Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP KEPRILAKUAN DARI PSIKOLOGI DAN SOCIAL


PSIKOLOGI

Disusun oleh
Liza mizanny
1815020034

Fakultas ekonomi
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
Tahun ajaran 2021
Banda aceh
BAB 1

PENDAHULUAN
            
1.1. Latar Belakang

Konsep keprilakuan dari psikologi dan psikologi social ini adalah bertujuan untuk
memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi untuk memandang
secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih substansial
Menurut Robbins (2003), Ketiga hal tersebut, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi
sosial menjadi kontribusi utama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan pencarian
untuk menguraikan dan menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara keseluruhan mereka
memiliki perspektif yang berbeda mengenai kondisi manusia. terutama merasa tertarik
dengan bagaimana cara individu bertindak. Fokusnya didasarkan pada tindakan orang-orang
ketika mereka bereaksi terhadap stimuli dalam lingkungan mereka, dan perilaku manusia
dijelaskan dalam kaitannya dengan ciri, arah dan motivasi individu. Keutamaan psikologi
didasarkan pada seseorang sebagai suatu organisasi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Sebutkan Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial
2. Apa yang dimaksud Sikap
3. Hal-hal apa saja yang terkait dengan Sikap, Psikologi dan Psikologi Sosial
1.3. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial
2. Untuk Mengetahui apa yang dimaksud dengan Sikap
3. Unruk Mengetahui Apa saja yang terkait dengan Sikap, Psikologi, Psikologi Sosial
BAB II
PEMBAHASAN

 2.1. Definisi Psikologi dan Psikologi Sosial

2.1.1. Psikologi

Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan


kadang mengubah perilaku manusia. Para psikolog memperhatikan studi dan upaya
memahami perilaku individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus menambah
pengetahuan tentang perilaku organisasional teoritikus pembelajaran, teoritikus keperibadian,
psikologi konseling dan psikologi industri dan organisasi. Bila psikologi memfokuskan
perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari sistem sosial di mana individu-
individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi mempelajari orang-orang dalam
hubungan dengan manusia-manusia sesamanya. Secara spesifik, sosiolog telah memberikan
sumbangan mereka yang terbesar kepada perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap
perilaku kelompok dalam organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa
bidang dalam perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog
adalah dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi,
birokrasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik.

2.1.2. Psikologi Sosial

Psikologi Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-
konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada perilaku
kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang-orang dan bukan
pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial,
pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok. Disamping itu para psikologi sosial
memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang pengukuran, pemahaman, dan
perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam kegiatan dapat memuaskan kebutuhan
individu dan proses pengambilan keputusan kelompok.
Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang
berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau
berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan.
Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-
dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan
kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku,
dan kepribadian. Kedua bidang ilmu tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi
social
Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para
sosiolog. Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan menekankan
pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar psikologikal - persepsi, kognisi, emosi, dan
sejenisnya. Sedangkan para sosiolog akan lebih menekankan pada bagaimana budaya dan
struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi para individu dalam konteks sosial, dan
lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi
psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut dinamis dari seseorang; sedangkan
sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku, interaksi,
struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama
lainnya

2.1. Sikap

2.1.1 Pengertian Sikap


Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, baik yang
menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau
situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua objek yang mengarah
pada reaksi seseorang. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi keduanya saling
berhubungan. Ketiga komponen sikap: pengertian (cognition), pengaruh(affect),
dan perilaku(behavior). Susunan sikap yang dipandang berdasarkan ketiga komponen
tersebut membantu untuk memahami kerumitan sikap dan hubungan potensial antara sikap
dan perilaku. Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, panutan,
dan kelompok sosial. Ketika pertama sekali seseorang mempelajarinya, sikap menjadi suatu
bentuk bagian dari pribadi individu yang dapat membantu konsistensi perilaku. Para akuntan
perilaku harus memahami sikap dalam rangka memahami dan memprediksikan perilaku.
Terdapat banyak cara bagi para akuntan perilaku untuk menggunakan sikap guna melakukan
riset-riset dalam bidang ini.

