Anda di halaman 1dari 20

BAB II

ISI

2.1 Sejarah Gipsum


Kata gipsum berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani yang artinya
memasak. Disebut memasak karena di daerah Montmartre, Paris, pada beberapa
abad yang lalu orang-orangnya membakar gipsum untuk berbagai keperluan, dan
material tersebut kemudian disebat dengan plester dari Paris. Orang-orang di
daerah ini juga menggunakan gipsum sebagai krim untuk kaki, sampo, dan
sebagai produk perawatan rambut lainnya. Karena gipsum merupakan mineral
yang tidak larut dalam air dalam waktu yang lama, sehingga gipsum jarang
ditemui dalam bentuk butiran atau pasir. Namun di White Sands National
Monument, di negara bagian New Mexico, Amerika Serikat, terdapat 710 km²
pasir gipsum putih yang cukup sebagai bahan baku untuk industri drywall selama
1000 tahun.
Kristal gipsum terbesar dengan panjang lebih dari 10 meter pernah
ditemukan di Naica, Chihuihua, Mexico. Gipsum banyak ditemukan di berbagai
daerah di dunia, yaitu Jamaika, Iran, Thailand, Spanyol (penghasil gipsum
terbesar di Eropa), Jerman, Italia, Inggris, Irlandia, Manitoba, Ontario, Canada,
New York, Michigan, Indiana, Texas, Iowa, Kansas, Oklahoma, Arizona, New
Mexico, Colorado, Utah, Nevada, Paris, California, New South Wales,
Kalimantan, dan Jawa Barat.
Gipsum adalah salah satu
contoh mineral dengan kadar
kalsium yang mendominasi pada
mineralnya. Gipsum yang paling
umum ditemukan adalah jenis
hidrat kalsium sulfat dengan
rumus kimia CaSO4.2H2O.
Gipsum dari New South Wales, Australia
Gipsum adalah salah satu dari
beberapa mineral yang teruapkan. Contoh lain dari mineral-mineral tersebut
adalah karbonat, borat, nitrat, dan sulfat. Mineral-mineral ini diendapkan di laut,

1
danau, gua dan di lapian garam karena konsentrasi ion-ion oleh penguapan.
Ketika air panas atau air memiliki kadar garam yang tinggi, gipsum berubah
menjadi basanit (CaSO4.H2O) atau juga menjadi anhidrit (CaSO4). Dalam keadaan
seimbang, gipsum yang berada di atas suhu 108 °F atau 42 °C dalam air murni
akan berubah menjadi anhidrit.
Gipsum umumnya merupakan kristal atau batu putih yang terbentuk karena
pengendapan air laut, kemudian dipanaskan 175oC disebut STUCCO. Gipsum
adalah salah satu mineral terbanyak dalam lingkungan sedimen yaitu batu yang
terdiri dari mineral yang diproduksi secara besar-besaran biasanya dengan
persitipasi dari air asin.
Kristal gipsum dapat tidak berwarna dan transparan secara ekstrim membuat
kontras yang kuat untuk pemakaian paling banyak di dinding kering. Gipsum
adalah penyekat alami, hangat bila disentuh dibandingkan dengan batu biasa.
Rumus gipsum : CaSO4. 2H2O dengan
Berat molekul : 172,17 gram.

2.2 Proses Pembentukan


1. Teknik Pembentukan Dari Bahan Alam
Gipsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan ketebalan yang
bervariasi. Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat
proses evaporasi air laut diikuti oleh anhidrit dan halit ketika salinitas makin
bertambah. Proses penguapan air laut menjadi uap mengakibatkan
tertinggalnya bahan kimia yang pada akhirnya akan menghablur apabila
hampir semua kandungan air manjadi uap. Sebagai mineral evaporit, endapan
gipsum berbentuk lapisan di antara batuan-batuan sedimen batu gamping,
serpih merah, batu pasir, lempung, dan garam batu, serta sering pula berbentuk
endapan lensa-lensa dalam satuan-satuan batuan sedimen. Menurut para ahli,
endapan gipsum terjadi pada zaman Permian. Endapan gipsum biasanya
terdapat di danau, laut, mata air panas, dan jalur endapan belerang yang berasal
dari gunung api.
Konsep utama terbentuknya gipsum adalah terdapatnya Ca 2+ dan SO42-,
yang dapat berasal dari belerang (S) atau pirit (FeS2). Adanya kondisi reduksi

2
dari daerah sedimentasi yang bersifat karbonatan (misalnya pada batu
lempung) akan menghasilkan gipsum yang berlembar pipih. Adanya fumarol
dari daerah sedimentasi yang bersifat karbonatan akan menghasilkan gips
kristal. Demikian pula adanya pirit (FeS2). Di samping itu gipsum terbentuk
akibat hidrotermal yang berdekatan dengan batuan karbonat akan
menghasilkan gips kristal seperti didapatkan di daerah Ponorogo.
a. Proses Sedimentasi Gypsum
Proses sedimentasi gypsum dilakukan dengan cara berikut ini.
Proses pengendapan gypsum di laut biasanya terjadi di daerah cekungan.
Cekungan ini terbentuk sebagai akibat adanya erosi pada air laut. Dengan
bertambah besarnya kecepatan penurunan cekungan, maka sejumlah
terumbu karang (coral reef) akan terbentuk dan menjadi penghalang
(barrier) yang membatasi aliran air laut. Dengan dibantu oleh kondisi iklim
daerah tersebut yang arid, maka sinar matahari dan temperatur yang cukup
panas menyebabkan air yang ada di cekungan menguap. Jika suhu air laut
sudah mencapai 42oC maka akan terbentuk endapan anhidrit (CaSO4).
Karena semakin banyaknya air yang menguap, maka air yang tersisa tidak
dapat menahan garam (Ca2+ dan SO42+) yang ada di larutan sehingga
garam-garam tersebut mulai diendapkan dan jatuh ke dasar laut. Proses
pengendapan ini juga disebabkan karena garam-garam tersebut bersifat
tidak larut dalam air. Oleh karena air laut yang mampu masuk ke cekungan
semakin banyak maka siklus di atas terulang kembali dan terjadi lagi
seterusnya sehingga lapisan gypsum yang diendapkan semakin tebal.

2. Pembentukan Gipsum dari Polutan (Desulfurisasi kalsium hidroksida)


Selain memperbaiki efisiensi dan sistim pembakaran batubara, sebagai
upaya untuk mencegah berlanjutnya krisis ekologi dewasa ini juga telah
dikembangkan sistim peralatan berteknologi tinggi yang mampu memisahkan
gas-gas polutan seperti SOx dan NOx dalam gas buang dari pembakaran
batubara. Salah satu metode untuk memisahkan polutan SOx dalam gas buang
adalah dengan teknik flue-gas desulfurization (FGD).

3
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur
atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD.
Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO 2 dalam gas buang
teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan"
dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat
(H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH) 2 sehingga
diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar
dari sistim FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD
disebut gipsum sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan
gipsum alam.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum
yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi
karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan
bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan
gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-
langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan
(partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum
sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan
oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi
pabriknya berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley
Authority (TVA) di Cumberland yang berkapasitas 2600 Mega Watt.
Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu
mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk
baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang
diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik
dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses
FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya
cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batubara akan
dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.

2.3 Komposisi Gypsum

4
Secara teoritis gipsum mempunyai komposisi CaO 32,6%, SO3 46%, dan
H2O 20,9%.
2.4 Jenis-Jenis Gypsum
 Gelas maria : selenit, lembaran gips dengan ukuran cukup besar dan tembus
pandang.
 Gips serat atau dikenal pula sebagai gips sutra
 Alabaster; jenis gips yang berbutir halus
 Batu gips; berbutir halus sekali dan kompak

2.5 Karakteristik Gypsum


Gipsum memiliki beberapa sifat atau karakteristik baik secara kimia maupun
fisika antara lain adalah sebagai berikut:
a. Merupakan kategori kalsium mineral
b. Gipsum termasuk mineral dengan sistem kristal monoklin 2/m, namun kristal
gipsnya masuk ke dalam sistem kristal orthorombik.
c. Gipsum umumnya berwarna putih, kelabu, cokelat, kuning, dan transparan. Hal
ini tergantung mineral pengotor yang berasosiasi dengan gipsum.
d. Gipsum umumnya memiliki sifat lunak dan pejal dengan skala Mohs 1,5 – 2.
Berat jenis gipsum antara 2,31 – 2,35.
e. Kelarutan dalam air 1,8 gr/liter pada 0oC yang meningkat menjadi 2,1 gr/liter
pada 40oC, tapi menurun lagi ketika suhu semakin tinggi.
f. Gipsum memiliki pecahan yang baik, antara 66o sampai dengan 114o dan
belahannya adalah jenis choncoidal.
g. Gipsum memiliki kilap sutra hingga kilap lilin, tergantung dari jenisnya.
h. Keras seperti mutiara terutama permukaan
i. Transparan
j. Gores gipsum berwarna putih, memiliki derajat ketransparanan dari jenis
transparan hingga translucent, serta memiliki sifat menolak magnet atau
disebut diamagnetit.

