Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 1

Takwa dan Ikhlas

Disusun oleh
Kelompok 1:

Rendra Kiki Syahnakri 18630848


Meliyus Premunika 18630822
M.Almas Said.S 18630813

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.Alhamdulillahirabbil'alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan segala rahmat dan rizkinya kepada kita semua dan jangan lupa selawat
serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw yang telah banyak
mengajarkan kita tentang akhlakul karimah serta ilmu pengetahuan.Kami sangat bersyukur
kehadirat Allah karena izinnyalah kami dapatpenyelesaian Tugas Makalah Akhlak yang
berjudul “, Taqwa dan Ikhlas”, jangan lupa kami banyak terima kasih kepada Bapak
Muhammad Ajrin sebagai Dosen Pembimbing yang sudahtugas Arahan dan bimbingan demi
terselesaikannya makalah ini.demikian tugas ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-
besarnya bila ada kekurangan dan kesalahan disana sini.

Banjarmasin,............... 2021

Penyusun
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kedudukan Taqwa dan Ikhlas

1. Pengertian dan Kedudukan Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara
bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang
menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah
orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakanperintah-
Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan
dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan
melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan
ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Makna taqwa sendiri secara umum yaitu ‘kesadaran ketuhanan’ bahwa
kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup kita dapat mendorong kita untuk bisa
mengikuti garis-garis yang diridhoi-Nya .kesadaran ini akan ada secara alami untuk
dapat berbuat baik sebab kesadaran ini muncul dari hati nurani atau kalqbu kita.
Sehingga dengan sendirinya dia akan muncul sebuah kesadaran akhlaki manusia.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan


bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang
wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar
dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya.
Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang
diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa
yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di
atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita
yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at,
bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah
itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang
insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian
atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-
Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah

2. Ruang lingkup Taqwa


1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
3. Hubungan manusia dengan sesama manusia
4. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup

Hubungan dengan Allah SWT

Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya


kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita
dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten
terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan
melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat
dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita,
melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian
diri, menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari
ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari
takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah
tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan
merupakan untuk keselamatan manusia.

Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah


menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam
surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu,
menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah
haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan-Nya. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur
atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan
yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang
telahdilakukan.

Hubungan manusia dengan dirinya sendiri


Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan
sesama serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan
baik seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang
sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu
manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara
umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa
hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran
Surat Yusuf ayat 53 yang artinya:

“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu


menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku.
Sesungguhnya tuhanku maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar
mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat
ditandai dengan ciri-ciri, antara lain :
1)Sabar
2)Tawaqal
3)Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang
datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam
menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat
upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik.
Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan segala
sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena umat manusia
hanya bisa berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa
yang telah diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua
perbuatan yang telah ditentukan.

Hubungan manusia dengan manusia


Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai
kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut
memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia
dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara.
Mereka saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut
sebagai makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka
salingmembanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum
tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari
jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya dimata allah,
yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang paling bertaqwa
adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama
manusia. Hubungan antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain
dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan
norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan
untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan
pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan
menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam segala
bentuk kebaikan dan kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian,
malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak
yatim, oaring miskin, musafir(yangmemerlukan pertolongan), dan orang-orangyang
meminta-minta, dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat
danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji
dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa.
(Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar
keyakinan yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah.
Selanjutnya Allan menggambarkan hubungankemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta
dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas
dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia
dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga
mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat

Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup

Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang


dengan lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia
yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek
yang bertanggung jawab menggelola dan memelihara lingkungannya.
Sebagaipenggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan
hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan
segala petensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk diolah
dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.

Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia


untuk bekerja keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga
dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi manusia. Disamping itu,
manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam. Menjaga
lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup
dengan saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk
kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan
sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga
memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan
sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dariketaqwaan. Mereka
mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu
sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh
dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia mengakibatkan
bencana banjir dan erositanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan
manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus
disyukuri dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan
sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan
dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allahdengan cara ini akan menambah
kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang
tidak bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan.
Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa
batas karena kerusakan manusia.

