Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL 2021/2022

MATAKULIAH: ETIKA KEILMUAN


Dosen : Heri Pratikto
Waktu : Rabu, 15 Desember 2021
Sifat : take home (dikumpulkan hari ini paling lambat pk. 21.00 wib melalui
Google drive kelas)

1. Setiap orang adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta


pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya”. Berfikir fisafat akan melahirkan
pemimpin yang bijaksana. Jelaskan kelebihan dan kekurangan teori pengambilan
keputusan situasional dan intuitif dari perspektif filsafat (ontology, epistimologi dan
aksiologi). Jelaskan pula implikasinya terhadap etika keilmuan !
Kepemimpinan merupakan suatu aspek yang terpenting dalam sebuah organisasi.
Menurut Rauch dan Behling dalam Sobary Sutikno mengartikan kepemimpinan
adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk
mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Koontz dan C. Donnel mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta
dalam mencapai tujuan umum (Sobary Sutikno, 2014: 15). Dari pengertian dari
kepemimpinan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
proses mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk mencapai tujuan.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin tidak dapat terlepas dari proses
pengambilan keputusan. Pendekatan situasional sebagai pendekatan dalam pengambilan
keputusan mesyaratkan bahwa seorang pemimpin harus memahami perilaku, sifat dan
karakter bawahannya, serta memperhatikan situasi sebelum menggunakan gaya atau tipe
kepemimpinan tertentu (Khoironi & Hamid, 2020). Pendekatan ini mengharuskan
pemimpin untuk memiliki kemampuan mendiagnosa perilaku manusia. Keberhasilan
seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan
perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor ruang dan waktu (Khoironi
& Hamid, 2020).

Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan lanjutan dari teori


kepemimpinan trait dan behavior yang dianggap gagal menjelaskan model
kepemimpinan yang terbaik untuk berbagai situasi. Pendekatan situasional atau
pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah
antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen
yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi
adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi
dengan gaya kepemimpinan tertentu (Tindra, 2021).

Lewat kepemimpinan situasional, lingkungan kerja dapat menjadi lebih nyaman


dan efektif karena budaya serta cara manajemen dibentuk oleh pemimpin
mengikuti kesiapan dan kebutuhan tim. Ini dapat memengaruhi kinerja grup secara
keseluruhan. Pasalnya, pemimpin menggunakan gaya yang memotivasi karyawan
untuk meningkatkan kinerja dan keefektivitasan mereka.
Menurut Quamila (2021), Beberapa kelebihan dari pengambilan keputusan
berdasarkan teori situasional adalah sebagai berikut :

- menyelaraskan tone kinerja yang umum.

 menonjolkan pengaruh multi-arah.


 memanfaatkan penugasan yang spesifik sebagai ukuran kinerja ketimbang
menyeragamkan penugasan untuk banyak individu yang berbeda.
 memungkinkan pemimpin mendorong perubahan perilaku secara efektif.
 mempercepat laju dan kualitas pengembangan karyawan
 mengajarkan para pemimpin untuk menafsirkan dan menanggapi lingkungan
mereka secara akurat dan efektif.

Meski punya banyak kelebihan, kepemimpinan situasional juga telah dikritik


karena memiliki kekurangan, diantaranya dapat menciptakan kebingungan dalam
kelompok ketika pemimpin harus mengubah pendekatannya untuk satu anggota tim,
bawahan dapat mempertanyakan maksud dari pendekatan tersebut

Implikasi penggunaan teori situasional pengambilan keputusan terhadap etika


keilmuan ialah seorang pemimpin situasional dituntut untuk selalu siap untuk
menjadi pembimbing bawahannya dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya. Sehingga secara etika, seorang bawahan juga harus siap dibimbing dan
diarahkan oleh pemimpinnya dengan tetap belajar dari pengalaman dan situasi
yang terjadi (Khoironi & Hamid, 2020).
Penerapan teori kepemimpinan situasional dalam kepemimpinan pendidikan Islam
harus sejalan dengan ayat al-Qur'an salah satunya yang terdapat dalam QS. An-
Nisa’a; 4/58.