2.6 Teknik Penambangan (Explorasi)

5
Penambangan gipsum dapat dilakukan secara tambang terbuka (quarry) atau
tambang bawah tanah (underground mining) bergantung pada letak dan
penyebaran endapan apakah diatas atau dibawah permukaan bumi.
1. Langkah-langkah Penambangan Terbuka
Penambangan secara tambang terbuka memiliki tahapan, diantaranya:
a. Pengupasan Tanah Penutup (Stripping)
Merupakan suatu tahapan membersihkan segala macam material seperti
alang-alang, tanah, batuan pengotor yang menutupi tubuh batuan. Alat yang
digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan skala produksi.
Kegiatannya meliputi pembabatan/pembersihan, dan pendorongan material
pengganggu ketempat yang tidak mengganggu penambangan selanjutnya.
b. Pembongkaran (Loosening)
Merupakan suatu tahapan membebaskan batuan atau endapan dari
batuan induknya yang masih padat / massive. Dengan kekerasan gipsum
yang cenderung lunak (1,5-2 skala mohs) untuk produksi skala besar dapat
menggunakan bulldozer yang dilengkapi ripper. Akan tetapi, jika tidak
dimungkinkan melakukan pengarukan dapat dilakukan pengeboran dan
peledakan
c. Pemuatan dan Pengangkutan (Loading and Transporting)
Merupakan suau tahapan memuat dan mengangkut material hasil
pengarukan / peledakan ke unit pengolahan atau penampungan. Alat muat
dapat berupa wheel loader dan dump truck dengan kapasitas tergantung
skala produksi.

2. Langkah-langkah Penambangan bawah tanah


Sebelum melakukan penambangan bawah tanah hal utama yang harus
dipelajari terlebih dahulu adalah ganesa dari bahan galian itu sendiri.
Berdasarkan ganesa dari gypsum maka teknik penambangan dilakukan dengan
sistem kuarin dengan peralatan sederhana ataupun dengan sistem gophering
apabila bentuk deposit sebagai teras-teras atau mengisi bongkahan.
Langkah-langkah eksplorasi gophering :
a. Pemetaan Geologi

6
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-
informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan
berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai
penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi
gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola
penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi,
pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang
berupa alterasi mineral.
Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung
pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta.
Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang
diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga
dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi
awal, skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada
tahap prospeksi s/d penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d
1 : 2.500.
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi
singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi,
serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara tali-
kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan
singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti
uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan
posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti
pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.
b. Singkapan
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya
diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan.
Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan/urat/badan
bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi
(pengikisan) lapisan tanah penutupnya.

7
Contoh untuk singkapan gypsum berupa Formasi Ngrayong yang
mengalami beberapa kali kenaikan dan penurunan permukaan air laut yang
sangat drastis selama masa pembentukannya, sehingga paling tidak terdapat
empat kali siklus batuan dari lingkungan darat – laut yang berulang pada
formasi batuan ini. Singkapan pertama ini adalah bagian batupasir karbonat
dari Formasi Ngrayong, di dalamnya terkandung sangat banyak fosil
moluska dan foraminifera besar. ingkapan ini terdiri dari perselingan
batupasir-batulempung dari Formasi Ngrayong. Pada batulempung ini
terdapat lapisan lignit dengan ketebalan ±10 cm dan masih pada
bataulempung ini, banyak terdapatgypsum yang merupakan endapan
evaporitik. 
c. Pemboran Inti
 Pemboran Inti, yaitu suatu pemboran yang bermaksud atau bertujuan
untuk memperoleh contoh batuan dalam bentuk inti (core), dari kedalamn 0
sampai kedalaman tertentu. Pemboran ini biasa juga disebut dengan
"diamond drilling" .
Core mempunyai arti sangat penting, oleh karena itu core harus dijaga,
diperlakukan hati-hati, diamati secara lengkap, sifat/karakteristik batuan
direkam dan terwakili dalam catatan. Mengapa penting? Karena kesalahan
pengamatan pada core akan mengakibatkan kesalahan pada langkah
berikutnya:
1. Core merupakan dasar pembuatan log bor.
2. Log bor dasar untuk membuat section.  
3. Log bor dasar untuk menyusun korelasi.
4. Log bor dasar untuk menghitung cadangan dan lapisan penutup.
5. Dengan core sampling dapat untuk mengetahui “kualitas”, akhirnya
untuk membuat peta kualitas.
6. Lebih jauh lagi, dari log bor untuk perencanaan tambang.
7. Kalau pengamatan core salah, maka nomor 1 - 5 akan salah,
akibatnya mine plan bubar.
8. Warna (colour), warna dari litologi baik dalam keadaan lapuk
maupun  segar.

