RPP Identifikasi Obat DG Saraf Otonom
RPP Identifikasi Obat DG Saraf Otonom
A. KOMPETENSI INTI
1. Pengetahuan (KI-3)
Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang pengetahuan
faktual, konseptual, operasional dasar, dan metakognitif sesuai dengan bidang dan
lingkup kajian/kerja Seni Budayapada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks,
berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam
konteks pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia
2. Keterampilan (KI-4)
kerja yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai dengan bidang
kajian/kerjaSeni Budaya.
Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang terukur
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah abstrak
mahir, menjadikan gerak alami dalam ranah konkret terkait dengan pengembangan
B. KOMPETENSI DASAR
faktual, konseptual, operasional dasar, dan metakognitif sesuai dengan keahlian dan
lingkup kerja Farmasi Klinis dan Komunitas pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan
kompleks, berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora
dalam konteks pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia
4.1 Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur kerja
yang lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai dengan keahlian dan lingkup
Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang terukur sesuai
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah abstrak terkait
menjadikan gerak alami dalam ranah konkret terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan
langsung.
3.7.1 Mengklasifikasi obat berdasarkan penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf
otonom
3.7.2 Membedakan obat berdasarkan penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf
otonom
4.7.1 Memilah obat yang berhubungan dengan penyakit pada sistem saraf otonom
4.7.2 Mengidentifikasi obat yang berhubungan dengan penyakit pada sistem saraf
otonom
4.7.3 Menunjukkan obat yang berhubungan dengan penyakit pada sistem saraf otonom
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
b.Menjelaskan obat berdasarkan penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf otonom
dengan cermat
c.menjelaskan jenis obat berdasarkan penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf otonom
dengan santun
E. MATERI PEMBELAJARAN
SISTEM SARAF OTONOM
Sistem saraf otonom merupakan sistem saraf yang bekerja tanpa di sadarisecara
otomatis, dan tidak di bawah kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya
denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak peristaltik alat pencernaan, pengeluaran
keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh
gerak otonom seperti contoh diatas, antara lain mempercepat denyut jantung,
Ssaraf ini terletak di depan ruas tulang belakang, Fungsi saraf ini terutama untuk
memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang menghambat kerja organ
tubuh. Fungsi memacu antara lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil
kandung kemih.
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf
simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain memperlambat detak
karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan maka akan menghasilkan keadaan yang
normal.
Rangsangan dari susunan saraf untuk mencapai ganglion efektor memerlukan suatu
Obat saraf otonom adalah obat yang memperngaruhi penerusan impuls dalam sistem
saraf otonom (SSO) dengan jalan menggangu sintesis, penimbunan, pembebasan, atau
penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerja reseptor khusus. Hal ini akan
mempengaruhi fungsi otot polos atau organ, jantung, dan kelenjar. Menurut khasiatnya, obat
Simpatomimetik (adrenergik)
Adalah obat yang efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf simpatik, seperti efek perangsangan susunan saraf otonom oleh
Simpatolitik (adrenolitika)
Adalah obat yang justru menghambat timbulnya efek aktivitas saraf simpatik,
dan fisostigmin.
Parasimpatolitik (antikolinergik), obat yang menghambat timbulnya efek
Obat ini merintangi penerusan impuls dalam sel-sel ganglion simpatik dan
parasimpatik. Efek perintangan ini dampaknya luas, antara lain vasodilatasi karena
senyawa ini tidak digunakan lagi sebagai anti hipertensi karena efek samping nya.
Selain efeknya terhadap saraf otonom, obat saraf otonom juga berkhasiat
terhadap susunan saraf pusat (SSP). Dalam SSP terdapat beberapa pusat yang
mengendalikan saraf simpatik dan parasimpatik yang disebut sentra otonom. Beberapa
efek penurunan tekanan darah dan kegiatan jantung (bradikardia). Disamping itu
dikenal pula sejumlah obat otonom perifer yang juga dapat mempengaruhi fungsi
SSP , misalnya :
Adrenergik (simpatomimetik)
yang sama dengan stimulasi susunan saraf simpatis dan melepaskan noradrenalin (NA) di
ujung-ujung sarafnya.
