KELOMPOK 3 :
Nursalimah (7202141006)
Dosen Pengampu :
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
Alhamdulillah puji dan syukur atas kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat
dan inayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pengantar manajemen yang
berjudul “Kelompok Kerja dan Komunikasi dalam Organisasi”
Terima kasih saya ucapkan kepada bapak/ibu yang telah membantu kami baik secara
moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang
telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga makalah pengantar manajemen ini bisa menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
19 November 2020
Kelompok 3
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 2
BAB I ........................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 3
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................... 3
1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................... 4
1.3 TUJUAN ......................................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
2.1 KONSEP DASAR MENGENAI KELOMPOK KERJA ............................................................................ 5
2.2 MEWUJUDKAN KELOMPOK KERJA EFEKTIF .................................................................................. 9
2.3 MANAJEMEN KONFLIK DALAM KELOMPOK KERJA ..................................................................... 13
2.4 KONFLIK DAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI ...................................................................... 17
2.5 PERAN KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN ORGANISASI .......................................................... 17
2.6 MEMBANGUN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DALAM ORGANISASI ............................................. 26
BAB III .................................................................................................................................................... 31
PENUTUP ............................................................................................................................................... 31
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................................... 31
3.2 SARAN ......................................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 33
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada makalah sebelumnya telah menguraikan lebih lanjut bahwa agar keragaman
karakteristik individu dalam organisasi dapat lebih dipahami dan dikelola, Maka faktor
motivasi dari setiap individu perlu pula untuk diketahui, karena pada dasarnya setiap individu
memiliki motifnya masing-masing dalam organisasi titik berbagai motivasi yang ada pada diri
individu, orang-orang atau pegawai dipahami, maka faktor kepemimpinan memegang peranan
kunci dalam mengarahkan keragaman potensi dan motivasi individu menuju ke arah
pencapaian organisasi titik berbagai teori kepemimpinan telah diuraikan dalam makalah
sebelumnya. Makalah kali ini akan menutup bagian yang mengenai fungsi implementasi dan
pengarahan dalam manajemen organisasi makalah kali ini akan mengurangi mengenai
Kelompok kerja dan komunikasi sebagai salah satu kunci agar fungsi implementasi dan
pengarahan dapat berjalan secara efektif. Perlu disadari bahwa organisasi adalah kumpulan
orang-orang atau kumpulan individu dengan berbagai karakteristik motif dan potensi. Ketika
tujuan hendak dicapai maka setiap individu perlu menyadari bahwa selain dirinya merupakan
individu yang memiliki motif namun juga merupakan bagian dari sebuah kelompok atau
kumpulan yaitu organisasi pada intinya Kelompok kerja disusun agar keragaman individu
dapat menjadi potensi yang terintegrasi dalam pencapaian tujuan, dan bukan malah sumber
konflik yang akan menghambat dalam pencapaian organisasi titik oleh karena itu, lain
Kelompok kerja perlu disusun, faktor komunikasi antar kerja sama antara pimpinan dan
bawahan, dan antar bagian dalam organisasi juga menentukan Bagaimana Kelompok kerja
dapat berjalan secara efektif. Akhirnya dengan keragaman potensi individu pola kepemimpinan
yang sesuai Kelompok kerja yang tangguh, serta komunikasi yang berjalan secara efektif fungsi
implementasi dan pengarahan dari rencana yang telah disusun barangkali tidaklah menjadi
sesuatu yang sulit untuk dijalankan sehingga tujuan akan lebih mudah dicapai secara efektif
dan efisien.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konsep dasar mengenai kelompok kerja?
2. Bagaimana cara mewujudkan kelompok kerja efektif?
3. Mengapa terjadi manajemen konflik dalam kelompok kerja?
4. Apa itu konflik dan komunikasi dalam organisasi?
5. Apa saja peran komunikasi dalam manajemen organisasi?
6. Bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi?
1.3 TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Konsep dasar mengenai kelompok kerja
2. Untuk Mengetahui cara mewujudkan kelompok kerja efektif
3. Untuk Mengetahui penyebab terjadi manajemen konflik dalam kelompok kerja
4. Untuk Mengetahui konflik dan komunikasi dalam organisasi
5. Untuk Mengetahui peran komunikasi dalam manajemen organisasi
6. Untuk Mengetahui cara membangun komunikasi yang efektif dalam organisasi
4
BAB II
PEMBAHASAN
Stoner, Freeman, dan Gilbert mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan dua orang atau
lebih yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang
dipahami bersama (two or more eople who interact and influence each other toward a
common purpose). Berangkat dari defenisi ini, maka kelompok memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Merupakan kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya
karakteristik yang berbeda dari setiap orang.
b. Adanya interaksi di antara kumpulan orang tersebut.
c. Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai.
Berdasarkan karakteristik ini, jika kita memahami bahwa pekerjaan adalah sesuatu
yang telah direncanakan oleh organisasi untuk dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan,
maka kelompok kerja dapat didefenisikan sebagai kelompok yang disusun oleh organisasi
dengan tujuan untuk menjalankan berbagai pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan
organisasi.
Kelompok kerja perlu disusun terutama jika organisasi atau perusahaan beranggotakan
orang-orang dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kegiatan luas, dan pengelolaan
sumber daya yang banyak. Untuk orgsnisasi yang beranggotakan sedikit orang 5-10 orang,
barangkali keseluruhan anggota tersebut merupakan juga satu kelompok kerja, adapun untuk
organisasi yang memiliki ribuan orang anggota, maka kelompok kerja yang disusun
berdasarkan tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, tergantung dari
alasan dan tujuan dari kelompok kerja tersebut disusun.
Secara teoritis maupun praktik, kelompok kerja dapat dibagi dua, yaitu kelompok kerja formal
(formal team) dan kelompok kerja informal (informal team).
Kelompok kerja formal adalah kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi
oleh manajer dimana kelompok kerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait
dengan pencapaian tujuan organisasi. Kelompok kerja formal dapat berupa formal dapat berupa
5
kelompok kerja langsung (command team), kepanitiaan (committee), dan kelompok kerja
temporal atau khusus ( task force team/specific team). Kelompok kerja langsung merupakan
kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang bawahan yang
berada dibagian dimana manajer tersebut ditugaskan. Kelompok kerja langsung biasanya
dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya (pada saat departementalisasi dilakukan) sebagai
konsekuensi langsung dari rencana organisasi yang telah dibuat dan ketika struktur orgaisasi
terbentuk. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh kelompok kerja langsung adalah
kegiatan yang bersifat utama dari sebuah organisasi dan kebanyakan bersifat rutin, artinya yang
selalu dilakukan oleh organisasi tersebut. Kepanitiaan adalah kelompok kerja yang disusun
oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang yang bisa berasal dari bagian yang sama, atau
juga dari bagian lain dari organisasi. Kepanitiaan disusun berdasarkan tugas-tugas tertentu
yang tidak rutin, namun disusun sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi pula.
