Anda di halaman 1dari 13

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

NOMOR :
TANGGAL :

BAGIAN KESEMBILAN

PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF


GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa kegiatan telah dilaksanakan pada program GN RHL/Gerhan tahun


2003 yaitu reboisasi, pembuatan hutan rakyat, penanaman turus jalan dan
pembuatan bangunan konservasi tanah. Disamping jenis kegiatan GN
RHL/Gerhan tersebut dirasakan masih terdapat kegiatan rehabilitasi hutan yang
perlu dilaksanakan sebagai kegiatan spesifik yaitu penanaman jenis tanaman
unggulan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan terapan rakitan teknologi
dan sistem silvikultur intensif yang telah tersedia dari berbagai jenis tamaman
dimaksud. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dari
tenaga ahli yang ada pada Perguruan Tinggi dan atau Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan.

Lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif selanjutnya


diharapkan sebagai areal show window, media penyuluhan, serta merupakan
inti pengembangan komoditi tertentu untuk daerah sekitarnya. Pada akhirnya
lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif ini dapat
dimanfaatkan sebagai tempat informasi tentang teknik pembuatan tanaman
dan tempat informasi tentang pengembangan usaha dari jenis/komoditi
spesifik tersebut.

Penanaman jenis/komoditi unggulan yang dapat dikembangkan pada


pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif antara lain tanaman
penghasil gaharu, tanaman obat, eboni, panggal buaya, rotan, bambu dan lain-
lain. Jenis tanaman tersebut selain sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan
lahan juga dikembangkan kearah unit usaha ekonomi masyarakat disekitar
hutan. Oleh sebab itu dalam pemilihan komoditi harus mempertimbangkan
faktor pasar disamping faktor kondisi agroklimat setempat, luas penanaman
pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif harus dalam luasan yang
layak usaha atau harus menguntungkan secara finansial (profitable).

Dalam pembangunan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif


juga dilengkapi dengan pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan
kelompok tani, sehingga dari lokasi tersebut akan berkembang menjadi unit
usaha di bidang kehutanan yang mandiri dan berkelanjutan.

IX-1
B. Tujuan

Tujuan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif adalah:


1. Terbangunnya media dan sarana penyuluhan serta pusat informasi
penanaman dan pengembangan jenis unggulan.
2. Meningkatnya produktivitas kawasan hutan dengan jenis-jenis unggulan
3. Meningkatnya kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi hutan
dan lahan.
4. Tersedianya peluang kerja dan berusaha sehingga meningkatkan
pendapatan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

C. Sasaran

Sasaran pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dalam rangka


Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan adalah terbangunnya unit-unit
pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan kehutanan di
kawasan hutan produksi, hutan lindung, areal penggunaan lain ( APL) dan
hutan/lahan milik.

D. Pengertian

1. Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif adalah kegiatan


pembuatan tanaman kehutanan jenis unggulan dan spesifik yang
menghasilkan komoditas hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu
dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan ;

2. Kelompok tani adalah kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi


yang tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan
kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang mereka kuasai dan
berkepentingan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan
produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya;

3. Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai


pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan persemaian, pemeliharaan,
penebangan, peremajaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian
produksi kayu atau hasil hutan lainnya;

4. Hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan berupa benda-benda hayati
dan naon-hayati berikuit turunannya selain kayu;

5. Pendampingan adalah upaya membantu para pelaksana dan/atau


masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, ketermapilan dan
kelambagaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dengan cara
mendampingkan pihak-pihak yang berkompeten.

IX-2
E. Ruang lingkup

Ruang lingkup petunjuk pelaksanaan pembuatan tanaman dengan sistim


silvikultur intensif meliputi perencanaan, pelaksanaan yang tediri dari
persiapan, penyiapan kelembagaan, pembuatan bibit, penanaman,
pemeliharaan tanaman, serta pembinaan dan pengendalian.

IX-3
BAB II
PERENCANAN

A. Penyusunan Rencana Pengembangan

Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan diharapkan


menjadi inti dari rencana pengembangan komoditi tersebut untuk wilayah
sekitarnya. Oleh sebab itu letak lokasi pembuatan tanaman dengan sistim
silvikultur intensif di dalam wilayah pengembangan tersebut.
Rencana Pengembangan disusun berdasarkan potensi dan kondisi wilayah baik
secara fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga rencana pengembangan
memuat sekurang-kurangnya sebagai berikut:
1. Kondisi umum wilayah pengembangan.
2. Rencana Pengembangan Tanaman Unggulan yang berisi jenis tanaman,
potensi lokasi dan luas.
3. Rencana Pengembangan Usaha meliputi aspek pasca panen, pasar, sarana
dan prasarana usaha.

