia Nabi Isa, kemudian setelah generasi itu
para pemimpin gereja menetapkan macam-macam puasa yang lain.
Setelah menjelaskan hukum qishash dan wasiat, ayat-ayat terus
berlanjut memaparkan hukum-hukum syariat yang lain maka tidak
perlu mencari tahu hubungan antara hukum satu dengan hukum
berikutnya. Allah atas orang-orang yang beriman zaman Nabi
Adam. Penyebutan kata “iman” yang menuntut untuk
melaksanakan apa yang diserukan itu. Ayat ini menunjukkan
bahwa puasa merupakan kewajiban atas seluruh manusia. Ini
merupakan anjuran untuk menjalani puasa sekaligus merupakan
penjelasan bahwa perkara-perkara yang berat apabila sudah
menjadi umum atau dikerjakan oleh semua orang terasa ringan
untuk dikerjakan, dan orang yang melaksanakannya merasa santai
dan tentram karena perkara-perkara yang berat tersebut
berlandaskan kebenaran, keadilan dan persamaan.
Puasa menjadi penyuci jiwa, mendatangkan keridhaan Allah dan
mendidik jiwa agar bertakwa kepada Allah pada saat sepi dan
ramai dan membina kemauan dan mengajarkan kesabaran dan
ketahanan dan menanggung kesusahan, penderitaan dan
penghindaran syahwat.
Puasa mendidik jiwa untuk bertakwa yang terwujud dari beberapa
aspek penting diantaranya sebagai berikut:
1) Puasa memupuk jiwa untuk memiliki rasa takut
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala pada saat
sepi dan ramai, sebab tidak ada yang mengawasi
orang yang berpuasa kecuali Allah.
2) Puasa meredakan syahwat dan mengurangi
pengaruh dan kendalinya hingga ia kembali ke
batas normal.
3) Puasa memunculkan perasaan yang peka dan
melahirkan rasa kasih yang mendorong
seseorang untuk memberi.
4) Puasa merealisasikan konsep persamaan antara
si kaya dan miskin, antara orang yang
terpandang dengan orang biasa, dalam
pelaksanaan satu kewajiban yang sama.
5) Puasa membiasakan kedisiplinan dalam
kehidupan, pengekangan kehendak dalam tempo
antara batas waktu sahur dan berbuka dalam
satu waktu. Puasa mewujudkan penghematan
apabila etika puasa dilaksanakan.
6) puasa memperbaharui struktur fisik dan
menguatkan kesehatan, membebaskan badan-
dari endapan-endapan dan fermentasi yang
berbahaya, menyegarkan organ-organ tubuh dan
meningkatkan memori seseorang memantapkan
tekatnya dan mengkonsentrasikan pikirannya
tanpa menyibukkan diri dengan mengingat
kesenangan-kesenangan fisik.
Biasanya hal ini terwujud setelah 3 atau 4
hari berpuasa jika seseorang terbiasa dengan
puasa dan tidak menuruti keadaan lemas pada
masa pertama-tama puasa. Semua faedah fisik,
rohani kesehatan, dan sosial ini baru terwujud
apabila terpenuhi syaratnya yaitu tidak
berlebihan dalam menu berbuka dan sahur. Jika
tidak demikian, keadaannya malah akan
berbalik. Dampaknya akan menjadi buruk
apabila seseorang makan terlalu kenyang dan
tidak makan dalam porsi yang sedang. Selain
itu, agar tujuan-tujuan tersebut terealisasikan,
dalam puasa juga disyaratkan untuk menjaga
lidah, pandangan dan menghindari ghibah,
namimah (adu domba) dan hiburan yang haram.
Betapa banyak orang yang berpuasa namun
tidak mendapatkan apapun dari puasanya
kecuali rasa lapar dan dahaga. Jadi menahan diri
dari pembatal puasa yang abstrak sama
hukumnya dengan meninggalkan pembatal-
pembatal puasa yang bersifat materi.
Puasa terbatas pada beberapa hari tertentu
yang sedikit jumlahnya yaitu 1 bulan dalam
setahun dan ia biasanya berlalu dengan cepat
karena hari-hari di bulan Ramadhan penuh
berkah berlimpah kebaikan dan ihsan.

4. Al-Baqarah ayat 216

‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالقِتَا ُل َوهُ َو ُكرْ هٌ لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن تَ ْك َرهُوا َش ْيئًا َوهُ َو خَ ْي ٌر لَ ُك ْم ۖ َو َع َس ٰى أَ ْن‬


َ ِ‫ُكت‬
ْ َ ‫هَّللا‬ ُ
َ‫تُ ِحبُّوا َش ْيئًا َوهُ َو َش ٌّر لَك ْم ۗ َو ُ يَ ْعلَ ُم َوأنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬
Artinya: Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang
itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.
a. Balaghah
(‫ ) َوهُ َو ُكرْ هٌ لَ ُك ْم‬kata kurhun ini bermakna makruuhun dan pemakaian
dalam bentuk mashdar sebagai ganti isim maf’uul ini berfungsi
sebagai mubaalaghah. Sementara itu antara kalimat (‫) َو َع َس ٰى أَ ْن تَ ْكر‬
dengan kalimat (‫ ) َو َع َس ٰى أَ ْن تُ ِحبُّوا َش ْيئًا‬dalam ilmu badi’ dikenal dengan
istilah al-muqaabalah. ( َ‫ ) َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َوأَ ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬dalam susunan kalimat
ini yang terdapat metode yang disebut dengan thibaaqus-salb.31
31
Jilid I, hlm. 485.
b. Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas berkata “Ketika Allah mewajibkan jihad terhadap
kaum muslimin mereka merasa keberatan dan tidak suka sehingga
turunlah ayat ini”.32
c. Tafsir ayat
Pada ayat sebelumnya berisi tentang infaq (ayat 215) sedangkan
pada ayat ini disebutkan hukum-hukum perang, sehingga hukum
perang disebutkan setelah hukum tentang sedekah infak secara
sukarela yang pada keduanya terdapat hubungan yang erat. Perang
membutuhkan pengorbanan harta benda dan harta benda
merupakan rekan dari nyawa. Infaq adalah jihad dengan harta maka
sangat sesuai jika setelah infak disebutkan jihad yang derajatnya
lebih tinggi daripada pengorbana harta karena dengan keduanyalah
agama menjadi tegak dan menegakkan agama memerlukan
pengorbanan harta dan jiwa.
Kaum muslimin diwajibkan untuk memerangi orang-orang kafir
dan kewajiban ini sifatnya fardhu kifayah namun jika musuh telah
memasuki negeri Islam maka hukum memerangi mereka adalah
fardhu ‘ain. Menurut jumhur ulama, memerangi orang kafir ini
sekedar fardhu kifayah bukan fardhu ain. Kemudian ada ijma’ yang
mengatakan bahwa jihad adalah fardhu kifayah hingga musuh telah
menyerbu negeri Islam dan dalam keadaan demikian hukumnya
menjadi fardhu ‘ain. Atha’ berkata “Berperang diwajibkan atas
setiap individu dari para sahabat nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam tetapi setelah syariat Islam turun secara sempurna
ia menjadi fardhu kifayah.
Peperangan itu terasa berat dan tidak disukai berdasarkan tabiat
kemanusiaan sebab ia membutuhkan pengorbanan harta dan
membuat nyawa terancam. Ketidaksukaan wajar dan tidak
bertentangan dengan kerelaan terhadap apa yang dibebankan

