Anda di halaman 1dari 30

BAB I 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah warga usia lanjut di Indonesia yang semakin banyak agaknya tidak
terbendung lagi seiringnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi orang usia
lanjut pada tahun 1990-2025 akan naik 414 % suatu angka tertinggi didunia
berbagai masalah fisik, psikologi dan sosial akan muncul pada usia lanjut sebagai
akibat dari proses menua dan atau penyakit degeneratif yang muncul seiring
dengan menuanya seseorang.

Tentu tidak mudah untuk membedakan apakah masalah yang muncul


merupakan akibat proses menua atau akibat dari penyakit kronik degeneratif yang
diderita sejalan dengan berjalan usia seseorang. Keadaan ini dapat mengakibatkan
masalah-masalah yang muncul pada seorang usia lanjut menjadi tidak terkelola
dangan baik karena dianggap suatu proses terjadi akibat penuaan atau sebaliknya.
Justru ditangani secara berlebihan. Padahal merupakan masalah yang muncul
akibat proses menua.

Secara umum proses menua didefenisikan sebagai perubahan yang


dikaitkan dengan waktu, akibat universal, intrinsik, progresif dan detrimental.
Keadaan tersebut dapat berkurang kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan
dan untuk dapat bertahan hidup. Proses menua antar individu dan antar organ
tubuh tidaklah sama proses menua amat dipengaruhi oleh penyakit-penyakit
degeneratif, kondisi lingkungan serta gaya hidup. Berbagai pihak menyadari
bahwa warga usia lanjut Indonesia yang semangkin bertambah akan membawa
pengaruh besar dalam pengelolaan masalah kesehatan. Pengaruh besar tidak saja
dari segi kuantitas namun juga kualitas, baik kualitas pelayanan kesehatan. Warga
usia lanjut tetap sehat dan mengupayakan agar deteksi dini dapat dilakukan
dengan baik merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan dan kualitas terhadap
usia lanjut.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya


daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakuai bahwa ada berbagai penyakit yang
sering menghinggapi pada lansia. Proses menua sudah mulai berlangsung setiap
seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya pada otot,
pengindaraan baik itu indra penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran dan
pengecapan.

Maka dari pada itu, kelompok sangat tertarik untuk membahas yang terkait
dengan masalah-masalah yang terjadi pada usia lanjut. Khususnya gangguan
pengindraan yang dialami oleh usia lanjut.

B.     Ruang Lingkup
Luasnya tingkat permasalahan kesehatan yang terjadi pada pembahasan ini,
sehingga saya membatasi hanya pada asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan indra khususnya lansia dengan penyakit “katarak”

C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Tujuan Umum
Memperoleh suatu gambaran tentang asuhan keperawatan pada lansia sehat
dengan gangguan indra khususnya lansia denga penyakit “katarak”
2.      Tujuan Khusus 
a. Mengidentifikasi anatomi fisiologi pengindraan.
b. Mengetahui gangguan sistem pengindraan yang terjadi pada lansiakhususnya
lansia dengan penyakit “katarak”
c. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan
gangguan indrakhususnya lansia dengan penyakit “katarak”
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISOLOGI SISTEM PENGLIHATAN

1. Anatomi Mata

Indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari organ
okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata).  Saraf indra penglihatan,
yaitu saraf optikus (urat saraf kranial kadua), muncul dari sel-sel ganglion dalam
retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.Organ okuli assesorius terdiri
dari;
Kavum orbita, yang merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut
dengan puncaknya mengarah ke depan, dank e dalam. Dinding rongga mata
dibentuk oleh tulang: os frontalis, os zigomatikum, os sfenoidal, os palatum, dan
os lakrimal. Rongga bola mata berisi jaringan lemak, otot fasia, saraf, pembuluh
darah dan aparatus lakrimalis.
Supersilium (alis mata), merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal yang
melengkung, ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai kosmetik atau
alat kecantikan dan sebagai alat pelindung mata dari sinar matahari yang sangat
terik.
Palpebra (kelopak mata), merupakan dua buah lipatan atas dan bawah kulit
yang terletak di depan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih lebar dari kelopak
mata bawah. Fungsinya adalah sebagai pelinding mata sewaktu-waktu kalau ada
gangguan pada mata (menutup dan membuka mata). Kelopak mata atas lebih
mudah digerakkan karena terdiri dari muskulus levator palpebra superior.
Apparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis
superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis masuk ke dalam
mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimalis terus ke
meatus nasalis inferior.
      Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva
palpebra, yang merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian
melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak
sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah.

