Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

KEGIATAN PROJEK SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tahap Pembelajaran Bersama

Olah Kreativitas dan Kewirausahaan (OKK)

Dosen Pengampu

Ida Maryati, S, Kp., M. Kep., SP. Mat., Ph. D

SEX EDUCATION FAIR UNTUK REMAJA

Disusun oleh

Kelompok 8 Kelas 58

Leni Oktopiani 170410200002

Mutia Syifa 120310200001

Sri Retno Rochmawati 140210200017

Trisyandi Imanudin 230110200039

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah – Nya kepada kita semua khususnya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
akhir semester yang diberikan oleh dosen pada mata kuliah Olah Kreativitas dan
Kewirausahaan serta untuk melaporkan projek aksi sosial yang telah kami laksanakan.

Dalam melaksanakan projek aksi sosial maupun proses penyusunan laporan ini, kami
menjumpai hambatan. Namun berkat dukungan material dari berbagai pihak, akhirnya kami
dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait
yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.

Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Allah SWT, meski begitu tentu
tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya.
Harapan kami semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi kami, bagi partisipan kegiatan
projek aksi sosial, dan bagi pembaca lain pada umumnya.

Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja adalah era transisi dari masa pubertas ke masa dewasa. Remaja memiliki
selera ingin tahu banyak tentang sesuatu yang dilakukan oleh orang dewasa, termasuk
masalah seksual (Sarwono, 2000). Rasa ingin tahu ini mendorong kaum muda
menggunakan media informasi. Menurut Santrock (2003), teknologi kini semakin maju.
Pasalnya, media elektronik dapat menyebabkan seseorang mendesain realitas melalui
simulasi manusia yang terperangkap antara kenyataan dan fantasi. Kemajuan media
elektronik yang sedang melanda saat ini membuat remaja menyerbu dan menikmati
memutar VCD dan internet, dengan tayangan dan berita yang kurang mendidik yaitu
pornografi (Sumiati, dkk., 2009). Jika remaja terus menerus menikmati tayangan
pornografi, dia akan terpaksa melakukan hubungan seks pada usia dini dan di luar
jangkauan pernikahan. Apalagi pornografi umumnya tidak mengajarkan gaya seks yang
bertanggung jawab, sehingga mendorong potensi menghasilkan perilaku seksual
kehamilan remaja. Kehamilan di luar pernikahan atau penyebaran penyakit ditularkan
melalui seks, seperti PMS, AIDS (Rumyeni & Lubis, E.V., 2013).

Semakin banyak remaja terkena elemen pornografi akan menjadi masalah besar yang
bisa berkontribusi meningkatnya pertumbuhan jumlah remaja yang berperilaku seksual.
Semakin meningkatkan insiden penyakit yang disebabkan oleh perilaku seksual aktif pada
remaja juga berpengaruh untuk masalah yang berkembang tentang kesehatan reproduksi
remaja. Informasi tentang efek paparan pornografi harus diberikan kepada remaja, dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang paparan pornografi untuk
menghindari perilaku seksual yang berisiko, yaitu melalui program komunikasi, informasi
dan pendidikan (KIE). Menurut Notoatmodjo (2007), menyampaikan materi tentang
program KIE dapat dilakukan dengan sedikit metode dan media. Media yang digunakan
sangat bervariasi dalam lingkup tradisional, yaitu (diucapkan), bunyi (kentongan),
menulis (mencetak), kepada elektronika modern yaitu televisi dan internet.
B. TUJUAN KEGIATAN
1. Memberikan edukasi mengenai pendidikan seksual kepada siswa pada jenjang
SMP/SLTP Sederajat dan SMA/SLTA Sederajat, dan masyarakat umum;
2. Seluruh sasaran yang telah ditargetkan memahami dan mengimplementasikan
mengenai pentingnya pendidikan seksual.
BAB II

METODE PELAKSANAAN

A. NAMA DAN TEMA KEGIATAN

Kami memberi nama kegiatan aksi sosial ini dengan judul “Sex Edu Fair” yang
bertemakan pendidikan seksual. Dengan dipilihnya tema ini, dimaksudkan agar para
remaja di Indonesia tidak mudah terjerumus pada perilaku seks pranikah serta dapat
menambah pengetahuan dan pemahamannya mengenai sex education.

B. WAKTU KEGIATAN

Kegiatan projek aksi sosial ini dilaksanakan kurang lebih selama satu bulan, mulai
tanggal 13 November 2020 sampai dengan 10 Desember 2020. Kami melaksanakan
kegiatan tersebut sesuai dengan jadwal yang telah disepakati sebagai berikut.
C. MEDIA PELAKSANAAN

Dalam pelaksanannya, kami menggunakan media sosial, yaitu WhatsApp dan


Instagram. Namun, untuk pengisian pre-test dan post-test dan evaluasi, kami juga
menggunakan Google Formulir. Kami membuat grup WhatsApp dengan tujuan agar para
partisipan kegiatan projek aksi sosial terkoordinasi dengan baik dan kami dapat dengan
cepat memberitahukan materi yang telah diunggah pada akun Instagram.