2.1.2. Komponen Sikap

Dalam organisasi, sikap adalah penting karena sikap perilaku kerja. Sikap disusun oleh
komponen teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori terdiri atas gagasan, persepsi, dan
kepercayaan seseorang mengenai penolakan sikap. Informasi yang dimiliki oleh seseorang
mengenai penolakan sikap terhadap stereotip atau generalisasi, baik yang akurat maupun
yang tidak akurat, telah menciptakan satu kekuatan. Misal, komponen-komponen dari teori
sikap yang menolak komputerisasi dapat mengatakan bahwa ”bisnis perusahaan tidaklah
cukup besar untuk mengambil keuntungan atas komputerisasi. Komponen emosional atau
afektif mengacu pada perasaan seseorang yang mengarah pada objek sikap. Komponen
perilaku mengacu pada bagaimana satu kekuatan bereaksi terhadap objek/sikap.

2.1.3. Fungsi Sikap

Sikap memiliki empat fungsi utama: pemahaman,kebutuhan akan kepuasan, defensif


ego, dan ungkapan nilai. Pemahaman atau pengetahuan berfungsi untuk membantu seseorang
dalam memberikan maksud atau memahami situasi atau peristiwa baru. Siakp mengizinkan
seseorang untuk menilai suatu situasi baru dengan cepat tanpa perlu mengumpulkan semua
informasi yang relevan mengenai situasi tersebut. Sikap juga melayani suatu hal yang
bermanfaat atau fungsi kebutuhan yang memuaskan. Misal, manusia cenderung untuk
membentuk sikap positif terhadap objek dalam menemukan sikap negatif. Sikap juga
melayani fungsi defensif ego dengan melakukan pengembangan atau pengubahan guna
melindungi manusia dari pengetahuan yang berlandaskan kebenaran mengenai dasar manusia
itu sendiri atau dunianya. Sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh
kepuasan melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
2.1.4. Sikap dan Konsistensi

Orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan


perilakunya. Ini berarti bahwa individu-individu berusaha untuk menghubungkan sikap-sikap
mereka yang terpisah dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka sehingga mereka
kelihatan rasional dan konsisten. Jika terdapat inkonsistensi, kekuatan untuk mengemablikan
individu itu ke keadaan seimbang terus digunakan agar sikap dan perilakunya menjadi
konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah sikap maupun perilaku atau dengan
mengembangkan suatu rasionalisasi mengenai penyimpangan tersebut.

2.1.5. Formasi Sikap dan Perubahan


Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada suatu objek
yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap mengacu pada substitusi sikap baru untuk
seseorang yang telah ditangani sebelumnya. Sikap dibentuk berdasarkan karakter faktor
psikologis, pribadi dan sosial. Hal pokok yang paling fundamental mengenai cara sikap
dibentuk sepenuhnya berhubungan langsung dengan pengalaman pribadi terhadap suatu
objek, yaitu pengalaman yang menyenangka maupun tidak, traumatis, frekuensi kejadian, dan
pengembangan sikap tertentu yang mengarah pada gambaran hidup baru.

2.2. Beberapa Teori Terkait dengan Sikap

2.2.1. Teori Perubahan Sikap


Teori perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan pendekatan yang
paling efektif. Sikap, mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.

2.2.2. Teori Pertimbangan Sosial


Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil perubahan mengenai bagaimana
orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai
suatu objek. Teori ini menjelaskan bahwa manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap
individu jika mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang laindan membuat
pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa usaha untuk menyebabkan suatu perubahan utama di dalam sikap kemungkinan
akan gagal, sebab perubahan tersebut akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek.
Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi dua posisi
bertentangan yang masing-masing didiukung oleh komunikator. Jika komunikator
memposisikan terlalu jauh dari jangka internal , hasil yang dicapai mungkin bertentangan
dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan jangka internal, maka
asimilasi dapat dihasilkan karena subjek tidak mempersepsikan komunikasi persuasif tersebut
sebagai ancaman yang ekstrem, sehingga orang tersebut akan mengevaluasi pesan itu secara
positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.

2.2.3. Konsistensi dan Teori Perselisihan


Konsistensi dan teori perselisihan memandang perubahan sikap sebagai hal yang
masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk
menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi
untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya ke arah
yang lebih baik. Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam
ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah
suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini menganggap bahwa perselisihan memotivasi
orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan, karena perselisihan secara
psikologis merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan mencari cara
untuk menghindari itu.