Otot-otot penggerak mata :                     


A. M.Obliques superior
B. M.Rectus superior
C. Tendon obliques superior
D. M.Rectus lateral
E. M.Obliques inferior
F. M.Rectus inferior.

Tiga ruang atau rongga bola mata :

1. Camera occuli anterior (COA) :

A. Ruang bola mata bagian depan.


B. Antara iris dan kornea
C. Berisi cairan aques humor
D. Terdapat sudut COA ( antara iris dan kornea ) yang menyerap aqeus
humor mengalir kekanan
E. SCHLEM = sinus venosus sclera (vena halus).
2. Camera oculli posterior COP :

A. Terletak antara iris dan lensa.


B. Corpus ciliaris sehingga terbentuknya aqueus humor

3. Corpus vitreum :

A. Terletak di antara iris dan lensa


B. Vitreus humor adalh cairan warna keputihan seperti gel ( agar-agar).

2.      Fisiologi Mata
            Organ sensori kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat
dan saraf untuk tranduksi sinar. Aparatus optik mata membentuk dan
mempertahankan ketajaman fokus objek dalam retina. Prinsip optik: sinar
dialihkan berjalan dari satu medium ke medium lain dari kepadatan yang berbeda,
fokus utama pada garis yang berjalan melalui pusat kelengkungan lensa sumbu
utama.
            Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina
dengan perantara serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan
bayangan yang letaknya difokuskan pada retina. Bayangan itu akan menembus
dan diubah oleh kornea lensa badan ekueus dan vitrous. Lensa membiaskan
cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina bersatu menangkap sebuah titik
bayangan yang difokuskan.

B.       PROSES MENUA
      Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan jumlah sel sel yang ada
dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi
secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
     Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita ( constantinides 1994 ). Seiring
dengan proses  menua tersebut tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan
atau yang biasa disebut penyakit degeneratif. 

C.      TEORI TEORI PROSES PENUAAN


Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori kejiwaan sosial dan teori spiritual.

1.      Teori Biologi
Teori bilogi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori
stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

a)                  Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)


Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel)
b)                  Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c)                  Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit
d)                 Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e)                  Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f)                   Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
g)                  Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.

2.      Teori kejiwaan sosial


a)  Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
                                         i.          Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
                                            ii.          Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
                                           iii.          Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
1.      kehilangan peran
2.      hambatan kontak sosial
3.      berkurangnya kontak komitmen

3.      Teori Spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.
James fowler mengungkapkan 7 tahap perkembangan kepercayaan
(Wong,et.al,1999 ). Fowler juga menyakini bahwa kepercayaan/ demensia
spiritual adalah suatu kekuatan yang memberi arti kehidupan dari kehidupan
seseorang.
Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai suatu bentuk pengetahuan
dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Menurutnya, kepercayaan adalah
suatu fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang dengan
orang lain  dalam  menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih, dan harapan.
Fowler menyakini bahwa perkembangan kepercayaan antara orang dan
lingkungan terjadi karena adanya kombinasi antara nilai-nilai pengetahuan.
Fowler juga berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada lansia berada pada
tahap penjelmaan dari prisip cinta dan keadilan.