B. Penyusunan Rancangan

Penyusunan rancangan dilaksanakan berdasarkan pada hasil konsultasi dan


koordinasi dengan pihak terkait, orientasi lapangan, identifikasi fisik dan sosek,
pengukuran dan pemetaan. Rancangan yang dimaksud disini adalah rancangan
yang memuat rencana lokasi, rencana pembuatan tanaman, rencana
pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kebutuhan), dan rencana
pengembangan kelembagaan.
Rencana Pengembangan kelembagaan antara lain rencana pelatihan,
pendampingan, pengembangan usaha.
Rancangan disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS.
Dalam penyusunannya dilakukan secara partisifatif serta mendapat supervisi
dari tenaga ahli dari Perguruan Tinggi/ Balitbanghut/Balai Penelitian Kehutanan
setempat.
Penilaian rancangan oleh Kepala Seksi Program dan Balai Pengelolaan DAS
serta pengesahan rancangan oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS.

C. Tahapan Kegiatan
Tahapan penyusunan rancangan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur
intensif unggulan sebagai berikut:

1. Pemilihan Lokasi
Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur
intensif kegiatan GN RHL/Gerhan harus mempertimbangkan aspek teknis
dan aspek sosial ekonomi sebagai berikut :

IX-4
a. Aspek teknis meliputi :
1) Lokasi penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur
intensif dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi berupa areal
tidak produktif, hutan lindung, areal penggunaan lain (APL),
lahan/hutan milik.
2) Khusus untuk tanaman rotan pada lokasi harus terdapat tanaman
sebagai rambatan, sedangkan untuk jenis tanaman penghasil gaharu
dibutuhkan adanya tanaman sebagai naungan.
3) Merupakan satu hamparan yang kompak dan tidak terpencar.
4) Luas lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif
disesuaikan dengan kelayakan usaha.

b. Aspek sosial ekonomi meliputi :


1) Merupakan daerah yang tingkat pendapatan, pengetahuan dan
keterampilan usahatani masyarakatnya masih rendah
2) Merupakan suatu daerah yang masyarakatnya sudah mengenal
teknik penanaman dan pemanfaatan yang dapat dirasakan serta
mempunyai keinginan untuk mengembangkan usaha rani.
3) Daerah yang mempunyai akses keterjangkauan pasar.

2. Pemilihan Jenis Tanaman Percontohan


a. Pemilihan jenis tanaman percontohan diharapkan dapat diterima secara
sosial oleh masyarakat (social acceptable). Disamping itu harus juga
diperhatikan kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan prospek
pengembangannya dalam luasan yang layak secara ekonomi.
b. Jenis-jenis yang dapat dikembangkan tersebut dapat merupakan tanaman
monokultur atau kombinasi dengan jenis tanaman kehutanan lainnya.

3. Pengembangan Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan petani diarahkan pada pengembangan
kelompok tani dan pengembangan kelembagaan usaha.

4. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dibedakan menjadi dua data yaitu data primer dan
data skunder.
a. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan responden atau
sumber data atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan
diambil datanya.
b. Data sekunder dapat diperoleh melalui pencatatan data resmi (hasil
laporan, penelitian dll.)

Jenis data primer dan data sekunder yang dikumpulkan berupa data biofisik
(data tanah, iklim, kondisi vegetasi, penutupan lahan, topografi lapangan,
penggunaan lahan dan sarana dan prasarana) dan data sosial ekonomi

IX-5
(data kependudukan, mata pencaharian, tingkat pendidikan, ketersedian
benih/bibit, dan kelembagaan masyarakat).

5. Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan baik data primer maupun data skunder
dianalisis untuk menentukan kebutuhan bahan, biaya dan tenaga kerja yang
dihitung berdasarkan standar yang berlaku di daerah untuk setiap jenis
pekerjaan, alternatif jenis perlakuan sesuai dengan kondisi lahan.

6. Pembuatan Buku Rancangan


a. Lokasi pembuatan tanaman, mencakup letak (Kabupaten/Kota) dan
luas pembuatan tanaman (ha).
b. Rincian kegiatan dan biaya untuk ; penyiapan lahan , penyediaan bibit ,
penataan batas, pembuatan lubang dan ajir, penanaman, pemeliharaan
(tahun berjalan dan tahun I dan tahun II, dan seterusnya, pengadan
sarana dan prasarana serta pengembangan kelembagaan).
c. Peta rancangan, memuat : batas lokasi, batas blok, batas penggarapan ,
tata tanaman(pola tanam), , arah larikan dan jarak tanam). Peta situasi
dibuat dengan skala 1: 10.000.
d. Rencana jenis dan jumlah tanaman yang akan ditanam
e. Rincian petani peserta dan luas penggarapan.
f. Rencana pengembangan kelembagaan dan rekayasa sosial/jaringan
kerja bersama masyarakat setempat.
g. Kebutuhan bahan dan tenaga
h. Jadwal Kegiatan

C. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan perencanaan teknis adalah buku Rencana Pengembangan


Tanaman Unggulan dan buku Rancangan Pembuatan tanaman dengan sistim
silvikultur intensif Unggulan yang telah dinilai dan disahkan oleh Kepala Balai
Pengelolaan DAS.

