LP RPK (Resiko Perilaku Kekerasan) RSJ
LP RPK (Resiko Perilaku Kekerasan) RSJ
A. Konsep Medik
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang melalui fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasanditujuk pada diri
sendiri atau orang lain secara verbal maupun nnon verbal dan pada lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku kekerasan. Suatu perasaan yang timbul
sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan ancaman.
(Depkes RI, Dermawan dan Rusdi, 2013).
2. Etiologi
1. Factor predisposisi
Factor predisposisi adalah factor yang mendasari atau mempermudah
terjadinyaperilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai
kepercayaan maupun keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap orang
merupakan factor predisposisi artinya mungkin terjadi, mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan ( Direja , 2011).
a. Factor Biologis
1- Pengaruh neurofisiologi
Beragam komponen system neurologis mempunyai implikasi dalam
memfasilitas dan penghambat implus agresif
2- Pengaruh biokimia
Yaitu berbagai neurotransmiter ( epineprin, dopamine, asetil kolin dan
serotonin sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat implus
negative
3- Pengaruh genetic menurut riset Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
doman (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika tertimulasi
oleh factor eksternal.
4- Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan gangguan system
serebral, tumor otak, trauma otak, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Factor psikologis menurut Direja (2011)
1. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai tujuan mengalami
hambatan akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.
2. Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak
menyenangkan .
3. Rasa frustasi
4. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan.
c. Factor sosio kultural
1. Teori lingkungan
Lingkungan social akan mempengaruhi sikap individudalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2. Teori belajar social
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
d. Factor presiptasi
Factor-faktor yang mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan
dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksintensi diri atau symbol solidaritas
seperti sebuah konser, penonton sepak bola.
b. Adanya Riwayat perilaku anti social seperti penyalahgunaan obat dan
alcohol dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat frustasi.
c. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan,atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
3. Manifestasi klinik
3). Perilaku: myerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak
lingkungan, amuk/ agresif
4). Emosi : tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkam
dan menuntut.
isolasi sosial
5. Klasifikasi Kasus
a. Farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya: clorprpmazine HCL yang digunakan
mengendalikan psikomotorrnya. Bila tidak ada dapat dipergunakan
dosis efektif rendah, contoh : trifluoperazine estelasine, bila tidak ada
juga maka dapat digunakan transquelillzer bukan obat anti psikotik
seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang, anti cemas.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu
didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi sebagai
bentuk kegiatan membaca koran, main catur, setelah mereka
melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : klien dengan resiko perilaku kekerasan
biasanya muka merah, pandangan tajam, sakit fisik, napas
pendek, yang menyebabkan perubahan memori, kognitif, alam
perasaan dan kesadaran.
2. Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : hipertensi/normal
- Nadi :normal atau tidak
- Suhu : meningkat/normal
- Pernapasan : napas pendek
- Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
- Keluhan fisik : muka merah, pandangan tajam
5. Psikososial
a. Genogram
b. Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Menjelaskan : seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan dan
ketertekanan itu dapat merupakan factor penyerta bagi dirinya akibat perilaku
kekerasan, kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah : keluarga yang tidak utuh,
orang tua meninggal, orang tua cerai dan lain-lain (Nursalim, 2016).
c. Konsep Diri
a) Citra diri: klien tubuhnya baik-baik saja
b) Identitas : klien kurang puas terhadap dirinya
c) Peran :klien anak keberapa dari berapa saudara
d) Ideal diri:klien menginginkan keluarhga dan orang lain menghargainya
e) Harga diri :kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
d. Hubungan Sosial
Marah-marah, bersikap tidak ramah, kasar terhadap keluarga lainnya.
e. Status Mental
a) Penampilan:
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya.
b) Pembicaran
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat dan membisu.
f. Aktivitas Motorik Lesu, gangguan kesadaran, selisah, gerakan otot muka yang
berubah-ubah tidak dapat dikontrol.
g. Afek dan Emosi
Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
Emosi : klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya memiliki emosi yang
tinggi.
h. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang, cepat tersinggung, dan biasanya klien akan menunjukan
curiga.
i. Persepsi
Biasanya klien suka emosi.
j. Proses Pikir
Akibat perilaku kekrasan klien mengalami penurunan kesadaran.
k. Tingkat Kesadaran
Menunjukan perilaku kekerasan
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien perilaku kekerasan mengalami penurunan konsentrasi dan
penurunan berhitung.
m. Kamampuan Penilaian
Penurunan kemampuan penilaian.
n. Daya Tarik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar
dirinya.
