Anda di halaman 1dari 22

RETINOPATI DIABETIK

3
TINJAUAN PUSTAKA
RETINOPATI DIABETIK

1. Retinopati Diabetik
1.1. Definisi
Retinopati diabetik (RD) merupakan komplikasi mikrovaskuler pada
pasien diabetes melitus dan penyebab utama dari hilangnya penglihatan atau
kebutaan pada usia produktif. Pada beberapa pasien diabetes mellitus, sering
kali retinopati diabetik terjadi tanpa adanya gejala. Berdasarkan temuan
klinisnya retinopati diabetik dibagi menjadi retinopati diabeteik
nonproliferatif yang ditandai dengan perubahan vaskularisasi intraretina dan
retinopati diabeteik proliferatif yang ditandai dengan neovaskularisasi akibat
iskemi.2,5,11,12
Retinopati diabetik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
durasi/lamanya pasien menderita Diabetes Melitus, kontrol yang buruk dari
DM, kehamilan, hipertensi, nefropati, hiperlipidemia, merokok, dan
obesitas.4

1.2. Epidemiologi
Berdasarkan data yang ada, seiring dengan kejadian Diabetes Melitus
yang terus meningkat maka kejadian retinopati diabetik juga meningkat.
Selain itu, diperkirakan sepertiga populasi di dunia yang menyandang DM
akan mengalami retinopati diabetik. Kejadian retinopati diabetik meningkat
seiring dengan durasi dan usia pasien. Retinopati diabetik jarang terjadi
pada anak usia <10 tahun, namun prevalensinya meningkat setelah usia
pubertas. Menurut Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy
(WESDR) sebanyak 99% pasien DM tipe 1 dan 60% pasien DM tipe 2 akan
mengalami retinopati diabetik dalam 20 tahun setelah terdiagnosis.
Retinopati proliferatif terjadi pada 50% pasien DM tipe 1 dalam 15 tahun.2,5
Pada tahun 2013, ditemukan sekitar 6.9% penduduk Indonesia yang
berusia >15 tahun menderita DM dan mengalami komplikasi retinopati
diabetik. Pada tahun 2015, berdasarkan data dari RSUP Dr. Mohammad
Hoesein Palembang sebanyak 87.5% pasien dengan usia 45-64 tahun
mengalami retinopati diabetik dengan angka kejadian pada wanita lebih
banyak dibandingkan pada pria.5,13

1.3. Etiopatofisiologi
Penyebab terjadinya retinopati diabetik masih beum jelas. Tetapi
kondisi hiperglikemia kronik dapat mengubah fisiologi dan biokimia,
termasuk meningkatkan stress oksidatif, meningkatkan produk akhir proses
glikasi, dan aktivasi protein kinase C sehingga terjadi kerusakan endotelial
dan menyebabkan retinopati diabetik. Beberapa proses biokimiawi yang
terjadi pada hiperglikemia dan menimbulkan terjadinya retinopati diabetik,
seperti:2,5
1) Aktivasi jalur poliol
Aldose reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor
Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH). Pada
hiperglikemik terjadi peningkatan enzim aldose reduktase yang
meningkatan produksi sorbitol. Sorbitol adalah senyawa gula dan
alkohol yang tidak dapat melewati membran basalis sehingga tertimbun
di sel dan menumpuk di jaringan lensa, pembuluh darah dan optik.
Penumpukan ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik yang
menimbulkan gangguan morfologi dan fungsional sel, kehilangan
perisit, dan terjadi penebalan membran basement. Sorbitol akan diubah
menjadi fruktosa oleh Sorbitol Dehidrogenasi (SDH). Selanjutnya
fruktosa akan berikatan dengan fosfat menjadi fruktosa-3-fosfatase dan
dipecah menjadi 3-deoxyglucosone yang nantinya diubah menjadi
Advanced Glycation End products (AGEs). Selain itu, konsumsi
NADPH selama peningkatan produksi sorbitol menyebabkan penigkatan
stress oksidatif yang akan mengubah aktivitas Na/K-ATPase, gangguan
metabolisme phospathydilinositol, peningkatan produksi prostaglandin
dan perubahan aktivitas protein kinase C isoform.2,5,14

Gambar 1. Jalur Poliol14

2) Advance Glycation End Products (AGEs)