2.2.4. Teori Disonansi Kognitif


Leon Festinger pada tahun 1950-an mengemukakan teori Disonansi Kognitif. Teori
ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya
suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang dipersepsikan
oleh seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku dengan sikapnya.
Festinger mengatakan bahwa hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh
pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini
dimiliki oleh individu terhadap unsur-unsur itu, dan ganjaran yang mungkin terlibat dalam
disonansi. Teori ini dapat membantu kecenderungan untuk mengambil bagian dalam
perubahan sikap dan perilaku.

2.2.5. Teori Persepsi Diri


Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang mengembangkan sikap
berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilaku mereka sendiri.
Teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk
setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten dengan perilaku. Sikap hanya
akan berubah setelah perilaku berubah. Teori fungsional terhadap perubahan sikap
mempercayai bahwa sikap melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap
manusia harus menemukan rangsangan terhadap apa yang akan dikembangkan berdasarkan
pada kebutuhannya.

2.2.6. Teori Motivasi dan Aplikasinya


Terdapat keyakinan bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh adanya motivasi.
Dengan demikian, ada sesuatu yang mendorong (memotivasi) seseorang untuk berbuat
sesuatu.

2.2.7. Teori Motivasi Awal


Tiga teori spesifik dirumuskan selama kurun waktu tahu 1950-an. Ketiga teori ini
adalah teori hierarki kebutuhan,teori X dan Y, dan teori motivasi higiene. Teori-teori ini
bersifat awal karena: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori kontemporer
berkembang, dan 2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan istilah-istilah ini
untuk menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.

2.2.8. Teori Kebutuhan dan Kepuasan


Moslow menjelaskan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa masing-
masing individu mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang dapat mempengaruhi perilaku
mereka. Teori kebutuhan ini pada praktiknya merupakan bagian-bagian dari teori kebutuhan
psikologis yang akan didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan lain jika tidak dijumpai. Secara
psikologis, kebutuhan merupakan syarat dasar untuk memenuhi kebutuhan sisik, seperti
makan, minum, perlindungan, dan sebagainya, yang disebut sebagai kebutuhan dasar
utama.
Hierarki kebutuhan manusia oleh Moslow
 Kebutuhan fisiologis (physiologis needs ), yaitu kebutuhan fisik , seperti rasa lapar, rasa
haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian, dan lain sebagainya.
 Kebutuhan akan keamanan (safety needs ), yaitu akan kebutuhan keselamatan dan
perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan atau pemecatan.
 Kebutuhan sosial (social needs ), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam
menjalin hubunnga dengan orang lain, kebutuhan akan kepuasan dan perasaan memiliki
serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
 Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs ), yaitu kebutuhan akan status atau
kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
 Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs ), yaitu kebutuhan pemenuhan
diri untuk mempergunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang paling sesuai
dengan dirinya.

2.2.9. Teori Prestasi


Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh McClelland pada awal tahun 1990. Teori
McClelland mempunyai suatu faktor hierarki yang memotivasi perilaku. Dalam kasus ini,
terdapat tiga faktor yaitu prestasi, kekuatan dan afiliasi. Riset yang dilakukan oleh
McClellandmembri hasil bahwa terdapat tiga karakreristik dari orang yang memiliki
kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu :
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas suatu permasalahan.
Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri daripada dengan orang lain. Apabila suatu
pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka lebih suka memilih orang yang kompeten
disbanding sahabatnya.
  Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat
kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
 Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat untuk
memperoleh umpan balik (feed back ) atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.

2.2.10. Teori Motivasi


Pada pertengehan tahun 1960-an Herzberg mengajukan suatu teori motivasi yang di bagi
kedalam beberapa faktor. Asumsi terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah factor yang
mempunyai pengaruh positif dalam motivasi dan menjadi bahan perbedaan yang
menyenangkan dari seluruh pengaruh negatif. Faktor-faktor ini meliputi : kebijakan
perusahaan , kondisi pekerjaan, hubungan perseorangan, keamanan kerja dan gaji. Faktor
motivasi meliputi : prestasi, pengakuan, tantangan pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya terhadap 200 responden
yang terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua hal yang terkait
dengan kepuasan dan motivasi. Kedua faktor tersebut meliputi :
 Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik
Yang apabila tidak ada menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara para karyawan.
Kondisi ini disebut dengan faktor penyebab ketidakpuasan atau faktor higiene, karena
kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga agar ketidakpuasan
tidak terjadi
 Sejumlah kondisi kerja instrinsik
Yang apabila ada berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi ketja yang
baik. Tetapi jika kondisi atau faktor tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak akan
menyebabkan terjadinya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi
pekerjaan, yang disebut dengan istilah faktor pemuas.