8
9. Besar butir (grain size).
10. Derajat Pemilahan (Sorting).
11. Kemas.
12. Kandungan Mineral.
13. Porositas.
14. Semen dan massa dasar (sementasi dan Matrix).
15. Struktur Sedime

2.7 Teknik Analisis Gypsum


Terdapat beberapa cara untuk analisis Gypsum diantaranya:
1. Analsis Kandungan Unsur dengan XRD
Gypsum Alam sering merupakan campuran dari fase sulfat Gypsum
(CaSO 4 O. × 2H 2), hemi-hidrat (CaSO 4. X ½ H 2 O) dan anhidrit (CaSO 4). Fase
ini memang memiliki sifat fisik yang berbeda, misalnya kelarutan. Hasil
analisis unsur tidak dapat membedakan mineral ini, oleh karena itu sering
digunakan analisis dengan metode DSC / TG. Mereka membutuhkan upaya
kalibrasi dan memakan waktu. XRD menawarkan solusi sederhana dan mudah.
The Phaser D2 adalah alat portabel XRD desktop untuk penelitian dan
kontrol kualitas. Alat ini mudah dioperasikan dengan independen media
eksternal seperti sirkuit pendingin. Sistem ini memberikan data pengukuran
kualitas tinggi, yang memungkinkan melakukan metode analisis canggih,
seperti tahap analisis Rietveld standardless kuantitatif. Laporan ini
menunjukkan penggunaannya untuk penentuan sulfat fase berbeda dalam
Gypsum alami atau anhidrit.
a. Langkah-langkah Analsis XRD
Analisis XRD merupakan metode yang dapat memberikan informasi
mengenai jenis mineral yang terdapat dalam suatu conto. Mekanisme kerja
analisis XRD ini yakni contoh yang akan dianalisis XRD digerus sampai
halus seperti bubuk kemudian dipreparasi lebih lanjut menjadi lebih padat
dalam suatu holder kemudian holder tersebut diletakkan pada alat XRD dan
diradiasi dengan Sinar X. Data hasil penyinaran Sinar X berupa spektrum
difraksi Sinar X dideteksi oleh detektor dan kemudian data difraksi tersebut

9
direkam dan dicatat oleh komputer dalam bentuk grafik peak intensitas,
yang lebih lanjut dianalisis jarak antara bidang kisi kristalnya dan
dibandingkan dengan hukum Bragg pada komputer dengan menggunakan
software tertentu sehingga dapat menghasilkan suatu data
b. Hasil analisis gypsum alam dengan XRD
Contoh Gypsum asal alam dianalisis, untuk menunjukkan kinerja Phaser D2
untuk aplikasi tersebut. Pengukuran mencakup rentang sudut 8-65 ° 2Theta.
Waktu scan sekitar 26 menit. rincian percobaan diringkas dalam Tabel 1.
Gambar 1 menunjukkan data diukur serta hasil analisis Rietveld Topas .
Tabel 1. Pengaturan percobaan.
D2 Phaser, LYNXEYE detektor
Radiasi Cu (30 kV, 10 mA), Ni filter
Terus-menerus memindai dari 8 hingga 65 °
2Theta
Langkah lebar 0,02 °
Menghitung waktu 0,5 detik per langkah
Scan total waktu sekitar 26 menit.
2,5 ° Soller celah, 1,0 mm celah divergence,
anti-pencar layar
LYNXEYE detektor membuka 5 ° 2Theta

Gambar 1 sampel. Topas Rietveld tahap kuantifikasi Gypsum dengan (nilai-nilai


yang diberikan dalam wt.%). Kurva biru adalah diagram diukur. Kurva merah

10
adalah diagram dihitung. Dalam abu-abu perbedaan kedua diberikan. Tanda di
bawah ini menunjukkan posisi puncak kemungkinan setiap tahap.

2. Teknik Analisis Kimia


Metode AAS (spektrofotometri adsorbsi atom) merupakan suatu metode
analisis kimia dimana primsip kerjanya didasarkan atas pengamatan panjang
gelombang yang diserap oleh suatu unsur. Prinsip kerjanya yakni conto yang
akan dianalisis dibuat dalam bentuk larutan kemudian dipanaskan dengan
anggapan atom-atom akan bebas dari ikatan kimianya, kemudian pada conto
panas tersebut dilewatkan sinar katoda, sehingga akan terjadi penyerapan
energi yang akan terekam dalam spektrometer. Metode AAS ini digunakan
untuk mengidentifikasi kadar CaO.