AGE merupakan protein atau lemak yang dihasilkan dari reaksi glikasi
non-enzimatik dan oksidasi setelah terpapar gula aldose. Produk awal
reaksi non-enzimatik adalah schiff base, yang kemudian spontan
berubah menjadi Amadori product. Proses glikasi protein dan lemak
menyebabkan perubahan molekuler yang menghasilkan AGE. AGE
ditemukan di pembuluh darah retina dengan kadar serum berkorelasi
dengan derajat keparahan retinopati. AGE dapat berikatan dengan
reseptor permukaan sel seperti RAGE, galectin-3, CD36, dan reseptor
makrofag. AGE memodifikasi hormon, sitokin, dan matriks
ekstraseluler, sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Selain itu, AGE juga
menghambat sintesis DNA, meningkatkan mRNA VEGF, meningkatkan
NF-kB di endotelium vaskuler, dan memicu apoptosis perisit retina.
Kadar glukosa yang berlebihan dalam darah akan berikatan dengan asam
amino bebas, serum atau protein menghasilkan Advanced gycosilation
end product (AGE). Interaksi antara AGE dan reseptornya menimbulkan
inflamasi vaskular dan Reactive Oxygen Species (ROS) yang
berhubungan dengan kejadian retinopati diabetika proliferatif.2,5,14
Gambar 2. Struktur AGEs14

3) Aktivasi Protein Kinase C (PKC).


PKC merupakan serine kinase yang berperan dalam transduksi
hormonal, neuronal, dan stimulus growth factor. Keadaan hiperglikemia
dapat meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG), yang merupakan
aktivator PKC. PKC β1/2 berperan penting dalam proses terjadinya
retinopati diabetik. Aktivasi PKC berperan dalam kejadian komplikasi
diabetes, seperti perubahan aliran darah, mengatur sintesis protein
matriks ekstraseluler, permeabilitas pembuluh darah, angiogenesis, sel
pertumbuhan, dan Enzymatic Activity Alteration (MAPK). Selain itu,
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) di jaringan retina juga ikut
meningkat, memicu terjadinya edema makula dan retinopati proliferasi.
2,5,14

4) Faktor genetik
Gen aldo-keto reductase family 1 member B1 (AKR1B1) berkaitan
dengan komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati diabetik.5
5) Inflamasi
Hiperglikemia merupakan keadaan proinflamasi, meningkatkan sintesis
nitrit oksida (iNOS), leukotrien, dan cyclooxigenase-2 (COX-2).
Respons inflamasi memperburuk proses inflamasi pada jalur lainnya
melalui sitokin, adhesi molekul, sinyal VEGF, reseptor AGE, dan
perubahan regulasi nitrit oksida. Beberapa obat anti-inflamasi seperti
Intravitreal Triamcinolone Acetonide (IVTA) dan obat anti-inflamasi
nonsteroid dilaporkan dapat menurunkan aktivasi VEGF, menormalisasi
permeabilitas endotel, menurunkan apoptosis dan leukostasis, dan
meningkatkan tajam penglihatan. Anti-TNF α dalam proses penelitian
fase III untuk menurunkan ketebalan makula. 2,5,14

6) Stress Oksidatif
Salah satu faktor penyebab retinopati diabetes adalah
ketidakseimbangan antara pembentukan dan eliminasi Reactive Oxygen
Species (ROS). Pada fisiologi normal, ROS membantu tubuh untuk
merusak mikroorganisme asing yang dapat merusak sel. Akan tetapi,
kadar ROS tinggi dapat merusak sel melaui peroksidase lipid,
modifikasi DNA, destruksi protein, dan kerusakan mitokondria. ROS
mengaktifkan poly-(ADP-ribose)-polymerase (PARP). PARP
menghambat glyceraldehyde phosphate dehydrogenase (GAPDH),
sehingga terjadi akumulasi metabolit glikolitik. Metabolit ini kemudian
mengaktifkan AGE, PKC, polyol, dan
hexosamine pathway, sehingga memperburuk keadaan retinopati.2,5,14

