Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

FIQIH USHUL FIQIH

“REAKTUALISASI USHUL FIQIH”

Disusun Oleh:

Kelompok 7

1. Renaldi Karnaen (210202130)


2. Feni Ika Hilvina (210202137)
3. Hafidaturrahmi (210202151)
4. Tata Mahesa Cahyana (210202126)
5. Fanti Fitriani Sartika (210202150)
6. Ahmad Habib Asyauri (210202125)

JURUSAN HUKUM KERLUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Reaktualisasi Ushul Fiqih” baik dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih Ushul Fiqih. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Reaktualisasi Ushul Fiqih” bagi para
pembaca dan juga bagi kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Muhammad Zamroni, MHI mata
kuliah Fiqih Ushul Fiqih. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami harap Bapak memberikan kami saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 20 November 2021

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
A. PENGERTIAN REAKTUALISASI................................................................................................5
B. PEMBAHA RUAN ILMUUSHUL FIQIH......................................................................................5
C. USHUL FIQH DALAM..................................................................................................................6
D. REKONSTRUKSI METODOLOGIS: INTEGRASI-INTERKONEKSI.........................................7
E. USHUL FIQIH INTEGRATIF-HUMANIS....................................................................................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................................9
A. KESIMPILAN.................................................................................................................................9

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ushul Fiqh memegang peranan penting dan posisi strategis dalam melahirkan ajaran
Islam rahmatan lil’alamin. Wajah kaku dan keras ataupun lembut dan humanis dari ajara
Islam, ditentukan oleh bangunan ushul fiqh itu sendiri. Sebagai “mesin produksi”dari
hukum Islam, ushul fiqh menempati poros dan inti dari ajaran Islam. Ushul fiqh menjadi
arena untuk mengkaji batasan, dinamika, dan makna hubungan antara Tuhan dan
manusia. Melihat fungsinya yang demikian, rumusan ushul fiqh seharusnya bersifat
dinamis dan terbuka terhadap upaya-upaya penyempurnaan. Sifat dinamis dan terbuka
terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis dari tugasushul fiqh , yang harus selalu
berkembang dengan pesat dan akseleratif dengan dua sumber rujukan utamanya, Al-
Quran dan Sunnah, yang sudah selesai dan final sejak empat belas abad silam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian reaktualisasi?
2. Bagaimanakah proses pembaharuan ilmu ushul fiqh?
3. Bagaimanakah Ushul fiqh dalam Islamic Studies (dirasat Islamiyah)?
4. Apa itu rekontruksi metodologis Integrasi-Interkoneksi?
5. Apa itu ushul fiqh Integratif-Humanis?

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN REAKTUALISASI
Kata dasar dari reaktualisasi adalah “aktual”. Kata tersebut merupakan kata serapan
dari bahasa inggris actual yang mempunyai arti sebenarnya atau sesungguhnya, kata
actual kemudian dengan tambahan ize (actualize) yang berarti melaksanakan atau
mewujudkan. Apabila kata tersebut ditambah awalan re dan actualize menjadi kata benda
reactualization yang berarti “membangun kembali atau menghidupkan kembali”. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kata aktual mempunyai arti betul-betul terjadi, sedang
menjadi pembicaraan orang banyak atau baru saja terjadi. Kata “aktualisasi” prihal
mengaktualkan atau pengaktualan. Kata aktualisasi dengan tambahan awalan “re”
menjadi reaktualisasi mempunyai arti perbuatan mengaktualisasikan kembali atau
penyegaran dan pembaharuan nilai-nilai kehidupan masyarakat.
Pemikiran reaktualisasi dapat diartikan sebuah proses dinamis dalam rangka
pembentukan karakter baru tentang sesuatu sebagai akibat logis dari adanya perubahan
situasi dan kondisi. Artinya perubahan itu harus terus dilakukan sepanjang situasi dan
kondisi itu tidak berhenti berubah dan berkembang.