Kepanitiaan biasanya dibuat untuk jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh
organisasi. Kelompok kerja temporal atau khusus adalahh kelompok kerja yang disusun untuk
kepentingan-kepentingan khusus yang bersifat sementara. Diantara contoh dari kelompok kerja
seperti ini, misalnya ketika perusahaan melakukan kerja sama dengan perusahaan lain dalam
sebuah kegiatan, maka perusahaan dapat membentuk kelompok kerja ini, atau juga untuk suatu
kepentingan internal perusahaan dapat juga membentuk kelompok kerja ini dan lain
sebagainya. Sekalipun bersifat khusus, kelompok in tetap disusun untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi,hanya saja biasanya dibenuk dari program-program yang bersifat
tidak tetap dan sementara.
Kelompok kerja informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan
sendirinya ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait
langsung dengan rencana-rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak langsung akan
mempengaruhi kinerja dari orang-orang dalam organisasi. Contohya adalah kelompok
olahraga yang beranggotakan para pegawai termasuk juga para manajer, kelompok hobi, dan
lain-lain. Kelompok informal ini biasanya terbentuk dan dibentuk untuk memelihara budaya
organisasi tertentu yang akan mendukung terpeliharanya kekompakan, persatuan, dan kinerja
dari kelompok kerja formal. Paling tidak ada empat tujuan mengapa kelompok kerja informal
ini dibentuk:
6
3. Karakteristik Kelompok Kerja.
Bagaimana agar kita dapat mengelola kelompok kerja dengan efektif? Salah satu kunci
pokoknya adalah dengan mengenali karakteristik dari kelompok kerja tersebut. Di antara
kerakteristik yang akan dibahas dalam bagian ini adalah bagaimana kelompok kerja terbentuk
dan berinteraksi (team development), peran kepemimpinan dalam kelompok kerja (leadership
roles), norma (norms), serta tingkat solidaritas dan integritas dari kelompok kerja
(cohesiveness).
Paling tidak, sebagaimana yang dikemukakan oleh B.W. Tuckman yang dikutip oleh
Stoner, Freeman, dan Gilbert (1955), terdapat lima tahapan bagaimana sebuah tim kerja
terbentuk dan berinteraksi. Kelima tahapan tersebut adalah pembentukan (forming), penguatan
(storming), penyesuaian (norming), perwujudan (performing), dan pencarian (adjourning).
Dimana kelompok kerja dibentuk oleh manajer. Kelompok kerja yang terbentuk akan terdiri
dari pemimpin kelompok dan anggota. Masing-masing anggota dari kelompok kerja akan
ditentukan tugas-tugas yang harus dikerjakan
Pada tahapan ini, anggota-anggota yang telah menerima tugasnya masing-masing mulai
berinteraksi satu sama lainnya.kadang kala karena disebabkan perbedaan karakteristik individu
serta persepsi mengenai pekerjaan mereka masing-masing, termasuk juga pola komunikasi
yang yang dibangun. Pada tahap ini konflik dalam kelompok kerja dapat terjadi.
Merupakan tindak lanjut dari tahap kedua. Ketika kelompok kerja telah saling berinteraksi,
hingga barangkali bisa terjadi konflik, maka tahapan ini merupakan tahapan di mana
keseluruhan anggota secara almiah ataupun dipaksa harus menyesuaikan diri dengan berbagai
perbedaan yang ada dan terjadi. Norma yang diyakini bersama sebagai sesuatu yang harus
dijalankan, kadangkala menjadi titik temu untuk bisa saling menyesuaikan diri dalam bekerja.
Di mana hasil dari pekerjaan masing-masing anggota maupun secara kelompok dapat terwujud
dan terlihat. Itu sebabnya tahapan keempat ini dinamakan performing, di mana setiap anggota
akan memperlihatkan hasil dari setiap pekerjaannya, dan akan dievaluasi sampai sejauh mana
tingkat kesesuaiannya terhadap tujuan dari kelompok kerja.
Dimana masing-masing anggota mengalami tahapan akhir dari proses pengerjaan bersama
kelompok kerja. Pada tahapan ini, anggota akan ada yang merasa puas, kecewa, atau penasaran,
7
tergantung dari tahapan-tahapan sebelumnya. Dapat dikatakan pula bahwa tahapan ini
merupakan tahapan antiklimaks dari seluruh rangkaian kerja dari kelompok kerja.
Norma adalah sesuatu yang diterima dan disepakati oleh kelompok sebagai aturan yang
mengontrol perilaku dan tindakan mereka titik norma dapat pula berupa aturan main yang
disepakati oleh para anggota sebagai sesuatu yang mengikat mereka titik Mengapa norma
dalam kelompok kerja penting? Hal ini terkait dengan keragaman karakteristik individu
Sebagaimana telah dibahas dalam materi sebelumnya. Keragaman pada dasarnya memiliki dua
potensi potensi untuk saling mengisi dan berinteraksi secara positif atau potensi konflik dan
berinteraksi secara negatif. Dapat menjadi potensi positif Jika setiap anggota dapat memahami
bahwa keragaman di antara mereka merupakan sesuatu yang alamiah Namun karena mereka
semua bertemu dalam satu kelompok, maka keragaman-keragaman sebut perlu di pertemukan
titik keragaman dapat pula menjadi potensi negatif atau konflik sekiranya para anggota tidak
Mencoba memahami keragaman tersebut sebagai sesuatu yang alamiah dan perlu di
pertemukan, akan tetapi masing-masing akan memperjuangkan apa yang mereka yakini tanpa
mau memahami apa yang diyakini oleh orang lain. Melihat potensi keragaman ini maka norma
muncul sebagai sebuah titik temu untuk mengadakan potensi keragaman tersebut menjadi
potensi positif untuk saling berinteraksi dan saling melengkapi Dalam sebuah kelompok kerja.
Norma sangat beragam, tergantung bentuk keragaman dari karakter fisik individu
dalam kelompok kerja keragaman Kelompok kerja itu sendiri sehingga keragaman organisasi.
Sangat mungkin di antara norma yang disepakati dalam suatu kelompok kerja adalah
berpakaian seragam dan lingkungan pekerjaan manakala untuk kelompok kerja lain yang
mungkin malah sebaliknya. Namun, paling tidak beberapa untuk norma yang biasanya terdapat
dalam sebuah kelompok kerja misalnya berpakaian seragam (maupun tidak), hadir tepat pada
waktunya, dan lain sebagainya
8
4. Solidaritas dan Integritas dalam kelompok kerja (Cahesiveness)
Solidaritas dan integritas dalam kelompok kerja adalah tingkat kekompakan dan rasa
memiliki serta pandangan positif para anggota kelompok terhadap kelompok mereka sendiri.
Solidaritas dan integritas dalam kelompok kerja akan menentukan sampai sejauh mana
Kelompok kerja dapat menjalankan fungsinya dalam pencapaian tujuan titik terdapat tiga cara
agar kelompok kerja dapat mewujudkan tingkat solidaritas dan integritas yang tinggi yaitu:
a. Tujuan dari pembentukan kelompok kerja hendaknya benar-benar jelas sehingga para
anggota dapat mengenali secara jelas apa yang menjadi tujuan dari kelompok kerja
yang dibentuk serta memperjelas arah yang akan dituju oleh kelompok kerja
b. Peran serta pembagian kerja dari setiap anggota keolompok kerja perlu juga diperjelas.
