PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu balaghoh adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengolah kata atau
susunan kalimat bahasa arab yang indah namun memiliki arti yang jelas, selain itu gaya
bahasa yang harus digunakan juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Para ahli
balaghoh sepakat membagi ruang lingkup pembahasan ilmu balaghoh menjadi tiga ilmu
yang masing-masing berdiri sendiri dengan pembahasannya, yaitu: ilmu ma’ani, ilmu
bayan dan ilmu badi’. Setelah semester lalu kita mempelajari kajian Ilmu balaghah yang
mencakup bagian-bagian dari Ilmu Ma’ani, meliputi: pengertian Ilmu ma’ani, objek
kajian dan manfaatnya, musnad dan musnad ilaih, kalam khabar, kalam insya, fashl,
washl, qashr, ijaz, ithnab dan musawah.
Pada kesempatan kali ini kita melanjutkan kajian Ilmu balaghah tahap selanjutnya,
yakni Ilmu Bayan. Ilmu bayan adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui cara
menyampaikan suatu pesan dengan berbagai macam cara yang sebagian nya berbeda
dengan sebagian yang lain, dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna
tersebut. Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai ilmu bayan
dan ruang lingkupnya.
Ilmu Balaghah secara bertahap mengajarkan kita bagaimana mengungkapkan ide
secara teratur dan efektif. Setelah memahami Ilmu Ma’ani, ilmu Bayan mengajarkan kita
bagaimana cara menyusun redaksi yang tepat dengan berbagai opsi penyusunan yang
memungkinkan. Meskipun ide kita hanya satu, namun kita dapat mengutarakannya
melalui beberapa konsep yanng diajarkan pada Ilmu Bayan. Selain memperhatikan aspek
ide yang diatur sedemikian rupa agar dapat diterima oleh Mukhattab dengan baik, Ilmu
Balaghah juga mencakup Ilmu Badi’. Objek kajian dalam ilmu Badi’ yaitu upaya untuk
memperindah bahasa, baik pada lafadz maupun makna. Adapun Ruang lingkup dalam
pembahasan ilmu Badi’ yaitu Muhassinat Lafdziyyah (keindahan-keindahan lafadz) dan
Muhassinat Ma’nawiyyah (keindahan-keindahan makna).
B. RUMUSAN MASALAH
a. Memahami pema’rifatan musnad ilaih dengan idhofah?
b. Memahami pema’rifatan musnad ilaih dengan nida’?
c. Memahami musnad ilaih dengan isim nakiroh?
1
C. TUJUAN MASALAH
a. Mengetahui pema’rifatan musnad ilaih dengan idhofah?
b. Mengetahui pema’rifatan musnad ilaih dengan nida’?
c. Mengetahui musnad ilaih dengan isim nakiroh?
2
BAB II
PEMBEHASAN
A. Mema’rifatkan Musnad Ilaih Dengan Idhofah
Terkadang musnad ilaih itu dimakrifatkan dengan diidhofahkan kepada salah satu
beberapa isim ma’rifat terdahulu untuk tujuan yang cukup banyak, yaitu :
1. Untuk Hasr (merupakan suatu cara yang lebih ringkas untuk menghadirkan musnad
ilaih), seperti :
اهل هللا ساكنون تحت مجار االقدار
“Hamba-hamba Allah berdiam denga tenang di bawah jalan Qodar”
(setiap orang yang yakin terhadap qodar Allah, jiwanya akan tenang).
2. Untuk Ikhtisha (meringkas karna terbatasnya keadaan di sebabkan rasa bosan).
Seperti ucapan Ja’far bin Ulbah ketika berada di penjara mekkah :
هواي مع ال ّركب اليمانين مصعد جنيب وجثماني بمكة موثق
“Orang yang ku senangi telah pergi jauh, bersama khalifae unta menuju Yaman,
sedangkan tubuh ku ini, terikat di Makkah”.
3. Untuk Tashrif (memuliakan), artinya :
a. Untuk memuliakan mudhof pada mudoh ilaih yang memiliki kedudukan
terhormat, seperti : أمة محمد محومةumat Nabi Muhammad Saw,dikasihi
Allah. yakni : umatnya ikut mulia, karna kemuliaan beliau
b. Untuk memuliakan mudhof ilaih, seperti : نبيّنا مح ّمد أفضل األنامNabi kita
Muhammad manusia yang paling utama, Kita ikut mulia.
4. Untuk Ihtiqar (meremehkan atau menghina)
a. Menghinakan mudhaf, seperti : "ولد ااالبخيل حاضر Anak orang kikir datang
Anaknya ikut hina dengan sebutan kikir itu “, ولد اللّصّ قادمAnak pencuri itu
datang
b. Untuk menghinakan mudhaf ilaih, seperti : ّ " رفيق زيد لصZaid adalah
pencuri.
c. Untuk menghinakan orang lain, seperti : " والد شارب الخمر يصاحب disertai
oleh anak peminum arak.
5. Untuk Takafu’ (menyamakan derjat), seperti : " علماء البلد حضرواpara ulama’ Negara
sudah hadir.
6. Sa’amah (Membosankan manakala disebutkan satu persatu atau semuanya), seperti :
" أهل البلد حضرواPenduduk negara sudah hadir.
7. Ikhfa’ (Menyembunyikan musnad ilaih), seperti : " صاحبك تغيّر حالهSahabatmu telah
berubah tingkah lakunya.
8. Menganjurkan atau memotivasi pendengar,:
a. Agar menghormati, seperti : " صديقك أتى إلى بيتكSahabatmu telah datang
dirumahmu.
b. Agar menghinakan, seperti : " عدوّك يريد ان يقارب عليكMusuhmu ingin
mendekatimu.
c. Agar mengasihi, seperti : " ولدك ضائعAnakmu tersia-sia.
3
9. Idhafah menyimpan majaz, apanila bentuk itu dipakai susunan yang majaz,
sebagaimana idhafah karena berdekatan pemakaina seperti : " ولنعم دار المتّقينSebaik-
baik tempat ialah tempat ornag-orang yang bertaqwa, yaitu : Surga. Padahal itu bukan
hanya tempat orang yang bertaqwa saja, akan tetapi bidadari dan malaikat juga ada
didalamnya. Dengan diidhofahkan pada lafadz دارpada المتّقين, mengandung
pemahaman bahwa orang-orang muttaqin, masuk surga. Inilah yang dimaksudkan
dengan majaz, yaitu ikhsos. Contoh lain : مكراليل: Tipu daya diwaktu malam. Atau
ucapan penyair :
سهيل أذاعت غزلها في القرائب إذا كوكب الخرقاء الح بسحرة
" Ketika bintangnya wanita dungu telah muncul diwaktu sahur, yaitu bintang"Suhail",
maka ia mengurai tenunannya pada kerabatnya".o
4
1. Untuk menunjukkan makna tunggal (Ifrad), seperti : ويلين ويل أهون من: Satu
dengan : ويل واحدSatu kecelakaan
2. Untuk menunjukkan makna banyak (taktsir) contoh :
وإِلَى هللاِ تُرْ َج ُع اأْل ُ ُموْ ُر°
َ ك ْ ََوإِ ْن يُ َك ِّذبُوْ كَ فَقَ ْد ُك ِّذب
َ ِت ُر ُس ٌل ِّم ْن قَ ْبل
"Dan jika mereka mendustakan kamu (sesudah kamu beri peringatan), maka
sungguh telah didustakan pula rasul-rasul sebelum kamu. Dan hanya kepada Allah
lah dikembalikan segala urusan. (QS. Al-fathir : 4)
Contoh diatas ditafsirkan dengan كثيرة رسول (rosul yang banyak).
3. Untuk menjelaskan jenis/macamnya (Tanwi’), seperti : دواء لك ّل داء: Bagi setiap
macam penyakit ada satu macam obat. Contoh diatas ditafsirkan dengan : لكل نوع
من الداء نوع من الدواء: Bagi setiap macam penyakit ada satu macam obat.
4. Mengagungkan musnad ilaih (Ta’zhim)
Artinya Musnad ilaih dalam keagungan sampai pada tingkat yang tidak mungkin
untuk diketahui, karena tidak pernah melihat hakikiat keagungannya. Contoh :
وجآءهم رسول كريم: Telah datang pada kaumnya
Fir’aun utusan yang mulia.
5. Menghina (Tahqir), seperti ucapan Ibnu Abi Samthi :
له حاجب
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN