Anda di halaman 1dari 11

Hans Eysenck

● Biografi
Hans Eysenck (1916 - 1997)

Hans Jurgen Eysenck lahir pada tanggal 4 Maret 1916 di Berlin.


Dengan bangkitnya kekuatan Nazi di Jerman, Eysenck pindah ke
Inggris pada tahun 1934 untuk kuliah di University College di London.
Ia menerima gelar PhD pada tahun 1940 saat bekerja di perguruan
tinggi di departemen psikologi. Pada tahun 1955, Eysenck mengambil
posisi sebagai profesor psikologi di Institute of Psychiatry di King's
College. Dia memegang posisi itu hingga tahun 1983 dan menerbitkan
banyak karyanya selama waktu itu. Dia memfokuskan perhatiannya
pada kecerdasan dan kepribadian dan membantu meluncurkan jurnal
psikologis Personality and Individual Differences. Pada saat
kematiannya pada tahun 1997, Eysenck memegang predikat sebagai
psikolog yang paling banyak dikutip dalam jurnal ilmiah.

Eysenck mendapatkan banyak penghargaan, termasuk Distinguished


Contributions Award of the International Society for the Study of
Individual Differences. Asosiasi Psikologi Amerika memberinya
Distinguished Scientist Award (1988), President Citation for Scientific
Contribution (1993), the William James Fellow Award (1994), dan
Centennial Award for Distinguished Contribution for Clinical
Psychology(1996).

● Eysenck’s Factor Theory :


Teori kepribadian Hans Eysenck memiliki komponen psikometri dan
biologis yang kuat. Menurutnya, penerapan teknik psikometri saja tidak
cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan bahwa
dimensi kepribadian yang diperoleh melalui metode analitik faktor
adalah steril dan tidak berarti kecuali mereka telah terbukti memiliki
keberadaan biologis (Feist & Feist, 2018).
- Kriteria dalam Mengidentifikasi Faktor :
Eysenck membuat daftar empat kriteria dalam mengidentifikasi
suatu faktor, yaitu:
· Bukti psikometrik, bahwa faktor harus reliabel dan dapat
direplikasi. Peneliti juga harus dapat menemukan faktor tersebut,
dan secara konsisten mengidentifikasi ekstraversi, neurotisme,
dan psikotik yang ditemukan oleh Eysenck.
· Keterwarisan (heritability). Kriteria ini mengeliminasi
karakteristik yang dipelajari, serta kemampuan untuk
mengimitasi suara-suara (pendapat atau pandangan) dari
orang-orang terkenal atau keyakinan agama maupun politik.
· Masuk akal saat dipandang dari segi teoritis. Eysenck
menggunakan metode deduktif dalam melakukan investigasi,
dimulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang
konsisten secara logis dengan teori tersebut.
· Mempunyai relevansi sosial, yaitu harus ditunjukkan
bahwa faktor yang didapatkan secara matematis harus
mempunyai hubungan dengan variabel sosial yang relevan,
seperti kecanduan obat-obatan, kerentanan akan cedera yang
tidak disengaja, performa cemerlang dalam olahraga, perilaku
psikotik, kriminalitas, dan lain-lain (Feist & Feist, 2018).
- Hierarki Organisasi Perilaku
Eysenck mengenali suatu hierarki empat level dalam
pengorganisasian perilaku, yaitu:
· Kognisi atau tindakan spesifik, perilaku atau pikiran
individual yang mungkin ataupun tidak, merupakan karakteristik
dari seseorang. Misalnya seorang siswa gemar menyelesaikan
tugas membaca akan menjadi contoh dari tindakan spesifik.
· Tindakan Kebiasaan atau kognisi yang umum, yaitu
respon yang terjadi secara berulang dalam kondisi yang serupa.
Misalnya, jika seorang siswa sering mengerjakan tugas sampai
selesai, perilaku ini akan menjadi kebiasaan.
· Sifat, yaitu disposisi kepribadian yang penting dan
semi-permanen. Misalnya seorang siswa akan memiliki sifat
ketekunan jika mereka biasanya menyelesaikan tugas kelas dan
terus mengerjakan upaya lain sampai mereka sudah benar - benar
selesai.
· Tipe atau superfaktor, terdiri dari beberapa sifat yang
saling berkaitan (Feist & Feist, 2018).

