Isi Dari Tafsir Al Munir
Isi Dari Tafsir Al Munir
Amtsal Musharrahah
1. Al-Baqarah ayat 17-19
a. Balaaghah
ْ ) َمثَلُهُ ْم َك َمثَ ِل الَّ ِذيsusunan ayat ini merupakan tasybiih
(اس تَوْ قَ َد نَ ارًا فَلَ َّما
tamtsiiliy. Pada ayat ini Allah mengumpamakan orang-orang
munafik dengan orang yang menyalakan api, mengumpamakan
pernyataan imannya dengan nyala api dan mengumpamakan tidak
bermanfaatnya iman itu baginya dengan perumpamaan padamnya
api. Begitu pula dengan kata ( ب َ )أَوْ َكyang juga merupakan
ٍ ِّص ي
tasybiih tamtsiiliy. Allah mengumpamakan Islam dengan hujan
karena dengan islamlah hati manusia menjadi hidup, dan Dia
mengumpamakan syubhat-syubhat kaum kafir dengan kegelapan.
(ص ٌّم بُ ْك ٌم ُع ْم ٌي
ُ ) susunan kata pada ayat ini adalah tasybiih baliigh.
Yakni, mereka seperti orang-orang yang tuli, bisu dan buta
sehingga tidak mendapat faedah dari indera tersebut. ( َيَجْ َعلُ ون
َ َ )أini adalah majaaz mursal, memaknai kata yang bermakna
صابِ َعهُ ْم
keseluruhan tetapi yang dimaksud hanya sebagian saja, yakni
ru’uus ashaabi’ihim (ujung jari). Ayat ini mengandung
perumpamaan yang menakjubkan. Pada ayat ini, al-Qur’an
diumpamakan dengan hujan. Jika hujan turun maka bumi hidup
Sebagaimana al-Qur’an menghidupkan jiwa-jiwa yang
mati.sementara orang-orang yang tersesat melihat bahwa di dalam
al-Qur’an terdapat syubhat-syubhat yang serupa dengan kegelapan
yang mengiringi hujan. Ayat ini juga mengandung janji dan
ancaman yang dahsyatnya seperti petir.1
2
Hlm. 63.
menjadi kafir, sama seperti kedua orang munafik tadi yang berhenti
ketika tidak ada kilat yang menerangi mereka.3
3
Hlm. 63.
tersebut. Keadaan mereka serupa dengan orang yang ditimpa hujan
lebat disertai dengan hal-hal yang menakutkan seperti kegelapan
hujan, awan dan suasana malam, suara guruh yang memekakkan
telinga, serta kilat yang menyambar.dalam kondisi mencekam
tersebut, mereka meraba-raba mencari jalan keselamatan mereka
menggantungkan harapan kepada cahaya yang muncul di angkasa.
Maka mereka bertekat untuk mengikuti kebenaran yang dibawa
oleh ayat-ayat yang jelas itu, namun setelah itu mereka merasa
cemas dan bimbang, sementara Allah meliputi mereka, berkuasa
atas diri mereka. Jika Dia mengkehendaki, Dia dapat mencabut
pendengaran mereka dengan guruh yang keras atau membutakan
mata mereka dengan sinar kilat yang menyambar. Namun karena
suatu maslahat dan hikmah, Dia tidak mengkehendaki hal tersebut.
Dia ingin menangguhkan mereka, memberikan mereka kesempatan
untuk kembali pada kebenaran.4
4
Hlm. 64-65.
5
Hlm. 65.
ditampilkan oleh orang munafik itu yakni yang menjadi asas
pemberlakuan hukum-hukum Islam dalam pernikahan, pewarisan,
harta rampasan perang, serta keamanan bagi jiwa mereka, anak
keluarga mereka serta harta benda mereka. Mereka terpedaya
dengan kata-kata Islam yang mereka ucapkan, padahal kata-kata
tersebut tidak akan memberikan manfaat bagi mereka di akhirat
kelak. Dan mereka akan diazab dengan siksaan yang pedih.
Meskipun mereka adalah orang-orang munafik, namun Allah tidak
menimpakan hukuman bagi mereka di dunia. Dari fakta ini, al-
Jahshash menyimpulkan bahwa hukuman-hukuman di dunia tidak
ditetapkan berdasarkan ukuran kejahatan melaikan berdasarkan
maslahat yang diketahui oleh Allah dalam hukuman-hukuman
tersebut. Sesuai dengan garis inilah Allah kemudian menetapkan
hukum-hukum-Nya.
2. Al-Baqarah ayat 26
a. Balaghah
( )اَل يَ ْستَحْ يِيmaknanya: “Dia tidak meninggalkan”. Allah memakai
ungkapan malu/segan untuk menyatakan tentang “meninggalkan”
karena perbuatan meninggalkan merupakan akibat yang
ditimbulkan oleh rasa malu. Barangsiapa malu melakukan sesuatu
tentu dia meninggalkannya. Jadi susunan ini adalah majaaz dengan
menggunakan metode yang dikenal dengan istilah ithlaaqul
6
Hlm. 65-66.
malzuum wa iraadatul lazim (memakai kata yang mengacu pada
penyebab tetapi yang dimaksud adalah akibat).7
b. Asbabun nuzul
10
Hlm. 82.
11
Hlm. 83.
Allah tidak menyesatkan seorang pun di antara mereka yang
beriman dan mendapatkan hidayah akal dan agama, dia hanya
menyesatkan orang-orang kafir yang keluar dari jalur ketaatan dan
jalan Allah yang lurus. Orang-orang yang telah diketahui oleh
Allah bahwa mereka tidak akan mendapatkan petunjuk.12
12
Hlm. 83
13
Jilid 1 hlm. 282.
14
Hlm. 283.
Pembangkangan dan pengingkaran Ahli Kitab untuk
menerima Islam atau kebenaran terlihat jelas dari fakta bahwa
mereka, terutama para ulamanya mengetahui kenabian Nabi
Muhammad dan besarnya kerasulannya sama seperti mereka
mengenal anak-anak mereka sendiri. Anak-anak dipilih sebagai
individu yang mereka kenal bukan diri mereka sendiri karena
terkadang manusia lupa akan dirinya tetapi tidak lupa akan
anaknya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Umar pernah
bertanya kepada Abdullah bin Salam Apakah kamu mengenal
Rasulullah Shalallahua Alaihi wasallah “Apakah kamu
mengenal Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam
sebagaimana kamu mengenal kamu sendiri” ia menjawab “Ya,
bahkan lebih. Allah mengutus kepercayaan-Nya di langit untuk
menyampaikan wahyu kepada kepercayaan-Nya di bumi, maka
aku mengenalnya, sedangkan tentang putraku, Aku tidak tahu
apa kelakuan ibunya dulu”. Ahli kitab menutupi kebenaran
yaitu mengenai Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
dan mengetahui kenabiannya. Ini menunjukkan bahwa mereka
ingkar disebabkan sifat pembangkang mereka.
15
Jilid I, hlm. 323.
mendekatkan diri kepadanya seperti mereka mendekatkan diri kepada
Allah dan mereka berlindung kepadanya pada saat membutuhkan
pertolongan sama seperti berlindungnya mereka kepada Allah. Namun
terkadang mereka bimbang karena berhala-berhala itu tidak dapat
mewujudkan keinginan mereka. Mereka mencintainya seperti
kecintaan kepada Allah.
16
Hlm. 324-325.
17
Hlm. 326.
seperti orang buta dan bisu: tidak bisa menarik manfaat dari al-
Qur’an.18
b. Tafsir
c. Fikih kehidupan
18
Jilid I, hlm. 328.
19
Hlm. 330.
menyuruhnya ia tidak memahami ucapan itu tapi hanya
mendengar suaranya saja.20
20
Hlm. 332.