32
Hlm. 486.
kepada manusia. Kadang manusia rela meminum pil yang pahit
sebab pil itu mengandung manfaat. Barangkali seseorang
membenci sesuatu berdasarkan tabiatnya padahal sesuatu itu
mengandung kebaikan dan manfaat bagi dirinya untuk masa depan
dan peperangan itu menghasilkan salah satu dari dua hal yaitu
menang dan harta rampasan perang atau mati syahid dan pahala
serta keridaan Allah. Jihad merupakan usaha untuk meninggikan
agama Islam mengangkat tinggi menara kebenaran dan keadilan,
menolak kezhaliman. Ada kalanya seseorang menyukai sesuatu
misalnya suka untuk tidak ikut perang padahal sebenarnya hal itu
buruk bagi dirinya sebab tidak berperang itu akan mengakibatkan
kehinaan, kemiskinan, tidak mendapat pahala, dominasi musuh atas
negeri-negeri dan harta benda Islam dan pelecehan terhadap hal-hal
yang disucikan oleh mereka dan itu tidak boleh jadi itu akan
membuat mereka tertumpas habis.
Dan Allah mengetahui bahwa ia lebih baik bagi kehidupan dunia
ini dan Dia hanya memerintahkan perkara yang mengandung
kebaikan dan maslahat sedangkan manusia terkadang lantaran
karena keterbatasan ilmu tidak mengetahui apa yang diketahui oleh
Allah. Karena itu janganlah seseorang cenderung untuk memilih
tidak ikut jihad sebab hal itu bisa saja berakibat buruk karena dunia
ini dan juga dan tidak akan lepas dari pertentangan kepentingan
diantara sesama manusia dan bersegeralah melaksanakan perintah
Allah dan jangan terbawa oleh dorongan hawa nafsu karena Allah
telah mengetahui bahwa dia akan memenangkan agamanya dan
menolong pemeluknya meski jumlah mereka sedikit dan dia akan
menghinakan kaum kafir meskipun jumlah mereka banyak.33
5. Al-Baqarah ayat 221

33
Jilid 1, Hlm. 487-490.
‫ت َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِم َّن ۚ َوأَل َ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا‬
‫ك يَ ْد ُعونَ إِلَى‬ ٰ
َ ِ‫ك َولَوْ أَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ أُولَئ‬ ٍ ‫تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر‬
ِ َّ‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِإ ِ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون‬ ِ َّ‫الن‬
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.
a. Balaghah
( ‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى ْال َجنَّ ِة‬
ِ َّ‫ )يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن‬terdapat thibaaq antara kata an-naar
(neraka) dan al-jannah (surga).34
b. Asnbabun Nuzul
Ibnul Munzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi menuturkan dari
Muqatil, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ibnu Abi Marstad
al-Ghanawiy. Suatu ketika ia meminta izin kepada Rasulullah
untuk menikahi ‘Anaq, seorang wanita musyrik yang cantik jelita
maka turunlah ayat ini.
Pada riwayat lain diceritakan bahwa Rasulullah mengutus Marstad
bin Abi Marstad al-Ghanawiy ke Mekah guna membawa pergi
beberapa orang muslim yang tertawan di sana. Marstad pada masa
jahiliyah dahulu sudah jatuh hati kepada seorang perempuan yang
bernama ‘Anaq, wanita ini kemudian menemui Marstad dan
berkata “Maukah kamu berduaan denganku?” Martsad menjawab,
“Celakalah kamu, Islam telah menghalangi hubungan di antara
kita”. Wanita itu lalu berkata, “Kalau begitu bersediakah engkau
menikahiku?” lalu ia menjawab, “Ya, tapi aku akan pulang dahulu
meminta izin dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.” setelah
ia mengutarakan keinginannya itu, maka turunlah ayat ini.
34
Jilid 1, Hlm. 510.
al-Wahidi meriwayatkan dari as-Suddi dari Abu Malik dari Ibnu
Abbas bahwa ayat ini turun berhubungan dengan Abdullah Bin
Rawahah. Dahulu ia pernah memiliki seorang budak wanita
berkulit hitam, lalu suatu ketika ia marah dan budak itu. Setelah
hilang amarahnya, ia pun merasa cemas. Maka ia pun menghadap
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan melaporkan kejadian
itu. Ia pun berkata “Sungguh saya akan memerdekakannya dan
menikahinya”. Hal itu benar-benar ia wujudkan. Sebagian orang
lantas mencemoohnya, bahwa ia telah menikahi budak perempuan.
Maka Allah pun menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir ath-Thabari
meriwayatkan kisah ini dari as-Suddi secara munqathi.
Menurut Suyuthi, dari sebab-sebab turunnya ayat tersebut maka
dapat dicatat dua hal. Pertama, yaitu riwayat yang menyebutkan
bahwa sahabat menjadi sebab turunnya ayat adalah untuk
menjelaskan makna ayat itu tapi kandungan ayat tersebut
mencakup kejadian lain yang serupa dengannya. kedua, boleh jadi
sebab yang mereka sebutkan itu terjadi setelah turunnya ayat.35
c. Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa menikahi orang musyrik itu haram.
Sehingga kesimpulannya, tidak boleh seorang muslim menikahi
wanita-wanita musyrik selama mereka masih dalam kemusyrikan
dan sesungguhnya budak perempuan yang beriman kepada Allah
dan rasulnya lebih baik meskipun ia jelek dan hina daripada wanita
merdeka yang musyrik walaupun dia berasal dari keturunan
terhormat, sangat cantik serta kaya raya. Hal ini disebabkan karena
faktor iman adalah menjadi penentu kesempurnaan agama dan
kehidupan sekaligus sedangkan harta dan strata sosial hanya
menjadi tolak ukur kesempurnaan dunia semata. mengutamakan
agama dan dunia yang melengkapinya lebih baik ketimbang
mengutamakan dunia saja.

35
Jilid I, hlm. 511.
Sebab diharamkannya pernikahan antara lelaki muslim dengan
wanita musyrik serta antara wanita muslim dan kafir (baik dari ahli
kitab maupun kaum musyrikin) adalah karena orang-orang musyrik
itu mengajak kepada kekafiran dan mengajak orang lain untuk
melakukan perbuatan buruk yang berujung kepada neraka. Mereka
tidak memiliki agama yang benar yang akan membimbing mereka
dan juga tidak memiliki Kitab samawi yang membimbing mereka
kepada kebenaran. Sebab lain dari pengharaman pernikahan ini
adalah karena pertentangan antara tabiat hati yang berisi cahaya
iman dengan hati yang berisi dengan kegelapan dan kesesatan.
Oleh sebab itu tidak diperbolehkan mengikat hubungan perkawinan
antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin, sebab ikatan
perkawinan mengharuskan saling memberi nasihat, menumbuhkan
kasih sayang, membuat kaum muslimin terpengaruh dengan
mereka yang mengakibatkan terjadinya penularan ide-ide yang
sesat. Kaum muslimin akan meniru berbagai tingkah laku dan
kebiasaan yang berlawanan dengan syariat Islam dan mereka tidak
akan segan-segan untuk mengajak kaum muslimin kepada
kesesatan dan di samping itu mereka juga akan mendidik anak-
anak kaum muslimin dan membuat mereka terbiasa dengan
kehidupan yang sesat. Intinya sebab-sebab diharamkannya
pernikahan dengan mereka adalah karena mereka mengajak kepada
neraka sedangkan Allah mengajak dan membimbing kaum
muslimin melalui kitab yang diturunkan-Nya dan para nabi yang
diutus-Nya kepada perbuatan-perbuatan yang mengantarkan
kepada surga, ampunan dan penghapusan dosa atas izin dan
kehendaknya. Dia juga menjelaskan ayat-ayat serta hukum-hukum-
Nya kepada manusia supaya mereka berpikir sehingga dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta tidak
melanggar perintahnya dan mengikuti hawa nafsu serta bujukan
setan.36
6. Al-Baqarah ayat 239