Pengambilan keputusan cenderung membutuhkan waktu


pertimbangan yang cepat, bahkan terkadang dalam keadaan
darurat dan tiba-tiba. Bila yang diputuskan merupakan konteks
strategis dan ternyata keliru maka bersiaplah organisasi mendapat
kerugian besar serta citra buruk bagi pemimpinnya. Tidak jarang
kita menemukan bahwa suatu keputusan pada awalnya terasa
sangat ambigu, seperti ketika seorang pemimpin mulai menegakkan
keputusan, bawahan tidak dapat menerjemahkan dengan benar
atau bahkan menemukan bahwa pemimpin baru menyadari bahwa
keputusan yang dibuatnya salah. Kondisi yang dapat diperdebatkan
terjadi di tengah keputusan yang berjalan, bagi pihak-pihak yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan terdapat pro dan kontra,
sehingga timbul polemik kemudian timbul permasalahan tanpa
solusi yang menambah permasalahan baru tanpa mengubur
permasalahan sebelumnya.
Pada akhirnya tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik dan
kerugian akibat pengambilan keputusan yang tidak tepat karena
tidak sesuai dengan visi strategis sebuah organisasi.
Dari pembahasan di atas, jika kita menggali akar masalah dari
sudut pemimpin, maka terdapat variabel seorang pemimpin yang
bisa diukur sebagai bahan evaluasi yaitu variabel keterampilan
dasar, pengalaman, pengetahuan manajemen dan intuisi.
Mungkin sebagian dari kita menganggap intuisi sebagai sesuatu
yang terkait dengan "perasaan" atau naluri yang cenderung
didasarkan pada perasaan, namun yang paling tepat bahwa intuisi
adalah tingkat pengambilan keputusan karena intuisi adalah hasil
dari pengetahuan dan pengalaman yang disaring (dhidayatuloh, 2021).
Pada saat seseorang dihadapkan dengan pengambilan keputusan
yang melibatkan resiko, maka dia akan menggantungkan diri pada
intuisinya (Roghanizad dan Neufeld, 2015)

Berdasarkan paparan diatas, pengambilan keputusan berdasarkan


intuisi adalah bahwa intuisi merupakan cerminan dari proses
penalaran informasi dan proses suatu pengalaman yang
mengakibatkan seorang pemimpin mengambil keputusan secara
cepat tetapi efektif.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membuat
keputusan yang efektif secara akurat, tetapi modal untuk membuat
keputusan yang efektif adalah kemampuan dan pengalaman
kognitif yang tinggi. Semoga para pemimpin organisasi dimanapun
mereka berada adalah pemimpin yang pandai mengambil
keputusan karena memiliki intuisi.

Menurut Fajar (2016), pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan
memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan
keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan :

1. waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek


2. untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan keputusan ini akan
memberikan kepuasan pada umumnya
3. kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan,
dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik.

Kekurangan:

1. Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik.


2. Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur kebenaran dan
keabsahannya.
3. Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan.

2. Sebagai mahasiswa S2 Magister Akuntansi, saudara dituntut untuk melakukan


penelitian dan publikasi ilmiah hasil penelitian. Jelaskan peran strategis matakuliah
etika keilmuan terhadap penulisan dan publikasi ilmiah yang berkualitas !
Peran strategis matakuliah etika keilmuan terhadap penulisan dan publikasi ilmiah yang
berkualitas adalah dengan
Dengan adanya matakuliah etika keilmuan, mahasiswa/i mempunyai bekal untuk
menciptakan tulisan dan publikasi yang beretika, patuh terhadap ketentuan hukum dan
sesuai dengan kode etik kepenulisan. Sifat etika penulisan ilmiah terdiri atas kejujuran (honesty),
bebas dari plagiarisme, menjunjung hak cipta, keabsahan (validity), serta keterandalan (reliability:
accuracy and consistency).
Setiap penulis memiliki gagasan dan hasil pikirannya yang diungkapkan dalam berbagai pernyataan
atau kalimat. Berbagai pernyataan dari gagasan dan hasil pikirannya tersebut harus bisa dihormati
dan dihargai sebagai miliknya. Etika penulisan ilmiah adalah norma atau standar aturan perilaku
yang harus dilakukan (dan yang tidak boleh dilakukan) oleh penulis tentang baik (dan buruknya) cara
penulisan ilmiah. Dalam hal ini, yang dinilai bukanlah benar (true) dan salahnya (false) suatu karya
tulis ilmiah, melainkan baik (dan buruknya) cara penulisan ilmiahnya serta penulis yakin tahu baik
(buruk) baginya. Seorang penulis bisa saja telah menulis dengan benar suatu karya tulis ilmiah, tetapi
tetap ada risiko bisa melanggar etika penulisan ilmiah. Oleh karena itu, etika penulisan ilmiah
bertujuan agar penulis dapat mengetahui bahwa walaupun ia memiliki kebebasan dan bisa bertindak
secara mandiri (otonom) dalam menulis karya tulis ilmiah, penulis harus mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya sehingga (1) standar kualitas karya tulis ilmiah dapat
terpelihara dan terjaga serta (2) masyarakat terlindungi dan terjaga kepentingannya masing-masing
dan terlindungi dari kemungkinan dampak negatifnya. Dengan demikian, penulis, di samping
memiliki hak kebebasan untuk mengungkapkan pemikirannya sehingga dihormati dan dihargai orang
lain, juga memiliki kewajiban mempertanggungjawabkan apa yang ditulisnya.