● Personalities Dimension :
3 faktor dari dimensi kepribadian menurut Hans Eysenck adalah
Ekstraversi (E), Neurotisme (N), dan Psikotisme (P). Eysenck
menilai ketiga faktor ini sebagai bagian dari struktur kepribadian
normal. Ketiganya bersifat bipolar dengan ekstraversi berada dalam
salah satu kutub dari faktor (E) dan introversi menempati kutub
sebaliknya ( Ekstraversi vs Introversi). Serupa dengan hal tersebut,
faktor (N) meliputi neurotisme pada satu kutub dan stabilitas pada
kutub yang lainnya ( Neurotisme vs Stabilitas Emosional), dan faktor
(P) mempunyai psikotik dalam satu kutub dan fungsi superego dalam
kutub lainnya ( Psikotik vs Superego).

Sifat bipolar dari faktor yang ditemukan oleh Eysenck tidak


mengimplikasikan bahwa kebanyakan orang berada dalam satu kutub
atau yang lainnya dalam ketiga kutub utama. Setiap faktor mempunyai
distribusi yang bersifat unimodal dari pada bimodal. Eysenck
berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia
berikan untuk mengidentifikasi dimensi kepribadian, yaitu:
1. Bukti psikometrik yang kuat harus ada dalam setiap faktor,
terutama faktor E dan N. Ekstraversi dan neurotisme (atau kecemasan)
adalah faktor dasar dalam hamper semua kajian analisis faktor dari
keperibadian manusia, termasuk beragama versi dari teori lima faktor
(John & Srivastava dalam Feist & Feist, 2018).
2. Eysenck berargumen bahwa dasar biologis yang kuat terdapat
dalam masing-masing superfaktor tersebut (John, dkk dalam Feist &
Feist, 2018).
3. Tiga dimensi kepribadian Eysenck masuk akal secara teoritis.
4. Eysenck berulang kali memperlihatkan bahwa ketiga faktor
berkaitan dengan isu sosial, seperti penggunaan obat-obatan terlarang,
perilaku seksual, kriminalitas, mencegah kanker dan penyakit jantung,
serta kreativitas (Eysenck dalam Feist & Feist, 2018).

a. Ekstraversi
Konsep yang dimiliki Eysenck mengenai ekstraversi dan introversi
lebih dekat dengan penggunaan populer dari kedua istilah ini.
Orang-orang ekstroversi mempunyai karakteristik utama, yaitu
kemampuan bersosialisasi dan sifat impulsif, senang bercanda, penuh
gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain yang
mengindikasikan orang-orang yang menghargai hubungan mereka
dengan orang lain (Eysenck & Eysenck dalam Feist & Feist, 2018).
Orang-orang introvert mempunyai karakteristik sifat-sifat yang
berkebalikan dari mereka yang ekstrovert. Mereka dapat dideskripsikan
sebagai pendiam, pasif, tidak terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup,
penuh perhatian, pesimistis, damai, tenang, dan terkontrol. Akan tetapi
menurut Eysenck, perbedaan paling mendasar antara ekstraversi dan
introversi bukan terletak pada perilaku, melainkan pada sifat dasar
biologis dan genetiknya. Eysenck yakin bahwa penyebab utama
perbedaan antara orang ekstrovert dan introvert adalah tingkat
rangsangan kortikal yaitu suatu kondisi fisiologis yang sebagian besar
diwariskan secara genetik daripada dipelajari (Feist & Feist, 2018).

b. Neurotisme
Superfaktor yang kedua yang diekstrak oleh Eysenck adalah
neurotisme/stabilitas (N). Seperti ekstraversi/introversi, faktor N
mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck (dalam Feist &
Feist, 2018) menyatakan bahwa beberapa penelitian telah menemukan
bukti dari dasar genetik untuk sifat neurotik, seperti kecemasan,
hysteria, dan gangguan obsesif-kompulsif. Selain itu, ia fraternal dalam
jumlah perilaku antisosial dan asosial, seperti kriminalitas di usia
dewasa, gangguan perilaku dimasa kanak-kanak, homoseksualitas, dan
alkoholik. Orang-orang yang mempunyai skor tinggi dalam neurotisme
mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara
emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke kondisi normal
setelah ter stimuli secara emosional. Mereka sering mengeluhkan
gejala-gejala fisik, seperti sakit kepala dan sakit punggung, serta
mempunyai masalah psikologis yang kabur, seperti kekhawatiran dan
kecemasan. (Feist & Feist, 2018).