َ‫فَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم فَ ِر َجااًل أَوْ رُ ْكبَانًا ۖ فَإ ِ َذا أَ ِم ْنتُ ْم فَ ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َك َما َعلَّ َم ُك ْم َما لَ ْم تَ ُكونُوا تَ ْعلَ ُمون‬
Artinya: Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka
shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu
telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
a. Balaghah
Ada thibaaq antara (‫ )أَ ِم ْنتُ ْم‬dan (‫)خ ْفتُ ْم‬.
ِ Kata syarat ( ‫ )فَإ ِ ْن‬dipakai karena
rasa takut itu belum benar-benar muncul di hati. Sedangkan untuk
yang kedua dipakai kata (‫ )فَإ ِ َذا‬karena rasa aman sudah benar-benar
terwujud. kalimat yang menjadi jawaab syarth untuk pertama
berbentuk singkat saja dan ini disesuaikan dengan keadaan takut itu,
sedangkan yang menjadi jawaab syarth untuk yang kedua lebih
panjang agar sesuai dengan kondisi keamanan dan kestabilan.37
b. Tafsir ayat
Karena pentingnya ibadah salat, maka Islam tidak memperbolehkan
umatnya untuk meninggalkan salat dalam keadaan apapun. Tidak
ada alasan yang dapat dipakai seseorang untuk meninggalkan salat
bahkan jika mereka dalam keadaan yang terancam jiwanya,
hartanya, atau kehormatannya oleh musuh sekalipun. Seorang
muslim tidak diperbolehkan untuk meninggalkan salat dan jika
mereka khawatir akan terkena mudharat maka salat tersebut bisa
dilakukan dengan berdiri atau bahkan sambil berjalan atau
berkendaraan sekalipun. Jika keadaan telah aman dan tidak ada lagi
bahaya yang mengancam maka diperintahkan shalat sebagaimana
dalam aturan-aturan syariat Islam.
Al-Qurthubi berkata: Artinya: Kembalilah kepada apa yang
diperintahkan kepadamu yaitu menyempurnakan rukun-rukun dan
bersyukur kepada Allah karena dia telah mengajarimu cara sholat
yang sah dan kamu tidak ketinggalan satu salat pun dan itulah yang
tadinya tidak kamu ketahui38
7. Al-Baqarah ayat 258

36
Jilid I,hlm. 511-512
37
Jilid I,hlm. 593.
38
Jilid I, hlm. 596.
‫ك إِ ْذ قَا َل إِ ْب َرا ِهي ُم َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي‬
َ ‫أَلَ ْم تَ َر إِلَى الَّ ِذي َحا َّج إِ ْب َرا ِهي َم فِي َربِّ ِه أَ ْن آتَاهُ هَّللا ُ ْال ُم ْل‬
ْ ْ ُ ‫يت قَا َل أَنَا أُحْ يِي َوأُ ِم‬
ِ ‫ق فَأ‬
َ‫ت بِهَا ِمن‬ ِ ‫س ِمنَ ْال َم ْش ِر‬ ِ ‫يت ۖ قَا َل إِب َْرا ِهي ُم فَإ ِ َّن هَّللا َ يَأتِي بِال َّش ْم‬ ُ ‫َويُ ِم‬
َّ ْ
َ‫ب فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكفَ َر ۗ َوهَّللا ُ اَل يَ ْه ِدي القَوْ َم الظالِ ِمين‬ ِ ‫ْال َم ْغ ِر‬
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang
mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika
Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan
mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan
mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan
matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah
orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.
a. Balaghah
(‫ )أَلَ ْم تَر‬istifham di dalam kata ini memiliki maksud ta’ajjub
(keheranan), sedangkan yang dimaksud dengan melihat adalah
melihat dengan hati serta atau akal fikiran bukan melihat dengan
indra penglihatan.
(‫يت‬ ُ ‫ )يُحْ يِي َويُ ِم‬menggunakan fi’lul mudhaari’ karena dengan fi’lul
mudhaari’ memiliki arti tentang suatu pekerjaan yang dilakukan
terus-menerus.
(‫يت‬ُ ‫ ) َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي َويُ ِم‬susunan kata seperti ini memiliki fungsi qashru,
karena mubtada’ dan khabar sama-sama dalam bentuk ismul
ma’rifah. Sehingga artinya adalah bahwa hanya Allah satu-satunya
Dzat Yang menghidupkan dan mematikan
Di dalam ayat ini juga terdapat thibaaq, yaitu antara kata (‫)يُحْ يِي‬
dengan kata (‫يت‬ ُ ‫ )يُ ِم‬dan antara kata (‫ق‬ ْ dengan kata (‫ب‬
ِ ‫)ال َم ْش ِر‬ ْ
ِ ‫)ال َم ْغ ِر‬.
(‫ )فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكفَ َر‬ungkapan ini memberikan suatu pemahaman bahwa
‘illat dan sebab Namrudz terdiam dan tidak memanfaat lagi adalah
karena kekufurannya. Seandainya ungkapan
n yang digunakan adalah (‫ )فَبُ ِهتَ َكفَ َر‬maka tidak bisa memberikan
pemahaman seperti ini.39
b. Tafsir ayat
Namrudz mengajukan pertanyaan kepada Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam tentang Allah setelah Nabi Ibrahim Alaihissalam
menghancurkan berhala-berhala yang dijadikan sebagai sesembahan
selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Nabi Ibrahim menjawab
pertanyaan Namrudz “Tuhanku adalah Yang Menghidupkan dan
Mematikan, Dia adalah tuhan Yang Menciptakan kehidupan dan
39
Jilid II, hlm. 52.
Kematian. Kemudian Namrudz berkata “Saya bisa menghidupkan
sebagian orang yang diancam hukuman mati dengan memberikan
mereka ampunan dan bisa menghidupkan sebagian yang lain dengan
tetap melaksanakan hukuman mati atas mereka. Lalu Namrudz
meminta agar didatangkan dua orang, yang satunya ia berikan aku
ampunan sedangkan yang satunya lagi ia bunuh. Lalu Namrudz juga
lanjut menangkap empat orang dan memasukkannya ke dalam
sebuah rumah tanpa memberikan mereka makanan untuk beberapa
hari, kemudian dia memberi makan dua dari keempat orang tersebut
sehingga mereka berdua tetap hidup lalu membiarkan dua yang
lainnya tanpa makanan dan minuman sehingga mereka berdua mati.
Ini adalah titik kelemahan pertama atas argumen dan dalil
yang diajukan oleh Namrudz karena yang dimaksud dengan ucapan
Nabi Ibrahim adalah kehidupan setelah sebelumnya tidak ada dan
menghilangkan kehidupan yang terdapat di dalam seluruh makhluk
hidup baik berupa tumbuhan, hewan ataupun lainnya, bukan hanya
sekedar menyebabkan tetapnya sebuah kehidupan atau
menyebabkan hilangnya sebuah kehidupan bagi orang yang
dijatuhi hukuman mati. Jawaban Namrudz itu berarti bahwa ia
hanya menjadi sebab hidup atau mati.
Ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam melihat bahwa
Namrudz salah dan tidak memahami dengan baik apa yang
dimaksudkan dengan menghidupkan serta mematikan maka Nabi
Ibrahim menggunakan subuh hujjah atau argument lainnya yang
tidak mungkin disalahartikan oleh Namrudz.
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam berkata “Sesungguhnya
Tuhanku yang memberikan kehidupan dan mencabutnya dengan
kekuatan dan kehendak-Nya yang mutlak adalah juga Tuhan yang
menerbitkan matahari dari Timur. Jika kamu mengaku sebagai
Tuhan, coba kamu ubah perjalanan matahari yang awalnya terbit
dari timur dan tenggelam di barat menjadi terbit dari barat dan
tenggelam di timur.
Dihadapkan pada tantangan seperti ini Namrudz tidak bisa
memberikan jawaban apapun. Ia bingung dan terdiam. Dengan
argument tersebut, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam berhasil
mengalahkannya serta mempermalukannya di depan banyak orang.
Nabi Ibrahim juga mampu menjatuhkan argumentasinya sehingga
mulut tidak bisa berkata “Saya telah menerbitkan matahari dari
barat”. Karena kenyataannya, mustahil baginya untuk melakukan
hal tersebut.
Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang
yang zalim terhadap diri mereka sendiri dan melarikan diri ddan
memalingkan diri mereka dari hidayah Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.40