2.2.11. Teori Keadilan


Teori keadilan pertama kali dipublikasikan oleh Adam pada tahun1963. Dalam teori
keadilan, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang individu
adalah jika orang tersebut membandingkannya dengan lingkungan lainnya. Teori keadilan
secara umum merupakan bentuk dasar dari konsep hubungan pertukaran sosial. Para individu
mempertimbangkan input dan output menjadi suatu nilai yang tidak sebanding.
Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari peran motivasi yang
merugikan satu sama lain. Teori ini menggambarkan kenyataan bahwa pembayaran-
pembayaran relatif tidak mutlak menjadi perhitungan yang mempunyai pengaruh kuat.

2.2.12. Teori ERG

Teori ERG (existence, relatedness, growth ) menganggap bahwa kebutuhan akan manusia
memilki tiga hierarki kebutuahan, yaitu kebutuhan akan eksistensi ( existence needs),
kebutuhan akan keterikatan (relatedness needs) dan kebutuhan akan pertumbuhan (growth
needs ). Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi.
Teori ERG berargumen, bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan menghantar ke
hasrat untuk memnuhi kebutuhandengan tingkatan yang lebih tinggi. Tetapi kebutuhan ganda
dapat beroperasi sebagai motivator dan halangan sekaligus, di mana dalam mencoba untuk
memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dihasilkan pengaruh terhadap pemuasan akan
kebutuhan dengan tingkat yang lebih rendah. Secara keseluruhan teori ERG menyatakan
suatu versi yang lebih valid dibandingkan dengan hierarki kebutuhan.

2.2.13. Teori Harapan

Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman. Teori
harapan disebut juga teori valensi atau teori instrumentalis. Ide dasar teori ini adalah bahwa
motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan diperoleh seseorang sebagai akibat dari
tindakannya. Variabel-variabel kunci dalam teori harapan adalah: usaha (effort), hasil
(income),harapan (expectancy), instrumen-instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara
hasil tingkat pertama dengan hasil tingkat kedua,hubungan antara prestasi dan imbalan atas
pencapaian prestasi, serta valensi yang berkaitan dengan kader kekuatan dan keinginan
seseorang terhadap hasil tertentu.

2.2.14. Teori penguatan

Teori penguatan memiliki konsep dasar yaitu :


 Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat
diproduksi, kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan sebagainya.
 Kontinjensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu berkaitan dengan urutan-
urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku yang ditimbulkan. Suatu
kondisi kerja tertentu dibentuk oleh organisasi (stimulus), kemudian karyawan bertindak
sebagaimana diinginkan olehs organisasi (tanggapan), selanjutnya organisasi memberikan
imbalan yang sesuai dengan tindakan atau perilaku karyawan tersebut (konsekuensi dari
perilaku).
 Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respon karyawan (misalnya
prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin besar pengaruhya
terhadap perilaku.

2.2.14. Teori Penetapan Tujuan

Teori ini dikembangkan oleh Edwin Loceke(1986) konsep dasar dari teori ini adalah
bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang diharapkan organisasi terhadapnya) akan
terpengaruh perilaku kerjanya. Tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tujuan yang mudah. Demikian pula halnya tujuan yang spesifik dan
menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang
bersifat abstrak.

2.2.15. Teori Atribusi

Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seorang menginterprestasikan suatu


peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider yang
berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan
internal(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti
kemampuan atau usaha, dan kekuatan eksternal (eksternal forces), yaitu factor-faktor yang
berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan. Teori ini diterapkan
dengan menggunakan variable tempat pengendalian :
 tempat pengendalian internal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara personal mempengaruhi
kinerja serta perilakunya melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya.
 tempat pengendalian eksternal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh factor-faktor di
luar kendalinya.

2.2.16. Teori Agensi


Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi ditentukan
oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkunngan. Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa
principal bersikap netral terdadap risiko sementara agen bersikap menolak usaha dan risiko.

