Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nanda Rivat Cahya Dinullah

NIM : 933803920

Kelas : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir A

MUHSINAH AL-LAFDZIYAH DAN MAKNAWIYAH

MUHSINAH AL-LAFZHIYYAH Untuk memperindah lafazh (muhsinat al-lafzhiyyah) terdapat


beberapa bentuk, yaitu:

1. Jinas, yaitu keserupaan dua lafazh dalam segi ucapan namun berbeda dalam segi makna.
Badî‟ jinas ini terbagi menjadi dua, yaitu lafzhi dan ma‟nawi, yang masing-masing terbagi menjadi
sebagaimana uraian berikut.

a. Jinas lafzhi:

1) Jinas Tamm, yaitu dua lafazh yang sejenis dan sama tentang macam, jumlah, sifat, dan susunan
hurufnya.

2) Jinas Ghayr Tamm (nâqish), yaitu dua lafazh yang sejenis, namun berbeda macam, jumlah, sifat dan
susunan hurufnya, meskipun hanya dengan satu huruf,

3) Jinas Muthlaq, yaitu kesesuaian dua lafazh tentang huruf dan susunannya, namun berbeda musytaq-
nya. Jika sama musytaqnya, disebut jinas isytiqâq,

b. Jinas Ma’nawi:

1) Idlmar, yaitu menyebutkan satu lafazh namun dipahami lafazh lain yang tidak dimaksudkan makna
aslinya

2) Isyârah, yaitu menyebutkan salah satu dari dua lafazh yang sejenis secara isyarat.

2. Radd al-‘Ajz, yaitu mengembalikan lafazh terakhir pada permulaan kalimat. Badî‟ Radd al-„Ajz
dirinci menjadi dua:

a. Dalam natsar, yaitu mengulang dua lafazh yang sama atau sejenis dengannya.

b. Dalam nadhm, yaitu mengulang dua lafazh sama, sejenis atau sama musytaqnya. Satu lafazh
pada akhir bait, sedang lainnya pada awal separo bait (mishra‟) pertama, atau bentuk-bentuk
yang lainnya berjumlah enam belas.

3. Saja’, yaitu kesesuaian huruf akhir antara dua fashîlah (kalimat akhir). Badî‟ saja‟ ini dibagi
menjadi tiga, yaitu,

a. Mutharraf, yaitu dua fashilah yang berbeda wazn, namun sama qafiyatnya,

b.Murashsha‟, yaitu semua atau kebanyakan lafazh salah satu dari dua faqrah sama tentang
wazn dan qâfiyah-nya,

c. Mutawâzi, yaitu dua faqrah yang sama tentang wazn dan qâfiyah,
MUHSINA MAKNAWIYAH

Terdapat beberapa bentuk memperindah makna, yaitu:

1. Tawriyyat (samar), yaitu lafazh yang mempunyai dua pengertian; dekat (qarîb) dan jauh
(ba‟îd) atau lebih, sedang yang dimaksud adalah pengertian yang ba‟‟îd, walaupun harus menggunakan
petunjuk atau qarînah yang tidak jelas. Pengertian qarîb dan ba‟‟îd dibedakan dari mudah dan sulitnya
memahami pengertian, karena telah banyak berlaku dan tidak banyak berlaku meskipun terdapat
petunjuk atau qarînah. Dalam badî‟ tauriyyah itu, makna yang dimaksud adalah makna ba‟‟îd meskipun
petunjuk dan qarînahnya tidak jelas dan hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang cerdik pandai.

2. Istikhdâm, yaitu menyebutkan lafazh tertentu dengan satu pengertiannya, kemudian


menyebutkan dlâmir atau ism isyârah untuk pada lafazh tersebut dengan pengertian yang lain, namun
dari kedua makna itu dikehendaki salah satunya. Atau menyebutkan dua dlâmir dari lafazh tertentu,
namun pengertian pada dlâmir kedua berbeda dengan pengertian dalmir pertama.

3. Musyakalah, yaitu menyebutkan suatu makna dengan lafazh selain lafazhnya sendiri, karena
makna itu disebutkan bersama lafazh lain, baik tampak nyata atau tidak.

4. Ri’yatun Nadzir, yaitu menyebutkan dua hal atau lebih yang mengandung kesesuaian, tapi
tidak dengan cara perbandingan

5. Thibâq, yaitu mengumpulkan dua lafazh yang berbandingan dalam maknanya, baik karena
dliddayn (berlawanan), naqidlayn (saling meniadakan), atau „adamah wa al- malakah; seperti buta dan
dapat melihat, baik keduanya berupa ism, fi‟l atau huruf.

6. Muqalabat, yaitu menyebutkan dua makna atau lebih yang mempunyai kesesuaian, kemudian
disebutkan perbandingannya sesuai dengan susunan makna itu.

7. Husn al-Ta‟lîl, yaitu mereka-reka adanya „illat yang tidak berdasarkan kenyataan dalam suatu
sifat, dalam hal ini dapat dirinci sebagai berikut:

a. Sifat yang tidak membutuhkan „illat, namun direka-reka,

b. Sifat yang telah jelas illatnya

c. Sifat itu hanya mungkin melekat pada sesuatu

d. Sifat itu tidak mungkin terjadi,

8. Ta‟kîd al-mâdhi bi ma yusbih al-dzamm, yaitu menguatkan pujian terhadap seseorang dengan
sesuatu yang menyerupai celaan. Badî‟ ini ada dua macam, yaitu:

a. Mengecualikan pujaan dari celaan yang telah dinafikan, dnegan cara mengira-ngira pujaan
dalam celaan itu

b. Menetapkan pujaan terhadap sesuatu, kemudian diikuti pengecualian (istitsnâ‟) yang


mengandung pujaan juga
9. Ta‟kîd al-dzamm bi ma yusybih al-madh, yaitu menguatkan celaan dengan sesuatu yang
menyerupai pujaan. Badî‟ ini terbagi mnejadi:

a. Mengecualikan celaan dari pujaan yang telah dinafikan dengan cara mengira-
ngirakan( memasukkan)nya kedalam pujaan itu

b. Menetapkan celaan yang diikuti pengecualian (istitsna‟) yang mengandung celaan juga.

10. Mubâlagah, yaitu menduga kuat atau lemahnya satu sifat sampai pada batas mustahil, atau
mungkin sifat itu ada namun jauh sekali. Badî‟ ini ada dua macam, yaitu:

a. Tablîgh, jika sifat yang diduga kuat atau lemah itu mungkin wujudnya menurut akal dan adat
kebiasaan,

b. Ighrâq, jika sifat itu mungkin adanya menurut akal bukan menurut adap

Anda mungkin juga menyukai