B. Ciri- ciri Orang Bertaqwa


Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS.7:96)
Ciri- ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
A.     Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang
yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:
1.      Beriman pada yang ghaib
2.      Mendirikan salat
3.      Menafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
4.      Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum
mu.
5.      Yakin kepada hari akhirat
Setiap manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan
yang taqwa, Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya
juga sembahyang.Setiap agama mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda,
waktu dan tempat yang berbeda-beda.

B.     Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar  dan mereka


itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :

1.      Beriman kepada Allah(Tuhan YME),hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-


kitab,nabi-nabi
2.      Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang
miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.
3.      Membebaskan perbudakan
4.      Mendirikan salat
5.      Menunaikan zakat
6.      Memenuhi janji bila berjanji
7.      Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.
C.     Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang bertaqwa, yaitu :

1.      Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit


2.      Orang-orang yang menahan amarahnya
3.      Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain
4.      Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya,
mereka ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
5.      Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.
2. Pengertian Ikhlas
Seorang suhfi terkenal, Ibnu Atha illah, al-Sakandari mengatakan bahwa
“Amal perbuatan adalah bentuk-bentuk lahiriah yang tegak, sedangkan ruh amal
perbuatan itu ialah adanya rahasia keikhlasan di dalamnya”. Ikhlas meruapakan
ketulusan seseorang dalam beribadah dengan kesaksiannya akan adanya hak pada
Tuhan Yng Maha Benar semata untuk membuat orang itu bergerak dengan
sendirinya.
Maka keikhlasan setaiap hamba Tuhan adalah ruh amal perbuatan, keikhlasan itulah
yang membuat hidupnya menjadi amal dan kepatutannya untuk berdekat
diri kepada Allah dan menjadikannya kepantasaan diterimanya amal ibadah yang
dilakukannya. Tapi tanpa keikhlasan itu maka matilah semua am tersebut dan jauh
dari derajat pengakuan . keikhlasan bukanlah hal yang statis , yang sekali terwujud
akan tetap bertahan selamanya, melainkan ikhlas bersifat dinamis , yang senantiasa
menuntut kesungguhan pemeliharaan dan peningkatan.keikhlasan atau kemurnian
batin adalah nilai yang sangat rahasia dalam diri seseorang. Ia merupakan ruh dari
segala perbuatan yang kita lakukan . nilai iklas tidak dapat dilihat dari ucapan
seseorang yang engatakannya. Sebab nilai ikhlas ada di dala hati manusia yang hanya
dia
dan Allah yang mengetahui nilai keikhlasan tersebut.
b) Ciri-ciri Ikhlas
Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan
sendiri ataupun bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan.
· Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia
atau jauh dari mereka.
· Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang da’I yang ikhlas akan merasa senang
jika kebaikan akan terealisasi di tangan saudaranya sesama da’i,
sebagaimana ia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

Selanjutnya, ditinjau dari segi makna, term ikhlas dalam al-Qur’an juga
mengandung arti yang beragam. Dalam hal ini al-Alma’i merinci pemakaian term
tersebut kepada empat macam :

Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa’ (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-47. Di sini
al-Alma’i mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut yang intinya
bahwa Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang suci.
Penafsiran yang sama juga dikemukakan oleh al-Shaabuuni dalam tafsirnya Shafwah
al-Tafaasiir, yakni “Kami (Allah) istimewakan mereka dengan mendapatkan
kedudukan yang tinggi yaitu dengan membuat mereka berpaling dari kehidupan
duniawi dan selalu ingat kepada negeri akhirat.”

