Anda di halaman 1dari 4

Membangun Generasi Qur’ ani Kuat dan Ama nat

‫وبركاته‬ ‫ورحمةهللا‬ ‫عليكم‬ ‫السالم‬
،‫هدى‬ ‫وزدناهم‬ ‫بربهم‬ ‫امنو‬ ‫فتية‬ ‫انهم‬ :‫القائل‬ ‫الحمدهلل‬
‫بعدز‬ ‫اما‬-‫والوفى‬ ‫الصدق‬ ‫اهل‬ ‫وصحبه‬ ‫اله‬ ‫وعلى‬  ،‫المصطفى‬ ‫رسوله‬ ‫على‬ ‫والسالم‬ ‫الصالة‬
Para pemuda harapan bangsa, para pemudi harapan pertiwi yang kami banggakan
            Napoleon seorang  orientalis  berkebangsaan Prancis menyatakan: the principle of
Qur'an  which alone a traching can read  men to happiness, al-Qur'an adalah  prinsip yang
merupakan  pedoman  yang dapat mengantarkan manusia  menuju  alam kebahagiaan.
Ungkapan tersebut  mengisyaratkan  bahwa al-Qur'an  adalah lampu  penerang
hati  dalam menembus gelapnya lika-liku   hidup dan penghidupan, al-Qur'an  adalah
benteng  pertahanan nan kokoh  dari pesona godaaan syetan yang menyesatkan,   al-
Qur'an  adalah ajimat  penyelamat dari berbagai kesesatan,  bahkan doktrin-doktrin al-
Qur'an  menurut Bucaile, seorang orientalis berkebangsaan Prancis, adalah merupakan
kitab suci, yang sarat dengan inspirasi dan motivasi agar umat manusia memperluas
wawasan, memperdalam ilmu pengetahuan, menyempurnakan akhlak pergaulan, bahkan
menciptakan generasi-generasi rabbani nan qur’ani yang kuat, amanat, dan
berakhlak hasanat.
Memperdalam mengenai asumsi ini, Membangun Generasi Qur’ani yang Kuat dan
Amanat adalah pokok bahasan syarh al-Qur’an yang akan kami sampaikan pada
kesempatan ini. Dengan landasan al-Qur’an surat al-Maidah[4]: 9

‫ َسدِي ًدا‬  ‫ َق ْواًل‬ ‫ َو ْل َيقُولُوا‬ َ ‫هَّللا‬ ‫ َف ْل َي َّتقُوا‬ ‫ َع َلي ِْه ْم‬ ‫ َخافُوا‬ ‫ضِ َعا ًفا‬ ‫ ُذرِّ ي ًَّة‬ ‫ َخ ْلف ِِه ْم‬  ْ‫ ِمن‬ ‫ َت َر ُكوا‬ ‫ َل ْو‬ ‫ِين‬ َ ‫َو ْل َي ْخ‬
َ ‫الَّذ‬ ‫ش‬
Hendaklah takut (kepada Allah) orang yang, bila (wafat dan) meninggalkan
keturunan tiada berdaya, kuatir akan nasib mereka. Hendaklah mereka bertak wa kapada
Allah, dan menga-takan kata-kata yang benar.