2.2.17. Pendekatan Dyadic

Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu atasan (superior) dan
bawahan (subordinate), yang berperan dalam [proses evaluasi kinerja. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Danserau et al. pada tahun 1975. Danserau menyatakan bahwa
pendekatan ini tepat untuk menganalisis hubungan antara atasan dan bawahan karena
mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.

2.3. Persepsi

Persepsi adalah Bagaimana orang-orang melihat atau menginterprestasikan peristiwa,


objek, serta manusia. Definisi persepsi yang formal adalah proses dengan mana seseorang
memilih, berusaha, dan menginterprestasikan rangsangan ke dalan suatu gambaran yang
terpadu dan penuh arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia Persepsi adalah sebagai tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
panca indra. Sedang dalam lingkup yang lebih luas Persepsi merupakan suatu proses yang
melibatkan pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterprestasikan stimulus
yang ditunjukkan oleh panca indra. Persepsi memberikan makna pada stimuli. Persepsi juga
merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena
walaupun persepsi merupakan pertemuan antara kognitif dan kenyataan, persepsi lebih
banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran,
ingatan, pikiran, dan bahasa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi:
 Faktor Dalam Situasi
Yang terdiri dari waktu, keadan (tempat kerja), keadan social.
 Faktor Pada Pemersepsian
Yang terdiri dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan.
 Faktor Pada Target
Yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan.

2.3.1. Rangsangan Fisik VS Kecenderungan Individu

Rangsangan Fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti


pegelihatan dan sentuhan. Sedang Kecenderungan Individu meliputi alasan, kebutuhan, sikap,
pelajaran dari masa lalu dan harapan. Perbedaan persepsi antar orang-orang disebabkan
karena perasaan individu yang menerimanya berbeda fungsi dan hal ini terutama
disebabkanoleh kecenderungan perbedaan. Empat factor lain yang berhubungan dengan
kecenderungan individu adalah kekerabatan, perasaan, arti penting dan emosi.

2.3.2. Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan

Perilaku para akuntan dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak


aktifitas organisasi. Misalnya dalam evaluasi kinerja, cara penilaian atas seseorang mungkin
dipengaruhi oleh ketelitian persepsi penyeia. Kesalahan atau bias penilaian mungkin
diakibatkan oleh sandiwara yang mencoba untuk menakut-nakuti sehingga karyawan mrasa
tidak puas dan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu para penyelia perlu mengenali
perasaan mereka terhadap bawahannya. Bawahan tertentu dapat mempengaruh evaluasi
mereka, dan harus waspada terhadap sumber penyimpangan persepsi ini. Kesalahan persepsi
dapat juga mendorong kearah ketegangan hubungan antar pribadi karyawan. Ketika sesuatu
dilihat sebagai sesuatu yang menegangkan seorang penyelia perlu menentukan penyebab
terjadinya peristiwa bisnis yang dipandang berbeda oleh orang-orang yang berbeda.

2.3.3. Persepsi Orang Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain

Dalam bahasan mengenai persepsi orang dalam membuat penilaian terhadap orang lain,
hal ini akan dikaitkan dengan teori atribusi. Teori atribusi merupakan dari penjelasan cara-
cara manusia menilai orang secara berlainan,bergantung pada makna apa yang dihubungkan
ke suatu prilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan bahwa jika seseorang
mengamati prilaku seorang individu, orang tersebut berusaha menentukan apakah prilaku itu
disebabkan oleh factor internal atau eksternal, tetapi penentan tersebut sebagian
besarbergantung pada tiga factor berikut:
 Kekususan (ketersendirian) merujuk pada apakah seorang individu memperlihatkan
prilaku-prilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
 Konsesus yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi
dengan cara yang sama. Contoh perilaku karyawan yang terlambat akan memenuhi
criteria ini jika semua karyawan yang mengambil rute yang sama ke tempat kerja juga
terlambat.
 Konsistensi. Disini dicari konsistensi dari tindakan seseorang apakah orang tersebut
memberikan reaksi yang sama dari waktu kewaktu.Contoh Apabila seorang karyawan
datang terlambat beberapa menit saja tidak dipersepsikan dengan cara yang sama oleh
karyawan yang baginya keterlambatan itu kasus yang luabiasa (karena tidak pernah
terlambat).