21
Jilid I, hlm. 376.
kaum Nasrani yang paling terkenal dan sudah berlaku sejak dahulu
adalah puasa yang dilaksanakan sebelum Hari Raya Paskah dan puasa
hari tersebut dulu dijalani oleh Musa Isa dan kaum hawariyin atau
sahabat Nabi Isa kemudian para pemimpin gereja yang menetapkan
macam-macam puasa yang lainnya.22
( ) َك َمثَ ِل َحبَّ ٍةdi dalam susunan kata ini terdapat tasybiih mursal,
yaitu dengan menyebutkan huruf kaf dan membuang wajhusy syabah
(titik persamaan). Allah menyerupakan sedekah yang diinfakkan di
jalan Allah dengan sebutir biji yang ditanam dan diberkahi oleh-Nya
sehingga tumbuh dan berkembang menjadi 700 butir biji.
ْ )أَ ْنبَتdi dalam susunan kata ini terdapat majaz ‘aqliy dengan
(َت َس ْب َع َسنَابِ َل
menyandarkan al-inabat (pekerjaan menumbuhkan) kepada al-habbah
(biji), padahal pada hakekatnya yang menumbuhkan adalah Allah.23
8. Al-Baqarah ayat 264
Balaghah
( )بِ ْال َمنِّ َواأْل َ َذ ٰىdi dalam susunan ini terdapat penyebutan sesuatu yang
umum setelah ada sesuatu yang bersifat khusus, karena al-Adzaa artinya lebih
umum dan luas daripada kata al-Mannu. Hal ini bertujuan untuk menjelaskan
bahwa apa yang dimaksud adalah segala bentuk sikap yang menyakitkan dan
menyinggung perasaan.
B. Amtsal Mursalah
22
Hlm. 377.
23
Jilid II, hlm. 68.
24
Jilid II, hlm. 68.
1. Al-Baqarah ayat 77
َأَ َواَل يَ ْعلَ ُمونَ أَ َّن هَّللا َ يَ ْعلَ ُم َما يُ ِسرُّ ونَ َو َما يُ ْعلِنُون
صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ۖ ْالحُرُّ بِ ْال ُح ِّر َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواأْل ُ ْنثَ ٰى َ ِب َعلَ ْي ُك ُم ْالق َ ِيَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت
ٰ ٌ بِاأْل ُ ْنثَ ٰى ۚ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن أَ ِخي ِه َش ْي ٌء فَاتِّبَا
ٌ ِك ت َْخف
يف ِم ْن َ ِان ۗ َذل ٍ ُوف َوأَدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِإِحْ َس ِ ع بِ ْال َم ْعر
َ
ك فَلَهُ َع َذابٌ ألِي ٌم َ َِربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ ۗ فَ َم ِن ا ْعتَد َٰى بَ ْع َد ٰ َذل
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
25
Jilid I, hlm. 153.
26
Suhaimi, Keindahan-keindahan makna dalam al-qur’an (analisis tentang thibaq dan
muqabalah), JURNAL ilmiah al-mu’ashirah vol. 17 no.1 januari 2020, fakultas tarbiyah dan
keguruan uin ar-raniry banda aceh. Hlm. 39.
27
Ath-thabari, jilid 2, hlm. 136-137.
dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa
yang sangat pedih.
a. Balaghah
ٌ )فَاتِّبَاdengan ()وأَدَا ٌء
Terdapat thibaaq antara (ع ْ dengan (
َ serta ( ُّ)الحُر
ْ 28
)ال َع ْب ُد.
b. Asbabun nuzul
ف َواأْل ُ ُذنَ بِاأْل ُ ُذ ِن ِ س َو ْال َع ْينَ بِ ْال َعي ِْن َواأْل َ ْنفَ بِاأْل َ ْن َ َو َكتَ ْبنَا َعلَ ْي ِه ْم فِيهَا أَ َّن النَّ ْف
ِ س بِالنَّ ْف
ُ ق بِ ِه فَهُ َو َكفَّا َرةٌ لَهُ ۚ َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أَ ْن َز َل هَّللا َ صاصٌ ۚ فَ َم ْن ت
َ َص َّد َ َِوالس َِّّن بِال ِّسنِّ َو ْال ُجرُو َح ق
َك هُ ُم الظَّالِ ُمون َ ِفَأُو ٰلَئ
28
Jilid I, hlm. 355.
Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di
dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa,
mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,
gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
As-Suddi meriwayatkan tentang ayat ini bahwa suatu ketika
penganut agama dari bangsa Arab yang satunya beragama Islam
dan yang lainnya kafir dzimmi bertengkar mengenai sebuah
perkara Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
mendamaikan mereka. Pada masa itu mereka biasanya membunuh
orang yang merdeka, para hamba sahaya, dan kaum wanita dengan
memerintahkan agar orang merdeka membayarkan diyat orang
merdeka, budak membayar diyat budak, dan wanita membayar
diyat wanita. Lalu nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
menjalankan hukum qisas terhadap mereka satu sama lain maka
turunlah ayat ini untuk menguatkan keputusan hukum beliau.29
c. Tafsir ayat
29
Hlm. 355-356.
perempuan mereka menuntut balas kepada laki-laki, jika korbannya
budak mereka membunuh orang merdeka sebagai gantinya.
a. Balaghah
َ ِ ) َك َما ُكتini adalah tasybiih yang dikenal dengan istilah tasybiih
(ب
mursal mujmal. Tasybih disini berkenaan dengan kewajiban puasa
bukan tata caranya.30
b. Tafsir ayat
Persamaan yang dimaksud pada ayat ini adalah persamaan dalam
hal kefardhuan dari puasa tersebut. Artinya kewajiban berpuasa
pada umat Islam pada saat ini sama hukumnya dengan kewajiban
puasa pada umat-umat terdahulu. Namun ada pula yang pendapat
yang mengatakan bahwa persamaan itu berkenaan dengan
ukurannya atau lamanya puasa dan ada pula yang mengatakan
bahwa persamaan itu terdapat dalam cara-cara dalam berpuasa
yaitu dengan menahan diri dari makan dan minum. Pendapat
pertama lebih kuat sebab untuk memahami ayat ini cukup dengan
mengetahui bahwa Allah telah mewajibkan suatu puasa atas orang-
orang sebelum kita dan hal ini diakui oleh penganut semua agama
sebab telah diketahui bahwa puasa disyariatkan pada semua agama
bahkan pada agama yang menyembah berhala, pada kalangan
orang-orang Mesir kuno, bangsa Yunani, Romawi, dan India.
Dalam Kitab Taurat pada masa sekarang pun terdapat pujian
terhadap puasa dan orang-orang yang berpuasa. Ada riwayat kuat
bahwa Nabi Musa Alaihissalam dahulu pernah berpuasa selama 40
hari sedangkan pada zaman sekarang kaum Yahudi berpuasa
selama seminggu sebagai peringatan atas hancurnya Yerusalem dan
direbutnya kota ini oleh musuh dan mereka akan berpuasa 1 hari di
bulan Agustus demikian pula Injil yang ada sekarang memuji puasa
dan menganggapnya sebagai ibadah. Puasa di kalangan kaum
Nasrani yang paling terkenal dan sudah berlaku sejak dahulu kala
adalah puasa besar yang dilakukan sebelum hari Paskah. Puasa hari
tersebut dijalani oleh Nabi Musa, Nabi Isa dan kaum hawariyyin
30
Jilid I, hlm. 375
atau sahabat sahabat setia Nabi Isa, kemudian setelah generasi itu
para pemimpin gereja menetapkan macam-macam puasa yang lain.
Setelah menjelaskan hukum qishash dan wasiat, ayat-ayat terus
berlanjut memaparkan hukum-hukum syariat yang lain maka tidak
perlu mencari tahu hubungan antara hukum satu dengan hukum
berikutnya. Allah atas orang-orang yang beriman zaman Nabi
Adam. Penyebutan kata “iman” yang menuntut untuk
melaksanakan apa yang diserukan itu. Ayat ini menunjukkan
bahwa puasa merupakan kewajiban atas seluruh manusia. Ini
merupakan anjuran untuk menjalani puasa sekaligus merupakan
penjelasan bahwa perkara-perkara yang berat apabila sudah
menjadi umum atau dikerjakan oleh semua orang terasa ringan
untuk dikerjakan, dan orang yang melaksanakannya merasa santai
dan tentram karena perkara-perkara yang berat tersebut
berlandaskan kebenaran, keadilan dan persamaan.