Metode UV-VIS merupakan suatu metode yang umum digunakan


sebagai salah satu instrumen analisis dalam labaratorium masa kini, dimana
proses prinsip kerjanya yakni conto yang akan dianalisis diradiasi dengan
energi ultraviolet. Sinar ultraviolet tersebut akan direfleksikan dengan
berbagai warna dan diserap oleh spektrometer. Metode UV-VIS ini
digunakan intuk mengidentifikasi kadar SO3.

11
2.8 Pengolahan dan Pemurnian Gypsum
DIAGRAM PROSES PENGOLAHAN GIPSUM

Gipsum dari tambang

Peremukan dan
pengayakan I

Sink dan Float

Peremukan dan
Pengayakan II

Pengayakan Pengeringan Gipsum untuk semen


buangan

Kalsinasi Penghalusan

Gipsum untuk
Penghalusan Kalsinasi filter dan pertanian

Stucco

Wallboard mesin Penghalusan Campuran Plester


dan tungku kembali

Produk Produk 12
Pengolahan gipsum dimaksudkan untuk menghilangkan mineral pengotor
yang terkandung didalamnya serta untuk mendapatkan spesifikasi yang diperlukan
industri pemakai. Pada dasarnya garis besar pengolahan gipsum terdiri dari 3 tahap
yaitu: preparasi (pengecilan ukuran, pengayakan dan lain-lain), kalsinasi dan
formulasi.
A. Proses Preparasi
Proses ini dimaksudkan untuk mereduksi bongkah-bongkah gipsum
menjadi butir atau pertikel dengan ukuran tertentu sesuai demgan kebutuhan,
tahapannya meliputi:
1. Gypsum hasil penambangan masuk ke dalam mesin crusher pertama untuk
mengalami proses peremukan. Peremukan primer menggunakan peremuk
crusher dengan ukuran bongkah yang dihasilkan 6-8 inchi kemudian diayak
agar ukurannya menjadi homogen dan lebih halus. Proses pengayakan
dilakukan dengan ayakan sampai 200 mesh. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan proses pengendapan pada proses pemisahan gypsum dari
pengotor.
2. Gypsum yang sudah halus kemudian masuk ke dalam sink float untuk
memisahkan gypsum dari pengotornya. Proses pemisahan dengan prinsip
sink float ini dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis diantara gypsum
dengan mineral-mineral pengotor lainnya. Media pemisahan yang
digunakan dapat berupa campuran antara air dengan mineral atau padatan
tertentu dengan ukuran yang sangat halus dan memiliki densitas yang tinggi
sehingga membentuk suspensi yang mempunyai densitas yang cukup tinggi.
Untuk memperkirakan penerapan konsentrasi gravitasi dalam memisahkan
mineral-mineral yang mempunyai perbedaan densitas dan selang ukuran
yang dapat dipakai, maka digunakan kriteria konsentrasi Taggart.Kriteria
konsentrasi Taggart dapat dirumuskan sebagai berikut.

Kriteria Konsentrasi (KK) =

13
Dimana: = berat jenis mineral berat

= berat jenis mineral ringan

= berat jenis media

Jika diketahui pengotor gypsum berupa magnesium sulfat berat jenis 2,132
gr/cm3, karbonat berat jenis 2,532 gr/cm3 dan khlorit 2,5-3,4 gr/cm3 dan
diketahui pula berat jenis gypsum 1,8 gr/cm3. Maka dengan menggunakan
rumus diatas dapat ditentukan berat jenis media yang digunakan untuk
mengendapkan mineral. Jika berat jenis media berad diantara berat jenis
gysum dan pengotor maka dapat diketahui bahwa gypsum akan terapung
(float) dan mineral pengotor akan terendapkan (sink) dengan berat jenis
Prinsip kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut. Air mengalir pada
permukaan alat, kemudian terjadi gesekan antara keduanya sehingga
kecepatan air pada bagian atas akan lebih besar daripada kecepatan air di
dasar. Semakin dekat ke permukaan maka kecepatan alir semakin cepat.
Partikel yang berukuran kecil cenderung terhambat gerakannyaakibat gaya
gesekan tersebut. Partikel dengan specific gravity yang tinggi akan bergerak
lebih lambat daripada partikel dengan  specific gravity kecil. Akibat aliran
air, partikel dapat dipisahkan berdasarkan ukuran dan kepadatannya. Maka
dapat digunakan
3. Kemudian gypsum yang telah dipisahkan dari pengotor akan masuk ke
dalam peremukan sekunder dilakukan untuk lebih memperkecil ukuran
bongkah dengan menggunakan hammer mill dan cone crusher. Ukuran
bongkah yang dihasilkan pada proses ini yaitu 0,5-0,375 inchi.
4. Pengayakan dilakukan baik sesudah peremukan primer maupun sekunder
dengan ayakan getar. Pengayakan dilakukan untuk menghomogenkan
ukuran material. Peralatan dengan menggunakan ayakan getar ini
memanfaatkan getaran dan tambahan air yang memudahkan bahan yang
hendak dipisahkan bisa lewat saringan. Getaran yang dihasilkan berfungsi
untuk meratakan permukaan bahan yang akan disaring. Hasil pengayakan
akan mengalami proses pengeringan atau langsung dimanfaatkan sebagai