1.4. Klasifikasi
Retinopati diabetik secara umum dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan ada tidaknya pembuluh darah baru pada retina yaitu
nonproliferatif dan proliferatif. Menurut Early Treatment Retinopati
Research Study Group (ETDRS) retinopati dibagi atas dua stadium yaitu4,5
1. Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)
Retinopati diabetik adalah bentuk retinopati yang paling ringan dan
sering tidak memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya dengan
menggunakan foto warna fundus atau Fundal Fluoroscein Angiography
(FFA). Mikroaneurisma merupakan tanda awal terjadinya RDNP, yang
terlihat dalam foto warna fundus berupa bintik merah yang sering di
bagian posterior. Kelainan morfologi lain antara lain penebalan
membran basalis, perdarahan ringan, hard exudate yang tampak sebagai
bercak warna kuning dan soft exudate yang tampak sebagai bercak
halus (Cotton Wool Spot). Eksudat terjadi akibat deposisi dan
kebocoran lipoprotein plasma. Edema terjadi akibat kebocoran plasma.
Cotton wool spot terjadi akibat kapiler yang mengalami sumbatan.
RDNP selanjutnya dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu4
a. Retinopati nonproliferatif minimal.
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat
keras.
b. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang.
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.
c. Retinopati nonproliferatif berat.
Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2
kuadran, IRMA ekstensif minimal pada 1 kuadran.
d. Retinopati nonproliferatif sangat berat.
Ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati nonproliferatif
berat.
Retinopati diabetik non proliferatif disertai dengan adanya edema
makula merupakan penyebab tersering timbulnya gangguan penglihatan
dema fokal atau difus diduga akibat pecahnya BRB, sehingga terjadi
kebocoran cairan dan plasma ke lapisan retina. Akumulasi cairan
intraretina (ekstrasel dan intrasel) atau rongga subretina dapat
menyebabkan ablasio retina.2,4

2. Retinopati Diabetika Proliferatif (RDP)


Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya
pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Dinding pembuluh darah baru
tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel tanpa sel perisit dan
membrana basalis sehingga sangat rapuh dan mudah mengalami
perdarahan. Pembentukan pembuluh darah baru tersebut sangat
berbahaya karena dapat tumbuh menyebar keluar retina sampai ke
vitreus sehingga menyebabkan perdarahan di vitreus yang
mengakibatkan kebutaan. Apabila perdarahan terus berulang akan
terbentuk jaringan sikatrik dan fibrosis di retina yang akan menarik
retina sampai lepas sehingga terjadi ablasio retina. RPD dapat dibagi
lagi menjadi dua yaitu4
a) Retinopati proliferatif tanpa resiko tinggi.
Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD)
yang mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular di mana
saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b) Retinopati proliferatif resiko tinggi.
Apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko berikut:
1. Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina
2. Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus
3. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus
4. Perdarahan vitreus Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru
yang disertai perdarahan, merupakan dua gambaran yang paling
sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko
tinggi.

Gambar 3. Gambaran Funduskopi Retinopati Nonproliferatif dan


Proliferatif 15

1.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada retinopati diabetik terbagi menjadi
manifestasi secara subjektif dan objektif. Secara subjektif maka akan
ditemukan keluhan seperti:16
- Kesulitan membaca
- Penglihatan kabur
- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
- Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Secara objektif, pada pasien retinopati diabetik akan ditemukan
tanda sebagai berikut: 4,16
1. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
2. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Gambar 4. Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic
retinopathy 4

3. Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-


kelok.

Gambar 5. Dilatasi Vena 4

4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya


khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat
pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan
hilang dalam beberapa minggu.
Gambar 6. Hard Exudates4

5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan


iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak
berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia
retina.

Gambar 7. Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA4

6. Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak


dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-
kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula–mula terletak dalam
jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan
kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal)
maupun perdarahan badan kaca.

Gambar 8. NVD severe dan NVE severe4

7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daera


makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.

