Disusun oleh :
ANITA RAHMAWATI
NIM : 3720210034
1. Pengertian Bronkopneumonia
peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di
pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam tabung bronkial
kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan saluran
2. Anatomi Fisiologi
Menurut Syaifuddin (2016) secara umum sistem respirasi dibagi menjadi saluran
nafas bagian atas, saluran nafas bagian bawah, dan paru- paru.
a. Saluran pernapasan bagian atas saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring,
menghangatkan, dan melembapkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri
Gambar 1.1
Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
Sumber : (Syaifuddin, 2016)
Gambar 1.2
Anatomi Fisiologi Pernapasan Atas
Sumber : (Syaifuddin, 2016)
1) Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernapasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur hidung menyerupai
piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan
2) Faring
Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus antara
3) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina
4) Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat proses menelan.
a. Saluran pernapasan bagian bawah
a) Trakea
sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu
b) Bronkus
terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek
dan lebar yang dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas,
tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian
c) Bronkiolus
d) Paru-paru
Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan
pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan. Paru kanan terdiri dari tiga lobus dan paru kiri dua lobus. Paru
sebagai alat pernapasan terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan kiri.
Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh
darah yang berbentuk yang bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis berpori, serta berfungsi sebagi tempat
3. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan
sehat memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas
reflek glotisdan batuk, pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang adanya lapisan
mucus, gerakan silia yang menggerakan kuman keluar dari organ dan sekresi hormonal
setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara lain :
peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya
penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila
penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas
ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema
(tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.
Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dyspnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
4. Patofisiologi
bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet) invasi ini
dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh.
reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien dapat
merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam
Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh,
penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan
hematogen (Nurarif & Kusuma, 2015). Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka
mikroorganisme dapat melalui
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai
ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di
reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
5. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley, 2011). Berikut ini klasifikasi
bronkopneumonia
b. Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari masyarakat (community
acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-
based pneumonia).
6. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai 37,6-40°C dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu, anak bisa menjadi sangat gelisah,
pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar
hidung dan mulut. Sedangkan, batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, seorang
anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering
a. Inspeksi: Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela
iga.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi thoraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang
meredup dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
7. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak, orang dewasa
yang lebih tua (usia 65 tahun atau lebih), dan orang-orang dengan kondisi kesehatan tertentu,
Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan menginfeksi organ lain.
Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga paru- paru. Kondisi ini
untuk menyingkirkannya.
c. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar paru-paru dan
rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan dengan jarum atau tabung tipis.
Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang parah memerlukan intervensi bedah untuk
d. Gagal Napas
Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga tubuh tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi pernapasan. Jika tidak segera
diobati, gagal napas dapat menyebabkan organ tubuh berhenti berfungsi dan berhenti
bernapas sama sekali. Dalam hal ini, orang yang terkena harus menerima bantuan
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam
digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba
6) Pemeriksaan radiologi
a. Ronthenogram thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal
atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus
b. Laringoskopi/bronskopi
9. Penatalaksanaan
BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas seperti ampisilin,
pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang
2014)
b. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi cairan dan,
Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau dengan peroral/
sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38ºC
c. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini dengan dosis 1
respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB. Terapi
nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan nafas atau
beta- 2 adrenegik yang selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat
pelepas mediator dari pulmonary mast cell 9,11 Namun terapi nebulisasi bukan
1. Pengkajian
mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat
catatan tentang respons kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian dapat
mendukung untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien dengan baik dan tepat. Tujuan
dari dokumentasi pada intinya untuk mendapatkan data yang cukup untuk menentukan
strategi perawatan. Dikenal dua jenis data pada pengkajian yaitu data objektif dan subjektif.
Perawat perlu memahami metode memperoleh data. Dalam memperoleh data tidak jarang
terdapat masalah yang perlu diantisipasi oleh perawat. Data hasil pengkajiian perlu
a. Usia :
Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak berusia
di bawah 3 tahun.
b. Keluhan utama :
Pada penderita bronkopneumonia biasanya merasakan sulit untuk bernafas, dan disertai
dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu pernafasan, adanya suara nafas tambahan,
penderita biasanya juga lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.
d. Riwayat penyakit dahulu :
Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas, memiliki riwayat
misalnya riwayat terpapar asap rokok, debu atau polusi dalam jangka panjang.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi
distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada saat menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan-12 bulan
adalah 50 kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan-5 tahun
adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke
dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam
2) Palpasi
Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat cairan atau secret,
3) Perkusi
Normalnya perkusi pada paru adalah sonor, namun untuk kasus bronkopneumonia
4) Auskultasi
atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar stridor, ronkhi atau
berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
a. Riwayat kehamilan: penyakit injeksi yang pernah diderita ibu selama hamil, perawatan
b. Riwayat persalinan: apakah usia kehamilan cukup, lahir prematur, bayi kembar, penyakit
c. Riwayat sosial
Siapa pengasuh klien, interaksi social, kawan bermain, peran ibu, keyakinan
agama/budaya.
