Anda di halaman 1dari 3

Jinja dan Peribadatan

JINJA

Layaknya pemeluk agama lainya yang taat terhadap agamanya, biasanya pemeluk agama
Shinto melakukan pemujaan terhadap dewa setiap hari disebuah altar yang biasanya dimiliki oleh
masing-masing keluarga penganut agama tersebut. sedangakan untuk sebuah peribatan atau
upacara resmi, dilakukan disuatu tempa yang disebut Jinja. (agama-agama minor, 70)

Jinja menjadi tempat memuja roh yang disebut kami, Jinja dianggap sebagai tempat
tinggal kami. Bentuk dan ukuran jinja beragam, tergantung dari latar belakang sejarah masin-
masing jinja. Setiap jinja terbagi atas beberapa bagian ruang utama yaitu:

1. Honden, Tempat suci yang terletak dibagian dalam jinja;


2. Haiden, ruang pemujaan.

Sedangkan bagian-bagian lainya biasanya berisi:

1. Norito-den, ruang doa


2. Heiden, ruang sesaji
Kagura-den, ruang pertunjukan tari kagura.
3. Shamusho, bangunan khusus yang didirikan pada pintu masuk menuju daera dalam jinja.

Pada suatu masa, jinja-jinja memiliki tingkatan-tingkatan dan diatur dalam sistem rangking.
rangking tersebut berpengaruh dalam hal menerima bantuan dari pemerintah. Berikut adalah
tingkatan-tingkatanya:

1. Khansa (Jinja khusus untuk pemerintah) yang kemudian dibagi lagi kedalam beberapa
bagian yaitu: Taisha (Utama), Chusa, (sedang)
2. Shosa (jinja umum) terbagi pula atas tiga bagian yaitu: Fusha, (Kota), Khensa,
(Provinsi), Ghosa (daera), Shonsa (desa)

Pada perkembanganya, pada jaman sekarang tidak ada lagi sistem rangking atau tingkatan suatu
jinja. Melaikan terbagi kedalam dua kelompok besar yaitu Kampeisha dan kokuheisha. (agama-
agama, 86)

PERIBADATAN

Berdasarkan tahapan pelaksanaannya, upacara peribatan agama Shinto terbagi atas empat bagian
yaitu:

1. Kessai: Upacara penyucian pendahuluan


2. Harai: Upacara penyucian
3. Persembahan sesaji
4. Matsuri: penymbahan
A. Kessai (upcara penyucian pendahuluan)
Kessai merupakan rangkaian upacara persiapan sebelum melakukan upacara keagamaan
lebih dalam. Upacara ini mengharuskan pesertanya untuk bepantang terhadap makanan tertentu,
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah kerohanian, membersikan diri dengan cara
mandi di laut ataupun sungai. Dalam upcara ini, air merupakan suatu komponen penting. proses
membersikan diri dengan air disebut misogi. Pada perkembanganya, upcara ini sudah jarang
dilakukan dan hanya diakukan oleh kalangan tertentu seperti para pendeta dan pemuka. Hal ini
dikarenakan munculnya suatu pemahaman baru yang disebut te-mi-zu¸dimana prakterkna, jemaat
tidak perlu memandikan seluru tubuh, melainkan hanya tangan dan mulut saja.
B. Harai (upacara penyucian)
Harai merupakan upacar untuk menghilangkan segala jenis kotoran, kesalahan dan
kesengsaraan dengan memanjatkan doa kepada para dewa. Pada sebutan lain , juga disebut
harea. Ritual ini dipercaya dilakukan pertama kali oleh dewa izanagi. Harai menjadi salah satu
upacara yang sangat penting dalam agama shinto. Adapula pada proses pelaksanaanya,
menggunakan beberapa alat yaitu: 1). Ha-rai-gushi sebuah tongkat kayu yang diberikan sobek
kain diatasnya. 2). o-nusa sebuah ranting pohon yang dianggap suci, yang diikatkan kain
diatsanya. 3). Ko-nusa berupa alat yang berukuran kecil yang digunakan umat untuk menyucikan
diri masing-masing. Proses pelaksanaanya adalah dengan mengibas-ngibaskan benda-benda
terseut kesebla kiri dan kanan badan, sampai kotoran atau dosa dari yang melakukanya dianggap
sudah hilang.
C. Upacara persembahan sesaji
Cara umat shinto menghormati dewa adalah memperlakukan layaknya menghormati
tamu istimewa. Sesaji yang dipersembahan pada umumny adalah makanan-makanan yang
istimewa diikuti dengan tari-tarian serta alunan-alunan musik sebagai ungkapan bakti dan
terimakasi kepada dewa.
D. Matsuri (penyembahan)
Matsuri biasnya merukan ritual tambahan, berupa pemujaan terhadap para dewa
disesuaikan dengan tujuan umat. Upacara ini biasnya dilakukan dengan gaya yang lebih
kompleks, dengan perayaan pesta sake dan makanan-makanan. Dari upacara ini kemudian
meninggalkan norma-norma yang harus diiangat dan diikuti oleh umat dalam kehidupan merka
sehari-hari yang melingkup aspek ekonomi, politik dan aspek lainya. (agama-agama 77-78).

Pemimpin upacara peribadatan


Untuk menyelenggarakan upcara keagamaan, umat dipimpin oleh para pendeta yang disebut
shinshoku. Untuk menadji soerang pendeta harus melalui pendidikan kependetaan yang
diselenggarakan oleh jinja hocho (persekutuan tempat suci Shinto), atau melaluoi ujian yang
menentukan lulus tidaknuya menjadi pendeta. Para peneta biasanya dibedakan menajdi lima
tingkatan yaitu:
1. Saishu : tingkatan tertinggi, hanya dimiliki oleh seorang pangeran putra dari kalangan
keluarga kaisar.
2. Guji. Para pendeta yang memimpin suatu jinja dan bertanggung jawab atas pelaksanaan
upacara yang berlangsung pada jinja yang dipimpinya.
3. Gon-guji. Pendeta yang memiliki kedudukan dibwa Guji dan bertindak sebagai
pembantunya.
4. Negi, pendeta biasa atau pendeta senior
5. Gon-negi, para pendeta muda (junior)
6. Shoten-ho kelompok pendeta yang hanya bertugas menyelenggarakan upacara dalam
jinja istana kaisar. (agama-agama minor 88)

Anda mungkin juga menyukai