Kami memberikan pematerian melalui foto dan video animasi yang informatif. Foto
dan video animasi dipilih dengan tujuan agar partisipan tidak merasa bosan serta supaya
banyak orang yang tertarik dan menggugah rasa penasaran untuk melihatnya. Kemudian
foto dan video ini kami unggah pada akun Instagram @sexedufair yang telah kami buat
sebelumnya. Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, kami mengapresiasi para partisipan
dengan memberikan hadiah berupa apa …

D. SASARAN

Untuk aksi sosial ini, kami menargetkan kepada siswa-siswi SLTP/ Sederajat
sebanyak 20 orang dan siswa-siswi SLTA/ Sederajat sebanyak 20 orang. Namun,
dikarenakan kami juga menggunakan media sosial Instagram yang terbuka untuk
masyarakat umum maka siapa pun dapat menjadi partisipan lalu ikut berpartisipasi dalam
kegiatan ini. Bahkan akan lebih baik jika terdapat lebih banyak partisipan daripada yang
ditargetkan.
E. MATERI KEGIATAN

Dalam kamus pscychologi, sex adalah kualitas yang menentukan seseorang pria atau
wanita (Gulo 1982:265). Seks juga bisa diartikan pelajaran tentang organ-organ
reproduksi. Seks tidak harus selalu berarti hubungan seksual. Hubungan seks adalah
hubungan intim yang dilakukan pria dan wanita yang terikat dalam sebuah pernikahan
(Andika 2010:20).

Berdasarkan survey yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak (2011) di 12


kota besar Indonesia mengenai perilaku remaja didapatkan sebanyak 83% remaja pernah
mengaku menonton video porno, 93,7% pernah melakukan hubungan seksual, dan 21%
atau satu diantara lima remaja di Indonesia pernah melakukan aborsi (Shintami, 2012).

Pencarian informasi tentang perilaku seksual remaja saat ini sangat didukung oleh
perkembangan dan kemajuan teknologi informasi berupa internet yang sedang diminati
dan digemari oleh remaja. Internet meliputi gadget dan smartphone yang banyak
digunakan remaja dalam interaksi sosial mereka. Kemajuan teknologi ibarat dua mata
pisau, di satu sisi sangat menguntungkan, di sisi lain bisa berbahaya. Salah satu dampak
negatif dari kemajuan teknologi berupa internet adalah mudahnya mengakses pornografi
dan pornoaksi yakni internet pornografi (Suyatno, 2011).

Pornografi merupakan material berbau hal-hal seksual yang membangkitkan gairah


seksual. Pornografi telah menjadi salah satu dalang rusaknya mentalitas generasi muda
bangsa. Pornografi sangat mengkhawatirkan bagi remaja dan memberikan dampak yang
buruk bagi remaja. Salah satu efek dari pornografi adalah kecanduan menikmati
pornografi (Suyatno, 2011). Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar, namun
remaja justru kurang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi dan
pengetahuan yang cukup berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Sebagai bentuk rasa
keingintahuannya, maka remaja mencari informasi sebanyak- banyaknya. Remaja
seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan
kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya, mereka akan
berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orangtuanya
menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif
sumber informasi lain seperti teman atau media internet (Darwisyah, 2009).
Mengutip pendapat Kir Kendall, bahwa tujuan pendidikan seks adalah sebagai
berikut.

1) Membentuk pengertian dalam perbedaan seks antara pria dan wanita dalam
keluarga, pekerjaan dalam seluruh kehidupan yang selalu berubah dan berbeda
dalam tiap masayarakat dan kebudayaan
2) Membentuk pengertian tentang peranan seks didalam kehidupan manusia dan
keluarga
3) Mengembangkan pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan
seks
4) Membantu murid dalam mengembangkan kepribadiannya sehingga mampu untuk
mengambil keputusan yang bertanggung jawaab, misalnya: memilih jodoh, hidup
berkeluarga, tindak kesusilaan dalam seks, dan lain-lain. Dari pendapat para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan seks ialah memberikan
pengertian tentang memperkenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara
menjaganya, baik dari sisi kesehatan dan kebersihan, keamanan serta keselamatan
menghindarkan siswa dari pelecehan seksual dan mempersiapkan anak
menghadapi masa pubertas. Materi pendidikan seks disesuaikan dengan tugas
perkembangan siswa SD.

Boyke (dalam Andika 2010:6) mengemukakan sebagai berikut: bahwa beragam


informasi yang diterima anak-anak saat ini harus dilawan dengan informasi yang benar.
Terbukti dengan negara-negara yang masih mentabukan pendidikan seks, memiliki angka
aborsi yang tinggi. Di Indonesia sekitar 2,3 juta 27 hingga 2,6 juta jiwa per tahunnya dan
30 % dilakukan oleh remaja. Berdasarkan data yang di kumpulkan, ditahun 1970-1980
sekitar 5% remaja melakukan seks bebas diluar nikah. Di tahun 1990, naik menjadi 18-
20%, tahun 2000 naik menjadi 20-25%, dan di tahun 2010 hampir 50%.