Hadirin, insane muda yang berbahagia


Ayat tersebut diawali dengan kalimat: ‫وليخش‬  Secara semantik:
‫بالم‬ ‫مجزوم‬  ‫مضارع‬  ‫فعل‬ ‫يخش‬   ‫لالمر‬ ‫الم‬ ‫والالم‬  ‫واوالعاطفة‬ ‫الواو‬ 
Istinbatnya ‫وليخش‬ adalah shigâtul  lil-amr.  Sedangkan kaidah mengatakan:
 ‫للوجوب‬ ‫األمر‬ ‫فى‬ ‫االصل‬ 
Pada asalnya  suatu perintah, menunjukan kewajiban
Dengan demikian wajib kepada kita merasa takut
‫ضعافا‬ ‫ذرية‬ ‫خلفهم‬ ‫من‬ ‫تركوا‬ ‫لو‬ 
Jika meninggalkan generasi-generasi dalam keadaan lemah.
Berkaitan dengan masalah tersebut, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa secara
tekstual  ayat ini memiliki signifikansi dengan nasihat baginda Rasululllah Saw. kepada
Sa’ad bin Abi Waqas, agar merasa takut jika meninggalkan ahli warisnya dalam keadaan
lemah, selengkapnya beliau bersabda:
‫الناس‬ ‫يتكففون‬ ‫عالة‬ ‫تذرهم‬ ‫أن‬ ‫من‬ ‫خير‬ ‫اغنياء‬ ‫ورثتك‬ ‫تذر‬ ‫ان‬ ‫انك‬
Sesungguhnya apabila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan mampu itu
lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan lemah tiada berdaya, sehingga
menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain.
Mafhum mukhalafah-nya, ayat ini sebagai intruksi Allah kepada kita, saya, saudara
dan kita semua insan-insan beriman agar kita meninggalkan generasi-generasi yang hebat,
kuat dan amanat. Bukan generasi-generasi anak mamah, otaknya payah, fisiknya lemah,
akhlaknya sayi’ah, mentalnya kaya pak Ogah. Karena generasi-generasi  seperti itu, hanya
bernilai sampah, bahkan tidak mustahil  menjadi penghambat terbentuknya baldah
thayibah. (betul?)
Padahal saudara-saudara di negeri tercinta ini, sejak tahun 1908, masa Kebangkitan
Nasional sampai menjelang detik-detik Proklamasi dikumandangkan, seluruh  generasi
muda yang tergabung dalam berbagai organisasi kepemudaan, seperti Persatuan Pelajar
Stovia, Trikoro Dharmo, Jong Islamaiten Bond, Jong Java, Jong Sumatera,  mereka
menjadi The Grand Old Man-, menjadi Stood Geber, bahkan The Founding Father, pendiri,
penggerak, yang mampu merebut kemerdekaan. Jika tanpa kekuatan generasi
muda,  mustahil Indonesia ini merdeka. Demikian ungkapan kekaguman Bung Karno, yang
diabadikan oleh sejarah bangsa.
Pantas, Syekh Mustafa Al-Ghulayaini, seorang pujangga Mesir berkata:
‫حيتها‬ ‫اقدامها‬ ‫وفى‬ ‫االمة‬ ‫امر‬ ‫يدالشبان‬ ‫فى‬ ‫ان‬
Sesungguhnya pada tangan-tangan pemudalah urusan umat dan pada kaki-kaki
merekalah terdapat kehidupan umat.
Andai pemudanya kuat dan amanat,  bangsa akan hebat. Tapi andai pemudanya
lemah dan khianat, bangsa akan hancur kiamat.
Lalu, bagaimana solusi dasar membangun generasi qur’ani yang kuat dan amanat
ini? Sebagai jawabanya kita renungkan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Qashas [28]:
26
‫األمين‬ ‫القوى‬ ‫ايتجرت‬ ‫من‬ ‫خيرا‬ ‫ان‬ ‫استأجرت‬ ‫ياابت‬ ‫احداهما‬ ‫قالت‬
            Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya
Hadirin, secara tekstual ayat tersebut sebagai sanjungan kepada Nabiyullah Musa
a.s., karena beliau sebagai insan muda ‫األمين‬ ‫القوى‬ (al-Qawiy al-Amin). Disebut al-Qawiy:
 ‫رجال‬ ‫عشرة‬ ‫اال‬ ‫حملها‬ ‫اليطيق‬ ‫التي‬ ‫الصخراء‬ ‫رفع‬ ‫انه‬
Nabiyulllah Musa a.s. mampu mengangkat  penutup sumur oleh seorang diri
padahal seharusnya oleh sepuluh orang. Demikian penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam
Tafsirnya.
Sedangkan konsep qawiyun yang signifikan untuk kita terapkan di era modern seperti
sekarang, adalah “quwatul ‘ilmi”, kekuatan ilmu karena science is power. Bahkan  rasulullah
SAW bersabda:
‫سائرالكواكب‬ ‫البدرعلى‬ ‫القمرليلة‬ ‫كفضل‬ ‫العابد‬ ‫على‬ ‫العالم‬ ‫فضل‬
Keutamaan orang berilmu dengan orang yang papa pengetahuan laksana rembulan yang
meredupkan jutaan kemilaunya bintang-gemintang di angkasa luar.
Pantas sejarah mencatat, salah satu sifat rasulullah adalah fathonah, wahyu pertama
yang beliau terima adalah perintah membaca, memperhatikan, menggali, serta membuka