3. Ada sebuah nasihat bahwa: Apa yang engkau pikirkan itulah yang akan anda katakan,
apa yang anda katakan itulah yang akan anda lakukan, apa yang anda lakukan
berulang-ualang akan menjadi kebiasaan, dan biasaan itulah yang akan menjadi
karakter anda. Buat analisis filosofis atas pernyataan tersebut dan bagaimana
implikasi pandangan tersebut terhadap membentuk karakter bangsa melalui sector
Pendidikan dan kebudayaan?

Dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat
1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. 

Makna dari ketentuan tersebut hakekatnya memandang pendidikan sebagai proses untuk
membantu anak dan generasi muda untuk menjadi manusia dewasa yang cerdas,
berkarakter, bermoral, berilmu dan bertaqwa, dan menguasai ketrampilan
vokasional/profesional.

Karakter merupakan watak/ciri seseorang yang dapat membedakan satu dengan yang
lainnya. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi terhadap tingkah laku seseorang.
Karakter itu perlu dengan sengaja dibangun, dibentuk, ditempa dan dikembangkan serta
dimantapkan. 

Di dalam membangun karakter sangat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, baik


lingkungan kecil didalam rumah, didalam masyarakat, meluas didalam kehidupan
berbangsa. Pembentukan karakter merupakan proses tanpa henti yang diperoleh dari
pendidikan, pengalaman hidup dan lingkungannya. 

Lembaga pendidikan harus berupaya untuk menjadi lembaga yang benar-benar dapat
memberikan kontribusi kepada negara dan bangsa khususnya, dan kepada mutu kehidupan
dan kemanusiaan pada umumnya, mewujudkan program pendidikan karakter berintegritas,
unggul dalam perbuatan, berbagi dengan sesama, beriman kepada Tuhan, dengan harapan
dapat menyemai dan memupuk agar tumbuh pembaharuan karakter berdasarkan nilai yang
dimiliki untuk mewujudkan perbuatan berbudi luhur.

Implementasi dari nilai-nilai tersebut diantaranya memfokus pada nilai kejujuran. Kejujuran
adalah akhlak mulia yang senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran dalam segala
aspek kehidupan. 
Nilai-nilai yang ditabur itu tentu tidak secara begitu saja, atau secara gampang membentuk
karakter jujur, melainkan memerlukan upaya sungguh dan sepenuh hati dalam melatih diri,
membiasakan dengan tekun, sampai terbentuklah kebiasaan dan membentuk karakter. 

Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan karakter bisa
dilakukan melalui lingkungan formal seperti sekolah, atau non-formal seperti keluarga dan
masyarakat. Pendidikan karakter diberikan melalui penanaman nilai-nilai karakter. 

Bisa berupa pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut. Output pendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan baik
terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat luas dan lain-lain. 

Masyarakat menilai betapa pentingnya sekolah yang terutama diharapkan untuk berperan
dalam membangun karakter, mengembangkan sikap jujur, kerja keras, disiplin, motivasi
untuk berprestasi yang tinggi, sikap kompetitif, kreatif, ingin belajar sesuatu yang baru, serta
mempunyai sikap ilmiah.

--- Selamat mengerjakan ---

Sobry Sutikno. (2014). Pemimpin & Kepemimpinan: Tips Praktis untuk Menjadi
Pemimpin yang Diidolakan. Cet. I. Lombok: Holistika.
Khoironi, N., & Hamid, A. (2020). Kepemimpian Situasional dalam Pendidikan Islam. Jurnal
MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 10(4), 668-677.
Tindra, N. D., & Afriansyah, H. Model model pengambilan keputusan.

Quamila, Ajeng. (2021). Mengenal Gaya Kepemimpinan Situasional dan 4 Skenario Penerapannya.
https://glints.com/id/lowongan/gaya-kepemimpinan-situasional/#.YbnZDL1BzIU

https://kumparan.com/dhidayatuloh/intuisi-dalam-pengambilan-keputusan-1vg3sAlagoA/2
https://reyvanfajar.wordpress.com/2016/04/28/dasar-dasar-pengambilan-keputusan/
https://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/POLTEK%20KPPARIAMAN/Teknik%20Penulisan
%20Ilmiah/modul_3_etika_penulisan_karya_tulis_ilmiah.pdf
https://www.bantennews.co.id/bantenesia/membangun-karakter-melalui-pendidikan-
moral-pada-pendidikan-jarak-jauh/

Anda mungkin juga menyukai