Retinopati Diabetik
Retinopati Diabetik
3
TINJAUAN PUSTAKA
RETINOPATI DIABETIK
1. Retinopati Diabetik
1.1. Definisi
Retinopati diabetik (RD) merupakan komplikasi mikrovaskuler pada
pasien diabetes melitus dan penyebab utama dari hilangnya penglihatan atau
kebutaan pada usia produktif. Pada beberapa pasien diabetes mellitus, sering
kali retinopati diabetik terjadi tanpa adanya gejala. Berdasarkan temuan
klinisnya retinopati diabetik dibagi menjadi retinopati diabeteik
nonproliferatif yang ditandai dengan perubahan vaskularisasi intraretina dan
retinopati diabeteik proliferatif yang ditandai dengan neovaskularisasi akibat
iskemi.2,5,11,12
Retinopati diabetik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
durasi/lamanya pasien menderita Diabetes Melitus, kontrol yang buruk dari
DM, kehamilan, hipertensi, nefropati, hiperlipidemia, merokok, dan
obesitas.4
1.2. Epidemiologi
Berdasarkan data yang ada, seiring dengan kejadian Diabetes Melitus
yang terus meningkat maka kejadian retinopati diabetik juga meningkat.
Selain itu, diperkirakan sepertiga populasi di dunia yang menyandang DM
akan mengalami retinopati diabetik. Kejadian retinopati diabetik meningkat
seiring dengan durasi dan usia pasien. Retinopati diabetik jarang terjadi
pada anak usia <10 tahun, namun prevalensinya meningkat setelah usia
pubertas. Menurut Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy
(WESDR) sebanyak 99% pasien DM tipe 1 dan 60% pasien DM tipe 2 akan
mengalami retinopati diabetik dalam 20 tahun setelah terdiagnosis.
Retinopati proliferatif terjadi pada 50% pasien DM tipe 1 dalam 15 tahun.2,5
Pada tahun 2013, ditemukan sekitar 6.9% penduduk Indonesia yang
berusia >15 tahun menderita DM dan mengalami komplikasi retinopati
diabetik. Pada tahun 2015, berdasarkan data dari RSUP Dr. Mohammad
Hoesein Palembang sebanyak 87.5% pasien dengan usia 45-64 tahun
mengalami retinopati diabetik dengan angka kejadian pada wanita lebih
banyak dibandingkan pada pria.5,13
1.3. Etiopatofisiologi
Penyebab terjadinya retinopati diabetik masih beum jelas. Tetapi
kondisi hiperglikemia kronik dapat mengubah fisiologi dan biokimia,
termasuk meningkatkan stress oksidatif, meningkatkan produk akhir proses
glikasi, dan aktivasi protein kinase C sehingga terjadi kerusakan endotelial
dan menyebabkan retinopati diabetik. Beberapa proses biokimiawi yang
terjadi pada hiperglikemia dan menimbulkan terjadinya retinopati diabetik,
seperti:2,5
1) Aktivasi jalur poliol
Aldose reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH). Pada
hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose reduktase yang
meningkatan produksi sorbitol. Sorbitol adalah senyawa gula dan
alkohol yang tidak dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun
di sel dan menumpuk di jaringan lensa, pembuluh darah dan optik.
Penumpukan ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang
menimbulkan gangguan morfologi dan fungsional sel, kehilangan
perisit, dan terjadi penebalan membran basement. Sorbitol akan diubah
menjadi fruktosa oleh Sorbitol Dehidrogenasi (SDH). Selanjutnya
fruktosa akan berikatan dengan fosfat menjadi fruktosa-3-fosfatase dan
dipecah menjadi 3-deoxyglucosone yang nantinya diubah menjadi
Advanced Glycation End products (AGEs). Selain itu, konsumsi
NADPH selama peningkatan produksi sorbitol menyebabkan penigkatan
stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-ATPase, gangguan
metabolisme phospathydilinositol, peningkatan produksi prostaglandin
dan perubahan aktivitas protein kinase C isoform.2,5,14
4) Faktor genetik
Gen aldo-keto reductase family 1 member B1 (AKR1B1) berkaitan
dengan komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati diabetik.5
5) Inflamasi
Hiperglikemia merupakan keadaan proinflamasi, meningkatkan sintesis
nitrit oksida (iNOS), leukotrien, dan cyclooxigenase-2 (COX-2).
