Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DIETETIKA PENYAKIT INFEKSI DAN DEFISIENSI

“TERAPI DIET PADA PASIEN PENYAKIT INFEKSI


(DIFTERI,PERTUSIS,TETANUS/DPT)”

DOSEN PEMBIMBING :

Wilda Laila, M.Biomed

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3 :

Alifah Zahrani Putri ( 1913211004)

Febby Wardatul jannah ( 1913211022)

Feronika (1913211023)

Nadia Safira ( 1913211036)

Nurul Hafizah (1913211038)

Marisa Aulia Tunnisa (1913211030)

Meizahra Dini Aulia ( 913211032)

Sonia Restuti (1913211045)

Ezi Putri Monika ( 1913211055)

PRODI S1 GIZI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan hidayat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Terapi Diet Pada Pasien
Penyakit Infeksi (Difteri,Pertusis,Tetanus/Dpt)”guna memenuhi tugas Dietetika Penyakit
Infeksi dan Defisiensi.Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen, serta teman-teman sekalian
yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah
Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan.

Kami menyadari didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
serta banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami di lain waktu.Harapan
yang paling besar dari kami semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk pribadi,
teman-teman, serta orang membaca makalah ini sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.

Padang, 22 Mei 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Daftar Isi............................................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Difteri...........................................................................................................................3

2.2Pertusis (Batuk rejan)...................................................................................................6

2.3Tetanus..........................................................................................................................9

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................11

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit  yaitu difteri, pertusis, dan
tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas
bagian atas.Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau
batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.
Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam, mual, muntah, sakit waktu
menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak
mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak yang disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Difteri menyebabkan
selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan.Selaput tersebut dapat menyebabkan
kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas.

Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella Pertussis.


Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah
sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama, biasanya
disertai muntah-muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga
“batuk seratus hari”.Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita.Pada stadium
permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum
jelas.Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras.Pada
stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama
atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang disertai bunyi “whoops”.

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium


tetani yang  dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Penyakit ini menyerang
sistem saraf dan seringkali menyebabkan kematian.Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan
bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Difteri ?
2. Bagaimana Penyebab dan Gejala Difteri ?
3. Apa Komplikasi Difteri ?
4. Bagaimana Pencegahan Difteri dengan Vaksin ?
5. Apa itu Pertusis (Batuk rejan) ?
6. Bagaimana Penyebab dan Gejala Pertusis ?
7. Apa Komplikasi Pertusis ?
8. Bagaimana Pencegahan Pertusis ?
9. BagaimanaPerawatan dirumah sakit dan perawatan mandiri penderita
Perturis/Batuk rajan ?
10. Apa Tetanus ?
11. Bagaimana Gejala Tetanus ?
12. Bagaimana Cara pemberian Imunisasi DPT ?
13. Bagaimana Contoh kasus DPT ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu Difteri
2. Untuk mengetahuibagaimana Penyebab dan Gejala Difteri
3. Untuk mengetahuiapa Komplikasi Difteri
4. Untuk mengetahuibagaimana Pencegahan Difteri dengan Vaksin
5. Untuk mengetahui apa itu Pertusis (Batuk rejan)
6. Untuk mengetahui bagaimana Penyebab dan Gejala Pertusis
7. Untuk mengetahui apa Komplikasi Pertusis
8. Untuk mengetahui bagaimana Pencegahan Pertusis
9. Untuk mengetahui bagaimana Perawatan dirumah sakit dan perawatan mandiri
penderita Perturis/Batuk rajan
10. Untuk mengetahui apa ituTetanus
11. Untuk mengetahui bagaimana Gejala Tetanus
12. Untuk mengetahui bagaimana Cara pemberian Imunisasi DPT
13. Untuk mengetahui bagaimana Contoh kasus DPT
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas
bagian atas.Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau
batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri.
Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam, mual, muntah, sakit waktu
menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak
mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak yang disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Difteri menyebabkan
selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan.Selaput tersebut dapat menyebabkan
kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas.Ada sejumlah cara
penularan yang perlu diwaspadai, seperti:
Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini
merupakan cara penularan difteri yang paling umum.Barang-barang yang sudah
terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk.Sentuhan langsung pada luka
borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita
yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam
tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan
membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang
dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta
sistem saraf.Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga
penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi.Apabila tidak menjalani pengobatan
dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya,
terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi.
2.1.1 Penyebab dan Gejala Difteri
Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.  Penyebaran bakteri ini
dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Ada
sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti:
 Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini
merupakan cara penularan difteri yang paling umum.
 Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau
handuk.
 Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan
ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk
dan kebersihannya tidak terjaga.

Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam
tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan
membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang
dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta
sistem saraf.Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga
penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi.Apabila tidak menjalani pengobatan
dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya,
terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi.

Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke
tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi:

 Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan


amandel.
 Demam dan menggigil.
 Sakit tenggorokan dan suara serak.
 Sulit bernapas atau napas yang cepat.
 Pembengkakan kelenjar limfe pada leher.
 Lemas dan lelah.
 Pilek. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur
darah.

Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti borok (ulkus).
Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas
pada kulit.

2.1.3 Komplikasi Difetri
Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus
komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak.Diperkirakan 1 dari 5 penderita
balita dan lansia di atas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi difteri.Jika tidak diobati
dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu beberapa komplikasi yang
berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya meliputi:
 Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri
akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikel-
partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi
memicu reaksi peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara
drastis dan menyebabkan gagal napas.
 Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan
menyebabkan peradangan otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat
menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung, dan
kematian mendadak.
 Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit
menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta
pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis pada diafragma akan membuat pasien
tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator.
Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau
berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak
yang mengalami komplikasi umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga
1,5 bulan.
 Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain
gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan
yang parah dan gagal ginjal.
2.1.4  Pencegahan Difetri dengan Vaksin
pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan
difteri tergabung dalam vaksin DTP.Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau
batuk rejan.
Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian
vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah
tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis (Tdap/Td)
pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan
perlindungan yang optimal. Apabila imunisasi DTP terlambat diberikan, imunisasi kejaran
yang diberikan tidak akan mengulang dari awal. Bagi anak di bawah usia 7 tahun yang belum
melakukan imunisasi DTP atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap, masih dapat
diberikan imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak Anda. Namun bagi
mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DTP, terdapat
vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan.Perlindungan tersebut umumnya dapat
melindungi anak terhadap difteri seumur hidup.
2.2Pertusis (Batuk rejan)
Pertusis adalah penyakit pada saluran pernapasan dan paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi bakteri.Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa mengancam nyawa, khususnya
bila terjadi pada bayi dan anak-anak.Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan
oleh kuman Bordetella Pertussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan
ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan
terjadi batuk yang hebat dan lama, biasanya disertai muntah-muntah. Batuk bisa mencapai 1-
3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga “batuk seratus hari”.Penularan penyakit ini
dapat melalui droplet penderita.Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang
berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas.Penderita menunjukkan gejala demam, pilek,
batuk yang makin lama makin keras.Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal,
baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas
panjang disertai bunyi “whoops”.
2.2.1 Penyebab dan Gejala Pertusis
Pertusis/Batuk rejan disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis di saluran
pernapasan. Infeksi bakteri ini akan menyebabkan pelepasan racun dan membuat saluran
napas meradang. Tubuh merespons hal tersebut dengan memproduksi banyak lendir untuk
menangkap bakteri yang selanjutnya dikeluarkan dengan batuk.Kombinasi peradangan dan
penumpukan lendir bisa membuat penderita sulit bernapas.Oleh karena itu, penderita harus
berusaha menarik napas lebih kuat, yang kadang memunculkan bunyi lengking (whoop) tepat
sebelum batuk-batuk.Semua orang bisa terkena batuk rejan. Namun, risiko terkena penyakit
ini lebih tinggi pada orang-orang dengan kondisi di bawah ini:
 Bayi berusia di bawah 12 bulan atau lansia.
 Belum menjalani atau melengkapi vaksinasi pertusis.
 Berada di area wabah pertusis.
 Sedang hamil.
 Sering melakukan kontak dengan penderita pertusis.
 Menderita obesitasMemiliki riwayat asma
Gejala pertusis batuk rejan umumnya baru muncul 5–10 hari setelah infeksi bakteri di
saluran pernapasan. Selanjutnya, ada 3 tahapan perkembangan batuk rejan (whooping cough),
yaitu:
 Tahap awal (fase catarrhal)
Tahap ini berlangsung selama 1–2 minggu.Pada tahap ini, pertusis sangat mirip batuk
pilek biasa.Penderita hanya mengalami batuk ringan, bersin-bersin, hidung berair atau
tersumbat, mata merah dan berair, atau demam ringan.Meski gejalanya ringan, pada tahap
inilah penderita paling berisiko menularkan pertusis ke orang di sekelilingnya.Bakteri
penyebab pertusis sangat mudah menyebar lewat percikan air ludah, seperti saat penderita
batuk atau bersin.
 Tahap lanjut (fase paroksismal)
Setelah tahap awal, penderita pertusis akan masuk ke tahap lanjut. Tahap ini bisa berlangsung
selama 1–6 minggu. Pada fase atau tahap ini, gejala yang dialami akan semakin berat.
Keadaan ini bisa membuat penderita mengalami batuk keras sehingga memicu sejumlah
gejala berikut:
 Wajah tampak memerah atau keunguan saat batuk.
 Muncul bunyi “whoop” saat tarikan napas panjang sebelum batuk-batuk.
 Muntah setelah batuk.
 Merasa sangat lelah setelah batuk.
 Kesulitan mengambil napas
Seiring perkembangan penyakit, durasi batuk bisa menjadi lebih lama, bahkan lebih dari 1
menit.Frekuensinya juga lebih sering, terutama pada malam hari.Meski demikian, penderita
batuk rejan umumnya tampak sehat selain pada periode batuk.Jika terjadi pada bayi, pertusis
sering tidak menimbulkan batuk.Namun gangguan ini dapat menyebabkan napas terhenti
sementara (apnea) kemudian membuat kulit bayi tampak membiru karena kekurangan
oksigen.
 Tahap pemulihan (fase convalescent)
Tahap pemulihan bisa berlangsung selama 2–3 minggu.Pada tahap ini, tingkat keparahan dan
frekuensi gejala mulai mereda secara bertahap.Namun, batuk bisa kambuh jika penderita
mengalami infeksi saluran pernapasan.Secara umum, semua gejala di atas terasa lebih ringan
pada orang dewasa dibanding bayi dan anak-anak, terutama pada bayi dan anak-anak yang
belum menjalani vaksinasi pertusis.