8. Al-Baqarah ayat 271

‫ت فَنِ ِع َّما ِه َي ۖ َوإِ ْن تُ ْخفُوهَا َوتُ ْؤتُوهَا ْالفُقَ َرا َء فَهُ َو َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ۚ َويُ َكفِّ ُر َع ْن ُك ْم‬
ِ ‫ص َدقَا‬ َّ ‫إِ ْن تُ ْبدُوا ال‬
‫ِم ْن َسيِّئَاتِ ُك ْم ۗ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر‬
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih
baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian
kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Balaghah

Pada ayat ini terdapat ath-thibaaq, yaitu antara kata (‫ )تُ ْبدُوا‬dan kata (‫)تُ ْخفُوهَا‬.41

Asbabun Nuzul

Menurut Ibnu Abi Hatim berkata bahwa ayat ( ‫ت فَنِ ِع َّما ِه َي‬ َّ ‫ )إِ ْن تُ ْب دُوا‬turun
ِ ‫الص َدقَا‬
berkaitan dengan sedekah yang diserahkan Abu Bakar r.a dan Umar Bin Khattab

40
Jilid II, hlm. 54-55.
41
Jilid II, hlm. 96.
r.a. kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam. Adapun Umar, ia
menyerahkan separuh hartanya kepada Rasulullah. Lalu beliau berkata “Apakah
kamu tidak menyisihkan harta untuk keluargamu wahai Umar?”. Umar berkata
“Saya telah menyisihkan separuh harta saya untuk mereka wahai Rasulullah”.
Sedangkan Abu Bakar r.a. datang dengan membawa seluruh hartanya secara
sembunyi-sembunyi lalu menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam. Lalu beliau berkata kepadanya “Apakah kamu tidak menyisihkan harta
untuk keluargamu wahai Abu Bakar?”. Lalu Abu Bakar berkata “Janji Allah
Subhanahu Wa Taala dan janji Rasul-Nya.

Mendengar jawaban itu Umar menangis. Lalu Umar berkata “Wahai Abu Bakar
sungguh kita tidak berlomba mencapai pintu kebaikan kecuali kamu berhasil
mendahului kami.42

Tafsir ayat

Apa yang diinfakkan, baik itu didasarkan kepada keikhlasan hanya karena Allah
Subhanahu Wa Ta'ala semata atau karena riya’ atau dibarengi dengan sikap al-
Mannu dan al-Adzaa atau infak yang tidak diikuti dengan kedua sikap ini atau apa
yang dinazarkan di dalam kata ketaatan atau apa yang dinazarkan di dalam
kemaksiatan, maka sesungguhnya Allah mengetahui semua itu dan akan
memberikan balasan yang sesuai. Jika baik maka balasannya juga baik dan jika
jelek maka balasan juga jelek. Hal ini berarti mengandung unsur at-Targhiib
(memberi semangat atau dorongan) untuk melakukan kebaikan dan at-Tarhiib
(membuat takut) untuk melakukan kejelekan.
Tidak ada satu pun penolong bagi seseorang di hari kiamat nanti atas orang-orang
yang zalim terhadap diri mereka sendiri dengan bersikap kikir dan tidak mau
bersedekah. Jika seseorang menampakan sedekah sunnah dengan tujuan agar
orang lain tertarik untuk menirunya maka itu baik. Namun jika orang-orang
menyembunyikankan sedekahnya dan tidak memberitahukannya kepada siapapun
dan memberikannya kepada fakir miskin maka itu lebih baik untuk menghindari
munculnya sikap riya’ dan sum'ah. Dengan sedekah itu maka Allah akan
mengampuni sebagian dosa-dosa, karena sedekah tidak bisa menghapus dosa dan
kesalahan.
Allah Maha Tahu tentang setiap amal yang dikerjakan dan Maha Tahu tentang
segala perkara sekecil apapun itu. Allah Maha Tahu tentang segala rahasia dan

42
Jilid II, hlm. 95.
segala apa yang sembunyikan dan Allah akan memberikan balasan atas segala apa
yang dilakukan. Sikap riya’ dalam berinfak harus dijauhi karena Allah Subhanahu
Wa Ta'ala mengetahui niat yang tersembunyi ataupun yang ditampakkan dalam
sedekah yang dikeluarkan.43
9. Al-Baqarah ayat 274

ٌ ْ‫ار ِس ًّرا َو َعاَل نِيَةً فَلَهُ ْم أَجْ ُرهُ ْم ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َواَل خَ و‬


‫ف‬ ِ َ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ أَ ْم َوالَهُ ْم بِاللَّ ْي ِل َوالنَّه‬
َ‫َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬
Artinya: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam
dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
a. Balaghah
Pada ayat ini terdapat ath-thibaaq antara kata (‫ )بِاللَّيْل‬dengan kata (
‫ )النَّهَار‬serta kata (‫ ) ِس ًّرا‬dengan kata (ً‫) َعاَل نِيَة‬.44
b. Asbabun nuzul
Ath-Thabrani abu Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yazid bin
Abdullah bin Abi Gharib dari ayahnya dari kakeknya dari
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa ayat ini turun
berkaitan dengan orang-orang yang memiliki kuda yang mereka
persiapkan untuk berjuang di jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Mereka selalu memberi makan kuda-kuda tersebut siang dan
malam baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-
terangan. Ayat ini turun berkaitan dengan mereka yaitu orang-
orang yang memelihara kuda tidak dengan niat untuk
menyombongkan diri dan bermegah-megahan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ayat ini turun berkaitan
dengan hal memelihara dan memberi makan kuda.45
c. Tafsir ayat
Ayat ini merupakan pujian dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala
kepada orang-orang yang berinfak di jalan-Nya dan ikhlas hanya

43
Jilid II, hlm. 96.
44
Jilid II, hlm. 101.
45
Jilid II, hlm. 102-103
mencari ridha Allah di setiap waktu dan keadaan, baik secara
sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Akan tetapi
dengan didahulukan yang kata al-Lail (malam) atas kata an-Nahar
(siang) dan kata as-Sirr (secara sembunyi-sembunyi) atas kata
al-‘alaaniyah (secara terang-terangan) memberikan suatu isyarat
bahwa lebih utama bersedekah secara sembunyi-sembunyi
daripada secara terang-terangan seperti yang telah dijelaskan pada
ayat tersebut.46

10. Al-Baqarah ayat 282

ۚ ‫أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَ ا ْكتُبُوهُ ۚ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َك اتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل‬
ْ‫ق هَّللا َ َربَّهُ َواَل يَبْخَ س‬ ِ َّ‫ق َو ْليَت‬ُّ ‫ب َك َما َعلَّ َمهُ هَّللا ُ ۚ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬َ ُ‫ب َكاتِبٌ أَ ْن يَ ْكت‬ َ ْ‫َواَل يَأ‬
ُ‫ض ِعيفًا أَوْ اَل يَ ْس ت َِطي ُع أَ ْن يُ ِم َّل هُ َو فَ ْليُ ْملِ لْ َولِيُّه‬ َ ْ‫ق َس فِيهًا أَو‬ ُّ ‫ِم ْنهُ َش ْيئًا ۚ فَ إ ِ ْن َك انَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬
َ‫ضوْ نَ ِمن‬ َ ْ‫بِ ْال َع ْد ِل ۚ َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َد ْي ِن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُكونَا َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُج ٌل َوا ْم َرأَتَا ِن ِم َّم ْن تَر‬
َ َ
‫ب ال ُّشهَدَا ُء إِ َذا َما ُدعُوا ۚ َواَل تَسْأ ُموا أ ْن‬ َ ْ‫ض َّل إِحْ دَاهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِحْ دَاهُ َما اأْل ُ ْخ َر ٰى ۚ َواَل يَأ‬ِ َ‫ال ُّشهَدَا ِء أَ ْن ت‬
‫لش هَا َد ِة َوأَ ْدن َٰى أَاَّل تَرْ تَ ابُوا ۖ إِاَّل أَ ْن‬ ٰ
َّ ِ‫ص ِغيرًا أَوْ َكبِيرًا إِلَ ٰى أَ َجلِ ِه ۚ َذلِ ُك ْم أَ ْق َس طُ ِع ْن َد هَّللا ِ َوأَ ْق َو ُم ل‬ َ ُ‫تَ ْكتُبُوه‬
‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَ ا ٌح أَاَّل تَ ْكتُبُوهَ ا ۗ َوأَ ْش ِهدُوا إِ َذا تَبَ ايَ ْعتُ ْم ۚ َواَل‬ َ ‫اض َرةً تُ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي‬ ِ ‫ارةً َح‬ َ ‫تَ ُكونَ تِ َج‬
‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬ ‫هَّللا‬
‫ق بِ ُك ْم ۗ َواتَّقُوا َ ۖ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ُ ۗ َو ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬ ُ ْ
ٌ ‫ضا َّر َكاتِبٌ َواَل َش ِهي ٌد ۚ َوإِ ْن تَف َعلوا فَإِنَّهُ فُسُو‬ َ ُ‫ي‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu


bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
46
Jilid II, hlm. 111.
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli;
dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ‫ص‬.
a. Balaghah
Terdapat beberapa bentuk jinaas di dalam susunan-susunan kata
berikut, (‫)تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن‬, (‫) َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َدي ِْن‬, (‫)ويُ َعلِّ ُم ُك ُم‬,
َ (‫) َعلِي ٌم‬.
Al-Ithnaab, yaitu,
(‫ب‬ َ ْ‫)فَا ْكتُبُوهُ ۚ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َكاتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل ۚ َواَل يَأ‬,
ُّ ‫ق هَّللا َ َربَّهُ َواَل يَ ْب َخسْ ِم ْنهُ َش ْيئًا ۚ فَإ ِ ْن َكانَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬
(‫ق‬ ِ َّ‫ق َو ْليَت‬
ُّ ‫) َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح‬, (
‫ض َّل إِحْ دَاهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِحْ دَاهُ َما اأْل ُ ْخ َر ٰى‬ ِ َ‫)أَ ْن ت‬
Terdapat ath-thibaaq di dalam susunan susunan kata berikut ( ‫أَ ْن‬
ِ ‫)ت‬, (‫)فَتُ َذ ِّكر‬.
‫َض َّل‬
Disebutkannya kata al-Jalaalah (Allah) di dalam beberapa susunan
ِ َّ‫) َو ْليَت‬, (ُ ‫) َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هَّللا‬, (‫) َوهَّللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬.
kata berikut, (َ ‫ق هَّللا‬
Memiliki maksud dan tujuan untuk memupuk rasa mahabbah
(takut yang disertai hormat) di dalam jiwa dan untuk menegaskan
bahwa pesan yang disampaikan merupakan suatu perkara yang
besar.
Menyebutkan lafzhul jalaalah (Allah) dan Rabb di dalam suatu
tempat bertujuan lil-mubaalaghah (melebih-lebihkan) di dalam (at-
tahdziir) peringatan dan menakut-nakuti.47
b. Tafsir ayat
Pada ayat ini Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk
membuat surat tanda bukti atau transaksi atas segala bentuk jual
beli, akad salam (pesanan), akad utang-piutang, menjual sesuatu
47
Jilid II. Hlm. 134-135.
dengan harga yang tidak langsung dibayar tunai atau menjual
barang yang keberadaannya dijanjikan pada waktu tertentu dengan
dengan menjelaskan jenis, bentuk, dan jumlahnya dengan harga
yang dibayar di depan atau yang dikenal dengan istilah akad salam
atau salaf (pesanan) atau memberikan pinjaman hutang.
Surat tanda bukti transaksi tersebut dilengkapi dengan penjelasan
tentang tempo waktu pelunasan baik dengan hitungan hari bulan
ataupun tahun masih banyak waktu pelunasan hutang tersebut jelas
dan pasti serta tidak boleh menggunakan tempo waktu yang tidak
jelas seperti sampai waktu panen menurut pendapat mayoritas
ulama. Tujuan penulisan surat tanda bukti atau transaksi secara
tidak tunai seperti ini bisa lebih memperkuat isi kesepakatan dan
lebih dapat mengantisipasi terjadinya perselisihan di kemudian
hari.
Kemudian pada ayat ini dijelaskan tentang cara penulisan surat
tanda bukti tersebut dengan menjelaskan siapa saja yang berhak
untuk melakukannya, yaitu hendaknya juru tulis surat tanda bukti
tersebut adalah orang yang dapat dipercaya, adil, netral, tidak
memihak salah satu pihak, memahami ilmu fiqih, memiliki
keberagamaan yang baik, cerdas serta cermat. Ia harus menulis
dengan benar dan jujur, tanpa memihak kepada salah satu pihak
serta tulisannya harus jelas, jauh dari penggunaan kata-kata yang
bisa diartikan ke bermacam-macam makna. Karena jurus-jurus
tulis dalam hal ini seperti seorang qadhi atau hakim di antara orang
yang memberikan hutang dan orang yang berhutang. Hal ini
menunjukkan disyaratkannya sifat adil bagi orang menjadi menjadi
juru tulis dalam masalah ini.
Allah memberi pesan kepada juru tulis yang melarangnya bersikap
enggan atau menolak jika diminta untuk menjadi juru tulis.
Sehingga selama memiliki kemampuan, tidak boleh bagi seseorang
yang memiliki keahlian menulis menolak jika diminta untuk
menuliskan surat tanda bukti transaksi seperti itu dan hendaknya ia
menuliskannya sesuai dengan metode yang telah diajarkan oleh
Allah Subhanahu Wa Ta'Ala kepada dirinya. Jadi huruf kaf di
dalam ayat ini kedudukannya menjadi sifat dari sebuah kata yang
dibuang. Ia tidak boleh menambahi dan tidak boleh mengurangi
dan juga tidak boleh untuk bersikap merugikan orang lain.48

C. Amtsal Kaminah
1. Al-Baqarah ayat 35

‫ْث ِش ْئتُ َما َواَل تَ ْق َربَا ٰهَ ِذ ِه‬


ُ ‫ك ْال َجنَّةَ َو ُكاَل ِم ْنهَا َر َغدًا َحي‬
َ ‫َوقُ ْلنَا يَا آ َد ُم ا ْس ُك ْن أَ ْنتَ َو َزوْ ُج‬
َ‫ال َّش َج َرةَ فَتَ ُكونَا ِمنَ الظَّالِ ِمين‬
Artinya: Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu
dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu
dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
zalim.
a. Balaghah
(َ‫ ) ِش ْئتُ َما َواَل تَ ْق َربَا ٰهَ ِذ ِه ال َّش َج َرة‬maksudnya, “Jangan memakan buah pohon
ini”. Susunan ini mengungkapkan larangan tersebut dengan kata
“Jangan dekati” yang dipakai dengan tujuan untuk menyatakan
kesungguhan dalam larangan memakannya.49
b. Tafsir ayat
Allah telah memerintahkan Adam dan istrinya untuk tinggal di
surga dan semua isinya dengan sesuka hati mereka. Adam dan
istrinya diizinkan untuk memakan semua makanan lezat yang ada
di dalam surga, hanya saja Allah melarang mereka untuk memakan
buah dari sebatang pohon. Memakan buah dari pohon tersebut
berarti menganiaya diri mereka sendiri, akan tetapi setan menggoda

48
Jilid II, hlm 139-140.
49
Jilid I, hlm. 102.
mereka untuk memakan buah pohon itu. Kemudian Allah
mengilhamkan kepada beberapa kalimat sehingga dia beserta
istrinya melaksanakan kalimat-kalimat tersebut dan bertaubat
dengan tulus, maka Allah akan menerima taubat mereka karena
Allah adalah Zat Yang banyak menerima taubat dan luas rahmat-
Nya kepada hamba-hamba-Nya.50