D.    PERUBAHAN SISTEM PENGLIHATAN PADA LANSIA


Perubahan penglihatan yang terjadi pada lansia yaitu seperti, respon
terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun,
lapang pandang menurun dan katarak.
Mata merupakan bagian yang vital dalam kehidupan untuk pemenuhan
hidup sehari-hari, terkadang perubahan yang terjadi pada mata dapat menurunkan
kemampuan beraktifitas. Para lansia yang memilih masalah mata menyebabkan
orang tersebut mengalami isolasi sosial dan penurunan perawatan diri sendiri.
1.    Mata normal
Mata merupakan organ penglihatan, bagian-bagian mata terdiri dari sklera,
koroid dan retina. Sklera merupakan bagian mata yang terluar yang terlihat
berwarna putih, kornea adalah lanjutan dari sklera yang berbentuk transparan yang
ada didepan bola mata, cahaya akan masuk melewati bola mata tersebut.
Sedangkan koroid merupakan bagian tengah dari bola mata yang merupakan
pembuluh darah. Dilapisan ketiga merupakan retina, cahaya yang masuk dalm
retina akan diputuskan oleh retina dengan bantuan aqueous humor, lensa dan
vitrous humor. Aqueous humor merupakan cairan yang melapisi bagian luar mata,
lensa merupakan bagian transparan yang elastis yang berfungsi untuk akomodasi.
2.    Hubungan usia dengan mata
Kornea, lensa, iris, aqueous humor, dan vitrous humor akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia. Karena bagian utama yang mengalami
perubahan/penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan kekeruhan lensa pada
mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu
terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum.
Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang
berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil
orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan
kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan
untuk melihat benda-benda dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan
hasil koordinasi atas ciliary body dan otot-otot ini, apabila sesorang mengalami
penurunan daya akomodasi maka orang tersebut disebut presbiopi.