Puasa menjadi penyuci jiwa, mendatangkan keridhaan Allah dan
mendidik jiwa agar bertakwa kepada Allah pada saat sepi dan
ramai dan membina kemauan dan mengajarkan kesabaran dan
ketahanan dan menanggung kesusahan, penderitaan dan
penghindaran syahwat.
Puasa mendidik jiwa untuk bertakwa yang terwujud dari beberapa
aspek penting diantaranya sebagai berikut:
1) Puasa memupuk jiwa untuk memiliki rasa takut
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala pada saat
sepi dan ramai, sebab tidak ada yang mengawasi
orang yang berpuasa kecuali Allah.
2) Puasa meredakan syahwat dan mengurangi
pengaruh dan kendalinya hingga ia kembali ke
batas normal.
3) Puasa memunculkan perasaan yang peka dan
melahirkan rasa kasih yang mendorong
seseorang untuk memberi.
4) Puasa merealisasikan konsep persamaan antara
si kaya dan miskin, antara orang yang
terpandang dengan orang biasa, dalam
pelaksanaan satu kewajiban yang sama.
5) Puasa membiasakan kedisiplinan dalam
kehidupan, pengekangan kehendak dalam tempo
antara batas waktu sahur dan berbuka dalam
satu waktu. Puasa mewujudkan penghematan
apabila etika puasa dilaksanakan.
6) puasa memperbaharui struktur fisik dan
menguatkan kesehatan, membebaskan badan-
dari endapan-endapan dan fermentasi yang
berbahaya, menyegarkan organ-organ tubuh dan
meningkatkan memori seseorang memantapkan
tekatnya dan mengkonsentrasikan pikirannya
tanpa menyibukkan diri dengan mengingat
kesenangan-kesenangan fisik.
Biasanya hal ini terwujud setelah 3 atau 4
hari berpuasa jika seseorang terbiasa dengan
puasa dan tidak menuruti keadaan lemas pada
masa pertama-tama puasa. Semua faedah fisik,
rohani kesehatan, dan sosial ini baru terwujud
apabila terpenuhi syaratnya yaitu tidak
berlebihan dalam menu berbuka dan sahur. Jika
tidak demikian, keadaannya malah akan
berbalik. Dampaknya akan menjadi buruk
apabila seseorang makan terlalu kenyang dan
tidak makan dalam porsi yang sedang. Selain
itu, agar tujuan-tujuan tersebut terealisasikan,
dalam puasa juga disyaratkan untuk menjaga
lidah, pandangan dan menghindari ghibah,
namimah (adu domba) dan hiburan yang haram.
Betapa banyak orang yang berpuasa namun
tidak mendapatkan apapun dari puasanya
kecuali rasa lapar dan dahaga. Jadi menahan diri
dari pembatal puasa yang abstrak sama
hukumnya dengan meninggalkan pembatal-
pembatal puasa yang bersifat materi.
Puasa terbatas pada beberapa hari tertentu
yang sedikit jumlahnya yaitu 1 bulan dalam
setahun dan ia biasanya berlalu dengan cepat
karena hari-hari di bulan Ramadhan penuh
berkah berlimpah kebaikan dan ihsan.
32
Hlm. 486.
kepada manusia. Kadang manusia rela meminum pil yang pahit
sebab pil itu mengandung manfaat. Barangkali seseorang
membenci sesuatu berdasarkan tabiatnya padahal sesuatu itu
mengandung kebaikan dan manfaat bagi dirinya untuk masa depan
dan peperangan itu menghasilkan salah satu dari dua hal yaitu
menang dan harta rampasan perang atau mati syahid dan pahala
serta keridaan Allah. Jihad merupakan usaha untuk meninggikan
agama Islam mengangkat tinggi menara kebenaran dan keadilan,
menolak kezhaliman. Ada kalanya seseorang menyukai sesuatu
misalnya suka untuk tidak ikut perang padahal sebenarnya hal itu
buruk bagi dirinya sebab tidak berperang itu akan mengakibatkan
kehinaan, kemiskinan, tidak mendapat pahala, dominasi musuh atas
negeri-negeri dan harta benda Islam dan pelecehan terhadap hal-hal
yang disucikan oleh mereka dan itu tidak boleh jadi itu akan
membuat mereka tertumpas habis.
Dan Allah mengetahui bahwa ia lebih baik bagi kehidupan dunia
ini dan Dia hanya memerintahkan perkara yang mengandung
kebaikan dan maslahat sedangkan manusia terkadang lantaran
karena keterbatasan ilmu tidak mengetahui apa yang diketahui oleh
Allah. Karena itu janganlah seseorang cenderung untuk memilih
tidak ikut jihad sebab hal itu bisa saja berakibat buruk karena dunia
ini dan juga dan tidak akan lepas dari pertentangan kepentingan
diantara sesama manusia dan bersegeralah melaksanakan perintah
Allah dan jangan terbawa oleh dorongan hawa nafsu karena Allah
telah mengetahui bahwa dia akan memenangkan agamanya dan
menolong pemeluknya meski jumlah mereka sedikit dan dia akan
menghinakan kaum kafir meskipun jumlah mereka banyak.33
5. Al-Baqarah ayat 221
33
Jilid 1, Hlm. 487-490.
ت َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِم َّن ۚ َوأَل َ َمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ أَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل ِ َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
ك يَ ْد ُعونَ إِلَى ٰ
َ ِك َولَوْ أَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ أُولَئ ٍ تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى ي ُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر
ِ َّار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِإ ِ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن
َاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون ِ َّالن
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.
a. Balaghah
( ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو إِلَى ْال َجنَّ ِة
ِ َّ )يَ ْد ُعونَ ِإلَى النterdapat thibaaq antara kata an-naar
(neraka) dan al-jannah (surga).34
b. Asnbabun Nuzul
Ibnul Munzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi menuturkan dari
Muqatil, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ibnu Abi Marstad
al-Ghanawiy. Suatu ketika ia meminta izin kepada Rasulullah
untuk menikahi ‘Anaq, seorang wanita musyrik yang cantik jelita
maka turunlah ayat ini.
Pada riwayat lain diceritakan bahwa Rasulullah mengutus Marstad
bin Abi Marstad al-Ghanawiy ke Mekah guna membawa pergi
beberapa orang muslim yang tertawan di sana. Marstad pada masa
jahiliyah dahulu sudah jatuh hati kepada seorang perempuan yang
bernama ‘Anaq, wanita ini kemudian menemui Marstad dan
berkata “Maukah kamu berduaan denganku?” Martsad menjawab,
“Celakalah kamu, Islam telah menghalangi hubungan di antara
kita”. Wanita itu lalu berkata, “Kalau begitu bersediakah engkau
menikahiku?” lalu ia menjawab, “Ya, tapi aku akan pulang dahulu
meminta izin dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.” setelah
ia mengutarakan keinginannya itu, maka turunlah ayat ini.
34
Jilid 1, Hlm. 510.
al-Wahidi meriwayatkan dari as-Suddi dari Abu Malik dari Ibnu
Abbas bahwa ayat ini turun berhubungan dengan Abdullah Bin
Rawahah. Dahulu ia pernah memiliki seorang budak wanita
berkulit hitam, lalu suatu ketika ia marah dan budak itu. Setelah
hilang amarahnya, ia pun merasa cemas. Maka ia pun menghadap
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan melaporkan kejadian
itu. Ia pun berkata “Sungguh saya akan memerdekakannya dan
menikahinya”. Hal itu benar-benar ia wujudkan. Sebagian orang
lantas mencemoohnya, bahwa ia telah menikahi budak perempuan.
Maka Allah pun menurunkan ayat ini. Ibnu Jarir ath-Thabari
meriwayatkan kisah ini dari as-Suddi secara munqathi.