2. Al-Baqarah ayat 57

‫ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم ۖ َو َما‬ َ ‫َوظَلَّ ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َغ َما َم َوأَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َم َّن َوالس َّْل َو ٰى ۖ ُكلُوا ِم ْن‬
ِ ‫طيِّبَا‬
َ‫ظلِ ُمون‬ ْ َ‫ظَلَ ُمونَا َو ٰلَ ِك ْن َكانُوا أَ ْنفُ َسهُ ْم ي‬

Artinya: Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami


turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan
yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah
mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya
diri mereka sendiri.
a. Balaghah
(‫)وظَلَّ ْلنَا‬
َ di sini juga mengandung ringkasan dengan menghapus
ْ َ‫ )ي‬yakni
sebagian kata, penggabungan antara (‫ )ظَلَ ُمونَا‬dan ( َ‫ظلِ ُم ون‬
bentuk maadhi dan mudaari’ berfungsi untuk menunjukkan betapa
mereka selalu melakukan kezaliman tanpa henti.51
b. Tafsir ayat
Di antara nikmat yang Allah berikan kepada Bani Israil adalah
awan putih yang tipis yang menaungi Bani Israil dari terik matahari
ketika berada di lembah Tih yang terletak di antara Syam dan
Mesir selama 40 tahun dalam keadaan bingung dan tersesat, setelah
para leluhur mereka meninggalkan Mesir dan menyeberangi lautan.
Kemudian Allah mengaruniai mereka dengan berbagai macam
makanan dan minuman seperti al-Mann yang rasanya seperti madu
dan as-salwa seperti burung puyuh dan rasanya lezat. al-Mann

50
Jilid I, hlm. 103-104.

51
Jilid I, hlm. 126.
turun kepada mereka seperti turunnya kabut sejak terbit fajar
sedangkan as-salwa datang sendiri kepada mereka sehingga setiap
orang dapat mengambil secukupnya sampai untuk esok hari.
Kemudian Allah berfirman kepada mereka makanlah dari rezeki
yang baik itu dan bersyukurlah kepada Allah namun mereka tidak
patuh mereka mengingkari nikmat-nikmat yang banyak itu dan
merugikan diri mereka sendiri. Allah menghentikan pemberian
nikmat tersebut dan dia membalas mereka atas pelanggaran
mereka.52
3. Al-Baqarah ayat 63

‫الطو َر ُخ ُذوا َما آتَ ْينَا ُك ْم بِقُ َّو ٍة َو ْاذ ُكرُوا َما فِي ِه لَ َعلَّ ُك ْم‬
ُّ ‫خَذنَا ِميثَاقَ ُك ْم َو َرفَ ْعنَا فَوْ قَ ُك ُم‬
ْ َ‫َوإِ ْذ أ‬
َ‫تَتَّقُون‬
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari
kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami
berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu
dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa".
a. Balaghah
(‫ ) ُخ ُذوا‬dalam susunan ini terdapat ringkasan dengan hapus sebagian
kata, taqdiirnya (‫لهم قلنا‬:‫) ُخ ُذوا‬.53
b. Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan tentang Allah yang mengingatkan Bani Israil
tentang perjanjian para leluhur mereka kepada Allah Subhanahu
Wa Ta'ala, bahwa mereka akan mengamalkan isi Taurat. Namun
mereka menolak sehingga Allah mengangkat gunung thur ke atas
kepala mereka untuk menakut-nakuti. Allah memerintahkan agar
Bani Israel itu berpegang teguh kepada isi Taurat, memerintahkan
agar mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat termasuk
hukum-hukumnya serta makna-makna yang terkandung di
dalamnya agar mereka menjadi orang yang bertakwa. Sebab ilmu
membimbing ke arah amal dan amal memantapkan ilmu di dalam
52
Jilid I, hlm. 128.
53
Jilid I, hlm. 139.
jiwa serta menciptakannya di dalamnya watak muraqabah (merasa
selalu diawasi) kepada Allah. Dengan adanya watak inilah jiwa
menjadi bertakwa atau menjauhi maksiat, bersih dari hal-hal yang
hina dan diridhoi oleh Allah.
Mereka kaum Bani Israil menerima janji itu untuk sementara
waktu, kemudian mereka berpaling setelah itu. Seandainya kalau
bukan karena rahmat dan kasih sayang dari Allah maniscaya
mereka akan binasa dan rugi.54

4. Al-Baqarah ayat 71

َ ْ‫ض َواَل تَ ْسقِي ْال َحر‬


ۚ ‫ث ُم َسلَّ َمةٌ اَل ِشيَةَ فِيهَا‬ َ ْ‫ال إِنَّهُ يَقُو ُل إِنَّهَا بَقَ َرةٌ اَل َذلُو ٌل تُثِي ُر اأْل َر‬
َ َ‫ق‬
ُ ْ َ
َ‫ق ۚ فذبَحُوهَا َو َما َكادُوا يَف َعلون‬َ ْ
ِّ ‫قَالُوا ا نَ ِجئتَ بِال َح‬
ْ ‫آْل‬

Artinya: Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa


sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk
membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak
bercacat, tidak ada belangnya". Mereka berkata: "Sekarang barulah
kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian
mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu.
a. Balaghah
( َ‫ )فَ َذبَحُوهَا َو َما َكادُوا يَ ْف َعلُون‬pada susunan Ini mengandung peringkasan
dengan menghapus sebagian kata.55
b. Tafsir ayat
Belum pernah dipakai artinya belum pernah digunakan untuk
membajak dan tidak pula untuk pengairan tanaman. Yang
dimaksud dengan tidak bercacat yakni tidak adanya aib pada sapi
tersebut. Yang dimaksud dengan tidak adanya belang yaitu bahwa
sapi betina itu berwarna kuning murni dan pada tubuhnya tidak ada
campuran warna lain. Setelah mereka mendengar kriteria-kriteria
tersebut yang tidak ada lagi keraguan yang tidak ada lagi hal yang

54
Jilid I, hlm. 140.
55
Jilid I, hlm. 145.
samar bagi mereka maka mereka pun berhenti dari kesesatan
mereka, dan mereka pun tahu alasan yang telah memposisikan
mereka pada posisi yang sangat menyulitkan itu, yaitu akibat dari
sikap keras kepala mereka.
Mereka berkata: “Sekarang barulah engkau menerangkan hakikat
gambar sapi betina yang sebenarnya” yakni nabi Musa telah
menerangkan kriteria sapi tersebut kepada bani Israil dan
menjelaskan hakikat yang menjadi pedomannya lalu mereka pun
akhirnya menemukan sapi dengan kriteria-kriteria tersebut.
Kemudian mereka menyembelihnya sehingga dengan begitu
mereka telah melaksanakan perintah yang sebenarnya mudah
namun mereka yang mempersulitnya diri. Dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu, yang diperintahkan kepada
mereka karena sikap keras kepala mereka serta tidak langsung
dilaksanakan. Ada pula yang mengatakan, sesungguhnya mereka
hampir saja tidak melaksanakannya karena tidak menemukan sapi
betina dengan kriteria-kriteria tersebut ada juga yang mengatakan
bahwa hal tersebut dikarenakan walaupun sapinya telah ditemukan
harganya sangat tinggi.56

5. Al-Baqarah ayat 135

َ َ‫َوقَالُوا ُكونُوا هُودًا أَوْ ن‬


َ‫صا َر ٰى تَ ْهتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ ِملَّةَ إِب َْرا ِهي َم َحنِيفًا ۖ َو َما َكانَ ِمن‬
َ‫ْال ُم ْش ِر ِكين‬
Artinya: Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi
penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat
petunjuk". Katakanlah: "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama
Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang
musyrik".
a. Balaghah