14
material untuk pembuatan semen portland. Kemudian material ampas yang
tidak lolos melalui saringan akan dibuang.
5. Proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air bebas, dan
biasanya dilakukan sebelum atau sesudah peremukan sekunder, dan
menggunakan pengering putar dengan suhu 49o C,
6. Penghalusan dengan menggunakan roller mill, ball mill, dan metode
gravitasi lainnya, atau dengan flotasi. Lanjutan
7. Hasil dari proses pengahlusan akan dimanfaatkan sebagai material filter dan
insektisida dalam bidang pertanian.
8. Pencucian, jika dibutuhkan produk bersih dan putih digunakanlah heavy
media separator.

B. Proses Kalsinasi
Kalsinasi atau pemanasan dilakukan untuk mereduksi gipsum dari bentuk
dehidrat menjadi hemihidrat, anhidrit dapat larut, dan anhidrit tidak dapat larut.

1. Hemihidrat (CaSO4 .1/2H2O)


Hemihidrat terdiri atas α hemihidrat dan β hemihidrat. Keduanya
mempunyai sifat kristal yang sama, tetapi sifat fisika yang berbeda. α
hemidrat lebih stabil, lebih lambat mengeras, lebih kerat dan kuat, kurang
reaktif, prosesnya lebih mahal dibandingkan dengan β-hemihidrat.
Pembuatan α hemihidrat dilakukan dengan memanaskan (kalsinasi
gipsum hasil preparasi, di dalam suatu lingkungan yang jenuh air pada suhu
970C, dengan tekanan tinggi yang dihasilkan dari auto clave dengan uap air.
Sedangkan β-hemihidrat dibuat dengan memanaskan (kalsinasi) gipsum
pada suhu 1000 C di dalam suatu ruang hampa udara. Biasanya dilakukan
dalam suatu alat yang disebut kettle yang terdiri atas ruangan mengandung
sedikit uap air. Apabila kalsinasi mencapai hampir 1700 C sebagian besar
produk yang dihasilkan berupa β-hemihidrat, dan sebagian kecil α-
hemihidrat. Reaksinya adalah:
CaSO4.2H2O CaSO4 + ½ H2O + 1 ½ H2O

2. Soluble Anhidrit

15
Jika hemihidrat yang terbentuk didalam ketel dipanaskan lebih lanjut
sampai dengan suhu 200oC, akan terbentuk suatu plester anhidrous calcium
sulfat atau disebut juga anhidrat yang dapat larut (soluble anhidrit), kurang
plastis dan lebih kuat, dengan reaksinya :
CaSO4.2H2O CaSO4 + 2H2O

3. Insoluble Anhidrit
Jika kalsinasi dilanjutkan hingga suhu 500oC, akan menghasilkan
anhidrat yang tidak dapat larut (insoluble anhdrit atau dead burned gipsum),
dan jika ditambahkan accelerator kedalamnya akan membentuk suatu
plester yang disebut keenes cement. Jika suhu dinaikkan hingga 900oC akan
dihasilkan suatu produk dengan CaO lebih tinggi, kerena pelepasan SO 2.
Dengan sifat padat, kuat dan berwarna buram jika dicampur air, dengan
reksinya:
CaSO4.2H2O CaO + SO3 + 2H2O

C. Proses Formulasi
Formulasi dilakukan untuk mengatur waktu pengerasan dari produk hasil
kalsinasi, yaitu dengan penambahan suatu zat accelerator dan retarder. Gipsum
hasil kalsinasi yang ditambahkan air, akan mengeras kembali dalam kurun
waktu 15 - 25 menit, jika ditambahkan accelerator berupa pottasium sulfat akan
menjadi 3 - 4 menit. Jika retarder yang ditambahkan, dimana retarder dibuat
dari material berupa unsur - unsur organik, waktu pengerasan akan menjadi 2 –
3 jam.
Adapun setelah kita mengetahui tahapan pengolahan secara garis besar,
berikut dibawah ini penjelasan yang lebih detail tentang pengolahan gipsum
disertai dengan gambar.