Artinya, struktur tugas ataupun pekerjaanya perlu disusun secara jelas. Ketidakjelasan
mengenai struktur kerja selain akan menimbulkan konflik dalam kelompok kerja juga
akan menelantarkan pekerjaan yang semestinya dikerjakan.
c. Jumlah anggota yang optimal dalam sebuah kelompok kerja perlu ditentukan. Jumlah
ini perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang akan dijalankan. Terlalu banyak
anggota dapat menyebabkan sebagian anggota menganggur, terlalu sedikit juga akan
menyebabkan beban anggota melebihi kemampuannya.
d. Pemimpin dari kelompok kerja perlu ditentukan atas dasar kapabilitasnya dikelompok
kerja tersebut. Jika memungkinkan, dirinya tidak hanya memiliki kapabilitas sebagai
pemimpin formal, namun juga sebagai pemimpin informal.
e. Seluruh sumber daya yang diperlukan handaknya tersedia, terdistribusi secara merata
sesuai dengan struktur tugas yang telah ditentukan.
9
f. Norma-norma perlu disepakati sebelum pekerjaan dilakukan, yaitu sesaat setelah
kelompok kerja terbentuk atau tersusun.
g. Jadwal kerja perlu tersusun secara spesifik dan disusun bersama seluruh anggota
kelompok kerja agar rasa memiliki dan tanggung jawab dari seluruh anggota kerja dapat
diandalkan.
h. Perlu diadakan momentum-momentum formal maupun informal untuk lebih
memperkuat solidaritas dan integritas sesama anggota.
i. Fokuskan setiap kejadian pada kinerja kelompok kerja, bukan pada personality dari
para anggota. Mengevaluasi atas apa yang telah dikerjakan oleh anggota sangat perlu
begitu juga evaluasi pekerjaan. Manajer harus bisa membedakan antara mengevaluasi
pekerjaan dan mengevaluasi anggota.
Sekalipun pada kenyataannya Kelompok kerja yang efektif sangat beragam dan cukup Sulit
untuk diukur paling tidak ketika disesuaikan dengan beragamnya karakteristik Kelompok kerja
maupun karakteristik organisasi, namun John Katzenbach dan Douglas Smith, sebagaimana
dikutip oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), memperkenalkan modal dasar Kelompok
kerja untuk mengenali Apakah sebuah kelompok kerja efektif ataukah tidak titik model ini
mencoba merinci kembali pilar-pilar utama dari kelompok dari sebuah kelompok kerja. Model
ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini :
10
Kinerja
KEAHLIAN PERTANGGUNGJAWABAN
Berdasarkan gambar di atas, karena tidak ada tiga pilar utama dari sebuah kelompok kerja
dengan kinerja keseluruhan yang diinginkan oleh kelompok kerja pekerjaan yang ditunjukkan
oleh kelompok dan pertumbuhan individu yang terkait dengan pencapaian tujuan tujuan
individu dalam kelompok kerja.
a. Pertumbuhan Individu
Pertumbuhan individu merupakan pilar pertama dari kelompok kerja di mana dalam
kelompok kerja setiap individu memiliki tujuannya masing-masing ketika mereka bekerja
dalam satu kelompok selain juga bertujuan untuk meraih tujuan kelompok kemampuan
pencapaian tujuan individu akan sangat menentukan kemampuan individu tersebut dalam
Memberikan pertanggungjawaban terhadap pencapaian kinerja kerja secara keseluruhan.
Pertumbuhan individu terkait dengan hal kinerja kelompok secara keseluruhan dalam hal
sampai sejauh mana Apa yang dicapai oleh individu (pertumbuhan individu) mendukung
terhadap pencapaian kinerja kelompok secara keseluruhan dalam hal ini terkait dengan tingkat
pertanggungjawaban dari individu dalam hal pencapaian kinerja kelompok.
Pertanggungjawaban ini menyangkut keselarasan pertumbuhan individu dengan pencapaian
kinerja, kemampuan kelompok individu dalam mencapai kinerja kelompok secara keseluruhan,
hingga kemampuan setiap individu dalam mencapai kinerja kelompok secara keseluruhan.
11
b. Pekerjaan Kelompok
Pekerjaan kelompok yang merupakan pilar kedua adalah sesuatu yang dihasilkan dari
komitmen para anggota ketika bekerja dalam sebuah kelompok kerja. Pekerjaan kelompok
dapat dihasilkan jika terdapat komitmen dari setiap individu yang disadari tidak mudah karena
masing-masing Individu memiliki target individual. Namun sebagaimana diterangkan di atas,
pekerjaan kelompok bisa diselesaikan jika komitmen mengenai target spesifik acara pekerjaan,
hingga saling pengertian dapat diwujudkan titik pekerjaan kelompok terkait dengan kinerja
Kelompok kerja secara keseluruhan Jika pekerjaan kelompok tersebut didukung oleh keahlian
atau kemampuan yang memadai bagi tercapainya kinerja yang diharapkan. (lihat garis miring
vertikal sebelah kiri). Keahlian yang perlu dimiliki oleh kelompok kerja, termasuk para
anggotanya, adalah keahlian dalam pemecahan masalah, keahlian teknikal, serta keahlian yang
sifatnya interpersonal atau relasi antar anggota kelompok kerja. Mengapa keahlian
interpersonal juga diperlukan? Kinerja Kelompok kerja secara keseluruhan Tentu saja tidak
hanya diukur dari sisi Apakah sebuah pekerjaan dapat diselesaikan atau tidak dengan kualitas
tertentu, tetapi juga sampai sejauh mana Kelompok kerja yang telah bekerja tersebut terpelihara
secara sosial, integritas, dan solidaritasnya. Kinerja secara keseluruhan dari kelompok kerja
juga dapat dikatakan buruk kiranya pekerjaan selesai namun diiringi dengan pecahnya
Kelompok kerja akibat konflik yang tidak bisa diselesaikan... Hal demikian terjadi, maka
sesungguhnya Kelompok kerja tersebut tidak sungguh-sungguh bekerja sama dan kerja sama
tetapi bekerja sama karena sebuah keterpaksaan tugas, dan jika keterpaksaan yang mendorong
mereka dapat diperkirakan bahwa Kelompok kerja tersebut tidak akan dapat bertahan lama.
Pilar ketiga dari keefektifan sebuah kelompok kerja dapat dilihat dari kinerja nya.
Kinerja keseluruhan dari sebuah kelompok kecil dapat dilihat dari dua hal yaitu Bagaimana
Kelompok kerja memberikan hasil pekerjaan mereka, dan memberikan dan Bagaimana peran
peran individu dalam kelompok kerja dapat dipertanggungjawabkan dalam mendukung upaya
pencapaian kinerja kelompok.