2.2.2Komplikasi pertusis
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat pertusis/batuk rejan adalah:
 Pneumonia.
 Kejang.
 Mimisan dan perdarahan otak.
 Kerusakan otak karena kurangnya pasokan oksigen atau disebut ensefalopati hipoksia.
 Memar atau retaknya tulang rusuk.
 Pecahnya pembuluh darah di kulit atau mata.
 Hernia pada perut (hernia abdominalis).
 Infeksi telinga, seperti otitis media.
 Meningkatnya risiko mengalami gangguan paru-paru dan saluran pernapasan
dikemudian hari.
2.2.3 Pencegahan pertusis/batuk rejan
Mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi
pertusis.Vaksin ini biasa diberikan dokter atau bidan bersamaan dengan vaksin difteri,
tetanus, dan polio (vaksinasi DTP).Jadwal imunisasi dasar untuk DTP adalah
Pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Namun, bila bayi berhalangan untuk melakukan imunisasi
pada jadwal tersebut, orang tua di sarankan untuk membawa anak untuk melakukan imunisasi
kejar (cacth up) sesuai jadwal yang diberikan oleh dokter.
Anak juga disarankan melakukan imunisasi lanjutan (booster) agar manfaatnya
optimal. Imunisasi ini dilakukan 4 kali, yaitu pada usia 18 bulan, 5 tahun, 10–12 tahun, dan
18 tahun. Imunisasi booster ini dianjurkan untuk diulangi tiap 10 tahun sekali.
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi booster pada usia
kehamilan 27–36 minggu. Vaksinasi pertusis saat hamil dapat melindungi bayi terserang
batuk rejan pada minggu-minggu awal setelah dilahirkan. Selain melakukan vaksinasi,
praktikkan juga gaya hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan sistem imun.
2.2.4 Perawatan dirumah sakit dan perawatan mandiri penderita pertusis/bbatuk rejan
Perawatan di rumah sakit dapat meliputi:
 Penyedotan lendir atau dahak dari saluran pernapasan.
 Pemberian oksigen melalui alat bantu napas, seperti masker atau selang (nasal kanul),
terutama bila pasien sulit bernapas.
 Penempatan pasien di ruang isolasi untuk mencegah penyebaran penyakit.
 Pemberian nutrisi dan cairan melalui infus, terutama jika pasien
berisiko dehidrasi atau sulit menelan makanan.
pasien juga dianjurkan untuk melakukan penanganan mandiri di bawah ini guna
mempercepat penyembuhan:
 Perbanyak istirahat dan sering minum air putih.
 Makan dengan porsi lebih kecil tapi lebih sering bila sering mengalami mual atau
muntah setelah batuk.
 Menjaga kebersihan dan jauhi debu atau asap rokok.
 Menggunakan pelembap ruangan untuk menjaga kelembapan udara.
 Menutup mulut dan hidung atau gunakan masker saat batuk atau bersin.
 Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
2.3  Tetanus
Tetanus adalah kondisi kaku dan tegang di seluruh tubuh akibat infeksi kuman.Kaku
dan tegang seluruh tubuh ini terasa menyakitkan dan dapat menyebabkan kematian. Gejala
tetanus akan muncul dalam 4-21 hari setelah terinfeksi.Kuman atau bakteri tetanus masuk ke
dalam tubuh melalui luka pada kulit, dan akan mengeluarkan racun untuk menyerang saraf.
Bakteri ini bernama Clostridium tetani, yang banyak ditemukan pada tanah, debu, atau
kotoran hewan.
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium
tetani yang dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa.Penyakit ini menyerang
sistem saraf dan seringkali menyebabkan kematian.Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan
bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal.
2.3.1 Gejala Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang berbahaya dan gejalanya muncul dalam 4-21 hari
setelah terkena kuman tetanus. Segera temui dokter jika Anda mengalami luka dan tidak
mendapat antiracun tetanus, terutama jika muncul beberapa gejala seperti:
 Demam.
 Pusing.
 Berkeringat berlebihan.
 Jantung berdebar.
Terlebih lagi sudah muncul gejala yang khas untuk tetanus, antara lain:
 Tegang dan kaku pada otot rahang (trismus).
 Otot leher atau otot perut terasa kaku.
 Sulit menelan.
 Sulit bernapas
2.3.2 Cara pemberian imunissi DPT
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan
diberikan pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara memberiakan
vaksin ini, sebagai berikut:
 Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki
telanjang.
 Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi. 
 Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk. 
 Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat. 
 Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot.
Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan
dengan interval 4 minggu.Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi
dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga
diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-90%,
daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah
yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk
seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan.
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan
seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan
efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.
2.4Contoh kasus
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit  yaitu difteri, pertusis, dan
tetanus.Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheria.Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas
bagian atas.Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau
batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri
difteri.Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak
mendapatkan vaksin difteri.
Pertusis adalah penyakit pada saluran pernapasan dan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Cara mencegah batuk rejan adalah dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi
pertusis. Vaksin ini biasa diberikan dokter atau bidan bersamaan dengan vaksin difteri,
tetanus, dan polio (vaksinasi DTP).Tetanus adalah kondisi kaku dan tegang di seluruh tubuh
akibat infeksi kuman.Kaku dan tegang seluruh tubuh ini terasa menyakitkan dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala tetanus akan muncul dalam 4-21 hari setelah terinfeksi.
Adapun gejala yang ditimbulkan dari tetanus yaitu Demam, Pusing, Berkeringat berlebihan
dan jantung berdebar.
DAFTAR PUSTAKA

Esposito, et al. (2019). Pertussis Prevention: Reasons for Resurgence, and Differences in the
Current Acellular Pertussis Vaccines. Frontiers in Immunology, 10, 1344.
Koenig, et al. (2019). Pertussis: The Identify, Isolate, Inform Tool Applied to a Re-emerging
Respiratory Illness. The Western Journal of Emergency Medicine, 20(2), 191–197.
Hassel, B. (2013), Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the Possibility of Using
Botulinum Toxin against Tetanus-Induced Rigidity and Spasms. Toxins (Basel), 5 (1),
pp. 73-83.
US Department of Human and Health Service.CDC (2018). Tetanus: For Clinicians.
US Department of Human and Heath Service.CDC (2017).Tetanus.

Anda mungkin juga menyukai