Kedua, ikhlas berarti al-khuluus min al-syawaa’ib (suci dari segala macam kotorn),
sebagaimana tertera dalam surat an-Nahl : 66 yang membicarakan tentang susu yang
bersih yang berada di perut binatang ternak, meskipun pada mulanya bercampur
dengan darah dan kotoran ; kiranya dapat dijadikan pelajaran bagi manusia. Makna
yang sama juga terdapat dalam surat al-zumar : 3, walaupun dalam konteks yang
berbeda. Dalam ayat tersebut dibicarakan tentang agama Allah yang bersih dari
segala noda seperti syirik, bid’ah dan lain-lain.

Ketiga, ikhlas berarti al-ikhtishaash (kekhususan), seperti yang terdapat pada surat al-
Baqarah : 94, al-An’am : 139, al-A’raf : 32, Yusuf : 54, dan al-Ahzab : 32.

Keempat, ikhlas berarti al-tauhid (mengesakan) dan berarti al-tathhir (pensucian)


menurut sebagian qira’at. Ikhlas dalam artian pertama inilah yang paling banyak
terdapat dalam al-Qur’an, antara lain terdapat dalam surat al-Zumar : 2,11,14, al-
Baqarah : 139, al-A’raf : 29, Yunus : 22, al-Ankabut : 65, Luqmaan : 32, Ghaafir :
14,65, an-Nisaa : 146, dan al-Bayyinah : 5. Dalam ayat-ayat tersebut, kata-kata yang
banyak digunakan adalah dalam bentuk isim fa’il (pelaku), seperti mukhlish (tunggal)
dan mukhlishuun atau mukhlshiin (jamak). Secara leksikal kata tersebut dapat
diartikan dengan al-muwahhid (yang mengesakan). Dalam konteks inilah kiranya
surat ke-112 dalam al-Qur’an dinamakan surat al-ikhlaas, dan kalimat tauhid (laa
ilaaha illa Allah) disebut kalimat al-ikhlas. Dengan demikian makna ikhlas dalam
ayat-ayat di atas adalah perintah untuk selalu mengesakan Allah dalam beragama,
yakni dalam beribadah, berdo’a dan dalam perbuatan taat lainnya harus dikerjakan
semata-mata karena Allah; bukan karena yang lain. Itulah sebabnya mengapa term
ikhlas pada ayat-ayat di atas selalu dikaitkan dengan al-diin.

Adapun ikhlas dalam arti yang kedua (al-tathhiir) ditujukan kepada orang-orang yang
telah disucikan Allah hatinya dari segala noda dan dosa sehingga mereka menjadi
hamba Allah yang bersih dan kekasih pilihan-Nya. Hal ini seperti yang tercantum
dalam surat Yusuf : 24, al-Hijr : 40, al-shaffat : 40,74,128,166,169, Shaad : 83, dan
surat Maryam : 51. Pada ayat-ayat tersebut semuanya memakai kata mukhlashiin
(jamak) kecuali surat Maryam : 51 yang memakai bentuk tunggal (mukhlash). Selain
itu semua kata mukhlashiin dalam ayat-ayat tersebut selalu dikaitkan dengan kata
ibaad (hamba).

B.       Ayat-ayat Yang Menerangkan Ikhlas

1.    QS. al-Bayyinah: 5
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus”

2.    QS. Yunus : 105

“dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan
ikhlas dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang musyrik”

3.    QS. Al A’raaf : 29 

“Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah):


"Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan
mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu
pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)"”

4.    QS. An Nisaa’ : 125

“dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”

Maksud dari ayat-ayat diatas ialah amal-amal ibadah apa saja jika tidak dijiwai
dengan ikhlas berarti tidak hidup, mati bagaikan bangkai, tidak membawa manfaat
sama sekali. Malah, maaf, menjijikkan seperti bankai yang harus segera dikubur.

D. Keistimewaan Orang-orang yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas merupakan orang-orang yang bersih dari dosa karena
mereka telah berusaha membersihkan dirinya dengan benar-benar melaksanakan
segala perintah Allah denga tulus. Dalam beraqidah mereka benar-benar mengesakan
Allah SWT. dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain seperti halnya orang-
orang musyrik, yahudi dan nasrani. Selanjutnya dalam melakukan ibadah dan amal
kebajikan lainnya mereka kerjakan semata-mata karena Allah dan untuk Allah; bukan
karena manusia dengan cara riya’ dan sum’ah, untuk mendapatkan popularitas dan
kesenangan hawa nafsu lainnya. Oleh karena itu wajar kiranya terhadap orang-orang
yang ikhlas ini Allah SWT. menganugrahkan keistimewaan dan kelebihan kepada
mereka, baik dalam kehidupan duniawi dan ukhrawinya.
Apabila kita kembali merujuk kitab suci al-Qur’an, maka akan kita temukan
di dalamnya beberapa ayat yang menerangkan keistimewaan dan keutamaan orang-
orang yang ikhlas, antara lain sebagai berikut.
Pertama, selamat dari kesesatan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah
dalam surat al-Hijr: 39-40 yang artinya sebagai berikut: Iblis berkata: “Ya Tuhanku,
oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka”. Dan begitu juga firman Allah dalam surat Shad ayat 82-83 yang
artinya sebagai berikut: Iblis menjawab: “Demi kekuasan Engkau aku akan
menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara
mereka”.
Ayat di atas merupakan penggalan kisah Nabi Adam dan pembangkangan
pertama yang dilakukan oleh iblis terhadap Allah SWT. Mereka adalah hamba Allah
yang membangkang, durhaka, ingkar, sombong dan terkutuk yang diberi umur
panjang—karena perminyaan mereka—hingga mendekati hari kiamat. Mereka ingin
menyesatkan semua manusia untuk diajak ke neraka dengan bujuk rayunya yang
manis. Maka berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang ikhlas tidak akan dapat
digoda oleh iblis dan sekutunya karena mereka telah mendapatkan perlindungan dari
Allah SWT.
Kedua, dapat mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan salah satu
potensi yang ada dalam diri manusia yang selalu cendrung untuk mengajak manusia
kepada kesenangan-kesenangan badaniah, pemuasan syahwat dan keinginan-
keinginan rendah lainnya. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam al-Qur’an
surat Yusuf: 53 yang artinya sebagai berikut: Dan aku tidak membebaskan diriku
(dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di antara orang yang tidak mudah diperbudak oleh hawa nafsunya adalah
orang-orang yang ikhlas. Seperti dikisahkan dalam surat Yusuf: 24 tentang Yusuf
yang diajak berselingkuh oleh seorang wanita (Zulaikha), istri seorang raja Mesir.
Namun berkat perlindungan Allah, ia selamat dari godaan hawa nafsu yang akan
menjerumuskannya ke dalam kema’siatan.
Dengan demikian, sikap ikhlas akan membentengi manusia dari segala
dorongan dan bujukan hawa nafsu, seperti keinginan terhadap kemewahan,
kedudukan, harta, popularitas, simpati orang lain dan sebagainya. Di mana untuk
mewujudkan keinginan-keinginannya tersebut kadang-kadang seseorang cenderung
melakukan segala cara seperti dengan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Di
samping itu juga tidak segan-segan untuk menjilat atasan dan menginjak
bawahannya, asalkan tujuannya tercapai.
Ketiga, do’anya akan dikabulkan Allah SWT.. Dalam menjalani
kehidupannya di dunia, manusia seringkali dihadapkan kepada berbagai problema
kehidupan yang tidak dapat ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Dalam kondisi yang
demikian, manusia biasanya baru menyadari akan kelemahannya dan tidak henti-
hentinya berdo’a kepada Allah supaya cepat terbebas dari problema yang
dihadapinya. Meskipun demikian, Allah SWT. akan tetap mengabulkan permohonan
mereka jika memang dilakukannya dengan penuh keikhlasan. Sebagaimana dalam
firman Allah dalam surat Lukman ayat 32 yang artinya sebagai berikut: Dan apabila
mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak
ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
Keempat, terhindar dari siksaan neraka dan masuk kedalam syurga di akhirat.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an surat al-Shaffat : 40,
74, 128,160, dan 169. Ayat – ayat tersebut menjelaskan orang – orang yang telah
disucikan Allah dari segala dosa dan noda sehingga menjadi orang – orang pilihan
dan kesayangan-Nya.di dunia mereka telah diselamatkan dari segala kehinaan dan
bencana, seperti yang dialami kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, Tsamud dan kaum yang
ingkar lainnya. Sementara di akhirat nanti mereka akan terbebas dari siksaan api
neraka, serta akan mendapatkan balasan yang sempurna atas amal saleh yang telah
mereka lakukan berupa kenikmatan di dalam surga yang tiada tandingannya,
kenikmatan yang belum pernah terlintas pada pendengaran, penglihatan, dan hati
manusia. Itulah balasan dari Allah SWT kepada orang – orang yang ikhlas dalam
beraqidah, beribadah, dan bermuamalah.

E.         Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri - ciri, diantaranya:

1.  Selalu memandang diri sendiri


2. Khawatir terhadap popularitas
3. Cinta dan benci karena Allah
4. Tidak terpengaruh oleh kedudukan dan pangkat
5. Tetap beramal meski belum terlihat hasilnya.

E.      Balasan Orang yang Tidak Ikhlas

“Maksud Hadis Nabi SAW: “Sesungguhnya manusia yang pertama dihisab pada hari
kiamat nanti adalah seseorang yang mati syahid, di mana dia dihadapkan dan
diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya,
kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia menjawab:
Saya berjuang di jalan-Mu sehingga saya mati syahid. Allah berfirman: Kamu dusta,
kamu berjuang (dengan niat) agar dikatakan sebagai pemberani, dan hal itu sudah
terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang
akhirnya dia dilemparkan ke An Nar (neraka).

Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca Al Qur’an, dia
dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun
mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia
menjawab: Saya telah belajar dan mengajarkan Al Qur’an untuk-Mu. Allah
berfirman: Kamu dusta, kamu belajar Al Qur’an (dengan niat) agar dikatakan sebagai
orang yang alim (pintar), dan kamu membaca Al Qur’an agar dikatakan sebagai
seorang Qari’ (ahli membaca Al Qur’an), dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian
Allah memerintahkan untuk menyeret orang itu yang akhirnya dia dilemparkan ke
dalam An Nar (neraka).

Ketiga, seseorang yang dilapangkan rezekinya dan dikurniai berbagai macam


kekayaan, lalu dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah
diterimanya serta ia pun mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu
gunakan terhadap nikmat itu? Ia menjawab: Tidak pernah aku tinggalkan suatu jalan
yang Engkau sukai untuk berinfaq kepadanya, kecuali pasti aku akan berinfaq kerana
Engkau. Allah berfirman: Kamu dusta, kamu berbuat itu (dengan niat) agar dikatakan
sebagai orang yang dermawan, dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian Allah
memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang akhirnya dia dilemparkan ke
dalam An Nar.” (HR Muslim)

Demikianlah ketiga orang yang beramal dengan amalan mulia tetapi tidak didasari
keikhlasan kepada Allah. Allah lemparkan mereka ke dalam An Nar (neraka).
Semoga kita termasuk orang-orang yang dapat mengambil pelajaran daripada kisah
tersebut. “
Kesimpulan

Jadi antara taqwa dan ikhlas pada dasarnya satu kesatuan dalam ajaran islam.
Kedua unsur tersebut dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan dalam usaha
pencapaian kita menggapai ridha-Nya. Agar ibadah yang kita lakukan bukannya
hanya dijadikan sebagai penggugur kewajiban, tetapi ibadah kita juga bernilai atau
berkualitas dihadapan Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA

Hamdan, R. (2018, oktober). Retrieved September senin, 2021, from


https://www.academia.edu/38994528/Makalah_Taqwa_dalam_Kehidupan

Subhan, M. (n.d.). Retrieved september senin, 2021, from


https://www.academia.edu/34707026/Makalah_ikhlas

Anda mungkin juga menyukai