E.     MASALAH SISTEM PENGLIHATAN PADA LANSIA


Ada 5 masalah umum penglihatan yang sering muncul pada orang dengan
lanjut usia. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Penurunan kemampuan penglihatan
Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah
progesifitas dan pupil kekunningan pada lensa mata, menurunnya vitrous humor,
perubahan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah pada usia lanjut seperti :
mata kabur, hubungan aktifitas sosial, dan penampialan ADL, pada lansia yang
berusia lebih dari 60 tahun lensa mata akan semakin keruh, beberapa orang tidak
mengalami atau jarang mengalami penurunan penglihatan seirinng dengan
bertambahnya usia.
b.      ARMD ( age- relaed macular degeneration )
ARMD terjadi pada usia 50-65 tahun dibeberapa kasus ini mengalami
peningkatan makula berada dibelakang lensa sedangkan makula sendiri berfungsi
untuk ketajaman penglihatan dan penglihatan warna, kerusakan makula akan
menyebabkan sesorang mengalami gangguan pemusatna penglihatan.
Tanda dan gejala ARMD meliputi : penglihatan samar-samar dan kadang-
kadang menyebabkan pencitraan yang salah. Benda yang dilihat tidak sesuai
dengan kenyataan, saat melihat benda ukuran kecil maka akan terlihat lebih kecil
dan garis lurus akan terlihat bengkok atau bahkan tidak teratur. Pada dasarnya
orang yang ARMD akan mengalami gangguan pemusatan penglihatan,
peningkatan sensifitas terhadap cahaya yang menyilaukan, cahaya redup dan
warna yang tidak mencolok. Dalam kondisi yang parah dia akan kehilangan
penglihatan secara total. Pendiagnosaan dilakukan oleh ahli oftalmologi dengan
bantuan berupa test intravena fluorerensi angiografy.
Treatment: beberapa kasus dalam ARMD dapat dilakukan dengan tembok
laser (apabila akondisi tidak terlalu parah) pelaksanaan dalam keperawatan adalah
membantu aktifitas sehari-harinya, membantu perawatan diri dan memberikan
pendidikan tentang ARMD.
c.       Glaucoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada lansia usia
60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa diobati namun
dengan medikasi dan pembedahan mampu mengurangi kerusakan pada mata
akibat glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler (
IOP ) pada kebanyakan orang disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai
akibat adanya hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih
berisi O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah
vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
Populasi yang berbeda cenderung untuk menderita tipe glaukoma yang
berbeda pula pada suhu Afrika dan Asia lebih tinggi resikonnya di bandinng orang
kulit putih, glaukoma merupakan penyebab pertama kebutuhan di Asia.
Tipe glaukoma ada 3 yaitu :
1.        Primary open angle Gloueoma (glaukoma sudut terbuka)
Tipe ini merupakan yang paling umum terjadi terutama lansia usia > 50
tahun. Penyebabnya adalah peningkatan tekanan di dalam bola mata yang
berfungsi secara perlahan, rata-rata tekanan normal bola mata adalah 14- 16
mmHg. Tekanan 20mmHg masih dianggap normal namun bila lebih dari 22
diperkirakan menderita glaukoma dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
    Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan menghacurkan
sel-sel mata. Setelah terjadi kehancuran sel-sel tersebut maka munculah bintik-
bintik yang akan lapang pandang bintik ini dimulai dari tepi atau daerah yang
lebih luar dari satu lapang pandangan.
Tidak ada gejala yang nyata dengan glaukoma sudut terbuka, sehingga susah
untuk didiagnosa. Penderita tidak merasakan adanya nyeri dan sering tidak
disadari.
2.        Normal tenion glukoma (glaucoma bertekanan normal)
Glukoma bertekanan normal adaalh suatu keadaan dimana terjadi kerusakan
yang progesif pada syaraf optikus dan kehilangan lapang pandangan meskipun
tekanan bola mata normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubunganya
(meski kecil) dengan kurangnya sel syaraf optikus yang membawa impuls ke
retina menuju otak. Glukoma bertekanan normal ini sering terjadi pada orang
yang mempunyai riwayat penyakit pembuluh darah, kebanyakan pada orang
jepang atau wanita.
3.              Angel clousure gloukoma (Glaukoma sudut tertutup)
Sudut antara iris dan kornea adalah menyempit, adanya gangguan pada
cairan bola mata, peningkatan tekanan boala mata sangat cepat karena saluran
cairan bola mata terhambat, tanda-tandanya muncul secara tiba-tiba dan
penanganan secara cepat dibutuhkan untuk kerusakan mata secara permanen.
Diliteratur lain disebutkan bahwatipe glaukoma selain di atas antara lain
pigmentary glukoma, congenitak glukoma, secondary glaukoma. Secara umum
tanda dan gejala yang muncul pada open gloukoma adalah sulit untuk
diidentifikasi, kejadiannya berjalan sangat lambat, kehilangan sudut pandang dari
tepi, penurunan kemampuan penglihatan. Sedangkan pada class gloukoma adalah
munculsecara tiba-tiba adanya nyeri pada mata, sudut mata menyempit, mata
memerah, kabur, neusea, vomite atau brodykardia bisa terjadi karena adanaya
nyeri pada mata.
Treatment :
Ketika tanda dan gejala sudah muncul segera lakukan pemeriksaan alatnya
berupa tanometer. Penanganannya berupa:
1)      Tetes mata : cara ini merupakan cara umum dan sering dan harus dilakukan,
sebagian klien dapat mendaptkan respon yang bagus dari obat namun beberapa
juga tidak ada respon pemberian obat harus sesuai dengan tipe glaukoma.
2)      Bedah laser : ( trabukulopasty) ini dilakuka jika obat tetes mata tidak
menghentikan glaukoma. Walaupun sudah dilaser obat harus diberikan
3)      Pembedahan (trabekulectomy) sebuah saluran dibuat untuk memungkinkan
caira keluar, tindkan ini dapat menyelamatkan sisa penglihtan yang ada.
4)      Obat yang diperlukan :
a)      Pilocarpine atau timololmalat
Yaitu untuk mencegah keparahan glaukoma dan menurunkan produk cairan yang
yang menyebabkan gangguan pulmo dan detak jantung menurun. Betaxolol
(betotik) direkomendasi bagi klien yang menderita asma atau eapisima,
pilocarpine menyebabkan miosis (kontriksi) pupil tetapi mempu menormalkan
tekanan boal mata, obat lain seperti : Brimohidrine, untuk menurinkan aquous
humor.
b)      Oral karbonik anhydrase inhibitor seperti acitamolamide (diamox) yaitu untuk
mengurangi cairan., obat ini menyebabkan depresi, fatique letargy.
d.      Katarak