Respons inflamasi memperburuk proses inflamasi pada jalur lainnya
melalui sitokin, adhesi molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan
perubahan regulasi nitrit oksida. Beberapa obat anti-inflamasi seperti
Intravitreal Triamcinolone Acetonide (IVTA) dan obat anti-inflamasi
nonsteroid dilaporkan dapat menurunkan aktivasi VEGF, menormalisasi
permeabilitas endotel, menurunkan apoptosis dan leukostasis, dan
meningkatkan tajam penglihatan. Anti-TNF α dalam proses penelitian
fase III untuk menurunkan ketebalan makula. 2,5,14
6) Stress Oksidatif
Salah satu faktor penyebab retinopati diabetes adalah
ketidakseimbangan antara pembentukan dan eliminasi Reactive Oxygen
Species (ROS). Pada fisiologi normal, ROS membantu tubuh untuk
merusak mikroorganisme asing yang dapat merusak sel. Akan tetapi,
kadar ROS tinggi dapat merusak sel melaui peroksidase lipid,
modifikasi DNA, destruksi protein, dan kerusakan mitokondria. ROS
mengaktifkan poly-(ADP-ribose)-polymerase (PARP). PARP
menghambat glyceraldehyde phosphate dehydrogenase (GAPDH),
sehingga terjadi akumulasi metabolit glikolitik. Metabolit ini kemudian
mengaktifkan AGE, PKC, polyol, dan
hexosamine pathway, sehingga memperburuk keadaan retinopati.2,5,14
1.4. Klasifikasi
Retinopati diabetik secara umum dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan ada tidaknya pembuluh darah baru pada retina yaitu
nonproliferatif dan proliferatif. Menurut Early Treatment Retinopati
Research Study Group (ETDRS) retinopati dibagi atas dua stadium yaitu4,5
1. Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)
Retinopati diabetik adalah bentuk retinopati yang paling ringan dan
sering tidak memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya dengan
menggunakan foto warna fundus atau Fundal Fluoroscein Angiography
(FFA). Mikroaneurisma merupakan tanda awal terjadinya RDNP, yang
terlihat dalam foto warna fundus berupa bintik merah yang sering di
bagian posterior. Kelainan morfologi lain antara lain penebalan
membran basalis, perdarahan ringan, hard exudate yang tampak sebagai
bercak warna kuning dan soft exudate yang tampak sebagai bercak
halus (Cotton Wool Spot). Eksudat terjadi akibat deposisi dan
kebocoran lipoprotein plasma. Edema terjadi akibat kebocoran plasma.
Cotton wool spot terjadi akibat kapiler yang mengalami sumbatan.
RDNP selanjutnya dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu4
a. Retinopati nonproliferatif minimal.
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat
keras.
b. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang.
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.
c. Retinopati nonproliferatif berat.
Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2
kuadran, IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran.
d. Retinopati nonproliferatif sangat berat.
Ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati nonproliferatif
berat.
Retinopati diabetik non proliferatif disertai dengan adanya edema
makula merupakan penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan
dema fokal atau difus diduga akibat pecahnya BRB, sehingga terjadi
kebocoran cairan dan plasma ke lapisan retina. Akumulasi cairan
intraretina (ekstrasel dan intrasel) atau rongga subretina dapat
menyebabkan ablasio retina.2,4
1. Reinopati hipertensi
2. Oklusi vena sentral retina
3. Oklusi cabang vena retina
4. Ocular ischemic syndrome
1.8. Diagnosis
Penegakkan diagnosis retinopati diabetik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis disertai
dengan adanya riwayat diabetes yang sudah lama. Retinopati diabetik dan
berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan stereoskopik
fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto funduskopi
merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi Fluoresens (FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA
diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus. 16
1.9. Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah
pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga
lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes
pertama kali. Pasien-pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati
diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan
pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung
kebijakan ahli matanya.2
Tabel 1. Jadwal pemeriksaan berdasarkan umur atau kehamilan.
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset
Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin
DM/kehamila
pertama kali minimal
n
Dalam waktu 5 tahun setelah
0-30 tahun Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Setiap 3 bulan atau
Hamil Awal trimester pertama sesuai kebijakan
dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan,
ahli mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-
pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi. 2
Tabel 2. Jadwal pemeriksaan berdasarkan temuan pada retina.
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam
progresi retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif
dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.
Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di
Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi
dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus
dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema makula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut
bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu2,4,17
1) Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP
Metode ini dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat
atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan
neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh
dari makula untuk menyusutkan neovaskular.
Gambar 10. Tahapan PRP4
2) Focal photocoagulation
Metode yang ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah
fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema makula.
3) Grid photocoagulation
Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi
edema makula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal
dan grid photocoagulation.
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi
aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi
fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP
berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan. 4,18
1.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada retinopati diabetik sebagai berikut:
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder
yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan
gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma
hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis)
merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya
tumbuh dan membentuk membran fibrovaskuler pada permukaan iris
secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary
body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Pressure meningkat
dan keadaan sudut masih terbuka.4,19
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina
dari lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan
nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang
melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.4,19
24