Menurut Suyuthi, dari sebab-sebab turunnya ayat tersebut maka
dapat dicatat dua hal. Pertama, yaitu riwayat yang menyebutkan
bahwa sahabat menjadi sebab turunnya ayat adalah untuk
menjelaskan makna ayat itu tapi kandungan ayat tersebut
mencakup kejadian lain yang serupa dengannya. kedua, boleh jadi
sebab yang mereka sebutkan itu terjadi setelah turunnya ayat.35
c. Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa menikahi orang musyrik itu haram.
Sehingga kesimpulannya, tidak boleh seorang muslim menikahi
wanita-wanita musyrik selama mereka masih dalam kemusyrikan
dan sesungguhnya budak perempuan yang beriman kepada Allah
dan rasulnya lebih baik meskipun ia jelek dan hina daripada wanita
merdeka yang musyrik walaupun dia berasal dari keturunan
terhormat, sangat cantik serta kaya raya. Hal ini disebabkan karena
faktor iman adalah menjadi penentu kesempurnaan agama dan
kehidupan sekaligus sedangkan harta dan strata sosial hanya
menjadi tolak ukur kesempurnaan dunia semata. mengutamakan
agama dan dunia yang melengkapinya lebih baik ketimbang
mengutamakan dunia saja.
35
Jilid I, hlm. 511.
Sebab diharamkannya pernikahan antara lelaki muslim dengan
wanita musyrik serta antara wanita muslim dan kafir (baik dari ahli
kitab maupun kaum musyrikin) adalah karena orang-orang musyrik
itu mengajak kepada kekafiran dan mengajak orang lain untuk
melakukan perbuatan buruk yang berujung kepada neraka. Mereka
tidak memiliki agama yang benar yang akan membimbing mereka
dan juga tidak memiliki Kitab samawi yang membimbing mereka
kepada kebenaran. Sebab lain dari pengharaman pernikahan ini
adalah karena pertentangan antara tabiat hati yang berisi cahaya
iman dengan hati yang berisi dengan kegelapan dan kesesatan.
Oleh sebab itu tidak diperbolehkan mengikat hubungan perkawinan
antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin, sebab ikatan
perkawinan mengharuskan saling memberi nasihat, menumbuhkan
kasih sayang, membuat kaum muslimin terpengaruh dengan
mereka yang mengakibatkan terjadinya penularan ide-ide yang
sesat. Kaum muslimin akan meniru berbagai tingkah laku dan
kebiasaan yang berlawanan dengan syariat Islam dan mereka tidak
akan segan-segan untuk mengajak kaum muslimin kepada
kesesatan dan di samping itu mereka juga akan mendidik anak-
anak kaum muslimin dan membuat mereka terbiasa dengan
kehidupan yang sesat. Intinya sebab-sebab diharamkannya
pernikahan dengan mereka adalah karena mereka mengajak kepada
neraka sedangkan Allah mengajak dan membimbing kaum
muslimin melalui kitab yang diturunkan-Nya dan para nabi yang
diutus-Nya kepada perbuatan-perbuatan yang mengantarkan
kepada surga, ampunan dan penghapusan dosa atas izin dan
kehendaknya. Dia juga menjelaskan ayat-ayat serta hukum-hukum-
Nya kepada manusia supaya mereka berpikir sehingga dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta tidak
melanggar perintahnya dan mengikuti hawa nafsu serta bujukan
setan.36
6. Al-Baqarah ayat 239
َفَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْم فَ ِر َجااًل أَوْ رُ ْكبَانًا ۖ فَإ ِ َذا أَ ِم ْنتُ ْم فَ ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َك َما َعلَّ َم ُك ْم َما لَ ْم تَ ُكونُوا تَ ْعلَ ُمون
Artinya: Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka
shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu
telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
a. Balaghah
Ada thibaaq antara ( )أَ ِم ْنتُ ْمdan ()خ ْفتُ ْم.
ِ Kata syarat ( )فَإ ِ ْنdipakai karena
rasa takut itu belum benar-benar muncul di hati. Sedangkan untuk
yang kedua dipakai kata ( )فَإ ِ َذاkarena rasa aman sudah benar-benar
terwujud. kalimat yang menjadi jawaab syarth untuk pertama
berbentuk singkat saja dan ini disesuaikan dengan keadaan takut itu,
sedangkan yang menjadi jawaab syarth untuk yang kedua lebih
panjang agar sesuai dengan kondisi keamanan dan kestabilan.37
b. Tafsir ayat
Karena pentingnya ibadah salat, maka Islam tidak memperbolehkan
umatnya untuk meninggalkan salat dalam keadaan apapun. Tidak
ada alasan yang dapat dipakai seseorang untuk meninggalkan salat
bahkan jika mereka dalam keadaan yang terancam jiwanya,
hartanya, atau kehormatannya oleh musuh sekalipun. Seorang
muslim tidak diperbolehkan untuk meninggalkan salat dan jika
mereka khawatir akan terkena mudharat maka salat tersebut bisa
dilakukan dengan berdiri atau bahkan sambil berjalan atau
berkendaraan sekalipun. Jika keadaan telah aman dan tidak ada lagi
bahaya yang mengancam maka diperintahkan shalat sebagaimana
dalam aturan-aturan syariat Islam.
Al-Qurthubi berkata: Artinya: Kembalilah kepada apa yang
diperintahkan kepadamu yaitu menyempurnakan rukun-rukun dan
bersyukur kepada Allah karena dia telah mengajarimu cara sholat
yang sah dan kamu tidak ketinggalan satu salat pun dan itulah yang
tadinya tidak kamu ketahui38
7. Al-Baqarah ayat 258
36
Jilid I,hlm. 511-512
37
Jilid I,hlm. 593.
38
Jilid I, hlm. 596.
ك إِ ْذ قَا َل إِ ْب َرا ِهي ُم َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي
َ أَلَ ْم تَ َر إِلَى الَّ ِذي َحا َّج إِ ْب َرا ِهي َم فِي َربِّ ِه أَ ْن آتَاهُ هَّللا ُ ْال ُم ْل
ْ ْ ُ يت قَا َل أَنَا أُحْ يِي َوأُ ِم
ِ ق فَأ
َت بِهَا ِمن ِ س ِمنَ ْال َم ْش ِر ِ يت ۖ قَا َل إِب َْرا ِهي ُم فَإ ِ َّن هَّللا َ يَأتِي بِال َّش ْم ُ َويُ ِم
َّ ْ
َب فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكفَ َر ۗ َوهَّللا ُ اَل يَ ْه ِدي القَوْ َم الظالِ ِمين ِ ْال َم ْغ ِر
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang
mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika
Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan
mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan
mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan
matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah
orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.
a. Balaghah
( )أَلَ ْم تَرistifham di dalam kata ini memiliki maksud ta’ajjub
(keheranan), sedangkan yang dimaksud dengan melihat adalah
melihat dengan hati serta atau akal fikiran bukan melihat dengan
indra penglihatan.
(يت ُ )يُحْ يِي َويُ ِمmenggunakan fi’lul mudhaari’ karena dengan fi’lul
mudhaari’ memiliki arti tentang suatu pekerjaan yang dilakukan
terus-menerus.
(يتُ ) َربِّ َي الَّ ِذي يُحْ يِي َويُ ِمsusunan kata seperti ini memiliki fungsi qashru,
karena mubtada’ dan khabar sama-sama dalam bentuk ismul
ma’rifah. Sehingga artinya adalah bahwa hanya Allah satu-satunya
Dzat Yang menghidupkan dan mematikan
Di dalam ayat ini juga terdapat thibaaq, yaitu antara kata ()يُحْ يِي
dengan kata (يت ُ )يُ ِمdan antara kata (ق ْ dengan kata (ب
ِ )ال َم ْش ِر ْ
ِ )ال َم ْغ ِر.