Anatomi Mata

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa
mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior.  Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan poterior nukleus.  Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk
aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau
sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan
yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

Definisi Katarak

Katarakadalahistilahkedokteranuntuksetiapkeadaankekeruhan yang
terjadipadalensamata yang dapatterjadiakibathidrasi (penambahancairanlensa),
denaturasi protein lensaataudapatjugaakibatdarikedua-

duanya.Biasanyamengenaikeduamatadanberjalanprogresif.Katarakmenyebabkanp
enderitatidakbisamelihatdenganjelaskarenadenganlensa yang
keruhcahayasulitmencapai retina danakanmenghasilkanbayangan yang kaburpada
retina. Jumlahdanbentukkekeruhanpadasetiaplensamatadapatbervariasi.

Patofisiologi

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya


keseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut
dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang
tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan
biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam
lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam bagian
yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak.
Terjadinya penumpukan cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut
menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan
penglihatan.
Etiologi

Sebagianbesarkatarakterjadikarena proses
degeneratifataubertambahnyausiaseseorang. Usia rata-rata
terjadinyakatarakadalahpadaumur 60 tahunkeatas. Akan tetapi, katarakdapat pula
terjadipadabayikarena sang ibuterinfeksi virus padasaathamilmuda.

Penyebabkataraklainnyameliputi :

1. Faktor keturunan
2. Cacat bawaan sejak lahir

3. Masalah kesehatan, misalnya diabetes

4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid

5. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)

6. Gangguan pertumbuhan

7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup
lama

8. Rokok dan alkohol

9. Operasi mata sebelumnya

10. Trauma (kecelakaan) pada mata

11. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui

Macam – macam Katarak

1) katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu
lahir. Jenisnya adalah:

a) Katarak lamelar atau zonular.


b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural

2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.

3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya usia. Ada
beberapa macam yaitu:

a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa

b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa

c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.

Katarak senil dapat dibagi atas stadium:

a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang
membentuk gerigi dengandasar di perifer dan daerah jernih di
antaranya.

b) katarak imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum
mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian
yang jernih pada lensa

c) katarak matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama – sama hasil desintegritas melalui
kapsul.

d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa
mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa.

4) Katarak komplikasi
Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau
penyakit umum.

5) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.

Manifestasi Klinik Katarak

 Tanda: lensa keruh, penglihatan kabur secara berangsur-angsur tanpa rasa


sakit, pupil berwarna putih, miopisasi pada katarak intumessen.
 Gejala: merasa silau terhadap cahaya matahari, penglihatan kabur secara
berangsur-angsur tanpa rasa sakit, penglihatan diplopia monokuler (dobel),
persepsi warna berubah,perubahan kebiasaan hidup.

Sejak awal, katarak dapat terlihat melalui pupil yang telah berdilatasi
dengan oftalmoskop, slit lamp, atau shadow test. Setelah katarak
bertambah matang maka retina menjadi semakin sulit dilihat sampai
akhirnya reflex fundus tidak ada dan pupil berwarna putih

Pemeriksaan Diagnostik Katarak

1.       Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan


kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
2.       Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, 
glukoma.

3.       Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)

4.       Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup


glukoma.

5.       Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma

6.       Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,


papiledema, perdarahan.

7.       Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

8.       EKG, kolesterol serum, lipid

9.       Tes toleransi glukosa : kotrol DM

Penatalaksanaan Katarak

Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke
titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif.

Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk


bekerja ataupun keamanan.  Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan
yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman
pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi
segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai
penyakit retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.

Ada 2 macam teknik pembedahan ;

1.       Ekstraksi katarak intrakapsuler


Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.

2.       Ekstraksi katarak ekstrakapsuler

Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98 % pembedahan


katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.

      Diagnosa Keperawatan

1.      Pre Operatif

Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan


pembedahan.

2.      Pasca Operatif

a.       Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler,


kehilangan vitreous.

b.      Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan


katarak).

2.3 Kosep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak

2.3.1 Pengkajian

1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya
e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik
f) Sistem pendukung, lingkungan rumah.
2) Data obyektif
a) Perubahan tanda – tanda vital
b) Respon yang azim terhadap nyeri
c) Tanda – tanda infeksi:
- Kemerahan
- Edema
- Infeksi konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva
menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Zat purulen
- Peningaktan suhu tubuh
- Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan
SDP, hasil pemeriksaan kultur sesitivitas abnormal.
d) Ketajaman penglihatan masing – masing mata.
e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;
- kaki kursi, perabot yang rendah
- Tiang infus
- Tempat sampah
- Sandal
g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap
informasi.

I.3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan

Pre operatif
I. Kecemasan b/d kurangterpapar terhadap informasi tentang prosedur
tindakan pembedahan.
   Pasca Operatif

 Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh


 Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh.
 Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di
lingkungan yang asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan
kedalaman persepsi karena pelindung mata.
 Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d
kurang aktivitas yang diijinkan, obat – obatan, komplikasi dan
perawatan lanjutan.

Perencanaan
 Intervensi pre operatif
1. Kecemasan
Tujuan : .    

 Kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

Kriteria hasil:

 Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa


cemas/takutnya.
 Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan
kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
 Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan
tentang pembedahan
Intervensi:

 Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda-


tanda verbal dan nonverbal.

 Rasional : Derajat kecemasan akan dipengaruhi


bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.

 .      Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi


pikiran dan perasaan takutnya.
 Rasional :  Mengungkapkan rasa takut secara
terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

 .      Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik


pasien.
 Rasional : .      Mengetahui respon fisiologis yang
ditimbulkan akibat kecemasan

Intervensi Pasca Operatif

1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan
penghilangan nyeri setelah intervensi.
c) Intervensi:
 Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan
penghilangan nyeri yang efektif.
Rasional: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan
terapi.

 Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai


beberapa jam setelah pembedahan.
Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.

 Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau


non farmakologik, seperti berikut;
- Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah
– ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang
tidak dioperasi.
- Distraksi
- Latihan relaksasi
Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif
adalah tindakan mandiri yang dapat dilaksanakan perawat
dalam usaha meningkatkan kenyamanan pada klien.

 Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri


dengan aalgesik yang diresepkan.
Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri
dan menimbulkan kenyamanan pada klien.

 Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah ½ jam


pemberian obat, jika nyeri disertai mual atau jika anda
memperhatikan drainase pada pelindung mata.
Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra
okuli (TIO) atau komplikasi lain.

2) Resiko tinggi terhadap infeksi


a) Tujuan: infeksi tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi
tanpa gejala infeksi.
c) Intervensi:
 Tingkatkan penyembuhan luka:
- Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang
seimbang dan asupancairan yang adekuat.
- Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai
hari pertama setelah operasi atau sampai diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan
kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan
penyembuhan

 Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:


- Cuci tangan sebelum memulai
- Pegang alat penetes agak jauh dari mata
- Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan
dan alat penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.

Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya


mikroorganisme dan mengurangi resiko infeksi.

 Kaji tanda dan gejala infeksi:


- Kemerahan, edema pada kelopak mata
- Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)
- Drainase pada kelopak mata dan bulu mata
- Materi purulen pada bilik anterior (antara korm\nea
dan iris)
- Peningkatan suhu
- Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP,
hasil kultur dan sensitivitas positif)
Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang
cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi.

 Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada


jahtan (misal anjurkan klien menggunakan kacamata protektif
dan pelindung mata pada siang hari dan pelindung mata pada
malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan
interupsi menciptakan jalan masuk untuk mikroorganisme.

 Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat


mencurigakan.
Rasional: Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan
kemungkinan memulai penanganan farmakologi.

3) Resiko tinggi terhadap cidera


a) Tujuan: Cidera tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma
jaringan selama dirawat.
c) Intervesi:
 Orientasikan klien pada lingkungan ketika tiba.
Rasional: Pengenalan klien dengan lingkungan membantu
mengurangi kecelakaan.

 Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan


kemungkinan bahaya.
- Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.
- Singkrkan sedotan dari baki.
- Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka
secara sempurna.
Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau
menggunakan pelindung mata juga apat mempengaruhi resiko
cidera yang berasal dari gangguan ketajaman dan kedalaman
persepsi.

 Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda


dimana klien dapat melihat dan meraihnya tanpa klien
menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko
terjatuh.

 Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan


rumah untuk kemungkinan bahaya.
- karpet yang tersingkap.
- Kabel listrik yang terpapar.
- Perabot yang rendah
- Binatang peliharaan
- Tangga
Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang
aman dilanjutkan setelah pulang.
4) Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen
terapeutik
a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk
pada rencana pemulangan.
c) Intervensi:
 Diskusikan aktifitas yang diperbolehkan setelah
pembedahan.
- Membaca
- Menonton televisi
- Memasak
- Melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan
- Mandi siram atau mandi di bak mandi.
Rasional: Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang
diperbolehkan daripada pembatasan memfokuskan klien pada
aspek positif penyembuhan daripada aspek negatifnya.

 Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter


yang mungkin termasuk menghindari aktifitas berikut:
- Berbaring pada sisi yang dioperasi
- Membungkuk melewati pinggang
- Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.
- Mandi
- Mengedan selama defekasi.
Rasional: Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan
mata dan mencegah peningkatan tekanan okuler. Pembatasan
yang spesifik tergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat
dan luasnya pembedahan, preferensi dokter, umur serta status
kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman klein tentang
alasan untuk pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.

 Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau


menggosok mata dan menjaga balutan serta pelindung protektif
tetap pada tempatnya sampai hari pertama setelah operasi.
Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak
integritas jahitan dan memebrikan jalan masuk untk
mikroorganisme. Menjaga mata tertutup mengurangi resiko
kontaminasi oleh mikroorganisme di udara.

 Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat –


obatan yang diresepkan.
- Nama, tujuan dan kerja obat.
- Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)
- Teknik pemberian
- Instruksi atau kewaspadaan khusus
Rasional: Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang
dapat meningkatkan kepatuhan dengan regimen pengobatan
dan membantu mencegah kesalahan dalam pemberian obat.

 Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan


tanda dan gejala berikut:
- Kehilangan penglihatan
- Nyeri pada mata
- Abnormalitas penglihatan (misalnya, kilasan cahaya
atau mengeras)
- Emerahan, drainase meningkat, suhu meningkat.
Rasional: Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal
memungkinkan intervensi yang cepat untuk mencegah atau
meminimalkan infeksi, peningkatan tekanan intra okular,
perdarahan, terlepasnya retina atau komplikasi lain.

 Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang


drainase yang mengeras dengan menyeka kelopak mata yang
terpejam menggunakan bola kapas yang dielmbabakan dengan
larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu
mata. Pembuangan sekresi dapat memberikan kenyamanan dan
mengurangi resiko infeksi dengan mneghilangkan sumber
mikroorganisme.

 Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang


adekuat, dengan adwal yang ditentukan oleh ahli bedah. Klien
harus mengetahui tanggal dan waktu jadwal perjanjian
pertamanya sebelum pulang.
Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan
penyembuhan dan memngkinkan deteksi dini komplikasi.

 Sediakan instruksi tertulis pada waktu klien pulang.


Rasional: Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga
sumber informasi yang dapat merekam rujuk jika diperlukan.

Pelaksanaan

Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan


umum klien.

Evaluasi

Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan


metode SOAP.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, masa dewasa dan
masa tua. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik secara psikis
maupun fisik, kemundurun fisik ditandai dengan kulit mengendor, rambut
memutih, penurunan semua fungsi tubuh dan meningkatnya sensitifitas
emosional.
B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat maka kelompok mengajukan beberapa
saran sebagai pertimbangan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia. Adapun
saran-sarannya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk meningkatkan usia harapan hidup lansia harus lebih menyadari tentang
kesehatan dirinya sendiri.
2.       Perawat dituntut untuk dapat memahami secara umum tentang konsep dasar
perawatan gerontik agar dapat terlaksana asuhan keperawatan yang komperhensif
dan memiliki kemampuan dalam melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif.2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.Jakarta, Media


Aesculapius. Fakultas Kedokteran UI
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/62302767/askep-katarak

Anda mungkin juga menyukai