2.4. Nilai
Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus perilaku atau keadaan akhir
dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan dengan
suatu modus perilaku atau keadaan akhir yang berlawanaan. Nilai mengandung suatu unsur
pertimbangan dalam pengertian bahwa nilai mengemban gagasan-gagasan seorang individu
mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan.

2.4.1. Arti Penting Nilai


Dalam mempelajari perilaku dalam organisasi, nilai dinyatakan penting karena nilai
meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dan karena nilai memengaruhi sikap
manusia. Seseorang memasuki organisasi dengan gagasan yang dikonsepkan sebelumnya
mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya. Gagasan-gagasan itu sendiri
tidaklah bebas dari nilai. Sebaliknya, gagasan ini mengandung penafsiran benar dan salah.
Gagasan itu menyiratkan bahwa perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai ketimbang
yang lain. Akibatnya, nilai memperkeruh tujuan dan rasionalitas.

2.4.2. Nilai dan Dilema Etika


Permasalahan profesi akuntansi sekarang ini banyak dipengaruhi masalah
kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan ini seharusnya menjadi
pelajaran bagi para akuntan untuk lebih berbenah diri, memperkuat kedisiplinan mengatur
dirinya dengan benar, serta menjalin hubungan yang lebih baik dengan para klien atau
masyarakat luas. Misal: skandal Enron yang melibatkan Arthur Anderson, serta skndal
Worldcom, Merck, dan Xerox, profesi akuntan menjadi gempar. Ihksan menambahkan cara
yang lebih baik dan ideal dalan mengatasi dilema ini adalah dengan mempertimbangkan
kecukupan dari kesempatan yang ada selanjutnya memberikan reaksi terhadap apa yng
menjadi kekawatiran di dalamnya. Kesempatan dapat dilhat sebagai suatu standar etika yang
diharapkan, di mana dapat dilihat setiap perubahan perilaku di dalam organisasi profesi itu
sendiri serta setiap perubahan perilaku yang diharapkan dari yang lainnya. Adalah jauh lebih
baik jika organisasi profesi dapat menempatkannya secara berdampingan dan simbang guna
mendeteksi standar perilaku yang melanggar kepercayaan.  Organisasi profesi sendiri perlu
sedikit kesabaran dalam membuat standar profesi yang berkualitas dalam semua aspek dan
memberikan tindakan tegas terhadap anggota profesi yang membawa keburukan bagi profesi
itu atau mereka yang tidak melakukan kewajiban sebagai anggota.

2.5. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan. pembelajaran terjadi
sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangaan dalam merespon situasi.
Kombinasi dari motivasi, pengalaman dan pengulangan dalam merespons situasi ini terjadi
dalam tiga bentuk: pengaruh keadaan klasik, pengaruh keadaan operant, dan pembelajaran
sosial.

2.5.1. Pengondisian Keadaan Klasik


Dapat diringkaskan bahwa pengondisian klasik pada hakikatnya merupakan proses
pembelajaran suatu respons dan suatu rangsangan yang tidak terkondisi. Dengan
menggunakan rangsangan yang berpasangan, yang satu memaksa yang lain netral,
rangsangan yang netral menjadi suatu rangsangan terkondisi yang kemudian meneruskan
sifat-sifat dari rangsangan tidak terkondisi. Pengondisian klasik bersifat pasif. Sesuatu terjadi
dan orang harus bereaksi dengan cara yang khusus. Hal itu dihasilkan sebagai respons
terhadap peristiwa khusus yang dapat dikenali. Tetapi, kebanyakan perilaku, terutama
perilaku rumit dari individu-invdividu dalam organisasi dipancarkan bukan secara refleks.
Missal saja, para karyawan memilih untuk sampai di tempat kerja pada waktunya, meminta
atasan membantu ketika ada masalah, atau membuang waktu bila tidak ada orang yang
mengamati.

2.5.2. Pengondisian Operant


Pengondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensi. Perilaku operant berarti perilaku yang bersifat sukarela atau
perilaku yang dipelajari sebagai kontras terhadap perilaku semacam itu, yang dipengaruhi
oleh ada atau tidak adanya pungutan yang ditrimbulkan oleh konsekuensi-konsekuensi dari
perilaku tersebut.