( )فَبُ ِهتَ الَّ ِذي َكفَ َرungkapan ini memberikan suatu pemahaman bahwa
‘illat dan sebab Namrudz terdiam dan tidak memanfaat lagi adalah
karena kekufurannya. Seandainya ungkapan
n yang digunakan adalah ( )فَبُ ِهتَ َكفَ َرmaka tidak bisa memberikan
pemahaman seperti ini.39
b. Tafsir ayat
Namrudz mengajukan pertanyaan kepada Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam tentang Allah setelah Nabi Ibrahim Alaihissalam
menghancurkan berhala-berhala yang dijadikan sebagai sesembahan
selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Nabi Ibrahim menjawab
pertanyaan Namrudz “Tuhanku adalah Yang Menghidupkan dan
Mematikan, Dia adalah tuhan Yang Menciptakan kehidupan dan
39
Jilid II, hlm. 52.
Kematian. Kemudian Namrudz berkata “Saya bisa menghidupkan
sebagian orang yang diancam hukuman mati dengan memberikan
mereka ampunan dan bisa menghidupkan sebagian yang lain dengan
tetap melaksanakan hukuman mati atas mereka. Lalu Namrudz
meminta agar didatangkan dua orang, yang satunya ia berikan aku
ampunan sedangkan yang satunya lagi ia bunuh. Lalu Namrudz juga
lanjut menangkap empat orang dan memasukkannya ke dalam
sebuah rumah tanpa memberikan mereka makanan untuk beberapa
hari, kemudian dia memberi makan dua dari keempat orang tersebut
sehingga mereka berdua tetap hidup lalu membiarkan dua yang
lainnya tanpa makanan dan minuman sehingga mereka berdua mati.
Ini adalah titik kelemahan pertama atas argumen dan dalil
yang diajukan oleh Namrudz karena yang dimaksud dengan ucapan
Nabi Ibrahim adalah kehidupan setelah sebelumnya tidak ada dan
menghilangkan kehidupan yang terdapat di dalam seluruh makhluk
hidup baik berupa tumbuhan, hewan ataupun lainnya, bukan hanya
sekedar menyebabkan tetapnya sebuah kehidupan atau
menyebabkan hilangnya sebuah kehidupan bagi orang yang
dijatuhi hukuman mati. Jawaban Namrudz itu berarti bahwa ia
hanya menjadi sebab hidup atau mati.
Ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam melihat bahwa
Namrudz salah dan tidak memahami dengan baik apa yang
dimaksudkan dengan menghidupkan serta mematikan maka Nabi
Ibrahim menggunakan subuh hujjah atau argument lainnya yang
tidak mungkin disalahartikan oleh Namrudz.
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam berkata “Sesungguhnya
Tuhanku yang memberikan kehidupan dan mencabutnya dengan
kekuatan dan kehendak-Nya yang mutlak adalah juga Tuhan yang
menerbitkan matahari dari Timur. Jika kamu mengaku sebagai
Tuhan, coba kamu ubah perjalanan matahari yang awalnya terbit
dari timur dan tenggelam di barat menjadi terbit dari barat dan
tenggelam di timur.
Dihadapkan pada tantangan seperti ini Namrudz tidak bisa
memberikan jawaban apapun. Ia bingung dan terdiam. Dengan
argument tersebut, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam berhasil
mengalahkannya serta mempermalukannya di depan banyak orang.
Nabi Ibrahim juga mampu menjatuhkan argumentasinya sehingga
mulut tidak bisa berkata “Saya telah menerbitkan matahari dari
barat”. Karena kenyataannya, mustahil baginya untuk melakukan
hal tersebut.
Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang
yang zalim terhadap diri mereka sendiri dan melarikan diri ddan
memalingkan diri mereka dari hidayah Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.40
ت فَنِ ِع َّما ِه َي ۖ َوإِ ْن تُ ْخفُوهَا َوتُ ْؤتُوهَا ْالفُقَ َرا َء فَهُ َو َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ۚ َويُ َكفِّ ُر َع ْن ُك ْم
ِ ص َدقَا َّ إِ ْن تُ ْبدُوا ال
ِم ْن َسيِّئَاتِ ُك ْم ۗ َوهَّللا ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر
Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih
baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian
kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Balaghah
Pada ayat ini terdapat ath-thibaaq, yaitu antara kata ( )تُ ْبدُواdan kata ()تُ ْخفُوهَا.41
Asbabun Nuzul
Menurut Ibnu Abi Hatim berkata bahwa ayat ( ت فَنِ ِع َّما ِه َي َّ )إِ ْن تُ ْب دُواturun
ِ الص َدقَا
berkaitan dengan sedekah yang diserahkan Abu Bakar r.a dan Umar Bin Khattab
40
Jilid II, hlm. 54-55.
41
Jilid II, hlm. 96.
r.a. kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam. Adapun Umar, ia
menyerahkan separuh hartanya kepada Rasulullah. Lalu beliau berkata “Apakah
kamu tidak menyisihkan harta untuk keluargamu wahai Umar?”. Umar berkata
“Saya telah menyisihkan separuh harta saya untuk mereka wahai Rasulullah”.
Sedangkan Abu Bakar r.a. datang dengan membawa seluruh hartanya secara
sembunyi-sembunyi lalu menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam. Lalu beliau berkata kepadanya “Apakah kamu tidak menyisihkan harta
untuk keluargamu wahai Abu Bakar?”. Lalu Abu Bakar berkata “Janji Allah
Subhanahu Wa Taala dan janji Rasul-Nya.
Mendengar jawaban itu Umar menangis. Lalu Umar berkata “Wahai Abu Bakar
sungguh kita tidak berlomba mencapai pintu kebaikan kecuali kamu berhasil
mendahului kami.42
Tafsir ayat
Apa yang diinfakkan, baik itu didasarkan kepada keikhlasan hanya karena Allah
Subhanahu Wa Ta'ala semata atau karena riya’ atau dibarengi dengan sikap al-
Mannu dan al-Adzaa atau infak yang tidak diikuti dengan kedua sikap ini atau apa
yang dinazarkan di dalam kata ketaatan atau apa yang dinazarkan di dalam
kemaksiatan, maka sesungguhnya Allah mengetahui semua itu dan akan
memberikan balasan yang sesuai. Jika baik maka balasannya juga baik dan jika
jelek maka balasan juga jelek. Hal ini berarti mengandung unsur at-Targhiib
(memberi semangat atau dorongan) untuk melakukan kebaikan dan at-Tarhiib
(membuat takut) untuk melakukan kejelekan.
Tidak ada satu pun penolong bagi seseorang di hari kiamat nanti atas orang-orang
yang zalim terhadap diri mereka sendiri dengan bersikap kikir dan tidak mau
bersedekah. Jika seseorang menampakan sedekah sunnah dengan tujuan agar
orang lain tertarik untuk menirunya maka itu baik. Namun jika orang-orang
menyembunyikankan sedekahnya dan tidak memberitahukannya kepada siapapun
dan memberikannya kepada fakir miskin maka itu lebih baik untuk menghindari
munculnya sikap riya’ dan sum'ah. Dengan sedekah itu maka Allah akan
mengampuni sebagian dosa-dosa, karena sedekah tidak bisa menghapus dosa dan
kesalahan.
Allah Maha Tahu tentang setiap amal yang dikerjakan dan Maha Tahu tentang
segala perkara sekecil apapun itu. Allah Maha Tahu tentang segala rahasia dan
42
Jilid II, hlm. 95.
segala apa yang sembunyikan dan Allah akan memberikan balasan atas segala apa
yang dilakukan. Sikap riya’ dalam berinfak harus dijauhi karena Allah Subhanahu
Wa Ta'ala mengetahui niat yang tersembunyi ataupun yang ditampakkan dalam
sedekah yang dikeluarkan.43
9. Al-Baqarah ayat 274
43
Jilid II, hlm. 96.
44
Jilid II, hlm. 101.