c. Psikotik
Seperti ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat
bipolar, dengan psikotik dalam satu kutub dan superego dalam kutub
yang lainnya. Orang yang skor P tinggi biasanya egosentris, dingin,
tidak mudah menyesuaikan diri, impulsive, kejam, agresif, curiga,
psikopatik, dan antisosial. Orang yang skor P rendah (mengarah pada
fungsi superego) cenderung bersifat altruis, mudah bersosialisasi,
empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan konvensional
(S.Eysenck dalam Feist & Feist, 2018). Eysenck memiliki hipotesis
bahwa orang-orang yang memiliki skor psikotik yang tinggi
mempunyai predisposisi untuk menyerah pada stress dan mempunyai
penyakit psikotik yang tinggi. Model diatesis-stres ini mengindikasikan
bahwa orang-orang yang mempunyai skor P yang tinggi, secara genetis
lebih rentan terhadap stress daripada yang mempunyai skor P yang
rendah. Pada periode stres yang rendah, orang dengan skor P tinggi
masih dapat berfungsi dengan normal, tetapi pada saat tingkat psikotik
yang tinggi berinteraksi dengan kadar stress yang juga tinggi, orang
tersebut menjadi lebih rentan terhadap gangguan psikotik. Sebaliknya,
orang dengan skor P rendah tidak selalu rentan pada psikosis yang
berhubungan dengan stress, dan mungkin tidak akan mengalami
kehancuran secara psikotik pada periode stress yang ekstrem. Menurut
Eysenck (dalam Feist & Feist, 2018), semakin tinggi skor psikotik,
semakin rendah kadar stress yang dibutuhkan untuk menimbulkan
reaksi psikotik.

● Measuring Personality
Eysenck mengembangkan empat inventori (alat ukur/tes) kepribadian
yang mengukur superfaktor yang digagasnya.
· Maudsley Personality Inventory atau MPI yang hanya mengkaji
E dan N, serta menghasilkan beberapa korelasi dari kedua faktor
tersebut. ( Eysenck, 1959).
· Eysenck Personality Inventory atau EPI. EPI memiliki skala
kebohongan untuk mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang terpenting
tes tersebut mengukur ekstraversi dan neurotisme secara independen,
dengan korelasi yang hampir nol antara E dan N. Pada tahun 1965,
Sybil B. G. Eysenck (istri kedua dari Hans Eysenck) mengembangkan
Junior EPI yang dapat digunakan untuk anak - anak berusia 7 - 16
tahun.
· Eysenck Personality Questionnaire (EPQ) merupakan lanjutan
dari EPI. Karena EPI hanya berupa 2 faktor inventori, Hans dan Sybil
Eysenck menerbitkan EPQ pada tahun 1975 untuk memasukkan skala
psikotik (P) ke dalam tes. EPQ juga diterbitkan dalam dua versi yaitu
untuk dewasa dan anak anak.
· Eysenck Personality Questionnaire-Revised merupakan revisi
dari EPQ karena adanya beberapa kritik terhadap skala P (H.J.Eysenck
& S.B.G. Eysenck dalam Feist & Feist, 2018).

Biological Bases of Personality

Menurut Eysenck, Psychoticism, Extraversion dan Neuroticism punya faktor


biologis yang kuat. Bukti dari kuatnya komponen biologis dijelaskan
Eysenck pada penelitian oleh Mc Crae & Ailik, (2002). Eysenck mengutip
tiga utas bukti untuk komponen biologis yang kuat dalam kepribadian.
Pertama, penelitian (McCrae & Allik, 2002) telah menemukan hampir faktor
identik di antara orang-orang di berbagai belahan dunia, tidak hanya di Barat
Eropa dan Amerika Utara, tetapi juga di Uganda, Nigeria, Jepang, Cina,
Rusia, dan negara Afrika dan Eropa lainnya. Kedua, bukti (McCrae & Costa,
2003) menunjukkan bahwa individu cenderung mempertahankan posisi
mereka dari waktu ke waktu pada hal yang berbeda dimensi kepribadian. Dan
ketiga, studi tentang anak kembar (Eysenck, 1990) menunjukkan kesesuaian
yang lebih tinggi antara kembar identik dibandingkan antara persaudaraan
sesama jenis kembar dibesarkan bersama, menunjukkan bahwa faktor genetik
memainkan peran dominan dalam menghalangi perbedaan individu dalam
kepribadian.
Gambar 14.5 menunjukkan bahwa P, E, dan N berada di tengah
perkembangan lima langkah dari DNA ke perilaku sosial, dengan perantara
biologis dan bukti eksperimental yang menjangkarkan tiga kepribadian
utama. Dengan kata lain, kepribadian memiliki determinan genetik yang
secara tidak langsung membentuk perantara biologis, dan perantara biologis
ini membantu membentuk P, E, dan N.

Personality as Predictor

- Personality and Behavior: Dapatkah tiga dimensi kepribadian umum


Eysenck memprediksi perilaku?

Menurut model Eysenck yang ditunjukkan pada Gambar 14.5, psikotisme,


ekstraversi, dan neurotisme harus memprediksi hasil studi eksperimental serta
perilaku sosial. Lebih lanjut, Eysenck (1997) mengemukakan bahwa banyak
studi psikologi telah mencapai kesimpulan yang salah karena mengabaikan
faktor kepribadian. Eysenck (1995) juga menghipotesiskan bahwa psikotisme
(P) berhubungan dengan kejeniusan dan kreativitas. Namun, hubungannya
tidak sederhana. Banyak anak memiliki kemampuan kreatif, tidak sesuai, dan
memiliki gagasan yang tidak ortodoks; tetapi mereka tumbuh menjadi orang
yang tidak kreatif. Eysenck menemukan bukti bahwa orang-orang ini tidak
memiliki ketekunan untuk mendapatkan skor tinggi. Anak-anak dengan
potensi kreatif yang sama yang juga tergolong psikotisme tinggi (P) mampu
melawan kritik dari orang tua dan guru serta tampil sebagai orang dewasa
yang kreatif. Demikian pula, Eysenck dan S. B. G. Eysenck (1975)
melaporkan bahwa pencetak skor P tinggi dan skor E tinggi cenderung
menjadi pembuat onar saat masih anak-anak. Namun, orang tua dan guru
cenderung menganggap anak-anak ekstravert sebagai anak bandel yang
menawan dan memaafkan pelanggaran ringan mereka, sedangkan mereka
melihat skor P tinggi lebih dengki, mengganggu, dan tidak bisa dicintai.
Dengan demikian, pembuat onar dengan skor E tinggi cenderung tumbuh
menjadi orang dewasa yang produktif, sedangkan pembuat onar dengan skor
P tinggi cenderung terus memiliki masalah belajar, terlibat kejahatan, dan
kesulitan berteman (S. Eysenck, 1997). Menurut Eysenck, penting untuk
mempertimbangkan berbagai kombinasi dimensi kepribadian dalam
melakukan penelitian agar tidak terjadi kesesatan dalam memprediksi
perilaku.

- Personality and Disease: Dapatkah faktor kepribadian memprediksi


kematian akibat penyakit?

Pada awal 1960-an, Eysenck dan David Kissen (Kissen & Eysenck, 1962)
menemukan bahwa orang yang mendapat skor rendah pada neurotisme (N)
pada Maudsley Personality Inventory cenderung menekan emosi mereka dan
jauh lebih mungkin daripada peraih skor N tinggi untuk menerima diagnosis
kanker paru-paru. Eysenck menyatakan bahwa hubungan antara kepribadian
dan penyakit tidak membuktikan bahwa faktor psikologis menyebabkan
kanker dan penyakit jantung. Sebaliknya, penyakit-penyakit ini disebabkan
oleh interaksi dari banyak faktor. Eysenck (1996) berpendapat bahwa
merokok saja tidak menyebabkan kanker atau CVD, tetapi bila
dikombinasikan dengan faktor stres dan kepribadian, hal itu membantu
berkontribusi pada kematian akibat kedua penyakit ini.
Referensi :
Hans Eysenck Biography. (2011, November 11). Goodtherapy.org.

https://www.goodtherapy.org/famous-psychologists/hans-eysenck

APA Style. Feist, Jess, Feist, Gregory F., Roberts, Tomi-Ann. (2018). Theories of

Personality, 9th ed (9). : McGraw-Hill International Editions.

Nurussyifa, U. (2013). TEORI KEPERIBADIAN HANS J. EYSENCK: TIPOLOGI

BIOLOGIS. Blogspot.com.

http://ulfahnurussyifa.blogspot.com/2013/06/teori-keperibadian-hans-j-eysenck.html

Anda mungkin juga menyukai