Sistem Manajemen Kinerja
Sistem Manajemen Kinerja
Ada tiga fokus dalam sistem manajemen kinerja yaitu (1) individu sebagai
manusia dan inputnya, (2) penilaian pada proses, dan (3) penilaiannya pada output.
Sistem manajemen kinerja yang memfokuskan pada individu sebagai manusia dan
inputnya meliputi: (1) menjelaskan metode peringkat paksa (forced ranking), (2)
menjelaskan metode peringkat paksa bebentuk lonceng, (3) menjelaskan metode
manajemen kinerja yang berorientasi pada input, dan (4) menjelaskan metode Grafic
Rating Scale (GRS). Sistem manajemen kinerja yang memfokuskan penilaiannya
pada proses meliputi: (1) menjelaskan metode Proper Man, dan (2) menjelaskan
kelebihan dan kelemahan metode Proper Man. Sistem manajemen kinerja yang
memfokuskan penilaiannya pada output meliputi: (1) menjelaskan konsep dasar
MBS, (2) menjelaskan kelebihan dan kelemahan MBS, dan (3) menjelaskan
penggunaan MBS.
Pada materi inisiasi ini akan dibahas berbagai sistem yang disebut metode
"Peringkat Paksa" (Forced Ranking) Biasa dan "Peringkat Paksa" yang
berbentuk "Kurva Lonceng". SeteIah itu, dibahas metode lain yang juga
menekankan pada "manusia/pelaku kerja",
Tujuan Instruksional Khusus: setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan:
1. metode peringkat paksa (forced ranking),
2. metode peringkat paksa bebentuk lonceng,
3. metode manajemen kinerja yang berorientasi pada input, dan
4. metode Grafic Rating Scale (GRS).
Jadi jelaslah bahwa metode ini sangat sederhana dan mudah dipahami.
Kemudian, kemungkinan bahwa seorang supervisor akan memberikan
predikat "Rata-rata" (average) pada sebagian besar anak buahnya tidak akan
terjadi lagi. Metode ini juga dianggap ideal untuk menilai orang dan cocok
untuk diterapkan pada sebuah organisasi kecil. Sebaliknya, metode ini tidak
layak digunakan bila jumlah karyawan pada sebuah unit kerja yang
jumlahnya lebih dari 25 orang (Ruky, 2006). SeIain itu, manfaat yang
diperoleh dari metode ini sangat terbatas sekali.U ntuk pelatihan hampir
3
1. Hasil pekerjaan
2. Kecakapan kerja
3. Kemampuan mengatur pekerjaan
4. Tanggung jawab atas pemeliharaan atas perlengkapan
5. Tanggung jawab atas pekerjaan
6. Pengertian tentang pekerjaan
7. Minat/perhatian terhadap pekerjaan
8. Inisiatif
9. Loyalitas terhadap Bank
10. Kerja sama dalam tugas
11. Sikap terhadap atasan
12. Sikap terhadap bawahan
13. Sikap terhadap sesama rekan
14. Kedisiplinan
15. Kreativitas
16. Kejujuran
17. Ketekunan Kerja
18. Cara berpakaian
19. Efektivitas kepemimpinan dlm membina kemampuan dan hasrat kerja
20. Kemampuan membuat perencanaan
21. Penguasaan administrasi Bank Pembangunan Daerah)
22. Pengetahuan perbankan
23. Cara berkomunikasi
24. Kemampuan mengorganisasikan
25. Prestasi/kehadiran (?)
INISIATIF:
Tingkat atau derajat sampai sejauh mana pemegang jabatan ini mencari dan
menerima tanggung jawab, mengambil tindakan yang tepat tanpa harus
menunggu perintah dari atasan
5 10 15 20 25
Harus Harus Kadang- Meminta Mengambil inisiatif penuh
didorong disuruh kadang tugas
terus
menerus
(Ruky, 2006)
Atas dasar pedoman seperti di atas, seorang atasan yang menjadi penilai
membandingkan bawahan yang dinilainya dengan patokan-patokan tersebut dan
menetapkan penilaiannya dengan melingkari angka (point) yang dianggapnya
menggambarkan kondisi anak buahnya. Setelah semua karakteristik atau
faktor yang ditetapkan diberi skor, jumlah skor untuk setiap karyawan
kemudian dihitung.
Penggunaan skor ini memberikan kemungkinan bagi penilai untuk
membandingkan satu karyawan dengan karyawan lainnya dalam satu unit kerja
dan memberi perasaan aman kepada peniIai dan departemen SDM karena
dianggap bersifat kuantitatif. Angka-angka tersebut kemudian dijadikan standar
untuk menentukan apakah seorang karyawan akan mendapat kenaikan upah
7
atau bonus atau tidak. ini adalah salah satu sebab mengapa cara ini cukup
populer dan banyak digunakan, terutama bila tujuan penerapan manajemen
kinerja/penilaian prestasi kerja memang khusus untuk menjadi dasar kenaikan
upah/gaji atau pembagian bonus.
Bila yang digunakan adalah skala yang tidak bersambung (discontinuous),
uraian ringkas disediakan untuk setiap skala. Uraian ini tidak merupakan
urut-urutan dari yang jelek ke yang baik, atau sebaliknya, sehingga seperti tidak
ada korelasi antara satu dan lainnya. Contohnya adalah seperti berikut.
Sikap terhadap: kehadiran dan usaha untuk berada di tempat kerja dan pekerjaan,
ketaatan untuk datang tepat waktu tanpa bolos atau datang terlambat
a. Jarang absen dan terlambat
b. Seringkali absen dan terlambat
c. Sangat tepat waktu dan hadir secara teratur
d. Kadang-kadang absen dan kadang-kadang lambat
e. Sangat tepat waktu, hadir secara teratur dan sukarela pulang lambat.