Adrenergik dapat dibagi dalam 2 kelompok menurut titik kerja nya di sel efektor dari
organ ujung, yakni reseptor alfa dan reseptor betha. Perbedaan kedua reseptor ini adalah atas
kepekaannya bagi adrenalin,noradrenalin dan isoprenalin. Reseptor alfa lebih peka bagi NA
sedangkan reseptor betha lebih sensitif bagi isoprenalin. Selanjutnya reseptor alfa dibagi lagi
menjadi alfa 1 dan alfa 2 begitu pula reseptor betha dibagi menjadi betha 1 dan betha 2.
sebagai berikut :
Reseptor α-1 :
Reseptor α-2
Menghambat pelepasan NA pada saraf adrenergik dengan turunnya tekanan darah. Pelepasan
Reseptor β-1
Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung (efek inotrop dan kronotrop)
Reseptor β-2
Penggolongan adrenergik
a. Zat yang bekerja langsung. Kebanyakan katekolamin bekerja langsung pada reseptor
b. Zat dengan kerja tidak langsung. NA disintesis dan disimpan di ujung-ujung saraf
adrenegis dan dapat dibebaskan dari depotnya dengan jalan merangsang saraf yang
Efek β-1 : NA, oksifedrin dan dobutamin (dgn kerja utama thd jantung)
Efek β-2 : Salbutamol, terbutalin, fenoterol dan turunan nya, dan ritodrin
Selain itu, adrenergik juga dapat digolongkan secara kimiawi menjadi 2 kelompok,
Penggunaan adrenergik
3. Pada hipertensi, untuk menurunkan daya tahan perifer dinding pembuluh darah dengan
5. Pada pilek (rinitis) , untuk menciutkan mukosa yang bengkak (α) terutama zat-zat
imidazolin.
6. Sebagai midriatikum, untuk melebarkan pupil (α) antara lain fenilefrin dan nafazolin.
7. Pada obesitas untuk menekan nafsu makan, khususnya fenfluramin dan mazindol.
8. Sebagai penghambat his dan pada nyeri haid (dismenore) misalnya ritodrin.
Pada dosis biasa adrenergik dapat menimbulkan efek samping terhadap jantung dan
SSP, yaitu takikardi dan jantung berdebar, nyeri kepala, dan gelisah. Oleh karena itu,
adrenergik digunakan dengan hati-hati pada pasien yang mengidap infark jantung, hipertensi
dan hipertirosis.
Pada penggunaan yang lama (seperti pada asma) adrenergik dapat menimbulkan
takifilaksis, yaitu semacam resistensi yang terjadi dengan pesat bila obat diberikan berulang
kali dalam waktu yang singkat. Yang terkenal adalah efedrin dan obat lain yang bekerja tak
Obat-obat Adrenergik
1. Epinefrin
Penggunaannya :
A. Analeptikum, yaitu obat stimulasi jantung yang aktif sekali pada keadaan
B. Sangat efektif pada serangan asma akut, tetapi harus diberikan secara injeksi,
vasokonstriksi)
D. Pada tetes hidung untuk pilek, dan pada glaukoma untuk menurunkan tekanan
intra okuler.
Efek samping yang terpenting adalah pada dosis tinggi menimbulkan nekrosis pada
2. Isoprenalin
Penggunaannya : khusus digunakan pada kejang bronkus (asma) dan sebagai stimulan
sirkulasi darah.
ES terutama terjadi pada dosis tinggi berupa efek jantung (takikardia) dan efek sentral
3. Oksiprenalin
Khasiat sama dengan isoprenalin, tetapi mulai kerjanya (onset) lebih lambat dengan
tersedianya β-2 mimetika yang lebih selektif dan aman seperti salbutamol.
4. Fenilefrin
Daya kerjanya 10 kali lebih lemah dari adrenalin, tetapi bertahan lebih lama.
ES obat ini dapat menimbulkan hipertensi pada bayi jika digunakan pada ibu
menyusui.