12
2.3 MANAJEMEN KONFLIK DALAM KELOMPOK KERJA
1. Konflik dalam Kelompok Kerja
Konflik pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang alamiah dan dapat diperkirakan
terjadi ketika sebuah lingkungan atau organisasi terdiri dari berbagai karakteristik individu
Persoalannya, Apakah konflik tersebut perlu dihindari tanda tanya mengapa konflik perlu
dihindari tanda tanya paling tidak pertanyaan ini dapat terjadi ketika mengetahui dampak
konflik terhadap organisasi titik Beberapa dampak konflik terhadap organisasi, antara lain:
a. Konflik dapat menyebabkan kelompok kerja lemah dan berbagai pekerjaan dalam
organisasi atau perusahaan akan terbengkalai.
b. Konflik bisa menjurus pada persoalan personal antarindividu dalam organisasi. Jika
konflik sudah mengarah pada persoalan personal, agak sulit bagi perusahaaan untuk
bersikap profesional dan membedakan antara urusan yang bersifat organisasional dan
personal, namun yang jelas kinerja organisasi akan terganggu.
c. Konflik memiliki dampak fositif ketika manajer atau pemimpin dapat mengelola
konflik menjadi persaingan sehat antar individu, sehingga kinerja organisasi justru
mungkin dapat ditingkatkan. Namun, prasyarat agar konflik menjadi dampak fositif
adalah kuatnya peran pimpinan dan manajer dalam organisasi.
d. Konflik menyebabkan berbagai hal yang tidak terkait langsung dengan tujuan
organisasi muncul, sehingga sangat mungkin untuk terjadinya pemborosan waktu,
uang, serta berbagai sumber daya lainnya.
2. Sumber Konflik
13
tidak mau untuk saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal dalam
organisasi.
b. Faktor Struktur Tugas Dan Struktur Organisasi (job structure or organization
structure). Struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak
bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi
ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak
dipahami. Struktur organisasi dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota
merasa tidak cocok untuk berada di suatu bagian dalam organisasi, atau juga bisa
berupa adanya upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun berbagai hal lainnya
yang terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam organisasi.
c. Faktor Personal (personal factors). Faktor personal dapat menjadi sumber konflik
dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak dapat saling
memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan yang dapat mendorong
terciptanya konflik antar individu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antar
bagian tertentu dalam organosasi.
d. Faktor Lingkungan (environmental factors). Faktor lingkungan dapat menjadi sumber
konflik ketika lingkungan dimana setiap individu bekerja tidak mendukung
terwujudnya suasana kerja yang kondisif bagi efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh
setiap orang maupun setiap kelompok kerja. Lingkungan yang kurang ventilasi, panas,
hingga penataan antar bagian yang tidak sesuai dengan keinginan para pekerja dapat
menjadi contoh faktor lingkungan yang bisa memicu terjadinya konflik. Termasuk
kedalam faktor ini adalah ketersediaan fasilitas fisik bagi para anggota. Anggota yag
memperoleh fasilitas yang lebih baik dibandingkan yang lain, padahal berada pada
tingkatan manajemen yang sama misalnya, akan menjadi salah satu sumber terjadinya
konflik.
Griffin (2000) mengenalkan tiga pendekatan dalam manajemen konflik yaitu Bagaimana
konflik dapat dikelola, diawasi dan dikendalikan sehingga konflik yang terjadi tetap dapat
diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi kerja organisasi yang lebih baik.
Ketiga pendekatan tersebut adalah menstimulus konflik (stimulating conflict), mengendalikan
konflik (controlling conflict) dan menyelesaikan konflik (resolving and eliminating conflict).
Ketiga pendekatan ini secara ringkas dapat dilihat dalam tabel berikut:
14
TABEL BEBERAPA PENDEKTAN DALAM MANAJEMEN KONFLIK
Manajemen Konflik
a. Stimulasi Konflik
Stimulasi konflik pada dasarnya adalah upaya dilakukan oleh manajer terhadap konflik
yang terjadi dengan jalan memberikan umpan-umpan stimulan yang menyebabkan pihak-pihak
yang terlibat konflik mengarahkan konfliknya kepada sesuatu yang bersifat positif bagi dirinya
dan organisasi. Di antara program yang dapat dijalankan adalah memosisikan pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik kedalam suatu situasi dimana mereka terlibat dalam sebuah persaingan
positif yang akan meningkatkan kinerja mereka sekaligus juga organisasi. Memasukkan faktor
persaingan ini dapat dilakukan dengan tawaran kompensasi tertentu sehingga pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik akan benar-benar melakukan persaingan antar mereka. Tawaran
kompensasi tersebut dapat berupa pemberian bonus, insentif, dan bentuk kompensasi lainnya.
Selain memperkenalkan persaingan kedalam pihak-pihak yang terlibat konflik, stimulasi
konflik dapat juga dilakukan dengan jalan memasukkan pihak ketiga diantara pihak-pihakyang
terlibat konflik agar konflik tersebut dapat diminimalkan dengan kehadiran pihak ketiga
tersebut. Bentuk stimulasi lain yang juga bisa dilakukan adalah dengan melakukan perubahan
pada aturan main atau prosedur yang selama ini berlaku dalam organisasi. Dengan adanya
perubahan prosedur atau aturan main tersebut diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam
15
konflik dapat melakukan penyusaian ulang mengenai posisi mereka dalam organisasi sehingga
konflik dengan sendirinya akan tersesuaikan pula.
b. Pengendalian Konflik
Selain memberikan stimulasi kepada pihak-pihak yang terlibat konflik, pendekatan lain
yang bisa digunakan adalah pengendalian konflik. Pengendalian konflik ini dilakukan untuk
memastikan bahwa konflik dapat senantiasa dihindari dan kalaupun terjadi dengan segera bisa
disesuaikan kembali. Diantara program yang bisa dilakukan adalah malalui perluasan
penggunaan sumberdaya organisasi. Konflik yang disebabkan oleh adanya masalah dalam
penggunaan suber daya (sebagaimana diterangkan dalam “sumber konflik” diatas), katakanlah
dari sisi fasilitas yang dirasakan dan digunakan oleh anggota organisasi, diharapkan bisa
diselesaikan melalui program perluasan penggunaan sumber daya organisasi tersebut. Selain
itu pula, diantara upaya atau program yang dapat dilakukan, adalah dengan meningkatkan
koordinisasi antar bagian dalam organisasi. Hal ini akan menyebabkan konflik yang terutama
disebabkan oleh kurangnya koordinisasi atau kejelasan struktur pekerjaan misalnya, dapat
diselesaikan dengan baik melalui koordinasi yang intensif. Banyak konflik terjadi bukan
disebabkan orang-orang yang ada dalam organisasi tidak andal, melainkan karena kurangnya
koordinisasi. Selain peningkatan koordinasasi, bisa pula dilakukan pendekatan melalui upaya
pncarian titik temu antar pihak yang terlibat dalam konflik unutk menyusun tujuan bersama
yang ingin dicapai dalam organisasi, sehingga berbagai pihak yang terlibat dalam konflik dapat
kembali di ingatkan akan tujuan utama dari organisasi. Konflik dapat pula dikendalikan melaui
penyusaian perilaku para pekerja dengan apa yang semestinya dijalankan diperusahaan melalui
ketentuan-ketentuan yang diberlakukan. Sebagian konflik terjadi karena orang-orang tersebut
tidak berperilaku sebagaimana mestinya dalam sebuah organisasi.