B. PEMBAHA RUAN ILMUUSHUL FIQIH


Metodelogi ushul fiqh memiliki keleluasaan dan standar yang beragam sesuai
dengan jenis masalah yang ditinjau. Ada masalah hukum fiqh yang berhubungan dengan 
upacara ibadah shalat, puasa, zakat, dan haji, namun penjelasan nash itu dan koneksikan
dengan nash lain, sehingga membentuk gambaran utuh tentang ibadah. Dengan demikian,
masalah ushul fiqh hanya berkisar pada pertanyaan interpretasi nashdengan konsep-
konsep dalam prinsip ilmu tafsir seperti mengkaji makna umum dan khusus, kontadiksi
(ta'arudl), dalil,mafhum mukhalafah dan lain sebagainya.
Secara umum, kajian ushul fiqh banyak berkutat pada wilayah swasta dan local
seperti perkawinan, waris, hak dan kewajiban suami-istri, perlakuan terhadap jenazah,
selain yang bersifat ritual seperti tata cara ibadah beserta syarat dan rukunnya, hal-hal
yang, tata krama beribadah dan lain sebagainya. Untuk wilayah publik kontemporer tidak
terlalu banyak disentuh oleh sastra ushul fiqh klasik yang ada selamat ini,
seperti bagaimana kebijakan fiskal dan moneter,eksporimpor, etika dan ketentuan bergaul 
dalam masyarakat multikultur dan multireligius, pemanfaatan sarana informasi teknologi
dalamibadah, menangkal kejahatan berbasih kejahatan dunia maya, bom bunuh diri
ala teroris yang diyakini sebagai jihad  fi sabilillah  isu HAM dan gender, perdagangan,
kapitalisasi ekonomi, bentuk ketaatan terhadap ulil amri dalam konteks sistem
pemerintahan modern yang sekuler.
Ketidak beranian melakukan penelitian dan kajian kritis itu kemudian
dirasionalisasikan dengan argument: Apa yang telah dihasilkan para imam mazhab dan
para pendukungnya sudah final dan apapun produk pemikiran mereka harus diterima
sebagai berlaku “sekaliuntuk selamanya”. Akibatnya, tradisi keilmuan yang berlangsung
kemudian adalah tradisi syarh dan hasyiah atas matn yang dirumuskan oleh ulama
terdahulunya.
Aktivitas syarah dan hasyiah ini dimulai sejak meninggalnya para imam mazhab dan
para tokoh mazhab generasi pertama seperti Abu Yusuf dan Muhammad ibn Hasan dalam
mazhab Hanafi; Ibn Qasim dan al-Ashab dalam mazhab Maliki; al-Muzani; dan al-
Buwaithi dalam mazhab al-Syafi 'SAYA; dan al-Atsram dalam mazhab Hanbali. Tradisi
maraknya syarah dan hasyiah dikalangan umat lslam saat itu, yang
oleh Nurcholis Madjid disebut dengan pseudo-ilmiah
ditandai dengan semakin menurunnya tingkat kreativitas dan orisinalitas intelektual umat
Islam.
Sampai kini, tak seorang ulamapun yang berani memproklamirkan dirinya atau
diproklamirkan oleh para pengikutnya sebagai seorang mujtahid mutlaq mustaqil
setingkat keempat imam mazhab. Hal ini menunjukkan bahwa syarat-syarat berijtihad itu
memamngsangat sulit untuk tidak dikatakan adanya.

