● Biografi
Hans Eysenck (1916 - 1997)
● Personalities Dimension :
3 faktor dari dimensi kepribadian menurut Hans Eysenck adalah
Ekstraversi (E), Neurotisme (N), dan Psikotisme (P). Eysenck
menilai ketiga faktor ini sebagai bagian dari struktur kepribadian
normal. Ketiganya bersifat bipolar dengan ekstraversi berada dalam
salah satu kutub dari faktor (E) dan introversi menempati kutub
sebaliknya ( Ekstraversi vs Introversi). Serupa dengan hal tersebut,
faktor (N) meliputi neurotisme pada satu kutub dan stabilitas pada
kutub yang lainnya ( Neurotisme vs Stabilitas Emosional), dan faktor
(P) mempunyai psikotik dalam satu kutub dan fungsi superego dalam
kutub lainnya ( Psikotik vs Superego).
a. Ekstraversi
Konsep yang dimiliki Eysenck mengenai ekstraversi dan introversi
lebih dekat dengan penggunaan populer dari kedua istilah ini.
Orang-orang ekstroversi mempunyai karakteristik utama, yaitu
kemampuan bersosialisasi dan sifat impulsif, senang bercanda, penuh
gairah, cepat dalam berpikir, optimis, serta sifat-sifat lain yang
mengindikasikan orang-orang yang menghargai hubungan mereka
dengan orang lain (Eysenck & Eysenck dalam Feist & Feist, 2018).
Orang-orang introvert mempunyai karakteristik sifat-sifat yang
berkebalikan dari mereka yang ekstrovert. Mereka dapat dideskripsikan
sebagai pendiam, pasif, tidak terlalu bersosialisasi, hati-hati, tertutup,
penuh perhatian, pesimistis, damai, tenang, dan terkontrol. Akan tetapi
menurut Eysenck, perbedaan paling mendasar antara ekstraversi dan
introversi bukan terletak pada perilaku, melainkan pada sifat dasar
biologis dan genetiknya. Eysenck yakin bahwa penyebab utama
perbedaan antara orang ekstrovert dan introvert adalah tingkat
rangsangan kortikal yaitu suatu kondisi fisiologis yang sebagian besar
diwariskan secara genetik daripada dipelajari (Feist & Feist, 2018).
b. Neurotisme
Superfaktor yang kedua yang diekstrak oleh Eysenck adalah
neurotisme/stabilitas (N). Seperti ekstraversi/introversi, faktor N
mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck (dalam Feist &
Feist, 2018) menyatakan bahwa beberapa penelitian telah menemukan
bukti dari dasar genetik untuk sifat neurotik, seperti kecemasan,
hysteria, dan gangguan obsesif-kompulsif. Selain itu, ia fraternal dalam
jumlah perilaku antisosial dan asosial, seperti kriminalitas di usia
dewasa, gangguan perilaku dimasa kanak-kanak, homoseksualitas, dan
alkoholik. Orang-orang yang mempunyai skor tinggi dalam neurotisme
mempunyai kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara
emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke kondisi normal
setelah ter stimuli secara emosional. Mereka sering mengeluhkan
gejala-gejala fisik, seperti sakit kepala dan sakit punggung, serta
mempunyai masalah psikologis yang kabur, seperti kekhawatiran dan
kecemasan. (Feist & Feist, 2018).