45
Jilid II, hlm. 102-103
mencari ridha Allah di setiap waktu dan keadaan, baik secara
sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Akan tetapi
dengan didahulukan yang kata al-Lail (malam) atas kata an-Nahar
(siang) dan kata as-Sirr (secara sembunyi-sembunyi) atas kata
al-‘alaaniyah (secara terang-terangan) memberikan suatu isyarat
bahwa lebih utama bersedekah secara sembunyi-sembunyi
daripada secara terang-terangan seperti yang telah dijelaskan pada
ayat tersebut.46
ۚ أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَ ا ْكتُبُوهُ ۚ َو ْليَ ْكتُبْ بَ ْينَ ُك ْم َك اتِبٌ بِ ْال َع ْد ِل
ْق هَّللا َ َربَّهُ َواَل يَبْخَ س ِ َّق َو ْليَتُّ ب َك َما َعلَّ َمهُ هَّللا ُ ۚ فَ ْليَ ْكتُبْ َو ْليُ ْملِ ِل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َحَ ُب َكاتِبٌ أَ ْن يَ ْكت َ َْواَل يَأ
ُض ِعيفًا أَوْ اَل يَ ْس ت َِطي ُع أَ ْن يُ ِم َّل هُ َو فَ ْليُ ْملِ لْ َولِيُّه َ ْق َس فِيهًا أَو ُّ ِم ْنهُ َش ْيئًا ۚ فَ إ ِ ْن َك انَ الَّ ِذي َعلَ ْي ِه ْال َح
َضوْ نَ ِمن َ ْبِ ْال َع ْد ِل ۚ َوا ْستَ ْش ِهدُوا َش ِهي َد ْي ِن ِم ْن ِر َجالِ ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ُكونَا َر ُجلَ ْي ِن فَ َر ُج ٌل َوا ْم َرأَتَا ِن ِم َّم ْن تَر
َ َ
ب ال ُّشهَدَا ُء إِ َذا َما ُدعُوا ۚ َواَل تَسْأ ُموا أ ْن َ ْض َّل إِحْ دَاهُ َما فَتُ َذ ِّك َر إِحْ دَاهُ َما اأْل ُ ْخ َر ٰى ۚ َواَل يَأِ َال ُّشهَدَا ِء أَ ْن ت
لش هَا َد ِة َوأَ ْدن َٰى أَاَّل تَرْ تَ ابُوا ۖ إِاَّل أَ ْن ٰ
َّ ِص ِغيرًا أَوْ َكبِيرًا إِلَ ٰى أَ َجلِ ِه ۚ َذلِ ُك ْم أَ ْق َس طُ ِع ْن َد هَّللا ِ َوأَ ْق َو ُم ل َ ُتَ ْكتُبُوه
ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَ ا ٌح أَاَّل تَ ْكتُبُوهَ ا ۗ َوأَ ْش ِهدُوا إِ َذا تَبَ ايَ ْعتُ ْم ۚ َواَل َ اض َرةً تُ ِديرُونَهَا بَ ْينَ ُك ْم فَلَي ِ ارةً َح َ تَ ُكونَ تِ َج
هَّللا هَّللا هَّللا
ق بِ ُك ْم ۗ َواتَّقُوا َ ۖ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم ُ ۗ َو ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم ُ ْ
ٌ ضا َّر َكاتِبٌ َواَل َش ِهي ٌد ۚ َوإِ ْن تَف َعلوا فَإِنَّهُ فُسُو َ ُي
C. Amtsal Kaminah
1. Al-Baqarah ayat 35
48
Jilid II, hlm 139-140.
49
Jilid I, hlm. 102.
mereka untuk memakan buah pohon itu. Kemudian Allah
mengilhamkan kepada beberapa kalimat sehingga dia beserta
istrinya melaksanakan kalimat-kalimat tersebut dan bertaubat
dengan tulus, maka Allah akan menerima taubat mereka karena
Allah adalah Zat Yang banyak menerima taubat dan luas rahmat-
Nya kepada hamba-hamba-Nya.50
2. Al-Baqarah ayat 57
ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم ۖ َو َما َ َوظَلَّ ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َغ َما َم َوأَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ُم ْال َم َّن َوالس َّْل َو ٰى ۖ ُكلُوا ِم ْن
ِ طيِّبَا
َظلِ ُمون ْ َظَلَ ُمونَا َو ٰلَ ِك ْن َكانُوا أَ ْنفُ َسهُ ْم ي
50
Jilid I, hlm. 103-104.
51
Jilid I, hlm. 126.
turun kepada mereka seperti turunnya kabut sejak terbit fajar
sedangkan as-salwa datang sendiri kepada mereka sehingga setiap
orang dapat mengambil secukupnya sampai untuk esok hari.
Kemudian Allah berfirman kepada mereka makanlah dari rezeki
yang baik itu dan bersyukurlah kepada Allah namun mereka tidak
patuh mereka mengingkari nikmat-nikmat yang banyak itu dan
merugikan diri mereka sendiri. Allah menghentikan pemberian
nikmat tersebut dan dia membalas mereka atas pelanggaran
mereka.52
3. Al-Baqarah ayat 63
الطو َر ُخ ُذوا َما آتَ ْينَا ُك ْم بِقُ َّو ٍة َو ْاذ ُكرُوا َما فِي ِه لَ َعلَّ ُك ْم
ُّ خَذنَا ِميثَاقَ ُك ْم َو َرفَ ْعنَا فَوْ قَ ُك ُم
ْ ََوإِ ْذ أ
َتَتَّقُون
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari
kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami
berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu
dan ingatlah selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa".
a. Balaghah
( ) ُخ ُذواdalam susunan ini terdapat ringkasan dengan hapus sebagian
kata, taqdiirnya (لهم قلنا:) ُخ ُذوا.53
b. Tafsir ayat
Ayat ini menjelaskan tentang Allah yang mengingatkan Bani Israil
tentang perjanjian para leluhur mereka kepada Allah Subhanahu
Wa Ta'ala, bahwa mereka akan mengamalkan isi Taurat. Namun
mereka menolak sehingga Allah mengangkat gunung thur ke atas
kepala mereka untuk menakut-nakuti. Allah memerintahkan agar
Bani Israel itu berpegang teguh kepada isi Taurat, memerintahkan
agar mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat termasuk
hukum-hukumnya serta makna-makna yang terkandung di
dalamnya agar mereka menjadi orang yang bertakwa. Sebab ilmu
membimbing ke arah amal dan amal memantapkan ilmu di dalam
52
Jilid I, hlm. 128.
53
Jilid I, hlm. 139.
jiwa serta menciptakannya di dalamnya watak muraqabah (merasa
selalu diawasi) kepada Allah. Dengan adanya watak inilah jiwa
menjadi bertakwa atau menjauhi maksiat, bersih dari hal-hal yang
hina dan diridhoi oleh Allah.
Mereka kaum Bani Israil menerima janji itu untuk sementara
waktu, kemudian mereka berpaling setelah itu. Seandainya kalau
bukan karena rahmat dan kasih sayang dari Allah maniscaya
mereka akan binasa dan rugi.54
4. Al-Baqarah ayat 71
54
Jilid I, hlm. 140.
55
Jilid I, hlm. 145.
samar bagi mereka maka mereka pun berhenti dari kesesatan
mereka, dan mereka pun tahu alasan yang telah memposisikan
mereka pada posisi yang sangat menyulitkan itu, yaitu akibat dari
sikap keras kepala mereka.
Mereka berkata: “Sekarang barulah engkau menerangkan hakikat
gambar sapi betina yang sebenarnya” yakni nabi Musa telah
menerangkan kriteria sapi tersebut kepada bani Israil dan
menjelaskan hakikat yang menjadi pedomannya lalu mereka pun
akhirnya menemukan sapi dengan kriteria-kriteria tersebut.
Kemudian mereka menyembelihnya sehingga dengan begitu
mereka telah melaksanakan perintah yang sebenarnya mudah
namun mereka yang mempersulitnya diri. Dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu, yang diperintahkan kepada
mereka karena sikap keras kepala mereka serta tidak langsung
dilaksanakan. Ada pula yang mengatakan, sesungguhnya mereka
hampir saja tidak melaksanakannya karena tidak menemukan sapi
betina dengan kriteria-kriteria tersebut ada juga yang mengatakan
bahwa hal tersebut dikarenakan walaupun sapinya telah ditemukan
harganya sangat tinggi.56
56
Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jilid I), (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), hlm. 383-386.
َ َ ) َوقَالُوا ُكونُوا هُودًا أَوْ نDalam susunan ini terdapat peringkasan
(صا َر ٰى
dengan menghapus sebagian kata.
b. Asbabun Nuzul
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya: “Ibnu
Shuriya pernah berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam, petunjuk itu hanya ada pada agama yang kami
anut maka ikutilah kami wahai Muhammad, niscaya kamu
mendapat petunjuk.” Kaum Nasrani pun berkata seperti itu. Maka
Allah menurunkan ayat ini berhubungan dengan mereka.
Dalam riwayat lain Ibnu Abbas berkata: ayat ini turun berkenaan
dengan para pemuka Yahudi di Madinah dan kaum Nasrani di
Najran. Mereka mendebat kaum muslimin soal agama. Masing-
masing pihak mengklaim bahwa diri mereka lebih berhak atas
agama Allah daripada pihak yang lain. Kaum Yahudi berkata Nabi
Musa adalah nabi terbaik kitab ini Kitab Taurat adalah kitab
terbaik dan agama Kami adalah agama terbaik mereka mengingkari
Isya Injil Muhammad dan Alquran sementara kaum Nasrani
berkata Nabi Isa adalah nabi terbaik Kitab kami adalah kitab
terbaik dan agama Kami adalah agama terbaik dan mereka pun
ingkar kepada Muhammad dan Alquran masing-masing golongan
itu berkata kepada kaum agama kami sebab tiada agama Selain itu
dan mereka pun menyuruh kaum beriman agar menganut agama
mereka.57
c. Tafsir ayat
Allah mencela para ahli kitab yang berpegang kepada perbedaan-
perbedaan kecil agama, sehingga kaum Yahudi berkata “Ikutilah
agama yang dipeluk kaum Yahudi, niscaya kalian akan mendapat
petunjuk ke jalan yang lurus” dan kaum Nasrani berkata “Ikutilah
kaum Nasrani misalnya kalian akan sampai pada kebenaran”. Para
pengikut tiap agama menyatakan bahwa agama mereka adalah
57
Jilid I, hlm. 260.
agama yang paling baik maka Allah membantah mereka dengan
firmannya.58
6. Al-Baqarah ayat 158
َصفَا َو ْال َمرْ َوةَ ِم ْن َش َعائِ ِر هَّللا ِ ۖ فَ َم ْن َح َّج ْالبَيْتَ أَ ِو ا ْعتَ َم َر فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه أَ ْن يَطَّوَّف َّ إِ َّن ال
بِ ِه َما ۚ َو َم ْن تَطَ َّو َع َخ ْيرًا فَإ ِ َّن هَّللا َ َشا ِك ٌر َعلِي ٌم
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian
dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah
atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara
keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan
kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan
lagi Maha Mengetahui.
a. Balaghah
َ maksud syukur di sini adalah memberi pahala atas
()ش ا ِك ٌر َعلِي ٌم
ketaatan hambanya. Dengan kata lain Allah memakaikan istilah
syukur tetapi yang dimaksud oleh Allah adalah ganjaran. Metode
seperti ini disebut dengan majaaz.59
b. Sebab turunnya ayat
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Ia pernah
ditanya tentang Shafa dan Marwah, lalu ia menjawab “dulu kami
menganggap bahwa keduanya adalah peninggalan budaya jahiliyah
sehingga setelah Islam datang, kami tidak mendekati kedua tempat
tersebut. Maka Allah menurunkan firman-Nya, Sesungguhnya safa
dan marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah.” Hakim
meriwayatkan hal yang sama dari Ibnu Abbas.
Bukhairi dan Muslim meriwayatkan Dari urwah dari Aisyah r.a.,
kata Urwah: aku pernah berkata kepada Aisyah, “Apa pendapatmu
tentang firman Allah, “Sesungguhnya safa dan marwah adalah
sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah
haji ke baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan Sa’i antara keduanya. Menurut yang kupahami dari
58
Jilid I, hlm. 261.
59
Jilid I, hlm. 305.
ayat ini, seseorang tidak berdosa jika tidak melakukan sa’i antara
keduanya.” Aisyah berkata,”Alangkah buruknya perkataanmu
wahai keponakanku!. Jika yang dimaksud oleh ayat ini seperti yang
engkau tafsirkan itu, tentu bunyinya begini: fa-laa junaaha ‘alaihi
an laa yaththawwafa bihimaa. Namun, sebab ayat ini turun adalah
karena dahulu kaum Anshar, sebelum masuk Islam
menggagungkan berhala Manat dan siapapun yang
mengagungkannya merasa tidak leluasa untuk melakukan sa’i di
antara Shafa dan Marwah, lalu mereka lantas bertanya tentang hal
itu kepada nabi Muhammad. Kata mereka, “wahai Rasulullah, dulu
kami merasa tak leluasa mengerjakan sa’i pada masa Jahiliyyah.”.
maka Allah menurunkan firmannya-Nya, sesungguhnya shafa dan
marwah….. Selanjutnya rasulullah menetapkan sa’i antara
keduanya. Maka siapa pun tidak boleh meninggalkan sa’i pada
keduanya.”
Hal itu dijelaskan oleh kisah yang disebutkan oleh ath-Thabari dari
asy-Sya'bi bahwa dahulu pada masa jahiliyah di atas bukit Shafa
ada sebuah berhala yang bernama Isaf dan di bulit Marwah ada
juga sebuah berhala yang bernama Na’ilah. Pada masa itu, jika
telah selesai mengerjakan tawaf di Ka'bah orang-orang biasanya
mengusap kedua berhala tadi. Setelah Islam datang dan semua
berhala itu dihancurkan, kaum muslimin berkata sesungguhnya
Safa dan Marwah dulu dijadikan tempat sa’i demi kedua berhala
itu. Sa’i di sana bukan karena ia termasuk syiar agama Islam. Maka
Allah menurunkan ayat yang mengatakan bahwa kedua bukit itu
termasuk bagian dari syiar agama. Sehingga tidak ada dosa bagi
kaum muslimin untuk melakukan sa’i di antara keduanya, sebab
mereka mengerjakan sa’i karena Allah bukan karena berhala.60
c. Hubungan antar ayat
60
Jilid I, hlm. 307.
Pengalihan kiblat yang terdapat pada ayat-ayat sebelumnya
merupakan nikmat yang sangat besar bagi kaum muslimin, sebab
hal itu menjadikan kaum muslimin lebih independen dan tidak
mengekor kepada umat yang lain. Selain itu, hal ini juga
memungkinkan mereka untuk mengawasi Baitul Haram agar Baitul
Haram bersih dari syirik dan keberhalaan. Pengalihan kiblat
mengarahkan pandangan kaum muslimin ke arah Mekah yang
merupakan pusat dari jazirah Arab dan dunia setelah Allah memuji
orang-orang yang sabar dan haji termasuk amalan yang sangat
berat secara finansial dan fisik, maka penyebutan sebagian manasik
haji yaitu sa’i antara Safa dan Marwah sangat cocok di sini. Untuk
menyempurnakan nikmat penguasaan atas Mekah dan sekaligus
untuk mengingatkan akan nilai pentingnya serta pelaksanaan
manasik haji di sana.