tabir rahasia alam seperti dinyatakan dalam isarat ayat:
‫تعلمون‬ ‫افال‬  ‫افالتبصرون‬  ‫تعقلون‬ ‫افال‬
   Dengan konsep serta uswah rasulullah ini hadirin, Islam berhasil
mencetak generasi-generasi qur’ani yang cerdas dan kuat secara intelektual. Kita kenal,
Muhammad bin Musa al-Khuwarizmi, al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak lagi ilmuan
serta filosuf muslim lainnya yang dicatat dengan tinta emas sepanjang sejarah peradaban
manusia.
            Namun sayang seribu sayang, kejayaan Islam tersebut, kini ha nya tinggal kenangan,
tinta emas sudah berubah menjadi tinta kelam. Sebab sebagian generasi muslim saat ini,
merupakan generasi terbelakang, terlemah, jauh tertinggal dalam penguasaan ilmu
pengetahuan oleh umat dan bangsa-bangsa lain di dunia. Demikian disimpulkan oleh  Prof.
Dr. Isma’il Raj’i al-Faruqi.
Dampaknya:
‫كفرا‬ ‫يكون‬ ‫ان‬ ‫الفقر‬ ‫كاد‬ 
Faqir ilmu maupun faqir harta akan membawa manusia kepada kekufuran.
Akibat lemah ilmu pengetahuan menyebabkan ketergantungan, kemiskinan bahkan
memicu berbagai kemunkaran. Seperti main judi, remi, domino, kasino, jisong, mahyong,
gapleh, 41 (porty-one), kiu-kiu. Bahkan tidak mustahil akibat himpitan ekonomi, gadis-
gadis kita menjadi kupu-kupu malam. Na’udzubillahi min dzalik.
Pantas Sayidina Ali karomallhu wajhah, dengan tegas berkata:
‫ولتقى‬ ‫بالعلم‬ ‫وهللا‬ ‫الفتى‬ ‫حياة‬
Eksisnya seorang pemuda, demi Allah tergantung kepada ilmu dan ketaqwaanya.
Dengan demikian generasi qur’ani adalah generasi berilmu dan bertaqwa, atau
harus qawiyun dan aminun dalam ayat tadi.
Sebab andai generasi-generasi kita  kuat secara intelektualitas, tapi tidak kuat
memegang amanat niscaya hanya akan lahir Tsa’labah-Ts’alabah bergaya Tupai, siap
membantai, Qarun-Qarun bersiasat musang, siap menyerang, Namrudz-Namrudz berjurus
tikus, siap meringkus, bahkan akan lahir Fir’aun-Fir’aun berair mata buaya, pandai
berpura-pura, gayanya bak pelopor padahal dia biangnya koruptor. Na’udubillahi min
Dzalik.
            Oleh karena itu di dalam rangka mewujudkan generasi qur’ani, kita bukan saja
dituntut mencetak generasi-generasi pintar, teknokrat-teknokrat brilian, tapi kita pun
dituntut mencetak generasi benar, insan-insan beriman serta generasi-generasi berbudi
luhur, berakhlak mulia.  Sauky dalam sya’irnya mengatakan:
‫ذهبوا‬ ‫اخالقهم‬ ‫ذهبت‬ ‫هموا‬ ‫فان‬  ‫مابقيت‬ ‫االخالق‬ ‫االمم‬ ‫انما‬
 Sesungguhnya bangsa-bangsa akan jaya, bangsa-bangsa akan berdiri, bangsa-
bangsa akan maju, jika ditopang dengan akhlak. Tapi  suatu bangsa akan hancur
tersungkur, rusak binasa jika tidak berakhlak mulia.
Maka mendidik generasi  yang cerdas secara intelektualis dan  sempurna secara
moralitas, marupakan pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dalam  upaya
mewujudkan generasi qur’ani yang kuat dan amanah, sekaligus sebagai aktualisasi
keimanan dan kesholehan yang dibalas oleh Allah SWT, sebagaimana dalam qur’an surah
al-maidah [5]: 9
‫عظيم‬ ‫واجر‬ ‫مغفرة‬ ‫لهم‬ F‫وعملواالصالحات‬ ‫امنوا‬ ‫الذين‬ ‫وعدهللا‬
Allah telah berjanji bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bagi mereka ampunan
dan pahala yang melimpah ruah.

Hadirin yang berbahagia


Dengan berakhirnya, lantunan kalam Illahi tadi, pemabahasan ini dapat disimpulkan, bahwa
generasi qur’ani yang kuat dan amanat adalah generasi yang memiliki kualitas ilmu, kualitasiman dan
kualitas akhlak yang harus menjadi agent of social change bagi bangsanya, seperti nabiyullah Musa a.s.
Oleh karena itu, melalui momentum syarhil qur’an ini kami menghimbau khususnya kepada
generasi muda dan generasi mudi harapan pertiwi, mari kita hiasi hidup al-Qur’an agar terarah, hiasi
hidup dengan ilmu agar mudah,  dan hiasi hidup dengan cinta agar indah. Sebab hidup tanpa al-Qur’an
akan tersasar, hidup tanpa ilmu akan sukar dan hidup tanpa cinta akan hambar.
‫كاته‬ ‫وبر‬ ‫هللا‬ ‫ورحمة‬ ‫عليكم‬ ‫والسالم‬

Anda mungkin juga menyukai