2.9 Kegunaan Gypsum


Dalam penggunaanya gipsum dibagi menjadi 2 yaitu:
 Gipsum yang belum dikalsinasi, dimanfaatkan untuk:

16
1. Gipsum jenis ini digunakan dalam Industri portland semen (sebagai
retarder agar semen tidak cepat membeku); yaitu jika pembakaran kapur
sudah berbentuk klinker, maka gipsum (atau campuran gipsum dan
anhidrit) akan dicampurkan dan digerus bersama-sama klinker tersebut,
sehingga membentuk portland semen.
o Industri semen portland dengan persyaratan:
 SO3 : minimum 35%
 CaO : minimum 2/3 berat SO3
 Garam Na dan Mg : maksimum 0,1%
 Hilang pijar : maksimum 9%
 Ukuran partikel : 95% (-14 mesh)
2. Dibidang pertanian biasa dimanfaatkan sebagai kondisioner tanah yang
mengandung alkali dan sebagai pupuk terutama untuk tanaman kacang.
3. Dalam Industri cat, kertas dan insektisida, sebagai filter, jenis gipsum
yang digunakan adalah terra alba, berwarna putih dan derajat
kemurniannya lebih besar dari 98%.
 Gipsum yang telah mengalami proses kalsinasi antara lain untuk:
1. Di sektor konstruksi, untuk wall board dan partisi, yaitu gipsum plaster
jenis β-hemihidrat.
2. Untuk industi keramik / sanitair, pasta gigi, kapur tulis, untuk cetakan
(moulding dan potting plaster) dan sebagai lumpur pemboran (drilling
mud).
o Industri keramik/sanitair, untuk cetakan dengan persyaratan
(menurut ASTM)
 CaSO4 ½ H2O : >80%
 Waktu pengerasan : 20-40 menit
 Ukuran partikel : - 100 mesh (>90%)
- 30 mesh (100%)

3. Untuk bahan tahan api; bila gipsum plaster dicampur 20% air, dapat
melindungi barang dari suhu tinggi,
4. Dalam bentuk soluble anhidrit dapat digunakan juga untuk filler,

17
5. Di bidang kedokteran, α-hemihidrat (plaster of paris) untuk cetakan gigi,
pengobatan tulang yang patah, dan sebagainya
o Industri pasta gigi dengan persyaratan:
 CaSO4 ½ H2O : >93%
 Waktu pengerasan: 5-20 menit
 Ukuran partikel : -100 mesh (>95%)
-30 mesh (100%)
2.10 Dampak Negatif Dari Penggunaan Gypsum
Penelitian yang dilakukan Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi
Radiasi, Badan Tenaga Nukir Nasional tentang kandungan radioaktivitas alam
pada bahan bangunan Gypsum. Yaitu dengan cara melakukan penimbangan dan
pengukuran radioaktivitas alam pada sample Gypsum menggunakan metode
relatif gamma spektrometry memakai detektor germanium HPGe (High Purity
Germanium) mengacu pada NCRP(National Council on Radiation Protection and
Measurements) Report No.58. Sumber standar yang digunakan adalah sumber
multi gamma Eu-152 buatan LMRI Perancis.
Data hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada bahan bangunan Gypsum,
terdapat kandungan radioaktivitas alam berupa U-234 (0,197 ± 74%) kBq/kg, Ra-
226 (17,382 ± 4%) kBq/kg, Pb-210 (5,926 ± 4%) kBq/kg, Po-210 (1,269 ± 4%)
kBq/kg, Ra-228 (0,052 ± 4%) kBq/kg,Ac-228 (0,709 ± 4%) kBq/kg dan Th-228
(0,752 ± 4%) kBq/kg. Kandungan radioaktif alam pada Gypsum tersebut
merupakan penghasil gas radon yang mempunyai waktu paro panjang. Hal ini
sangat berdampak secara radiologis pada pemakai.
Hasil Pengukuran kandungan radioaktivitas alam pada Gypsum Bahan
Gypsum mengandung unsur-unsur radioaktif alam sehingga dapat beresiko secara
radiologis dimana hal ini belum tersosialisasi oleh para pemakai. Sumber
radioaktif alam yang terkandung dalam gypsum adalah U-238 dan Th-232 beserta
anak-anak luruhnya yang merupakan sumber radiasi alam yang perlu diwaspadai
untuk keselamatan lingkungan. Radionuklida alam U-238 dan Th-232 mengalami
peluruhan radioaktif dengan memancarkan partikel alpha yang disertai radiasi
gamma. Pelepasan partikulat U-238 dan Th-232 beserta anak luruhnya ke