(Ruky, 2006)
Dengan menggunakan skala yang tidak bersambung, penilai dipaksa untuk
membaca uraian skala dengan berhati-hati sebelum memberi tanda kotak yang
disediakan. Kadang-kadang dalam beberapa kasus disediakan pula ruangan untuk
komentar tambahan. Tujuan penggunaan skala seperti ini adalah untuk mengurangi
unsur subjektivitas.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------
Penilaian Disiplin Dan Moral
1. Terlambat 5 menit dan lebih lama dari waktu mulai kerja yang ditetapkan:
kali. (Diisi oleh Pemegang kendaraan)
2. Tidak( Masuk Tanpa Ijin: .................. Hari (Diisi oleh Pemegang kendaraan)
3. Sakit. hari (Diisi oleh Bagian SDM)
4. Ditilang Polisi Lalu Lintas. kali (Disi oleh Kepala Pool)
Dibuat/Diisi
Di...............................................
Oleh:______________Tanda Tangan:__________________
(Direktur pemegang kendaraan)
Catatan:
Buatlah "Skala" lengkap dengan kriteria "prestasi" untuk semua tugas yang harus
dilakukan oleh pengemudi tersebut dan disajikan kepada kelas untuk dibahas dan
difinalkan.
Sasaran-sasaran
Sasaran-sasaran
Unit Kerja
Unit Kerja
Evaluasi Kinerja Perlu perbaikan
Evaluasi Kinerja
Perusahaan
Perusahaan
Evaluasi Kinerja
Evaluasi
Karyawan Kinerja
Perseorangan
Karyawan Perseorangan
13
Pada akhir tahun 70-an, MBO sebagai suatu sistim secara meluas dianggap
sebagai suatu sistim yang kurang baik. Program MBO seringkali menghasilkan
benteng-benteng tumpukan surat-menyurat yang dipergunakan oleh para manajer
untuk berlindung dari keharusan membuat tuntutan. Pada program MBO, sementara
daftar sasaran menjadi semakin banyak dan dokumennya menjadi semakin tebal,
fokusnya menjadi kian memudar. Tebalnya dokumen dirancukan dengan kualitas
dan energi dihabiskan pada mekanismenya dan bukan pada hasilnya. Seorang
manajer yang kinerja kelompoknya dipertanyakan dapat dengan tenang menunjuk
kepada tumpukan kertas dihadapannya dan mengatakan: “para manajer saya telah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengembangkan target-target mereka untuk
tahun ini”.
ini adalah bahwa manajemen berdasarkan sasaran ini seringkali lebih banyak
bersifat proses dari atas ke bawah dengan kurangnya terjadi dialog antara para
manajer dan karyawan-karyawan yang bertanggung-jawab kepada mereka. Sistim
ini juga cenderung terkonsentrasikan pada manajer dan memberikan staf lainnya
untuk diatur dengan suatu cara evaluasi "merit rating“. Proses MBO diilustrasikan
pada Gambar 3 berikut.
ATASAN
ATASAN
4. Atasan dan bawahan akan melakukan penilaian secara berkala atas kemajuan
yang dicapai. Tetapi pada akhir periode yang disetujui, bawahan akan dinilai
berdasarkan hasil-basil yang telah ia capai. Dalam proses penilaian tersebut
atasan dan bawahan dapat bersama-sama rnengevaluasi apa yang telah
dicapai dengan sangat sukses dan mana yang belum dan apa penyebabnya.
Pada saat membicarakan penyebab kegagalan, bawahan dapat meminta
bantuan kepada atasan untuk mengatasi kesulitannya, baik berupa
peningkatan kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) maupun aspek
lain, misalnya wewenang untuk bertindak. Atasan juga akan mencatat
dalam hal apa saja bawahannya sangat unggul, dan dalam hal apa ia masih
harus meningkatkan diri, dan upaya-upaya apa saja yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kinerja bawahannya.
16
5. Sebagai hasil dari seluruh proses penilaian, bawahan yang sukses mencapai
indikator kinerja yang telah disepakati atau berprestasi lebih tinggi diberi
penghargaan berupa kenaikan gaji atas dasar prestasi atau bahkan promosi
atau kemudahan atau fasilitas lain. Sebaliknya, bawahan yang tidak
berprestasi diberi peringatan, diberi latihan dan bimbingan atau
mungkin disuruh mengundurkan diri dengan pesangon sesuai
ketentuan yang berlaku. Apa pun yang terjadi padanya, keputusannya
akan didasarkan pada hasil usahanya dalam mencapai tujuan dan sasaran,
di mana ia terlibat dalam menetapkannya dan terikat secara sukarela dalam
usaha mencapainya.
Sistem MBS berasal dari negara Barat yaitu Inggris dan USA yang
salah satu dari ciri budayanya adalah sikap individualistis. Karena itu,
konsep MBS ini sangat tepat bagi mereka karena menekankan pada
pencapaian sasaran kerja (hasil kerja) perseorangan (individu). Sistem
MBS memang menuntut agar setiap karyawan sebagai perseorangan
menetapkan sasaran kerja sendiri dan berusaha mencapainya sendiri. Kon-
sep dan prinsip ini tentunya bertentangan dengan sistem nilai budaya di
banyak negara Asia, termasuk Jepang, Cina, dan negara-negara ASEAN
termasuk Indonesia, di mana sikap dan. nilai "kebersamaan kelompok"
19