C. USHUL FIQH DALAM


Secara epistemologis, perkembangan pemikiran islam menurut al-Jabiri,
meliputitradisi bayani, irfani, dan burhani. Tradisi bayani berkembang paling awal dan
tipikal dengan budaya kearaban sebelum dunia Islam mengalami kontak budaya secara
masif akulturatif. Tradisi bayani telah mencirikan al-ma'qul al-dini al-'arabi (rasionalitas
keagamaan Arab), dan menelorkan produk intelektual ilmu kebahasaan dan
keagamaan. Pada masa tadwin, al-Syafi'i dinilai sebagai salah satu teoritikus utama
formulasi tradisi bayani. Diantara sumbangan penting al-Syafi'i dalam formulasi
epistemologi, bayani adalah pemikiran ushul fiqihnya yang telah memposisikan sunnah
pada posisi kedua dan berfungsi tasyri', Perluasan pemahaman sunnah melalui
pengidentikan sunnah, dengan kandungan hadits yang berasal dari nabi, dan mengikat
erat ruang gerak ijtimemiliki dan nash.
Dalam bayani, posisi nash sedemikian sentral, sehingga aktivitas intelektual terus
berada dalam haul al-nash (lingkar teks) dan produktif pada reproduksi teks(istismar al-
nash). Nalar bayani bertumpu pada sistem wacana yang concern terhadap tata hubungan
fenomena empiris logis, sehingga bahasa Arab menjadi rujukan epistemologis nalar Islam
Arab.
Masuknya pengaruh Yunani (Hellenistik) ke dalam tradisi pemikiran Arab
Islam, berlangsung lebih belakangan dan disinyalir hal baik dengan kebijakan al-
makmun untuk kembangkan diskursus baru sebagai counter terhadap gerakan intelektual
politis yangdinilai mengancam kekuasaannya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh
masuknya pemikiranYunani adalah, introduksi al-aql al-kauni (nalar universal, universal
reason) yang menjadi dasar utama epistemologi burhani.
Sebagai salah satu metodologi dalam kajian hukum Islam, ushul fiqh juga merupakan
cabang ilmu yang dalam banyak hal berkaitan dengan cabang-cabang ilmu keislaman
lainnya,seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, dan ilmu kalam. Ushul fiqih sebagai disiplin yang
mengkaji hukum, bukan hanya mempelajari masalah-masalah hukum dan legitimasi
dalam suatu konteks sosial dan institusional, melainkan juga melihat masalah hukum
sebagai masalah epistemologi.
Ushul fiqih tidak hanya berisi analisa mengenai argumen dan penalaran
hukum belaka, akan tetapi didalamnya juga terdapat berbicara menganai logika resmi, teo
logidialektik, teori linguistik dan epistemologi hukum. Bahkan Arkoun secara tegas
berpendapat, bahwa ushul fiqih telah menyentuh epistemologi kontemporer.Dalam
sejarahnya, ushul fiqih lahir bersamaan dengan pertumbuhan dan dinamikacabang-
cabang ilmu Islam lainnya yang memiliki karakter sejarah yang berbeda-
beda. dalam babak puncak pertumbuhannya, eksistensi ushul fiqih ini telah memposisika
n hukum Islam(fiqih) sebagai disiplin ilmu yang baik dan dominan jika dibandingkan
dengan cabang-cabang ilmu lainnya.
Menurut George Makdisi, sebagian besar buku ushul fiqih pada kenyataannya
membicarakan masalah-masalah yang tidak termasuk bidang kajian ushul fiqih,tetapi
lebih merupakan bidang kajian ushul fiqih, tetapi lebih merupakan bidang kajian
ilmukalam dan Filsafat hukum. Pertama, masalah ketentuan mengenai yang baik dan
yang buruk.Kedua, hubungan antara akal dan wahyu. Ketiga, kualifikasi
perbuatanperbuatan sebelumadanya wahyu. Keempat, larangan dan kebolehan. Kelima,
pembebanan tanggung jawab dankewajiban diatas kemampuan seseorang. Dan 10,
pembebanan kewajiban hukum berdasarkan hal-hal yang belum ada.
D. REKONSTRUKSI METODOLOGIS: INTEGRASI-INTERKONEKSI
Rekonstruksi dimaksud sebagai upaya penyempurnaan atas berbagai ruang