Dampak dari pergaulan bebas yang terkait dengan perilaku seksual juga menyebabkan
meninggkatnya kasus penyakit Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immune
Defesiency Virus Syndrome (HIV/AIDS) yang pada kelompok usia remaja faktor
perilaku seks bebas merupakan perilaku paling dominan (Azinar, 2013). Kasus kejadian
HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat secara signifikasi, berdasarkan data Direktoriat
Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) jumlah kasus baru HIV
positif hingga 2015 yaitu 21.511 kasus pada tahun 2012, 29.037 kasus padatahun 2013,
32.711 kasus pada tahun 2014, dan 30.935 kasus pada tahun 2015, 36.700 kasus pada
tahun 2016, 48.300 kasus pada tahun 2017, 64.043 kasus pada tahun 2018. (Kemenkes
RI, 2019).

Remaja di Indonesia telah terbukti mulai melakukan hubungan seks pada usia muda.
Berdasarkan hasil survei perilaku seksual beriko pada remaja di 33 Provinsi menyebutkan
bahwa 22,6% remaja pernah melakukan hubungan seks, 62,7% remaja Sekolah
Menengah Atas (SMA) tidak perawan, 97% pernah menonton pornografi, 21,26% sudah
pernah melakukan aborsi (KPAI, 2018).

Faktor- faktor yang menyebabkan perilaku seks pranikah pada remaja antara lain:
pengetahuan, libido seksual ,media informasi, sikap, Norma agama, orang tua dan
pergaulan bebas (kumalasari, 2018).
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan projek aksi sosial kami laksanakan berdasarkan jadwal yang telah dibuat dan
disepakati setiap anggota. Meskipun pada awalnya terdapat perubahan jadwal, tetapi kami
dapat mengatasinya sehingga kegiatan projek aksi sosial “Sex Edu Fair” tetap berjalan
dengan baik. Adapun kegiatan yang kami lakukan telah tercakup dalam tabel berikut.

B. DATA DAN ANALISIS


1. Akun Instagram
 Nama akun : @sexedufair
 Tautan : https://www.instagram.com/sexedufair/
 Jumlah pengikut : 75 pengikut, terdiri dari 4 akun anggota kelompok dan 71
akun lainnya.

2. Grup WhatsApp
 Nama grup : SEX EDU FAIR
 Jumlah anggota : 56 orang, terdiri dari 4 orang anggota kelompok dan 52
orang partisipan dalam kegiatan projek aksi sosial.

3. Pengisian Kuesioner Pre-Test


a. Jumlah Responden
Pada kegiatan “Sex Edu Fair” ini terdapat 85 responden yang mengisi pre-test.
Terdiri dari 18 orang siswa SMP/SLTP Sederajat, 52 orang siswa SMA/SLTA
Sederajat, dan 15 orang mahasiswa perguruan tinggi.

No Jenjang Pendidikan Jumlah


1 SMP/ SLTP Sederajat 18 orang
2 SMA/ SLTA Sederajat 52 orang
3 Perguruan Tinggi 15 orang
Jumlah Keseluruhan 85 orang

Dari pengisian kuesioner pre-test yang kami lakukan, diketahui bahwa terdapat
responden yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai pendidikan seksual bahkan
ada pula yang tidak mengerti atau mengetahui mengenai pendidikan seksual tersebut.
Dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

SMP/SLTP SMA/SLTA PT
No Keterangan Ya Tida Ya Tida Ya Tidak
k k
1 Mengetahui pendidikan
14 4 48 4 14 1
seksual
2 Menganggap pendidikan
16 2 52 0 15 0
seksual penting
3 Ingin mengetahui
pendidikan seksual lebih 16 2 50 2 15 0
jauh
4 Bersedia ikut berpartisipasi
16 2 47 5 14 1
dalam kegiatan
Jumlah 18 orang 52 orang 15 orang

Untuk meninjau bagaimana responden menganggap pentingnya pendidikan


seksual, kami membuat tingkatan dari tingkat 1 (sangat tidak penting) sampai tingkat
5 (sangat penting). Data yang kami peroleh yaitu sebagai berikut.

No Tingkata Keterangan SMP/SLT SMA/SLTA PT


n P
1 1 Sangat tidak penting 0 0 0
2 2 Tidak penting 1 0 0
3 3 Biasa saja 5 1 0
4 4 Penting 9 12 0
5 5 Sangat penting 7 39 15
Jumlah 18 orang 52 orang 15 orang

4. Pengisian Kuesioner Post-Test

Pada kegiatan “Sex Edu Fair” ini terdapat ( ) responden yang mengisi post-test.
Terdiri dari (18) orang siswa SMP/SLTP Sederajat, (52) orang siswa SMA/SLTA
Sederajat, dan (15) orang lainnya atau umum.

C. EVALUASI
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

holaa

B. KRITIK DAN SARAN

abc
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai