Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH IMUNOLOGI

“PENOLAKAN HIPER AKUT DAN KRONIK”

Disusun Oleh Kelompok V

Adhi suprayitno 16013002

M. Taufik 16013012

Nuranisah 15010088

Nyai Khoerunnisa 15010092

Ranimaharani Lubis 15010094

S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR

2015/2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penolakan allograf terjadi dengan spesifisitas dan memori dan kecepatan

penolakannya bervariasi menurut jaringan terlibat. Pada umumnya, tandur kulit

ditolak lebih cepat dibanding jaringan lain seperti ginjal dan jantung.

Reaksi penolakan pada umumnya berlangsung sesuai respon CMI. Gejala

timbul sesudah terjadi vaskularisasi; mula-mula terjadi invasi tandur oleh sel

limfosit dan monosit melalui pembuluh darah. Penolakan hiperakut terjadi dalam

beberapa menit sampai dengan beberapa jam sesudah transplantasi, ditandai oleh

lambatnya gerakan SDM dan timbulnya mikrotrombi dalam glomerulus yang

disebabkan oleh inkompatibilitas darah.

Penyakit Graff versus Host ialah keadaan yang terjadi bila sel yang

imunokompeten asal donor (pada transplantasi sumsum tulang) ditransfusikan

kepada resipien dengan supresi sistem imun atau bila tarnsfusi darah segar

diberikan kepada anak atu neonatus yang imunokompromais dan menimbulkan

reaksi selular (CMI) diberbagi tempat.

Menentukan bahwa calon penerima tidak mempunyai antibodi ‘antigraf’

yang bersirkulasi sangat penting, terutama dalam bidang transplantasi ginjal.

Karena transplantasi organ padat umunya menunjukkan antigen golongan darah

maupun antigen histokompatibilitas, maka antibodi demikian dapat dalam bentuk

antibdodi yang timbul secara alamiah terhadap antigen golongan darah


(isoantibodi) atau antibodi yang diarahkan pada penentu HLA permukaan sel

(antibodi limfositotoksik).

Organ yang ditransplantasikan antara kembar identik tak pernah

mengalami penolakan. Sebaliknya suatu organ yang ditransplantasi antara

individu yang sama sekali tak berhubungan biasanya mengalami penolakan parah,

dan obat imunosupresif kuat diperlukan untuk menghilangkan proses ini.

1.2 Tujuan.

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Penolakan Transplantasi Organ


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spesifitas Dan Memori

Penolakan allograf terjadi dengan spesifisitas dan memori dan kecepatan

penolakannya bervariasi menurut jaringan terlibat. Pada umumnya, tandur kulit

ditolak lebih cepat dibanding jaringan lain seperti ginjal dan jantung. Tandur dari

donor singeneik dengan cepat diterima resipien dan mendapat vaskularisasi dan

berfungsi normal. Tandur yang berasal dari donor alogeneik akan diterima untuk

sementara dan mendapat vaskularisasi, tetapi selanjutnya akan terjadi penolakan

yang lamanya tergantung dari derajat inkompatibilitas.

2.2 Mekanisme

Sistem imun yang berperan pada proses penolakan adalah sistem imun

yang juga berperan terhadap mikroba. Berikut mekanisme sitem imun :

a) Peran seluler

Reaksi penolakan pada umumnya berlangsung sesuai respon CMI. Gejala

timbul sesudah terjadi vaskularisasi; mula-mula terjadi invasi tandur oleh sel

limfosit dan monosit melalui pembuluh darah. Reaksi inflamasi ini segera

menimbulkan kerusakan pembuluh darah yang diikuti nekrosi jaringan tandur.

Reaksi penolakan ditimbulkan oleh sel TH resipien yang mengenal antigen

MHC alogeneik dan memacu imunitas humoral (antibodi). Sel CTL/Tc juga
mengenal antigen MHC alogeneik dan membunuh sel sasaran melalui imunitas

selular. Namun sejumlah studi pada mencit menunjukkan bahwa bila tidak ada sel

CD4+, allograf dapat diterima selamanya. Memang penolakan dapat diperantarai

sel CD4 tanpa adanya sel CD8, mungkin karena sel CD4 kadang potensial

sitotoksik untuk sasaran MHC-II. Namun pada hewan utuh, sekresi sitokin asal

CD4 akan dikerahkan dan mnegaktifkan CD8, sel B, sel NK dan makrofag dan

peran dalam proses penolakan. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tandur atas

pengaruh limfokin asal sel Th, akan menimbulkan kerusakan, serupa dengan yang

terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe IV dari Gell dan Coombs/ DTH.