Dua pendekatan diatas merupakan sebagian upaya untuk menjadikan konflik sesuatu yang
dapat diterima secara alamiah, namun tetap harus diwaspadai agar konflik yang terjadi dapat
diarahkan kepada pencapai kinerja organisasi yang lebih baik. Pada kenyataannya konflik
sekalipun telah diusahakan untuk terjadi, namun selalu saja dapat terjadi. Untuk kasus seperti
ini, maka konflik harus dihadapi dan diseesaikan. Diantara program yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan dan menghilangkan konflik, yaitu dengan melalui penghindaran konflik.
Jika kita mengetahui bahwa terdapat dua orang yang kalau dipertemukan akan terjdi konflik,
maka salah satu upaya penghindarannya adalah dengan memisahkan mereka dari bagian kerja
yang sama, atau jika berada dalam bagian yang sama mungkin dengan jalan membagi waktu
kerja yang berbeda, dan seterusnya. Selain itu pula, yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan
konflik adalh mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk kemudian meminta mereka
untuk menyelesaiakan konflik mereka dihadapan pihak ketiga atau antar mereka sendiri dengan
desakan terhadap mereka untuk melakukan kompromi.
16
2.4 KONFLIK DAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Dari uraian diatas mengenai konflik, dapat diidentifikasi bahwa salah satu penyebab
dari konflik adalah faktor Komunikasi komunikasi yang tidak tepat apa yang salah akan
menyebabkan terjadinya komunikasi atau salah persepsi sering dinamakan sebagai Miss
communication yaitu komunikasi yang dilakukan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya
ingin dikomunikasikan titik di sisi yang lain ke Roma beberapa pendekatan dalam manajemen
konflik juga telah menyelesaikan menjelaskan bahwa konflik bisa diselesaikan melalui
stimulasi pengendalian bahkan hingga penyelesaian konflik. Namun jika kita perhatikan secara
seksama, tiga pendekatan tersebut tidak dapat dijalankan secara efektif jika tidak
Dikomunikasikan dengan jelas, baik dan tepat titik sebagai contoh ketika manajer bermaksud
untuk memperkenalkan persaingan ke dalam pihak-pihak yang terlibat dalam konflik namun
tidak dijelaskan secara benar yang berarti tidak dikomunikasikan dengan benar maka bisa jadi
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik menganggap bahwa hal tersebut justru memperparah
konflik atau dalam pemahaman kita mengompori titik Dengan demikian konsumsi akan
semakin besar. Contoh lain misalnya, manajer ingin menyelesaikan konflik dengan jalan
mempertemukan pihak yang terlibat dalam konflik kemudian berbagi argumentasi
dikemukakan dalam pertemuan tersebut. Jika pertemuan tersebut tidak dikembalikan atau
dimediatori dengan baik oleh pihak ketiga yang memenuhi bisa jadi terjadi masalah konflik
yang semakin meluas yaitu antara satu pihak yang terlibat konflik dengan pihak lain dengan
pihak yang pada mulanya termasuk untuk menengahi titik Sebutkan contoh tersebut
menunjukkan kepada kita bahwa beberapa faktor komunikasi memegang peranan penting
dalam penyelesaian konflik, dan juga berarti berperan penting dalam organisasi titik oleh
karena komunikasi memiliki peran yang penting dalam organisasi maka berikutnya akan
diuraikan mengenai komunikasi dalam organisasi.
17
berbagai istilah atau pengertian yang mereka gunakan dalam melakukan komunikasi.
Jika tidak maka kemungkinan terjadi salah persepsi dan komunikasi sangat tinggi.
c. Komunikasi melibatkan simbol-simbol, yang berarti komunikasi dapat berupa bahasa
tubuh, suara, angka, dan lain-lain sebagai bentuk simbol dari komunikasi yang
dilakukan.
Pesan/Informasi Pesan/Informasi
Pengiriman Penerimaan
Enkoding Dekoding
Pengirim Mediator Penerima
Penerimaan Pengiriman
Berdasarkan gambar tersebut, komunikasi berawal dari adanya pesan atau informasi
yang akan dikirim atau disampaikan dari pengirim kepada penerima dinamakan sebagai sumber
informasi. Informasi tersebut Enkoding (encoding) Di manakah informasi yang akan
disampaikan tersebut mengalami transformasi dalam bentuk simbol atau sesuatu yang menjadi
Representasi pengirim pesan dalam mencapaikan pesannya. Misalnya, untuk menyampaikan
pesan atau informasi mengenai persetujuan encoding yang terjadi adalah dari pikiran atau
perasaan setuju yang dirasakan oleh pengirim menjadi simbol dalam bentuk kalimat “ya” atau
“ya, saya setuju”, atau juga mungkin transformasinya berupa bahasa non verbal, seperti
anggukan kepala. Simbol-simbol dari mulai “Ya” “Ya, saya setuju” ,hingga “anggukan kepala”
Merupakan pesan/informasi yang merepresentasikan pikiran dan perasaan yang ingin
disampaikan oleh pengirim. Simbol tersebut kemudian dapat disampaikan secara langsung oleh
pengirim kepada penerima jika pengirim dan penerima berada dalam satu tempat Dan
katakanlah berhadapan langsung. Namun, juga dimungkinkan melalui mediator seperti telepon
komputer dan bentuk mediator lainna, ketika pengirim dan penerima tidak berhadapan
langsung. Mediator juga bisa berupa orang lain sebagai perantara pengirim pesan alat
komunikasi seperti telepon atau internet atau juga dapat berupa surat , dan lain
sebagainya.Pesan atau informasi yang direpresentasikan melalui simbol “Ya”, “Ya saya setuju”
maupun “anggukan kepala” kemudian diterima oleh penerima. Namun karena penerima juga
18
merupakan manusia memiliki persepsinya sendiri berdasarkan pikiran dan perasaan sendiri
maka ketika simbol komunikasi berupa kata-kata dan diterima oleh penerima, menerima
melakukan transformasi makna atau proses dekoding (decoding) Terlebih dahulu dari kata-kata
tambahkan sekolah tadi ke persepsi penerima mengenai anggukan kepala atau kata-kata
persetujuan tadi titik misalnya kamu kemarin mengatakan “Ya”. Sebenarnya mah barangkali
berpikir lebih lanjut mengenai ya untuk apa? Atau jika pertama telah mengerti bahwa ia berarti
persetujuan atau sesuatu yang telah dikomunikasikan antara penerima dan pengirim maupun
penerima akan memberi balasan balasan dengan memberikan umpan balik kepada penerima
dengan bentuk komunikasi lainnya. Pada saat penerima melakukan umpan balik Bapak posisi
penerima berubah menjadi pengiring dan sebaiknya posisi pengirim berubah menjadi penerima
dan demikian seterusnya, tergantung dari lama dan berapa banyaknya mereka melakukan
komunikasi dengan atau tanpa mediator.