5. Efedrin
Merupakam alkaloid dari Ephedra vulgaris , tetapi saat ini sudah dibuat secara
sintetis. Daya kerjanya terhadap SSP relatif lebih kuat daripada jantung.
Penggunaannya pada asma karena efek bronkodilatasi yang kuat, dekongestif dan
midriatikum.
Efek samping :
Efek sentral pada dosis biasa seperti gelisah, nyeri kepala, cemas, dan sukar tidur.
Pada over dosis dapat timbul tremor, takikardia, aritmia serta debar jantung.
a. Pseudoefedrin adalah isomer dekstro dari efedrin dengan khasiat sama. Daya
menyerupai efedrin.
stimulasi SSP.
ES : Bayi dan anak kecil sebaiknya jangan diberikan lama dengan obat ini karena
7. Amfetamin
Amfetamin termasuk psikostimulansia yang menstimulasi SSP, aktivitas fisik serta
meningkatkan mental, kepercayaan diri dan prestasi, sebaliknya rasa kantuk dan
Adrenolitik (Simpatolitik)
Adrenolitik adalah zat yang melawan sebagian atau seluruh aktivitas susunan saraf
simpatik. Berdasarkan mekanisme dan titik tangkap kerjanya, adrenolitik dapat dibagi
menjadi 2 kelompok :
Zat ini memblokir reseptor α yang banyak terdapat di jaringan otot polos, khususnya
dalam pembuluh kulit dan mukosa. Efek utamanya adalah vasodilatasi perifer
seksual (afrodisiak)
namun, sejak tahun 1980 an obat ini lebih banyak digunakan sebagai anti hipertensi.
a. β-bloker selektif
Zat yang memiliki aktivitas melawan efek dari stimulasi jantung oleh adrenalin
α dan β.
Kolinergik
efek yang sama dengan stimulasi susunan saraf parasimpatik. Seperti yang telah diketahui
saraf. Jadi penggunaan obat ini dapat merangsang pelepasan asetilkolin di ujung saraf.
4. Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil mata (miosis) dan menurunkan
5. Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.
6. Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot rangka.
Reseptor kolinergik
ini dapat dibagi dalam 2 jenis yakni reseptor muskarin dan reseptor nikotin.
1. Reseptor muskarin (M) berada di neuron posganglioner. Terbagi lagi menjadi reseptor
M1, M2 dan M3. Ketiga jenis reseptor ini bila dirangsang memberikan efek yang
berlainan.
2. Reseptor nikotin (N) terdapat di pelat ujung mioneron otot rangka dan di ganglion
Penggolongan kolinergik
Kolinergik dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat dengan kerja langsung dan zat
1. Bekerja langsung ; karbakol, pilokarpin, muskarin dan arekolin , zat ini bekerja
langsung terhadap organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari
asetilkolin. Semuanya adalah zat-zat amonium kuartener yang bersifat hidrofil dan
1. Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan cairan mata
intraokuler, yang bisa menjepit saraf mata. Pengobatan dapat dilakukan dengan 2 jenis
2. Miastenia gravis
(Yunani, myo = otot, asthenia= kelemahan), adalah suatu penyakit auto imun dengan
gejala keletihan dan kelemahan terutama otot-otot muka, mata, dan mulut.
3. Demensia alzheimer
dapat berupa obstipasi dan sukar berkemih, bahkan obstruksi usus akibat penurunan
gerakan peristaltik. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan kolinergik (karbakol dan
neostigmin)
Efek samping kolinergik sama dengan efek apabila saraf parasimpatik di stimulasi
secara berlebihan, antara lain : mual, muntah, diare, meningkatnya sekresi ludah, dahak,
Asetilkolin
Neurohormon ini bersifat sangat tidak stabil karena segera diuraikan oleh 2 jenis
enzim kolinesterase untuk menghindari stimulasi saraf kolinergik secara terus menerus.
Asetilkolin sudah tidak digunakan lagi dalam terapi dan diganti dengan derivat yang lebih
a. Karbakol, digunakan sebagai miotik pada glaukoma dan pada atonia organ dalam
Antikolinergik
Khasiat antikolinergik
3. Mengurangi tonus dan motilitas saluran lambung, usus juga sekresi getah lambung
4. Dilatasi bronkus
kapasitasnya meningkat.