Selanjutnya IFN-ɣ yang dilepas makrofsag meningkatkan ekspresi antigen pada

sel tandur sasaran sehingga juga meningkatkan sitotoksisitas CD8Peran antibodi.

b) Peran antibodi

Sel alogenik dapat dihancurkan melalui hipersensitivitas Tipe II yang

melibatkan antibodi humoral.

2.3 Jenis Penolakan

2.3.1 Penolakan hiperakut

Penolakan hiperakut terjadi dalam beberapa menit sampai dengan

beberapa jam sesudah transplantasi, ditandai oleh lambatnya gerakan SDM dan

timbulnya mikrotrombi dalam glomerulus yang disebabkan oleh inkompatibilitas

darah. Hal itu terjadi pada individu yang sduah mengandung antibodi terhadapat

tandur/antigen donor, akibat transplantasi atau transfusi darah atau kehamilan

sebelumnya.
Tidak seperti tandur lain, ginjal mengekspresikan antigen ABO pada

endotel pembuluh darahnya. Jadi bila donor mempunyai golongan darah lain dari

resipien, antibodi akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas Tipe 2, mengaktifkan

komplemen yang menimbulkan edema dan perdarahan interstisial dalam jaringan

tandur sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan. Sel sel alogeneik

dapat dihancurkan oleh hipersensitivitas tipe II yang melibatkan antibodi humoral.

Resipien menderitas demam, menunjukkan leukositosis dan memproduksi

sedikit urin dengan berbagai elemen selular seperti eritrosit atau tidak sama sekali.

Dewasa ini belum ada pengobatan terhadap penolakan hiperakut, karena antibodi

sudah ada dalam resipien.

2.3.2 Penolakan akut

Penolakan akut terlihat pada resipien yang sebelumnya tidak disensitasi

terhadap tandur. Hal ini merupakan penolakan umum yang sering dialami resipien

yang menerima tandur yang mismatch atau allograf dan pengobatan

imunosupresif yang kurang. Penolakan biasanya terjadi sekitar 10 hari setelah

transplantasi. Penolakan akut disertai pembesaran ginjal yang disertai rasa sakit,

penurunan fungsi dan aliran darah serta sel darah dan protein dalam urin.

Pemeriksaan histologis menunjukkan infiltrasi limfosit dan monosit yang

diaktifkan. Reaksi akut terjadi melalui aktivasi dan proliferasi sel T. Antibodi

berperan, tetapi juga sel CTL/Tc, Tdth dan monosit/makrofag. Bila resipien

sebelumnya sudah disensitasi antigen donor, reaksi dapat terjadi dalam 2-5 hari.

Penolakan akut dapat dihambat melalui imunosupresi misalnya serum

antilimfosit, steroit dan lainnya.


1. Penolakan akut dini

Penolakan terjadi dalam 10 hari atau lebih, ditandai oleh infiltrasi padat

selular dan ruptur kapiler peritubular. Nampaknyaa terjadi melalui

hippersensitivitas selular yang terutama melibatkan CD8+ yang menyerang sel

tandur yang ekspresi MHCnya ditingkatkan oleh IFN. Antibodi tidak berperan

dalam proses penolakan di sini

2. Penolakan akut lambat

Penolakan terjadi mulai hari ke 11 pada penderita yang ditekan dengan

prednison dan azathioprin. Mekanismenya mungkin terjadi melalui hilangnya

imunosupresi oleh respons imun atau ditimbulkan oleh ikatan Ig (diduga spesifik

untuk tandur) terhadap arteriol dan kapilar glomerulus dan komplemen yang dapat

dilihat dengan IFT. Endapan Ig di dinding vaskular menginduksi agregasi

trombosit dalam kapilar glomerulus yang menimbulkan gagal ginjal akut.

Kerusakan yang terjadi oleh antibodi melalui ADCC, perlu pula

dipertimbangankan.

2.3.3 Penolakan tersembunyi dan lambat

Penolakan tersembunyi dan lambaat disertai endapan Ig dan C3 subendotel

di membran basal glomerulus, mungkin ditimbulkan oleh kompleks imun atau

pembentukan kompleks dengan antigen larut asal ginjal yang dicangkokkan. Efek

dan interaksi antara faktor selular dan humoral pada penolakan tandur adalah

cukup komples.
2.3.4 Penolakan kronis

Penolakan kronis menimbulkan hilangnya fungsi organ yang

dicangkokkan secara perlahan dalam beberapa bulan-tahun sesduah organ

berfungsi normal. Hal itu disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap

antigen tandur atau oleh timbulnya intolerasni terhadap sel T. Kadang timbul

sesudah pemberian imunosupresan dihentikan. Infeksi yang ada akan

mempermudah timbulnya penolakan yang kronik.

Gejala gagal ginjal terjadi perlahan dan progesif. Pemeriksaan histologik

menunjukkan proliferasi sejumlah besar sel mononuklear yang memacu terutama

sel T. Mekanisme penolakan tidak jelas, tetapi sesudah transplantasi, respons

memori (dan primer) yang menimbulkan produksi antibodi dan imunitas selular

terhadap HLA yang memerlukan waktu lama dapat berperan. Antigen

transplantaski minor juga dapat memacu respons imun yang cukup berarti dan

menimbulkan penolakan. Oleh karena kerusakan sudah terjadi, pengobatan

dengan imunosupresi saat ini tidak banyak berguna.

2.4 Penyakit Graff Versus Host dan Host Versus Graff

Penyakit Graff versus Host ialah keadaan yang terjadi bila sel yang

imunokompeten asal donor (pada transplantasi sumsum tulang) ditransfusikan

kepada resipien dengan supresi sistem imun atau bila tarnsfusi darah segar

diberikan kepada anak atu neonatus yang imunokompromais dan menimbulkan

reaksi selular (CMI) diberbagi tempat. Sel leukosit donor yang terdapat dalam
jaringan tandur dan dapat bermigrasi ke luar dari tandur dan masuk ke dalam

sistem limfoid resipien disebut sel passenger.

Tanda dari respons GvH adalah pembesaran kelenjar getah bening, limpa,

hati, diare, kemerahan di kulit, rambut rontok, berat badan menurun dan akhirnya

meninggal. Kematian diduga terjadi karena destruksi sel pejamu dan jaringan

akibat respons CMI yang berlebihan terhadap banyak sel sasaran pada pejamu

yang memiliki antigen MHC-I. Respons GvvH ini lebih mudah terjadi bila

sebelum transplantasi atau transfusi tidak diusahakan untuk menyingkirkan semua

sel T matang yang imunokompeten.

2.5 Hindari Penolakan Akut

Menentukan bahwa calon penerima tidak mempunyai antibodi ‘antigraf’

yang bersirkulasi sangat penting, terutama dalam bidang transplantasi ginjal.

Karena transplantasi organ padat umunya menunjukkan antigen golongan darah

maupun antigen histokompatibilitas, maka antibodi demikian dapat dalam bentuk

antibdodi yang timbul secara alamiah terhadap antigen golongan darah

(isoantibodi) atau antibodi yang diarahkan pada penentu HLA permukaan sel

(antibodi limfositotoksik). Jadi dua tes yang dilakukan sebelum transplantasi.

Pertama penocokan silang ABO dilakukan, sehingga donor dan penerima cocok

bagi antigen golongan eritosit. Patokan transfusi darah yang sama berlaku bagi

donor organ; golongan darah dicocokkan jika mungkin, tetapi donor golongan

“O” suatu “donor universal” dan penerima golongan AB suatu “penerima

universal”. Bila ada kecocokan ABO, maka dilakukan “pencocokan silang

limfositotoksik” untuk mentes adanya antibodi ‘antigraft’ dalam serum penerima.


Seperti dikatakan sebelumnya, hal ini jauh lebih penting bagi transplantasi ginjal

daripada untuk transplantasi hati atau jantung.

Pencocokan silang limfositotoksik sesederhana pencocokan silang ABO.

Serum penerima diinkubasi dengan limfosit donor disertai adanya komplemen

kelinci selama 4 jam. Pembunuhan lebih dari 20 persen limfosit donor selama

inkubasi merupakan bukti bahwa ada antibodi ‘antigraft’. Analisis lebih canggih

kadang-kadang dilakukan bila sel B dan sel T darah tepi telah dipisahkan sebelum

tes pencocokan silang. Walaupun masalah ini agak kontroversial, namun antibodi

yang diarahkan pada sel B, tetapi tidak sel T, umumnya tidak menyebabkan

penolakan hiperakut dan sering dilakukan transplantasi jika penerima hanya

mempunyai antibodi anti-sel B terhadap donor. Tak ada tempat melakukan

transplantasi jika antibodi terhadap sel T donor terdeteksi. Kadar antibodi turun

naik dan contoh serum lama dari penerima sering ditemukan mengandung

antibodi antidonor, sedangkan bahan contoh paling belakang diambil tidak

mengandungnya. Dalam keadaan ini, biasanya tidak dilakukan transplantasi

karena ketakutan bahwa ada antibodi dalam kadar rendah, tetapi karena sejumlah

alasan tak dapat dideteksi, dan bahwa akan timbul penolakan dipercepat

anamnestik atau hiperakut.

2.6 Meminimkan Perbedaan Antigen

Organ yang ditransplantasikan antara kembar identik tak pernah

mengalami penolakan. Sebaliknya suatu organ yang ditransplantasi antara

individu yang sama sekali tak berhubungan biasanya mengalami penolakan parah,

dan obat imunosupresif kuat diperlukan untuk menghilangkan proses ini. Usaha
untuk mencocokkan antigen donor dan penerima sebanyak mungkin tampaknya

akan logis untuk meminimumkan intensitas proses penolakan. Prinsip umum ini

jelas benar dalam kasus transplantasi ginjal dan transplantasi sumsum tulang

berhubungan keluarga serta agak kurang jelas dalam kasus transplantasi ginjal

kadaver serta bisa tidak benar pada semua kasus transplantasi hati dan jantung.
BABIII

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Penolakan allograf terjadi dengan spesifisitas dan memori dan kecepatan

penolakannya bervariasi menurut jaringan terlibat.

2. Berikut mekanisme sitem imun: peran seluler dan peran antibodi.

3. Penolakan dibagi menjadi 2 yaitu penolakan hiperakut, tersembunyi dan

lambat, dan kronis.

4. Penyakit Graff versus Host ialah keadaan yang terjadi bila sel yang

imunokompeten asal donor (pada transplantasi sumsum tulang)

ditransfusikan kepada resipien dengan supresi sistem imun atau bila

tarnsfusi darah segar diberikan kepada anak atu neonatus yang

imunokompromais dan menimbulkan reaksi selular (CMI) diberbagi

tempat.

5. Transplantasi organ padat umunya menunjukkan antigen golongan darah

maupun antigen histokompatibilitas, maka antibodi demikian dapat dalam

bentuk antibdodi yang timbul secara alamiah terhadap antigen golongan

darah (isoantibodi) atau antibodi yang diarahkan pada penentu HLA

permukaan sel (antibodi limfositotoksik).

6. Organ yang ditransplantasikan antara kembar identik tak pernah

mengalami penolakan. Sebaliknya suatu organ yang ditransplantasi antara

individu yang sama sekali tak berhubungan biasanya mengalami


penolakan parah, dan obat imunosupresif kuat diperlukan untuk

menghilangkan proses ini


DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/2071374-pengertian-

transplantasi/#ixzz1gRE3cXfH

http://www.voanews.com/indonesian/news/Penelitian-Baru-di-Amerika-

Penerima--133964393.html

http://blogdokter.blogdetik.com/2011/10/07/sekilas-mengenai-transplantasi-

organ-secara-medis/

Anda mungkin juga menyukai