18
lingkungan sebagian besar terjadi pada tahap pemisahan, penggerusan dan
pengangkutan batuan fosfat.
Pada keadaan konsentrasi gas radon yang merupakan anak luruh dari U-238
tinggi dapat berpotensi menimbulkan efek radiasi terhadap kesehatan para
pemakai produk tersebut. Tahap ini radionuklida U-238, Ra-226, Po-210, dan Th-
230 cenderung berada dalam kesetimbangan. Dalam tahap preparasi sampel,
biasanya kesetimbangan ini terganggu sehingga konsentrasi masing-masing
radionuklida tersebut perlu di ukur nilai aktivitas untuk dinilai tingkat bahayanya.
Menurut tabel di atas tampak bahwa prosentase terbesar kandungan
radioaktivitas alam yaitu Ra-226. Ra-226 akan meluruh menjadi Rn-222 yang
merupakan gas pengemisi partikel alpha yang dapat mengkontaminasi atmosfer.
Pada peluruhan U-238 menghasilkan radionuklida stabil Pb-206. Pada proses
peluruhan tersebut, yang menjadi perhatian dalam berbagai penelitian adalah
prose peluruhan antara Ra-226 sampai Pb-210. Pada proses tersebut terdapat
adanya produk radionukkida radon yang berperan sebagai sumber radiasi
lingkungan dalam jangka waktu lama sehingga akan menaikkan tingkat
penyinaran radiasi terhadap masyarakat.
Pada deret peluruhan U-235 , Th-232 dan U-238 akan menghasilkan anak
luruh radon, yaitu Rn-219, Rn-220 dan Rn-222. Anak luruh Radon Rn-219 hasil
peluruhan U-235 mempunyai sifat karakteristik waktu paro 3,98 detik. Sedangkan
Rn-220 mempunyai waktu paro 55 detik dan Rn-222 mempunyai waktu paro 3,8
hari. Pada proses peluruhannya Rn-219 dan Rn-220 akan meluruh sebelum
melepaskan diri dari material bangunan yang mengikat isotop induknya dan
terlepas ke atmofer.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Gipsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan
rumus kimia CaSO4.2H2O.
b. Gipsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat proses evaporasi
air laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah dan
melalui desulfurisasi Ca(OH)2.
c. Secara teoritis gipsum mempunyai komposisi CaO 32,6%, SO3 46%, dan H 2O
20,9%.
d. Gipsum secara umum mempunyai kelompok yang terdiri dari gipsum batuan,
gipsit alabaster, satin spar, dan selenit.
e. Gipsum memiliki beberapa sifat atau karakteristik baik secara kimia maupun
fisika antara lain kategori kalsium mineral, sistem kristal monoklin 2/m,
berwarna putih, kelabu, cokelat, kuning, dan transparan, sifat lunak dan pejal
dengan skala Mohs 1,5 – 2, berat jenis gipsum antara 2,31 – 2,35 dan lain-lain.
f. Penambangan gipsum dapat dilakukan secara tambang terbuka (quarry) atau
tambang bawah tanah (underground mining).
g. Teknik analsis gypsum dilakukan dengan beberapa cara yaitu analisis kandungan
dengan menggunakan XRD dan analisis kimia dengan AAS dan UV-Vis
h. Pengolahan gipsum terdiri dari 3 tahap yaitu preparasi (pengecilan ukuran,
pengayakan dan lain-lain), kalsinasi dan formulasi.
i. Gipsum memiliki banyak sekali kegunaan di dalam kehidupan sehari-hari
contohnya sebagai drywall, bahan perekat, bahan banunan, dan sebagai pupuk.
j. Gipsum mempunyai potensi bahaya radiasi karena mengandung unsur-unsur
radioaktif alam dan berperan sebagai penghasil gas radon yang dapat menaikkan
tingkat radiasi alam di lingkungan dan berdampak pada kesehatan tubuh
manusia.

20

Anda mungkin juga menyukai