7. Mengurangi SSP dan pada dosis tinggi menekan SSP (kecuali zat amonium
kuartener).
Penggunaan antikolinergik
2. Sebagai spasmolitikum (pereda kejang otot dan kolik) dari saluran lambung usus,
4. Penyakit parkinson
6. Sebagai premedikasi pada pembedahan, untuk mengurangi sekresi ludah dan bronkus
Efek samping sangat tergantung dosis yakni mulut kering, obstipasi, retensi urin,
Pada dosis tinggi dapat timbul efek sentral seperti gelisah, bingung, eksitasi, halusinasi
dan delirium.
Penggolongan antikolinergik
kejang pada lambung usus, serta antidotum pada over dosis pilokarpin dan kolinergik
sebagai antiparkinson.
Skopolamin lebih kuat dari atropin yang digunakan sebagai obat mabuk perjalanan,
Senyawa ini mengandung nitrogen bervalensi 5, bersifat basa kuat dan terionisasi baik,
maka sulit melewati sawar darah otak sehingga tidak memiliki efek sentral. Khasiat
antikolinergiknya lemah dengan kerja spasmolitik yang lebih kuat dari atropin dan
efek samping lebih ringan. Penggunaan untuk meredakan peristaltik lambung usus.
G. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pertemuan ke-1 : ( 4 JP)
2. Identifikasi masalah
Guru menugaskan siswa untuk menentukan masalah
utama apa yang berhubungan dengan sistem saraf
otonom.
3. Pengumpulan data
Guru meminta siswa untuk mencoba melakukan
identifikasi obat yang berhubungan dengan penyakit
pada sistem saraf otonom.
5M
1. Mengamati
3. Menalar / pembuktian
Guru menugaskan siswa untuk identifikasi obat
yang berhubungan dengan penyakit pada sistem
saraf otonom dan menilai hasil menggunakan
format penilaian.
4. Mengkomunikasi kan
Guru menugaskan siswa untuk menyajikan cara
identifikasi obat yang berhubungan dengan penyakit
pada sistem saraf otonom
Siswa membuat bahan presentasi tentang
identifikasi obat yang berhubungan dengan penyakit
pada sistem saraf otonom dan
dalam bentuk PPT.
Siswa menyajikan tentang. identifikasi obat yang
berhubungan dengan penyakit pada sistem saraf
otonom
simpatik
saraf simpatik
TUGAS
khusus pada β2
3 Senyawa α-bloker yang digunakan pada C Simpatolitika
migrain
4 Atenolol termasuk obat golongan D Nafazolin
5 Adrenergika yang merupakan derivates E Salbutamol
imidazolin
I. TEKNIK PENILAIAN
1. Teknik penilaian
a) Penilaian Pengetahuan : *(Tes Tertulis / Tes Lisan / Penugasan)
b) Penilaian Keterampilan : *(Unjuk Kerja (Praktik) / Produk / Proyek /
Portofolio)
2. Instrumen penilaian
a) Instrumen Penilaian Pengetahuan
b) Instrumen Penilaian Keterampilan
Keterangan :
a. Pembelajaran Remedial
- Pembelajaran remedial dilakukan bagi siswa yang capaian KD nya belum tuntas
- Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui remidial teaching
(klasikal), atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri dengan tes.
- Tes remedial, dilakukan sebanyak 3 kali dan apabila setelah 3 kali tes remedial
belum mencapai ketuntasan, maka remedial dilakukan dalam bentuk tugas tanpa
tes tertulis kembali.
b. Pengayaan
Bagi siswa yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan pembelajaran
pengayaan sebagai berikut:
- Siswa yang mencapai nilai n(ketuntansan) < n < n(maksimum) diberikan materi masih
dalam cakupan KD dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan
- Siswa yang mencapai nilai n > n(maksimum) diberikan materi melebihi cakupan KD
dengan pendalaman sebagai pengetahuan tambahan.