c. Psikotik
Seperti ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat
bipolar, dengan psikotik dalam satu kutub dan superego dalam kutub
yang lainnya. Orang yang skor P tinggi biasanya egosentris, dingin,
tidak mudah menyesuaikan diri, impulsive, kejam, agresif, curiga,
psikopatik, dan antisosial. Orang yang skor P rendah (mengarah pada
fungsi superego) cenderung bersifat altruis, mudah bersosialisasi,
empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, dan konvensional
(S.Eysenck dalam Feist & Feist, 2018). Eysenck memiliki hipotesis
bahwa orang-orang yang memiliki skor psikotik yang tinggi
mempunyai predisposisi untuk menyerah pada stress dan mempunyai
penyakit psikotik yang tinggi. Model diatesis-stres ini mengindikasikan
bahwa orang-orang yang mempunyai skor P yang tinggi, secara genetis
lebih rentan terhadap stress daripada yang mempunyai skor P yang
rendah. Pada periode stres yang rendah, orang dengan skor P tinggi
masih dapat berfungsi dengan normal, tetapi pada saat tingkat psikotik
yang tinggi berinteraksi dengan kadar stress yang juga tinggi, orang
tersebut menjadi lebih rentan terhadap gangguan psikotik. Sebaliknya,
orang dengan skor P rendah tidak selalu rentan pada psikosis yang
berhubungan dengan stress, dan mungkin tidak akan mengalami
kehancuran secara psikotik pada periode stress yang ekstrem. Menurut
Eysenck (dalam Feist & Feist, 2018), semakin tinggi skor psikotik,
semakin rendah kadar stress yang dibutuhkan untuk menimbulkan
reaksi psikotik.
● Measuring Personality
Eysenck mengembangkan empat inventori (alat ukur/tes) kepribadian
yang mengukur superfaktor yang digagasnya.
· Maudsley Personality Inventory atau MPI yang hanya mengkaji
E dan N, serta menghasilkan beberapa korelasi dari kedua faktor
tersebut. ( Eysenck, 1959).
· Eysenck Personality Inventory atau EPI. EPI memiliki skala
kebohongan untuk mendeteksi kepura-puraan, tetapi yang terpenting
tes tersebut mengukur ekstraversi dan neurotisme secara independen,
dengan korelasi yang hampir nol antara E dan N. Pada tahun 1965,
Sybil B. G. Eysenck (istri kedua dari Hans Eysenck) mengembangkan
Junior EPI yang dapat digunakan untuk anak - anak berusia 7 - 16
tahun.
· Eysenck Personality Questionnaire (EPQ) merupakan lanjutan
dari EPI. Karena EPI hanya berupa 2 faktor inventori, Hans dan Sybil
Eysenck menerbitkan EPQ pada tahun 1975 untuk memasukkan skala
psikotik (P) ke dalam tes. EPQ juga diterbitkan dalam dua versi yaitu
untuk dewasa dan anak anak.
· Eysenck Personality Questionnaire-Revised merupakan revisi
dari EPQ karena adanya beberapa kritik terhadap skala P (H.J.Eysenck
& S.B.G. Eysenck dalam Feist & Feist, 2018).
Personality as Predictor
Pada awal 1960-an, Eysenck dan David Kissen (Kissen & Eysenck, 1962)
menemukan bahwa orang yang mendapat skor rendah pada neurotisme (N)
pada Maudsley Personality Inventory cenderung menekan emosi mereka dan
jauh lebih mungkin daripada peraih skor N tinggi untuk menerima diagnosis
kanker paru-paru. Eysenck menyatakan bahwa hubungan antara kepribadian
dan penyakit tidak membuktikan bahwa faktor psikologis menyebabkan
kanker dan penyakit jantung. Sebaliknya, penyakit-penyakit ini disebabkan
oleh interaksi dari banyak faktor. Eysenck (1996) berpendapat bahwa
merokok saja tidak menyebabkan kanker atau CVD, tetapi bila
dikombinasikan dengan faktor stres dan kepribadian, hal itu membantu
berkontribusi pada kematian akibat kedua penyakit ini.
Referensi :
Hans Eysenck Biography. (2011, November 11). Goodtherapy.org.
https://www.goodtherapy.org/famous-psychologists/hans-eysenck
APA Style. Feist, Jess, Feist, Gregory F., Roberts, Tomi-Ann. (2018). Theories of
BIOLOGIS. Blogspot.com.
http://ulfahnurussyifa.blogspot.com/2013/06/teori-keperibadian-hans-j-eysenck.html