Gambar 9. Edema Retina4


1.6. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda sebagai berikut: 16
1. Riwayat diabetes melitus
2. Mata tenag dengan atau tanpa penurunan visus
3. Pada pemeriksaan funduskopi pupil lebar pada retina dapat ditemukan
gejala objektif seperti perdarahn retina, eksudat keras, dilatasi vena, dan
mikroaneurisma.
4. Pada keadaan yang lebih berat akan ditemukan neovaskularisasi iris
5. Refleks cahaya pupil normal, pada kerusakan retina yang luas dapat
ditemukan RAPD (Relative Aferent Pupilary Defect), serta penurunan
reflex pupil pada cahaya langsung dan tidak langsung normal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada retinopati diabetik
yaitu dengan stereoscopic biomicroscopic menggunakan lensa +90 D
untuk deteksi awal adanya edema makular pada retinopati nonproliferatif.
Selain itu angiografi flurosens dapat digunkan untuk mendeteksi kelainan
mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.16

1.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada retinopati diabetik sebagai berikut: 16

1. Reinopati hipertensi
2. Oklusi vena sentral retina
3. Oklusi cabang vena retina
4. Ocular ischemic syndrome

1.8. Diagnosis
Penegakkan diagnosis retinopati diabetik berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis disertai
dengan adanya riwayat diabetes yang sudah lama. Retinopati diabetik dan
berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan stereoskopik
fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto funduskopi
merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi Fluoresens (FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA
diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus. 16

1.9. Tatalaksana
Prinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah
pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli  mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga
lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita
diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes
pertama kali. Pasien-pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat
diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati
diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan
pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung
kebijakan ahli matanya.2
Tabel 1. Jadwal pemeriksaan berdasarkan umur atau kehamilan.
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset
Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin
DM/kehamila
pertama kali minimal
n
Dalam waktu 5 tahun setelah
0-30 tahun Setiap tahun
diagnosis
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Setiap 3 bulan atau
Hamil Awal trimester pertama sesuai kebijakan
dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan,
ahli  mata mungkin lebih memilih  untuk megikuti perkembangan  pasien-
pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi. 2
Tabel 2. Jadwal pemeriksaan berdasarkan temuan pada retina.
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik  proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati
diabetik, Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan
penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai
dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah
pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan
mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan
pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif
menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti
dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil
penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun
kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya
retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko
timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetic yang
sudah ada. Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat
melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control
hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan
kehilangan penglihatan.2,17

3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam
progresi retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif
dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.
Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of  Health  di
Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi
dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus
dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik
proliferatif, edema makula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut
bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu2,4,17
1) Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP
Metode ini dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat
atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan
neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior
dengan menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh
dari makula untuk menyusutkan neovaskular. 
Gambar 10. Tahapan PRP4
2) Focal photocoagulation
Metode yang ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah
fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema makula.
3) Grid photocoagulation
Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi
edema makula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal
dan grid photocoagulation.

Gambar 11. Panretinal fotokoagulasi pada


PDR
4

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus
untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah
perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris,
dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan
bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada
neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak
hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel
vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra
vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1
mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang  khusus
dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis
0,05 mL.4,18

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi
aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan
neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi
fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP
berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan. 4,18

Gambar 12. Vitrektomi4

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical


trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat.
DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan
setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan
perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien
dengan diabetes tipe I secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi
awal, tetapi tidak pada tipe II. DRSV juga menunjukkan keuntungan
vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.2
1.10. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat
mempertahankan atau menunda retinopati. Detachment retinal tractional
dan edema makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau
kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun
diberi terapi optimum. Prognosis retinopati diabetik berdasarkan derajat
keparahan dari penyakit tersebut. 12,16,18
- Ad vitam: Dubia ad bonam
- Ad functionam: Dubia ad malam
- Ad sanationam: Dubia ad malam

1.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada retinopati diabetik sebagai berikut:

1. Rubeosis iridis progresif


Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah
retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada
tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membran fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera
spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan
aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka. Suatu saat membran fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.
Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetik. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetik dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden
terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-
23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.4,19

2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder
yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada
permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan
gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma
hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris
(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis)
merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya
tumbuh dan membentuk membran fibrovaskuler pada permukaan iris
secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary
body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Pressure meningkat
dan keadaan sudut masih terbuka.4,19

3. Perdarahan vitreus rekuren


Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya
neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah
rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus
memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.
Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.4,19
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang
terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan
kaca yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan
secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh menampakkan
bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan
vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan
adanya darah pada ruang vitreous. Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.4,19

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina
dari lapisan pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan
nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang
melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.4,19
24

Anda mungkin juga menyukai