2.5.3. Pembelajaran Sosial


Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada orang
lain, dengan diberitahu maupun dengan mengalami secara langsung. Jadi, banyak dari apa
yang telah dipelajari manusia berasal dari observasi atas karakteristik-karakteristik orang tua,
guru, teman sekerja, atasan, dan seterusnya. Pandangan bahwa manusia dapat belajar baik
lewat pengamatan maupun pengalaman langsung ini disebut sebagai teori pembelajaran
social.
Walaupun teori pembelajaran sosial merupakan suatu perpanjangan dari
pengondisian operant, di mana teori tersebut mengandalkan perilaku sebagai suatu fungsi
dari konsekuensi-konsekuensi, teori itu juga mengakui eksistensi pembelajaran
observasional(lewat pengamatan) dan pentingya persepsi dalam belajar.

2.6. Kepribadian

Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang
menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespons lingkungannya.
Kepribadian adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat
konsisten dan kronsi. Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya adalah
penting karena memungkinkan untuk memprediksikan perilaku. Para akuntan perilaku dapat
menghadapi efektivitas orang-orang jika mereka memahami bagaimana kepribadian
dikembangkan dan bagaimana kepribadian tersebut dapat diubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan
perilaku. Pengujian terhadap perilaku ditentukan oleh banyaknya efektivitas dalam tekanan
pekerjaan, siapa yang akan menanggapi kritikan dengan baik, siapa yng pertama harus dipuji
dahulu sebelum berbicara mengenai perilaku tidak diinginkan, siapa yang menjadi seorang
pemimpin potensial. Semuanya itu merupakan bentuk-bentuk pemahamaan atau kepribadian.

2.6.1.Penentu Kepribadian
Suatu argumen dini dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang
merupakan hasil keturunan atau lingkungan. Kepribadian tampaknya merupakan hasil dari
kedua pengaruh tersebut. Selain itu, dewasa ini dikenal faktor ketiga, yaitu faktor
situasi. Kepribadian seorang dewasa umumnya dinggap terbentuk dari faktor keturunan,
dan lingkungan, yang diperlunak oleh kondisi situasi.

2.6.2 Keturunan
Pendekatan keturunan beragumentasi bahwa penjelasan paling akhir dari kepribadian
seseorang individu adalah struktur molekul dari gen yang terletak dalam kromosom.

2.6.3. Lingkungan
Di antara faktor-faktor yang menekankan pada pembentukan kepribadian adalah
budaya dimana seseorang dibesarkan, pengondisian dini, norma-norma di antara keluarga,
temam-teman, dan kelompok-kelompok social, serta pengaruh lain yang dialami. Lingkungan
yang dipaparkan pada seseorang memainkan suatu peranan besar dalam membentuk
kepribadian orang tersebut. Pertimbangan yang saksama terhadap argumen-argumen yang
mendukung keturunan maupun lingkungan sebagai penentu utama dari kepribadian mengarah
pada kesimpulan bahwa keduanya adalah penting. Keturunan menentukan parameter-
parameter atau batas-batas luar, tetapi potensi penuh seseorang akan ditentukan oleh seberapa
baik orang tersebut menyesuaikan diri dengan tuntutan dan persyaratan lingkungan.
2.6.4 Situasi
Faktor ini mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian.
Kepribadian seseorang walaupun kelihatannya mantap dan konsisten , dapat berubah pada
kondisi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan memunculkan
aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang. Oleh karena itu, hendaknya pola
kepribadian tidak dilihat secaara terpisah. Kelihatannya adalah logis untuk mengandalkan
bahwa situasi akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Bagaimanapun juga, memang
diketahui bahwa situasi tertentu pada kenyataannya lebih relevan dibandingkan dengan
situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian.
BAB III
KESIMPULAN

Seperti yang kita ketahui, Psikologi dan Psikologi Sosial merupakan hal yang
bersangkutan, karna sama-sama menyangkut kepribadian masing-masing orang. Psikologi
merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan kadang mengubah
perilaku manusia. Psikologi Sosial adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan
konsep-konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada
perilaku kelompok sosial.

Dalam hal ini, Psikologi dan psikologi Sosial dapat dilihat dari Sikap, Penilaian kita kepada
suatu kelompok atau individu lain, Kepribadian seseorang yang muncul karna lingkungan
atau keturunan, menggunakan presepsi untuk menilai dan memberi pendapat, dan bagaimana
pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan; Akuntansi Keperilakuan, Salemba 4

Anda mungkin juga menyukai