Sangat mungkin pada saat komunikasi dilakukan terdapat Berbagai gangguan (noise)
sehingga pesan yang dikirimkan ternyata dipersepsikan secara sendiri. Gangguan ini dapat
berupa kesalahan persepsi dari kita minimal ketika menerjemahkan kata-kata dari pengirim (
Yaitu pada saat decoding), Atau juga terjadi pada saat Pengirim melakukan transformasi
Pesan/informasi (Yaitu pada saat encoding) Ada juga terjadi pada mediator, terlebih apabila
yang diatur tersebut berupa alat telekomunikasi, orang, ataupun berupa bentuk mediator
lainnya sedangkan pihak pengirim dan penerima terpisah oleh jarak dan waktu.
Itu sebabnya, penelitian yang dikutip oleh Robert Heller dan tim Hindle (1998)
menunjukkan bahwa jarak antara pengirim dan penerima pesan akan menentukan frekuensi
komunikasi, karena jarak yang cukup jauh cenderung membatasi Kesempatan untuk
berkomunikasi secara efektif. Padahal, apabila orang-orang yang terpisah oleh jarak tersebut
tergabung dalam satu kelompok kerja, maka komunikasi merupakan sesuatu yang harus
dilakukan oleh mereka untuk diantaranya meminimumkan peluang terjadinya
konflik.Sekalipun alat Komunikasi dapat digunakan tetapi tetap bahwa tingkat keefektifan
komunikasi relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan komunikasi secara langsung tanpa
adanya jarak yang memisahkan pengirim dan penerima. Hal ini disebabkan dengan adanya
ajaran terpisahkan antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu berarti bahwa semakin tinggi
peran mediator dalam menjembatani atau menyalurkan pesan atau informasi yang harus
dikomunikasikan titik persoalannya jika komunikasi dilakukan melalui mediator, maka
keefektifan komunikasi kemudian sangat ditentukan oleh media tersebut serta kemampuan
kedua belah pihak untuk menerjemahkan secara benar apa yang telah mereka komunikasikan
Adapun jika komunikasi dilakukan secara dekat maka pihak-pihak yang melakukan
komunikasi masih memungkinkan untuk mencoba mendapatkan lebih banyak informasi
tambahan dalam memahami pesan/informasi yang disampaikan. Informasi tambahan tersebut
tidak saja berbentuk bahasa verbal hanya, akan tetapi juga dapat melalui bahasa non verbal.
Dalam praktik, Kita barangkali pernah mengalami bahwa seseorang menyatakan persetujuan
kepada kita atau orang lain, namun pada saat Pernyataan persetujuan tersebut dikemukakan,
Wajah dan bahasa tubuh orang tersebut justru menyatakan sebaliknya Hal inilah yang tidak
bisa dilakukan Sekiranya pihak-pihak berkomunikasi terpisahkan oleh jarak dan waktu.
19
Gambar Kaitan antara Jarak Fisik dengan Frekuensi Komunikasi
35%
30%
25%
Frekuensi
20%
Komunikasi
15%
dalam satu minggu
10 %
5%
0%
Setelah kita mengetahui bagaimana proses dari sebuah komunikasi dan bagaimana faktor jarak
dapat mendukung dan menghambat proses komunikasi, maka Berikut ini akan diterangkan
beberapa bentuk komunikasi yang umumnya dilakukan dalam sebuah organisasi. Komunikasi
dapat berupa komunikasi antarpersonal atau interpersonal, komunikasi Kelompok kerja dalam
berbagai gerak sejarah komunikasi, dan pola komunikasi dalam struktur organisasi.
a. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan antara seseorang dengan orang
lain dalam sebuah organisasi. Komunikasi interpersonal ini dapat dilakukan antar individu
dalam satu Bagian, antar bagian dalam organisasi antar bawahan, antar pimpinan, maupun
antara pimpinan dan bawahan. Terdapat dua bentuk komunikasi yang biasanya dilakukan
dalam komunikasi interpersonal ini, yaitu komunikasi lisan dan komunikasi tulisan.
Komunikasi lisan adalah komunikasi yang dilakukan seseorang kepada orang lain
menggunakan mulut atau lisan di mana orang lain dapat langsung menerima pesan tersebut
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari segi situasi lingkungan kerja, emosi
antara pihak yang berkomunikasi serta berbagai hal yang terkait etika komunikasi bisnis
tersebut dilakukan. Komunikasi lisan dapat berupa pembicaraan formal maupun informal,
pembicaraan dalam pertemuan atau rapat, pembicaraan dalam konteks hiburan maupun
kritikan dan lain sebagainya. Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang dilakukan seseorang
20
kepada orang lain melalui mediator berupa sesuatu yang dapat menyampaikan pesan kepada
penerima pesan sehingga maksud dari pesan dapat dengan mudah diterima. Komunikasi tertulis
biasanya dilakukan untuk memperkuat komunikasi lisan, atau untuk mengingatkan
sesuatu (Melalui bukti tertulis), Maupun Ketika seseorang tidak bisa menggunakan
komunikasi lisan atau langsung sebagai jalan untuk Menyampaikan pesan. Sebagai contoh, ada
kalanya teguran akan lebih baik yang disampaikan melalui tertulis dari padalisan jika hal
tersebut bersifat sangat rahasia, walaupun dalam beberapa keadaan teguran barangkali akan
lebih efektif juga disampaikan secara lisan.
2 5 4
4 5
melingkar
Roda 3
2
Y
1 3
1
2 2 3 4
2 5
Bersambung 5 4
Menyeluruh
Komunikasi pada dasarnya adalah bentuk interaksi antar individu dalam kelompok
maupun organisasi titik pada praktiknya, untuk komunikasi yang dilakukan ternyata memiliki
pola tersendiri sehingga memiliki semacam jejaring komunikasi (communication network). Di
jaring komunikasi pada dasarnya merupakan pola Bagaimana orang-orang dalam organisasi
saling berkomunikasi. Menurut Griffin 2000 terdapat berbagai pola komunikasi dalam
kelompok kerja yang dapat diidentifikasi, diantaranya adalah bentuk roda (wheel), huruf Y,
Berkesinambungan atau bersambung (chain), lingkaran (circle), Dan menyeluruh (all
channel).
21
lain dari sumber tersebut. Sumber informasi biasanya sebagai pemimpin dari kelompok kerja.