g. Kebutuhan dasar
Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB, mual dan muntah
c. BAK
kepala
e. Higiene
2) Motorik kasar: setiap anak berbeda, bersifat familiar, dan dapat dilihat dari kemampuan
3) Motorik halus: gerakkan tangan dan jari untuk mengambil benda, menggengggam, meng
Anak
Krisis hospitalisasi, mekanisme koping yang terbatas dipengaruhi oleh: usia, pengalaman sakit, perp
Orang tua
b) Pengalaman sebelumnya
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak efektif, tidak
mampu batuk.
b. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (keengganan untuk makan) d.d bising usus hiperaktif,
c. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan d.d mengeluh sulit tidur, mengeluh seringterjaga,
d. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d merasa
lemah.
e. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d pola napas abnormal
f. Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas nilai normal
3. Intervensi Keperawatan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
Anjurkan tarik nafas
dalam melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8
detik
Anjurkan
mengulangi tarik
nafas dalam hingga 3
kali
Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu.
Manajemen
Jalan Nafas
Observasi
Monitor pola nafas
Monitor bunyi nafas
tambahan
Monitor sputum
Terapeutik
Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw- thrust jika
dicurigai trauma
servikal)
Posisikan semi-fowler
atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Lakukan
hiperoksigensi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGlll
Berikan oksigen
Edukasi
Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu.
Terapeutik
Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet
Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
3 Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur
hambatan lingkungan selama 3 x24 jam, maka Edukasi
d.d mengeluh sulit pola tidur membaik, dengan Identifikasi pola aktivitas dan
tidur. kriteria hasil : tidur
Identifikasi faktor
Mayor: Keluhan sulit tidur pengganggu tidur
Ibu klien menurun Identifikasi makanan dan
mengatakan anaknya Keluhan minuman yang
kurang tidur sering mengganggu tidur
Ibu klien terjaga Identifikasi obat
mengatakan batuk menurun tidur yang
terus Keluhan pola dikonsumsi
tidur berubah
Manor: menurun Terapeutik
Klien tampak lemah Keluhan istirahat Modifikasi lingkungan
Klien terlihat gelisah tidak cukup Batasi waktu tidur siang
Klien tampak menurun Fasilitasi
menangis terus Kemampuan menghilangkan stres
beraktivitas sebelum tidur
meningkat Tetapkan jadwal tidur rutin
Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
Anjurkan
menghindari
makanan/minuma
n yang
mengganggu
tidur.
Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan pola
tidur
Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.
5. Setelah dilakukan
Gangguan pertukaran gas intervensi selama 3 x 24 Pemantauan respirasi
b.d ketidakseimbangan jam , maka pertukaran gas
ventilasi- perfusi Observasi
meningkat, dengan kriteria Monitor frekuensi,
Mayor: hasil : irama, kedalaman
Ibu klien dan upaya napas
mengatakan anaknya Dispnea menurun Monitor pola napas
batuk
Bunyi napas Monitoe kemampuan batuk
Ibu klien
mengatakan tambahan efektif
batuknya berdahak menurun Monitor adanya produksi
Gelisah menurun sputum
Minor:
Pola napas membaik Monitor adanya
Klien tampak lemah
RR 25 x/menit sumbatan jalan napas
Bunyi nafas ronkie Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray torax
Terapetik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Dokumentasian hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Monitor hasil x-ray torax
Terapetik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasian hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
6 Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan Manajemen hipertermia
penyakit intervensi selama 3 x 24
jam , maka Observasi
Mayor: termoregulasi membaik, Identifikasi penyebab
Ibu klien dengan kriteria hasil : hipertermia
mengatakan badan Monitor suhu tubuh
anaknya hangat Menggigil Monitor kadar elektrolit
menurun Monitor haluaran urine
Minor: Pucat menurun Monitor komplikasi
Klien tampak lemah Suhu tubuh akibat hipertermia
Badan klien teraba normal 36,5
hangat °C- 37,5 °C Terapeutik
S: 38° C Suhu kulit Sediakan lingkungan yang
membaik dingin
Longgarkan atau lepaskan
pakaian
Basahi dan kipas permukaan
tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari
jika mengalami
hiperhidrosis
Lakukan pendinginan eksternal
Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena jika
perlu.
4. Implementasi
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam periode yang
5. Evaluasi
Menurut Griffith dan cristense evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan
perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses
1) Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap respon yang segera timbul
rencana tercapai atau tidak, menentukan efektif atau tidaknya tindakan yang telah
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, N. A., Abi Muhlisin, S. K. M., & Kep, M. (2018). Gambaran Faktor Predisposisi
dan Presipitasi Kejadian Rheumatoid Arthritis pada Individu yang Hidup di
Komunitas (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Antono, D., dkk. (2017). Korelasi antara Lama Sakit, Derajat Aktivitas Penyakit, dan Skor
Disabilitas dengan Bronko Pnemonia Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia Vol. 4, No. 2 , 2.
H. Syaifuddin B. Fisiologi Sistem Pernapasan. Dalam : Fungsi sistem tubuh manusia. Jakarta :
Widya Medika, 2016 .p. 79 – 98
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Bronko Pnemonia
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
PDPI. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2017.
SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: PPNI.
SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: PPNI.
SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: PPNI