56
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jilid I), (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), hlm. 383-386.
َ َ‫ ) َوقَالُوا ُكونُوا هُودًا أَوْ ن‬Dalam susunan ini terdapat peringkasan
(‫صا َر ٰى‬
dengan menghapus sebagian kata.
b. Asbabun Nuzul
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya: “Ibnu
Shuriya pernah berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam, petunjuk itu hanya ada pada agama yang kami
anut maka ikutilah kami wahai Muhammad, niscaya kamu
mendapat petunjuk.” Kaum Nasrani pun berkata seperti itu. Maka
Allah menurunkan ayat ini berhubungan dengan mereka.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas berkata: ayat ini turun berkenaan
dengan para pemuka Yahudi di Madinah dan kaum Nasrani di
Najran. Mereka mendebat kaum muslimin soal agama. Masing-
masing pihak mengklaim bahwa diri mereka lebih berhak atas
agama Allah daripada pihak yang lain. Kaum Yahudi berkata Nabi
Musa adalah nabi terbaik kitab ini Kitab Taurat adalah kitab
terbaik dan agama Kami adalah agama terbaik mereka mengingkari
Isya Injil Muhammad dan Alquran sementara kaum Nasrani
berkata Nabi Isa adalah nabi terbaik Kitab kami adalah kitab
terbaik dan agama Kami adalah agama terbaik dan mereka pun
ingkar kepada Muhammad dan Alquran masing-masing golongan
itu berkata kepada kaum agama kami sebab tiada agama Selain itu
dan mereka pun menyuruh kaum beriman agar menganut agama
mereka.57
c. Tafsir ayat
Allah mencela para ahli kitab yang berpegang kepada perbedaan-
perbedaan kecil agama, sehingga kaum Yahudi berkata “Ikutilah
agama yang dipeluk kaum Yahudi, niscaya kalian akan mendapat
petunjuk ke jalan yang lurus” dan kaum Nasrani berkata “Ikutilah
kaum Nasrani misalnya kalian akan sampai pada kebenaran”. Para
pengikut tiap agama menyatakan bahwa agama mereka adalah

57
Jilid I, hlm. 260.
agama yang paling baik maka Allah membantah mereka dengan
firmannya.58
6. Al-Baqarah ayat 158

َ‫صفَا َو ْال َمرْ َوةَ ِم ْن َش َعائِ ِر هَّللا ِ ۖ فَ َم ْن َح َّج ْالبَيْتَ أَ ِو ا ْعتَ َم َر فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه أَ ْن يَطَّوَّف‬ َّ ‫إِ َّن ال‬
‫بِ ِه َما ۚ َو َم ْن تَطَ َّو َع َخ ْيرًا فَإ ِ َّن هَّللا َ َشا ِك ٌر َعلِي ٌم‬
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian
dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah
atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara
keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan
lagi Maha Mengetahui.
a. Balaghah
َ maksud syukur di sini adalah memberi pahala atas
(‫)ش ا ِك ٌر َعلِي ٌم‬
ketaatan hambanya. Dengan kata lain Allah memakaikan istilah
syukur tetapi yang dimaksud oleh Allah adalah ganjaran. Metode
seperti ini disebut dengan majaaz.59
b. Sebab turunnya ayat
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Ia pernah
ditanya tentang Shafa dan Marwah, lalu ia menjawab “dulu kami
menganggap bahwa keduanya adalah peninggalan budaya jahiliyah
sehingga setelah Islam datang, kami tidak mendekati kedua tempat
tersebut. Maka Allah menurunkan firman-Nya, Sesungguhnya safa
dan marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah.” Hakim
meriwayatkan hal yang sama dari Ibnu Abbas.
Bukhairi dan Muslim meriwayatkan Dari urwah dari Aisyah r.a.,
kata Urwah: aku pernah berkata kepada Aisyah, “Apa pendapatmu
tentang firman Allah, “Sesungguhnya safa dan marwah adalah
sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah
haji ke baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan Sa’i antara keduanya. Menurut yang kupahami dari

58
Jilid I, hlm. 261.
59
Jilid I, hlm. 305.
ayat ini, seseorang tidak berdosa jika tidak melakukan sa’i antara
keduanya.” Aisyah berkata,”Alangkah buruknya perkataanmu
wahai keponakanku!. Jika yang dimaksud oleh ayat ini seperti yang
engkau tafsirkan itu, tentu bunyinya begini: fa-laa junaaha ‘alaihi
an laa yaththawwafa bihimaa. Namun, sebab ayat ini turun adalah
karena dahulu kaum Anshar, sebelum masuk Islam
menggagungkan berhala Manat dan siapapun yang
mengagungkannya merasa tidak leluasa untuk melakukan sa’i di
antara Shafa dan Marwah, lalu mereka lantas bertanya tentang hal
itu kepada nabi Muhammad. Kata mereka, “wahai Rasulullah, dulu
kami merasa tak leluasa mengerjakan sa’i pada masa Jahiliyyah.”.
maka Allah menurunkan firmannya-Nya, sesungguhnya shafa dan
marwah….. Selanjutnya rasulullah menetapkan sa’i antara
keduanya. Maka siapa pun tidak boleh meninggalkan sa’i pada
keduanya.”
Hal itu dijelaskan oleh kisah yang disebutkan oleh ath-Thabari dari
asy-Sya'bi bahwa dahulu pada masa jahiliyah di atas bukit Shafa
ada sebuah berhala yang bernama Isaf dan di bulit Marwah ada
juga sebuah berhala yang bernama Na’ilah. Pada masa itu, jika
telah selesai mengerjakan tawaf di Ka'bah orang-orang biasanya
mengusap kedua berhala tadi. Setelah Islam datang dan semua
berhala itu dihancurkan, kaum muslimin berkata sesungguhnya
Safa dan Marwah dulu dijadikan tempat sa’i demi kedua berhala
itu. Sa’i di sana bukan karena ia termasuk syiar agama Islam. Maka
Allah menurunkan ayat yang mengatakan bahwa kedua bukit itu
termasuk bagian dari syiar agama. Sehingga tidak ada dosa bagi
kaum muslimin untuk melakukan sa’i di antara keduanya, sebab
mereka mengerjakan sa’i karena Allah bukan karena berhala.60
c. Hubungan antar ayat

60
Jilid I, hlm. 307.
Pengalihan kiblat yang terdapat pada ayat-ayat sebelumnya
merupakan nikmat yang sangat besar bagi kaum muslimin, sebab
hal itu menjadikan kaum muslimin lebih independen dan tidak
mengekor kepada umat yang lain. Selain itu, hal ini juga
memungkinkan mereka untuk mengawasi Baitul Haram agar Baitul
Haram bersih dari syirik dan keberhalaan. Pengalihan kiblat
mengarahkan pandangan kaum muslimin ke arah Mekah yang
merupakan pusat dari jazirah Arab dan dunia setelah Allah memuji
orang-orang yang sabar dan haji termasuk amalan yang sangat
berat secara finansial dan fisik, maka penyebutan sebagian manasik
haji yaitu sa’i antara Safa dan Marwah sangat cocok di sini. Untuk
menyempurnakan nikmat penguasaan atas Mekah dan sekaligus
untuk mengingatkan akan nilai pentingnya serta pelaksanaan
manasik haji di sana.
Berkiblat ke Ka'bah dan amalan sa’i masing-masing sama-sama
bertujuan untuk menghidupkan agama Nabi Ibrahim Alaihissalam,
karena itu tidak ada alasan ahli kitab dan kaum musyrikin untuk
melawan kaum muslimin dalam masalah pengalihan kiblat dan
mereka tidak perlu berupaya menanamkan kebencian serta dendam
terhadap kaum muslimin yang diperintahkan oleh Allah untuk
memohon pertolongan kepadan-Nya dengan sabar dan salat.61
d. Tafsir ayat
Sa’i di antara Safa dan Marwah merupakan bagian dari tanda-tanda
agama Allah dan merupakan bagian dari manasik haji dan umrah
yang menjadi bukti ketundukan kepada Allah serta penghambaan
kepada-Nya. Hamba-hamba Allah beribadah di kedua tempat itu
serta di antara keduanya dengan berdoa, berzikir, serta membaca
al-Qur’an, maka siapapun yang menunaikan ibadah haji atau
umroh maka tidak ada dosa dan tidak ada kekhawatiran atasnya
dengan melakukan salatnya di antara keduanya meskipun dahulu

61
Jilid I, hlm. 308.
kaum musyrikin melakukan Sa’i di sana, karena dahulu kaum
Jahiliyah melakukannya untuk mengagunggkan berhala-berhala
yang mendekam di bukit Safa dan Marwah, sedangkan kaum
muslimin melakukan Sa’i disana karena didorong rasa iman dan
ketaatan kepada perintah Allah.peniadaan dosa terhadap sa’i ini
mencakup sa’i wajib dan sunnah. Begitu pula kaya tathawwu’
(melakukan ketaatan) yang meliputi amal fardhu dan sunnah.
rahasia dibalik pemakaian ungkapan laa junaaha (tidak ada dosa)
padahal sa’i hukumnya fardhu menurut ulama atau wajib untuk
nasehat Hanafi adalah untuk menjelaskan kekeliruan kaum
musyirikin yang dahulu mengingkari bahwa Sa’i merupakan
bagian dari manasik nabi Ibrahim, di samping untuk menjelaskan
bahwa tidak ada salahnya melakukan Sa’i di dalam Islam, karena
tujuan para pelaksana sa’i sudah berbeda dari pelaksanaan Sa’i
yang dahulu. Peniadaan dosa tidak bertentangan dengan hukum
Ijaab (pewajiban) yang telah diwajibkan telah ditetapkan oleh
syariat.
Sedangkan penggunaan istilah sya’aa’ir (yang berarti ibadah
ibadah yang ditentukan Allah kepada kita seperti salat dan manasik
haji) adalah untuk menunjukkan wajibnya taat dan melaksanakan
ibadah itu meskipun kita tidak memahami maknanya sepenuhnya
atau tidak mengerti rahasia di balik ibadah tersebut, dan perkara-
perkara lain tidak bisa dikiaskan kepadanya. Adapun selain
sya’aa’ir misalnya muamalah, jual beli, sewa menyewa, Serikat
dagang, gadai dan sebagainya syariatkan demi kemaslahatan
manusia dan memiliki berbagai ‘illah atau sebab yang mudah
dipahami dan dimengerti tujuannya maka dari itu kias berlaku pada
hal-hal yang selain sya’aa’ir dengan mempertimbangkan
maslahatnya.
Melaksanakan haji hukumnya adalah fardu minimal sekali seumur
hidup dan barangsiapa yang mengerjakan lebih dari satu kali maka
Allah akan membalas kebaikannya dengan ganjaran yang baik
pula, serta membalas amalan sedikit dengan pahala yang banyak
tanpa mengurangi pahala siapapun.
Pengungkapan “balasan yang baik” dengan istilah syukur”
mengandung pendidikan atas akhlak yang mulia, sebab manfaat
melaksanakan ibadah kembali kepada para hamba. Akan tetapi
Allah dan syukuri mereka atas ketaatan mereka. Mensyukuri
karunia dan menghargai nikmat merupakan ciri-ciri orang yang
loyal dan ikhlas, bahkan ia adalah faktor bagi pertambahan nikmat
kelestariannya serta penurunan karunia Allah kepada hamba yang
bersyukur dan taat.
Para ulama mengartikan syukur di sini dengan makna pahala atau
ganjaran sedangkan yang secara bahasa metode ini disebut dengan
majaaz karena syukur dengan makna membalas kebaikan dan
nikmat dengan pujian dan penghargaan adalah mustahil bagi Allah
sebab tidak ada seorangpun yang memiliki jasa atau pernah
memberi nikmatnya kepada Allah dan Allah tidak membutuhkan
amal-amal dari hamba-hambanya. Generasi Salaf mengimani
bahwa Allah memiliki sikap syukur dan itu adalah sifat yang sesuai
dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.62
7. Al-Baqarah ayat 177

۞ ‫ب َو ٰلَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم‬ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬ ِ ‫ْس ْالبِ َّر أَ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫لَي‬
ْ ْ ُ ْ َ َ ْ
َ‫ب َوالنبِيِّينَ َوآتَى ال َما َل َعل ٰى ُحبِّ ِه ذ ِوي القرْ بَ ٰى َواليَتَا َم ٰى َوال َم َسا ِكينَ َوا ْبن‬ َّ ْ ْ
ِ ‫اآْل ِخ ِر َوال َم ئِك ِة َوال ِكتَا‬
َ ‫اَل‬
ۖ ‫صاَل ةَ َوآتَى ال َّز َكاةَ َو ْال ُموفُونَ بِ َع ْه ِد ِه ْم إِ َذا عَاهَدُوا‬ َّ ‫ب َوأَقَا َم ال‬ ِ ‫ال َّسبِي ِل َوالسَّائِلِينَ َوفِي ال ِّرقَا‬
ْ
َ‫ك هُ ُم ال ُمتَّقُون‬ ٰ ُ
َ ِ‫ص َدقُوا ۖ َوأولَئ‬ َ َ‫ك ال ِذين‬ َّ ٰ ُ
َ ِ‫س ۗ أولَئ‬ ْ ْ َّ ‫َوالصَّابِ ِرينَ فِي ْالبَأْ َسا ِء َوال‬
ِ ‫ضرَّا ِء َو ِحينَ البَأ‬
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan

62
Jilid I, hlm. 308-309.
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
a. Balaghah
kata ar-riqaab adalah majaaz mursal yaitu menyebut sebagian
(yaitu leher) tapi yang dimaksud adalah keseluruhan yaitu seluruh
badan.63
b. Sebab turunnya ayat
Abdulrazzak meriwayatkan dari Qatadah bahwa kaum Yahudi
dahulu beribadah dengan menghadap ke arah barat sedangkan
kaum Nasrani menghadap ke arah timur maka turunnya ayat ini.
Ath-Thabari dan Ibnu Munzir riwayatkan dari Qatadah bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang kebajikan
maka Allah menurunkan ayat ini “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan”. Lantas
beliau memanggil orang itu dan membacakan kepadanya ayat ini.
Dahulu sebelum ditetapkannya ibadah-ibadah yang wajib, apabila
seseorang telah mengucapkan syahadat lalu ia mati dalam keadaan
begitu, ada harapan bahwa di akhirat ia akan mendapatkan
kebaikan. Maka Allah menurunkan ayat “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu satu kebajikan”.64
c. Tafsir ayat
Pengalihan kiblat menimbulkan fitnah besar di antara para pemeluk
berbagai agama, masing-masing menganggap bahwa ibadah tidak
sah kecuali dengan menghadap kiblat yang mereka miliki .
Perselisihan antara kaum muslim ahli kitab yang semakin memanas
akibat orang-orang ahli kitab menganggap bahwa salat harus
menghadap ke kiblat mereka, sedangkan kaum muslim berargumen
bahwa sudah sholat tidak diterima dan tidak diridai Allah kecuali

63
Jilid I, hlm. 347.
64
Jilid 1 hlm. 348.
dengan menghadap ke masjidil Haram. Maka Allah menjelaskan
kepada seluruh manusia bahwa sekedar menghadapkan wajah ke
arah timur ataupun barat bukanlah merupakan kebajikan yang
dikehendaki dan tidak dianggap sebagai amal sholeh. Kebajikan
yang hakiki adalah iman kepada Allah, para rasul-Nya kitab-kitab-
Nya, para malaikat-Nya dan hari akhir dengan kepercayaan hati
yang sempurna yang diiringi dengan amal saleh.
Ibnu hayyan berkata: “Kebajikan adalah suatu makna kata yang
abstrak oleh karena itu yang dimaksud dengan “akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu” tidak lain adalah “orang yang bajik”
atau “orang yang memiliki kebajikan”.65

65
Jilid1. Hlm.348.

Anda mungkin juga menyukai