kosongyang belum dijamah oleh para mualif min a'immat al-mazahib. Terminologi
meminjamArkoun, space kosong itu bisa masuk kategori yang belum terpikirkan (belum
terpikir) atau bisa juga wilayah yang tidak terpikirkan (tidak terpikirkan) pada masa
itu. sebagaimana mestinya dimaklumi, ushul fikih sebagi mesin produksi fikih, selalu
berdialektika dengan masalah kekinian Jadi sangat bisa dimaklumi kalau hasil kinerja
ushul fikih bersifat lokal dantemporal, yaitu tidak bisa dinamis karena ketika ada klaim
yang menyatakan sebaliknya.
Pembahasan Rekonstruksi metodologis dengan pendekatan integratif-interkonektif,
menarik untuk krmbali mengutip ucapan amin sehubungan dengan keraguannya akan
kemampuan para Dosen dilingkungan Depaarteman Agama sebagai pemegai
ujungtombak keilmuan dikampus, dalam menganalisa dan memahami asumsi-asumsi
dasar dan kerangka teori yang digunakan oleh bangunan yang dipelajari yang diajarkan
(dirasat islamiyah, mahasiswa islam), serta dampak dan konsekuensinya pada wilayah
praktis sosial-keagamaan.
Para ilmuan pendukung budaya keilmuan yang bersumber pada teks (hadlarah al-
nash) tidak menyadari dan tidak peduli bahwa diluar entitas keilmuan mereka, ada
entitaslain yang bersifat praktis aplikatif yang faktual-hustoris-empiris, sehingga
keterlambatan  secara  bahasa lansung dengan realitas masalah kemanusiaan, (hadlarah
al-ilm) seperti social sciences, natural sciences, dan humanites. selain entitas hadlarah al-
ilm, masih ada lagientitas etika filosofis (hadlarah al-falsafah). Keilmuan itu berdiri
sendiri secara terisah (entitas terpisah), baru angkuh, tegak,kokoh sebagai yang tunggal
(entitas tunggal) tingkat peradaban manusia saat ini yang ditandai dengan semakin
melesatnya kemajuan dan kecanggihan teknologi informasi, tidak memberi alternatif lain
bagi entitas keilmuan, kecuali saling terkait dan bertegur sapa, baik itu pada level filosfis,
materi, strategi, atau metodologinya, Itulah yang dimaksud dengan pola pendekatan
integrasi-interkoneksi.
E. USHUL FIQIH INTEGRATIF-HUMANIS
Rumus ushul fiqh integratif-humanis ini dimaksud sebagai produk dan ushul  fiqh
yang telah mempergunakan pendekatan integrasi-interkoneksisebuah bangunan ushul 
fiqh yang telah melakukan sejumlah perubahan,perbaikan,serta pembenahan pada dua
arah sekaligus,yaitu mujtahid dan metodologis . Pada wilayah mujtahid, penulis setuju
dengan prasyaratyang ditentukan oleh Khaled yaitu:
1. Kejujuran (kejujuran)
2. Kesungguhan (ketekunan)
3. Mempertimbangkan berbagai aspek yg terkait (kelengkapan)
4. Mendahulukan tindakan yg masuk akal (kelayakan)
5. Kontrol dan kendali diri (diri sendiri  pengekangan).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPILAN
1. Pemikiran reaktualisasi dapat diartikan sebuah proses dinamis dalam rangka
pembentukan karakter baru tentang sesuatu sebagai akibat logis dari adanya perubahan
situasi dan kondisi. Artinya perubahan itu harus terus dilakukan sepanjang situasi dan
kondisi itu tidak berhenti berubah dan berkembang.
2. Ushul Fiqh memegang peranan penting dan posisi strategis dalam melahirkan ajaran
islam rahmatan lil alamin
3. Persoalan ushul fiqh hanya berkisar pada pertanyaan interpretasi nash dengan konsep
konsep dalam prinsip ilmu tafsir mengkaji makna umum dan khusus, kontadiksi
(ta'arudl ), dalil, mafhum mukhalafah dan lain-lain sebagainya.
4. Secara epistemologis, perkembangan pemikiran islam menurut al-Jabiri, meliputi
tradisi bayani, irfani, dan burhani.
5. Rekonstruksi dimaksud sebagai upaya penyempurnaan atas berbagai ruang kosong
yang belum dijamah oleh para mualif min a'immat al-mazahib

Anda mungkin juga menyukai