Berkiblat ke Ka'bah dan amalan sa’i masing-masing sama-sama
bertujuan untuk menghidupkan agama Nabi Ibrahim Alaihissalam,
karena itu tidak ada alasan ahli kitab dan kaum musyrikin untuk
melawan kaum muslimin dalam masalah pengalihan kiblat dan
mereka tidak perlu berupaya menanamkan kebencian serta dendam
terhadap kaum muslimin yang diperintahkan oleh Allah untuk
memohon pertolongan kepadan-Nya dengan sabar dan salat.61
d. Tafsir ayat
Sa’i di antara Safa dan Marwah merupakan bagian dari tanda-tanda
agama Allah dan merupakan bagian dari manasik haji dan umrah
yang menjadi bukti ketundukan kepada Allah serta penghambaan
kepada-Nya. Hamba-hamba Allah beribadah di kedua tempat itu
serta di antara keduanya dengan berdoa, berzikir, serta membaca
al-Qur’an, maka siapapun yang menunaikan ibadah haji atau
umroh maka tidak ada dosa dan tidak ada kekhawatiran atasnya
dengan melakukan salatnya di antara keduanya meskipun dahulu
61
Jilid I, hlm. 308.
kaum musyrikin melakukan Sa’i di sana, karena dahulu kaum
Jahiliyah melakukannya untuk mengagunggkan berhala-berhala
yang mendekam di bukit Safa dan Marwah, sedangkan kaum
muslimin melakukan Sa’i disana karena didorong rasa iman dan
ketaatan kepada perintah Allah.peniadaan dosa terhadap sa’i ini
mencakup sa’i wajib dan sunnah. Begitu pula kaya tathawwu’
(melakukan ketaatan) yang meliputi amal fardhu dan sunnah.
rahasia dibalik pemakaian ungkapan laa junaaha (tidak ada dosa)
padahal sa’i hukumnya fardhu menurut ulama atau wajib untuk
nasehat Hanafi adalah untuk menjelaskan kekeliruan kaum
musyirikin yang dahulu mengingkari bahwa Sa’i merupakan
bagian dari manasik nabi Ibrahim, di samping untuk menjelaskan
bahwa tidak ada salahnya melakukan Sa’i di dalam Islam, karena
tujuan para pelaksana sa’i sudah berbeda dari pelaksanaan Sa’i
yang dahulu. Peniadaan dosa tidak bertentangan dengan hukum
Ijaab (pewajiban) yang telah diwajibkan telah ditetapkan oleh
syariat.
Sedangkan penggunaan istilah sya’aa’ir (yang berarti ibadah
ibadah yang ditentukan Allah kepada kita seperti salat dan manasik
haji) adalah untuk menunjukkan wajibnya taat dan melaksanakan
ibadah itu meskipun kita tidak memahami maknanya sepenuhnya
atau tidak mengerti rahasia di balik ibadah tersebut, dan perkara-
perkara lain tidak bisa dikiaskan kepadanya. Adapun selain
sya’aa’ir misalnya muamalah, jual beli, sewa menyewa, Serikat
dagang, gadai dan sebagainya syariatkan demi kemaslahatan
manusia dan memiliki berbagai ‘illah atau sebab yang mudah
dipahami dan dimengerti tujuannya maka dari itu kias berlaku pada
hal-hal yang selain sya’aa’ir dengan mempertimbangkan
maslahatnya.
Melaksanakan haji hukumnya adalah fardu minimal sekali seumur
hidup dan barangsiapa yang mengerjakan lebih dari satu kali maka
Allah akan membalas kebaikannya dengan ganjaran yang baik
pula, serta membalas amalan sedikit dengan pahala yang banyak
tanpa mengurangi pahala siapapun.
Pengungkapan “balasan yang baik” dengan istilah syukur”
mengandung pendidikan atas akhlak yang mulia, sebab manfaat
melaksanakan ibadah kembali kepada para hamba. Akan tetapi
Allah dan syukuri mereka atas ketaatan mereka. Mensyukuri
karunia dan menghargai nikmat merupakan ciri-ciri orang yang
loyal dan ikhlas, bahkan ia adalah faktor bagi pertambahan nikmat
kelestariannya serta penurunan karunia Allah kepada hamba yang
bersyukur dan taat.
Para ulama mengartikan syukur di sini dengan makna pahala atau
ganjaran sedangkan yang secara bahasa metode ini disebut dengan
majaaz karena syukur dengan makna membalas kebaikan dan
nikmat dengan pujian dan penghargaan adalah mustahil bagi Allah
sebab tidak ada seorangpun yang memiliki jasa atau pernah
memberi nikmatnya kepada Allah dan Allah tidak membutuhkan
amal-amal dari hamba-hambanya. Generasi Salaf mengimani
bahwa Allah memiliki sikap syukur dan itu adalah sifat yang sesuai
dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya.62
7. Al-Baqarah ayat 177
۞ ب َو ٰلَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِمِ ق َو ْال َم ْغ ِر ِ ْس ْالبِ َّر أَ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر
َ لَي
ْ ْ ُ ْ َ َ ْ
َب َوالنبِيِّينَ َوآتَى ال َما َل َعل ٰى ُحبِّ ِه ذ ِوي القرْ بَ ٰى َواليَتَا َم ٰى َوال َم َسا ِكينَ َوا ْبن َّ ْ ْ
ِ اآْل ِخ ِر َوال َم ئِك ِة َوال ِكتَا
َ اَل
ۖ صاَل ةَ َوآتَى ال َّز َكاةَ َو ْال ُموفُونَ بِ َع ْه ِد ِه ْم إِ َذا عَاهَدُوا َّ ب َوأَقَا َم ال ِ ال َّسبِي ِل َوالسَّائِلِينَ َوفِي ال ِّرقَا
ْ
َك هُ ُم ال ُمتَّقُون ٰ ُ
َ ِص َدقُوا ۖ َوأولَئ َ َك ال ِذين َّ ٰ ُ
َ ِس ۗ أولَئ ْ ْ َّ َوالصَّابِ ِرينَ فِي ْالبَأْ َسا ِء َوال
ِ ضرَّا ِء َو ِحينَ البَأ
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
62
Jilid I, hlm. 308-309.
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
a. Balaghah
kata ar-riqaab adalah majaaz mursal yaitu menyebut sebagian
(yaitu leher) tapi yang dimaksud adalah keseluruhan yaitu seluruh
badan.63
b. Sebab turunnya ayat
Abdulrazzak meriwayatkan dari Qatadah bahwa kaum Yahudi
dahulu beribadah dengan menghadap ke arah barat sedangkan
kaum Nasrani menghadap ke arah timur maka turunnya ayat ini.
Ath-Thabari dan Ibnu Munzir riwayatkan dari Qatadah bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang kebajikan
maka Allah menurunkan ayat ini “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan”. Lantas
beliau memanggil orang itu dan membacakan kepadanya ayat ini.
Dahulu sebelum ditetapkannya ibadah-ibadah yang wajib, apabila
seseorang telah mengucapkan syahadat lalu ia mati dalam keadaan
begitu, ada harapan bahwa di akhirat ia akan mendapatkan
kebaikan. Maka Allah menurunkan ayat “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu satu kebajikan”.64
c. Tafsir ayat
Pengalihan kiblat menimbulkan fitnah besar di antara para pemeluk
berbagai agama, masing-masing menganggap bahwa ibadah tidak
sah kecuali dengan menghadap kiblat yang mereka miliki .
Perselisihan antara kaum muslim ahli kitab yang semakin memanas
akibat orang-orang ahli kitab menganggap bahwa salat harus
menghadap ke kiblat mereka, sedangkan kaum muslim berargumen
bahwa sudah sholat tidak diterima dan tidak diridai Allah kecuali
63
Jilid I, hlm. 347.
64
Jilid 1 hlm. 348.
dengan menghadap ke masjidil Haram. Maka Allah menjelaskan
kepada seluruh manusia bahwa sekedar menghadapkan wajah ke
arah timur ataupun barat bukanlah merupakan kebajikan yang
dikehendaki dan tidak dianggap sebagai amal sholeh. Kebajikan
yang hakiki adalah iman kepada Allah, para rasul-Nya kitab-kitab-
Nya, para malaikat-Nya dan hari akhir dengan kepercayaan hati
yang sempurna yang diiringi dengan amal saleh.
Ibnu hayyan berkata: “Kebajikan adalah suatu makna kata yang
abstrak oleh karena itu yang dimaksud dengan “akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu” tidak lain adalah “orang yang bajik”
atau “orang yang memiliki kebajikan”.65
65
Jilid1. Hlm.348.