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut (Direja, 2011)
Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan mencederai diri sendiri.
a. Definisi
Berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain.
b. Faktor Risiko
1. Pemikiran waham atau delusi
2. Curiga pada orang lain
3. Halusinasi
4. Kerusakan kognitif
5. Kerusakan kontrol implus
6. Persepsi pada lingkungan tidak akurat
7. Alam perasaan depresi
8. Riwayat kekerasan pada hewan
9. Lingkungan tidak teratur
10. Penganiayaan atau pengabaian anak
Pertemuan: Ke 1 (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas
dalam).
1. Fase Orientasi :
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Miftahul
jannah, saya biaya dipanggil Mifta. Saya perawat yang dinas diruang Madrim
ini, saya dinas diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam
7 sampai jam 1 siang, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan Ibu M saat ini?”
“Masih ada perasaan kesal atau marah?
“ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang
Ibu Masakan,”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit“
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”
2. Fase Kerja :
“ Apa yang menyebabkan Ibu M marah? “
Apakah sebelumnya Ibu M pernah marah?
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa
yang Ibu M rasakan?“
Apakah Ibu M merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan
selanjutnya”
“ Apakah dengan Ibu M marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar
satu cara dulu,
“ begini bu, kalau tanda- marah itu sudah Ibu Masakan ibu berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan sebanyak 5
kali. Bagus sekali Ibu M sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini Ibu M lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul Ibu M sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :
“ Bagaimana perasaan Ibu M setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu? ”
“ Coba ibu R sebutkan penyebab ibu marah dan yang Ibu Masakan dan apa
yang ibu lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya Bu”
” berapa kali sehari ibu mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong ibu tulis M, bila ibu melakukannya sendiri, tulis B, bila ibu
dibantu dan T, bila ibu tidak melakukan”
“baik Bu, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah Ibu M.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya Bu?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu Ibu…Assalamu’alaikum.”
Pertemuan : Ke 2 (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua
(evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara
fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum Ibu M, masih ingat nama saya” bagus Ibu, ya saya Mifta”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya Bu”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal, selain nafas dalam
ibu dapat memukul kasur dan bantal.”
“ Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar ibu? Jadi kalau
nanti ibu kesal atau marah, ibu langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu tersebut
dengan memukul bantal dan kasur.Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan kasur, ya
bagus sekali ibu melakukannya!”
“ Nah cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidur Ya!”
3. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“ Coba ibu sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari ibu. Pukul berapa ibu mau
mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau
ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya Bu.“ sekarang ibu
istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya Bu, kita akan belajar mengendalikan marah dengan
belajar bicara yang baik. Sampai Jumpa!” Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 3 (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara,
sesekali nada bicara agak tinggi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
(evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah
secara verbal)
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?’
“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”
“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau
latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll.
Bagus nanti dicoba ya bu!”
“ Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”
“ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu yaitu dengan
cara ibadah, ibu setuju? Mau dimana bu? Disini lagi? Baik sampai nanti ya Ibu…
Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 4 (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan
hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan
beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/ berdoa)
2. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus, yang mana yang mau di
coba?”“Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung duduk dan langsung tarik nafas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga,
ambil air wudhu kemudian sholat”.“Ibu bisa melakukan sholat secara teratur untuk
meredakan kemarahan.”
“Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan
caranya?”
3. Fase terminasi
“Bagaiman perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?”“ Jadi
sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan ibu. Mau berapa kali ibu
sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).”
“Coba ibu sebutkan lagi cara ibadah yang dapat ibu lakukan bila ibu sedang
marah”“Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi”
“ 2 jam lagi kita ketemu ya bu,nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa marah,
yaitu dengan patuh minum obat! “
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah ibu, setuju bu?”….Assalamu’alaikum
Pertemuan : Ke 5 (lima)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi
psikofarmaka
4. Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien minum obat
secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita minum obat yang
benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu minum! Bagaiman cara minum
obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh
mana ibu melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat
siang bu, sampai jumpa.”…. Assalamu’alaikum