Seluruh anggota kelompok kamu mendapatkan informasi dari satu-satunya sumber informasi
tersebut. Pola komunikasi seperti ini biasanya dilakukan oleh sebuah kelompok Di manakah
pemimpin atau sang ketua memiliki kontrol penuh terhadap seluruh anggota. Pada pola huruf
Y, Sekalipun sumber informasi berasal dari 1 Sumber (nomor 1) Tetapi dalam proses
penyebarannya kepada seluruh anggota tidak harus melalui dirinya. Informasi tersebut dapat
disebarkan melalui dirinya (nomor 2,4,5) Maupun melalui anggota yang lain (nomor 3
Mendapatkan informasi dari nomor 2). Pola komunikasi ini biasanya dilakukan dalam sebuah
kelompok dimana Sang Pemimpi melakukan delegasi atas limpahan wewenang atau
kepercayaan kepada sebagian dari anggota kelompoknya. Dikatakan pola ini berlaku pada
sistem kerja kelompok yang sendi desentralisasi desentralisasi terbatas. Pola komunikasi secara
bersambung menunjukkan bahwa tingkat Kepercayaan sang pemimpin kepada bawahannya
sangat tinggi atau bahkan sang Pemimpin benar-benar memberikan kewenangan kepada
anggotanya untuk menyampaikan informasi, jadi setiap anggota A hanya dapat menerima dan
memberikan informasi maksimum dengan dua orang saja Misalnya orang nomor 3 menerima
dari nomor 2 dan memberikan kepada nomor 4. Dan, Nomor satu sebagai pemimpin hanya
memberikan pada nomor 2 saja. Pola komunikasi bersambung ini biasanya berlaku ketika
semua pekerjaan dalam kelompok lebih bersifat berkesinambungan atau berkelanjutan. Sang
Pemimpin cukup memberikan pasangnya pada pertama kali, dan selanjutnya akan disampaikan
secara bersambung berdasarkan pola interaksi yang bersambung dalam kelompok tersebut.
Pada pola komunikasi melingkar, Pola komunikasi yang dilakukan seperti pola berkelanjutan
namun lebih bersifat tertutup artinya pada akhirnya sang pemberi pesan akan mengevaluasi
hasil dari implikasi dari pesan yang pertama kali dikirim kah dari orang terakhir yang menerima
pesan. Pada pola komunikasi menyeluruh, seluruh anggota dan pemimpin memiliki
kesempatan yang sama untuk menyampaikan pesan atau informasi sebagai bentuk komunikasi
yang dilakukan. Pesan atau informasi yang diberikan dapat Kepada siapa saja Dari mana saja
titik pola komunikasi seperti ini biasanya terjadi dalam membangun seperti rapat atau diskusi,
atau juga Dalam sebuah kelompok yang bersifat partisipatif dengan melibatkan setiap
anggotanya untuk berinteraksi secara aktif pada siapapun titik kelebihan dari pola ini adalah
bahwa biasa informasi akan ter minimal kan karena setiap orang mendapatkan klarifikasi
informasi dari seluruh anggota informasi.
Pola komunikasi dalam struktur organisasi adalah pola bagaimana setiap bagian-bagian
dalam organisasi saling berkomunikasi satu dengan lainnya antara bagian yang tingkatan yang
sama atau horizontal maupun yang berbeda tingkatannya atau vertikal. Gambar berikut ini akan
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pola komunikasi dalam struktur organisasi.
22
GAMBAR POLA KOMUNIKASI DAN STRUKTUR ORGANISASI
Komunikasi Vertiksal
Komunikasi Horisontal
Pola komunikasi dalam struktur organisasi secara garis besar dapat berkomunikasi
vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang dilakukan
oleh seseorang atau bagian yang berada pada tingkatan organisasi yang lebih tinggi dengan
tingkatan yang lebih rendah atau juga sebaliknya. Komunikasi vertikal biasanya dilakukan
dalam hal komunikasi berupa pemberian tugas (dari atas ke bawah), Pemberian arahan (atas ke
bawah), Maupun pelaporan dan pertanggungjawaban (dari bawah ke atas). Adapun komunikasi
horizontal biasanya dilakukan antara seseorang dan orang lain yang memiliki Tingkatan
organisasi yang sama. Bentuk komunikasi yang dilakukan diantaranya adalah komunikasi
dalam rangka koordinasi atau kerjasama.
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pola komunikasi dalam struktur organisasi,
diantaranya :
1) Jalur formal dari komunikasi. Yang dimaksud dengan jalur formal dalam komunikasi
adalah penggunaan legitimasi formal dalam organisasi untuk melakukan komunikasi
dalam organisasi PT pola komunikasi ini biasanya dia wasit yang dikontrol oleh
manajer atau pimpinan karena pesan dan Informasi yang disampaikan biasanya
memiliki tingkat kepentingan yang tinggi bagi manajer atau pimpinan dalam
mengkondisikan dan mengarahkan para anggotanya. Diantara contoh praktik
komunikasi seperti ini misalnya komunikasi dengan menggunakan buletin kerja,
laporan rutin pekerja, hingga pertemuan rutin pekerja.
2) Otoritas dari hierarki organisasi. Perbedaan tingkatan tingkatan manajemen dalam
organisasi akan menentukan pola komunikasi yang dibangun titik orang anggota
dengan sendirinya akan beradaptasi dalam hal kepada siapa saya harus berkomunikasi,
Kepada siapa saya lebih leluasa untuk berkomunikasi, dan lain sebagainya.
3) Spesialisasi jabatan. Adanya spesialisasi jabatan yang menghasilkan beberapa
Departemen atau bagian yang berbeda dalam organisasi dapat menyebabkan pola
komunikasi yang dibangun juga berbeda. Mereka juga mereka yang berada dalam
23
departemen yang sama akan memiliki pola komunikasi yang relatif hampir sama karena
isi yang dibahas masalah yang dikomunikasikan akan hampir sama. Adapun mereka
yang berkomunikasi di antara departemen yang berbeda cenderung lebih sulit dalam
berkomunikasi karena ruang lingkup tugas yang berbeda, lingkungan departemen yang
berbeda dan lain-lain.
4) Kepemilikan akan informasi. Mereka yang berada dalam suatu bagian umumnya lebih
mengetahui dan menguasai berbagai informasi yang terkait dengan bagiannya
dibandingkan mereka yang berasal dari bagian lain. Artinya, ketika komunikasi akan
dilakukan dengan bagian produksi misalnya, maka perlu disadari bahwa orang yang
harus diajak untuk berkomunikasi adalah orang yang mengetahui dan menguasai hal-
hal yang terkait dengan bagian produksi.
Pola komunikasi informal yang dapat dilakukan dalam organisasi secara umum dapat
digambarkan dalam gambar berikut ini :
Komunikasi Informal
Komunikasi Formal
24
Berdasarkan gambar di atas, pola komunikasi informal cenderung fleksibel dan dapat
dikatakan tidak mengenal hierarkis. Seseorang yang berada di tingkatan manajemen paling
bawah bisa saja berkomunikasi dengan tingkatan manajemen yang paling atas, Demikian pula
sebaliknya. Pola komunikasi dapat dilakukan antar bagian yang sama maupun berbeda titik
pola komunikasi seperti ini biasanya dilakukan ketika pesan atau informasi yang disampaikan
tidak terkait langsung dengan tugas atau pekerjaan yang dilakukan setiap orang dalam
organisasi. Kemudian pula, tempat dimana komunikasi tersebut terjadi juga di tempat yang
sifatnya lebih informal seperti di kantin, di lobby kantor, rumah, di lift, atau tempat-tempat
lainnya.
GOSIP CLUSTER
Komunikasi yang juga dalam istilah Inggrisnya dinamakan sebagai komunikasi grapevine
Terkait dengan adanya pola komunikasi informal yang terjadi dalam organisasi yang sumber
informasinya yang berasal dari pihak yang tidak resmi (Berbeda dengan sumber informasi
dalam komunikasi formal). Kadangkala informasi dalam komunikasi grapevine Bersifat tidak
jelas, sehingga justru dalam beberapa keadaan dapat berdampak negatif terhadap organisasi
25
titik komunikasi dapat berupa gosip, atau komunikasi yang bersifat khusus dan lain sebagainya.
Diantara bentuk komunikasi ini dapat dilihat dalam gambar diatas.
Komunikasi non verbal adalah bentuk komunikasi yang diwujudkan tidak melalui bahasa
verbal (kata-kata) dan umumnya melalui bahasa yang ditunjukkan oleh tubuh titik seorang
yang marah mengkomunikasikan secara nonverbal dengan jalan menampakan wajah yang
tidak Rama, atau melototkan matanya, atau bentuk nonverbal lainnya. Seseorang yang merasa
tersinggung dia harus menyatakan ketersinggungan nya dengan kata-kata tetapi melalui aksi
diam, kata memelototkan matanya, dan lain sebagainya. Sering kali orang dapat
menyembunyikan kondisinya melalui komunikasi verbal, namun sulit untuk menyembunyikan
bahasa non verbal nya.
26
berbeda antar bagian maupun orang, serta terlalu banyak beban tugas yang diberikan organisasi
sehingga mengurangi kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
27
Hambatan dalam berkomunikasi bukan karena pesannya tidak tersampaikan, akan tetapi tindak
lanjutnya tidak ada), pengaturan cara berkomunikasi di antara berbagai pihak dalam
organisasi, serta Peningkatan kesadaran dan pemanfaatan berbagai media dalam
berkomunikasi.
yang dilakukan
Dorongan untuk berkomunikasi dua arah
Saat ini kemajuan teknologi informasi sudah Tidak diragukan lagi kontribusinya
terhadap kehidupan manusia, Tidak terkecuali peran komunikasi dalam organisasi. Seorang
manajer yang sedang berada di luar kota tetap dapat memantau kegiatan di perusahaan melalui
berbagai media teknologi informasi yang tersedia dari mulai telepon, telepon seluler, internet
hingga media seperti teleconferencing. Perspektif awal mengenai komunikasi. Saat ini jarak
yang jauh, waktu yang berbeda, tidak menjadi hambatan bagi terwujudnya komunikasi antara
berbagai pihak. Terlebih lagi dalam dunia bisnis, pembeli di negara lain dapat dengan lebih
mudah berkomunikasi dengan penjual di negara yang berbeda tanpa beranjak dari tempat
tinggalnya dengan menggunakan fasilitas bisnis secara online misalnya.
28
Griffin (2000) menguraikan bahwa Terdapat dua hal yang terkait dengan penggunaan teknologi
informasi dalam berkomunikasi yaitu sistem informasi formal sebagai sistem yang dibuat
untuk membantu kelancaran dalam berkomunikasi dan teknologi elektronik yang bersifat
personal sebagai alat yang membantu Bagaimana komunikasi dapat dilakukan.
Sistem informasi formal adalah berbagai jenis sistem yang telah dibuat untuk
membantu proses komunikasi yang dilakukan dalam sebuah organisasi khususnya dalam
organisasi bisnis baik antar personal dalam organisasi, antar bagian dalam organisasi, maupun
dengan pihak-pihak lain di luar organisasi. Setidaknya Terdapat 6 jenis sistem informasi formal
yang telah dikenal dan digunakan dalam kegiatan bisnis, yaitu:
29
b. Teknologi Informasi yang Bersifat Personal
Bagaimana berbagai bentuk sistem informasi formal yang telah diuraikan diatas
dapat dilakukan? Bagaimana Produk-produk teknologi informasi dan komputer dapat
membantu komunikasi dalam organisasi? Berikut ini beberapa produk teknologi informasi
yang bersifat personal yang telah banyak digunakan dalam berbagai jenis komunikasi dalam
organisasi
30
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sebagai konsekuensi logis dari adanya struktur organisasi dimana organisasi dibagi
menjadi berbagai bagian-bagian organisasi akan muncul kelompok-kelompok kerja yang
dibentuk untuk mendukung pencapaian tujuan di tingkat bagian sehingga keseluruhan
organisasi. Kelompok kerja merupakan salah satu faktor kunci dalam fungsi implementasi dan
pengarahan, karena Kelompok kerja inilah yang akan menjalankan berbagai rencana yang telah
disusun dalam organisasi politik kelompok yang melakukan integrasi atas berbagai
karakteristik individu yang berbeda-beda dalam organisasi titik oleh karena itu jika Kelompok
kerja dapat berjalan secara efektif maka hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan
karakteristik individu secara efektif dapat dikelola dan konsekuensi positifnya tujuan
organisasi akan lebih mudah dicapai titik tiga pilar utama dalam kelompok kerja yang perlu
diperhatikan agar kelompok kerja bisa berjalan secara efektif yaitu Indonesia kelompok atau
organisasi secara keseluruhan, Pekerjaan kelompok, dan pertumbuhan individu titik agar
kelompok kerja dapat berjalan secara efektif dan terhindar dari konflik, maka komunikasi
menjadi faktor kunci Bagaimana anggota-anggota dalam kelompok kerja dapat bekerja
sebagaimana mestinya. Tiga pilar tersebut perlu dikelola dengan baik oleh manajer agar tidak
terjadi konflik dalam organisasi. Konflik organisasi pada dasarnya terjadi manakala berbagai
pihak dalam organisasi tidak dapat memahami satu sama lainnya dalam menjalankan berbagai
tugasnya dalam kelompok kerja atau antar kelompok kerja. Berbagai pendekatan yang dapat
dilakukan untuk dapat meminimalkan konflik. Agar kelompok kerja dapat berjalan secara
Efektif dan terhindar dari konflik, maka komunikasi menjadi faktor kunci Bagaimana anggota-
anggota dalam kelompok kerja dapat bekerja sebagaimana mestinya. Komunikasi pada
dasarnya merupakan cara bagaimana berbagai pihak dalam organisasi berinteraksi dalam suatu
pola tertentu. Terdapat berbagai pola dalam berkomunikasi, Dari sifatnya pola komunikasi
dalam bentuk formal maupun informal. Pada praktiknya terdapat hambatan-hambatan dalam
berkomunikasi sehingga dapat menghambat terwujudnya Kelompok kerja efektif yaitu
hambatan yang bersifat individual maupun yang bersifat organisasional sehingga manajer perlu
melakukan upaya-upaya untuk mengelola komunikasi akan berjalan secara lebih efektif dengan
memperbaiki hambatan-hambatan dalam berkomunikasi tersebut. Teknologi dan sistem
informasi sebagai salah satu bentuk kemajuan ilmu yang dicapai manusia pada praktiknya telah
banyak membantu organisasi dalam berkomunikasi. Melalui Teknologi dan sistem informasi,
Faktor jarak waktu hingga tempat tidak lagi menjadi hambatan bagi organisasi untuk
dapat berkomunikasi secara lebih efektif.
31
3.2 SARAN
Demikianlah makalah ini yang dapat kami paparkan, Besar harapan kami makalah ini
dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi,
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa
yang akan datang.
32
DAFTAR PUSTAKA
Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. 2017. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Kencana
33