IX-6
BAB III
PELAKSANAAN

A. Persiapan

1. Penyiapan Kelembagaan

Bagi petani / masyarakat yang belum terbentuk kelompok tani, diarahkan


untuk membentuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Penyuluh
Kehutanan Lapangan/ LSM. Kelompok tani diarahkan untuk mampu
melaksanakan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif
antara lain :
a. Mengikuti sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan
b. Menyusun rencana kegiatan bersama-sama Penyuluh Kehutanan
Lapangan dan LSM
c. Meyiapkan lahan untuk lokasi kegiatan pembuatan tanaman dengan
sistim silvikultur intensif
d. Menyelenggarakan pertemuan – pertemuan kelompok tani
e. Menyiapkan administrasi kelompok tani
f. Menyusun perangkat aturan atau kesepakatan internal kelompok tani

2. Penataan Lokasi dan Areal Tanaman

Penataan lokasi untuk areal pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur


intensif, baik yang masih berupa hutan, semak belukar maupun bekas
perladangan berpindah perlu ditata dengan baik sebelum dilakukan
kegiatan penanaman. Sebelum melakukan penataan calon lokasi
penanaman, maka perlu dilakukan survey secara cermat.

Berdasarkan data dan informasi survey tersebut, ditentukan batas-batas


dan letak areal yang akan ditanami, misalnya : calon lokasi penanaman,
bagian yang tidak boleh dibuka, calon as jalan, calon lokasi gubuk kerja.

Penataan areal tanaman dimaksud untuk mengatur tempat dan waktu.


Areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian
kelompok.
Adapun tahapannya adalah :
a. Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk
menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan
perhitungan kebutuhan bibit.
b. Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir tanaman sejajar
dengan garis tinggi (kontur).
c. Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir
d. Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan
untuk masing-masing jenis tanaman.
e. Pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal di lapangan

IX-7
3. Pembersihan Lokasi
Calon lokasi penanaman yang telah ditata perlu dibersihkan. Pembersihan
lokasi dilaksanakan berdasarkan batas –batas yang telah ditentukan pada
saat penataan calon lokasi penanaman. Pembersihan lokasi dilakukan
dengan menyingkirkan berbagai jenis tumbuhan pengganggu untuk
menghindarkan terjadinya kompetisi hara.

4. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Lubang


Tanaman
Pengolahan tanah dilakukan terbatas pada jarak tertentu, yakni sekitar
piringan tanaman saja dan disesuaikan dengan jenis tanaman dan
panjang akar. Pengolahan tanah sebaiknya mulai dilakukan 1 (satu)
minggu sebelum kegiatan penanaman dimulai dan jika memungkinkan
diberi pupuk kandang (kompos/serasah).

5. Pembuatan Gubuk Kerja


Lokasi gubuk kerja diusahakan di tengah-tengah lokasi penanaman dan
ditepi jalan. Luas gubuk kerja dapat disesuaikan dengan luas areal
penanaman.

B. Pembibitan

Bibit yang dibutuhkan untuk pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur


intensif unngulan dipenuhi melalui pembuatan persemaian, dengan prosedur
sebagai berikut:

1. Pengadaan benih dan pembuatan persemaian

a. Pengadaan biji / benih


Biji/benih yang digunakan adalah biji/benih yang berkualitas baik dan
diketahui asal usulnya sesuai dengan jenis tanaman percontohan yang
direncanakan. Berdasarkan asalnya, bibit/benih dibedakan menjadi dua,
yaitu bibit yang berasal biji dan yang berasal perbanyak vegetatif.

b. Pembutanan persemaian
Lokasi persemaian harus datar, dekat dengan sumber air, subur,
gembur, dekat dengan lokasi penanaman.
Pembuatan persemaian dimulai dari kegiatan pembersihan lapangan,
yaitu pembabatan rumput, alang-alang dan semak. Pohon yang besar
sebaiknya tidak ditebang jika tidak terlalu mengganggu karena dapat
digunakan untuk pelindung atau peneduh. Bedengan harus dibuat
memanjang arah utara selatan. Diantara bedengan harus disisakan
tanah untuk membuat jalan dan solokan dengan ukuran dan lebar 50 -
100 cm.

2. Penaburan biji
Penaburan biji di bedengan atau persemaian dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :

IX-8
a. Biji-biji ditabur secara merata pada permukaan bedengan.
b. Biji-biji ditabur dalam larikan.
c. Biji-biji ditabur langsung pada kantong plastik (polybag) yang sudah
diisi tanah.

3. Penyapihan bibit
Penyaoihan dilakukan dengan memindahkan bibit dari bedengan
penaburan ke dalam pot tunggal atau kantong plastik (polybag) atau pot
ganda (pot tray) yang sebelumnya telah disi dengan media tanah atau
gambut.

4. Pemeliharaan bibit
Pekerjaan pemeliharaan bibit dipersemaian yaitu : penyiraman,
pemupukan, pembersihan gulma, penyulaman, pemberantasan hama dan
penyakit.

C. Penanaman

1. Pemindahan Bibit

Keadaan bibit saat sudah siap ditanam di lapangan sangat bervariasi.


Sebagai pedoman, bibit siap untuk dipindahkan atau ditanam dilapangan
adalah bibit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Bibit tumbuh normal
b. Batang lurus dan daun subur yang berwarna hijau
c. Bibit tidak terserang oleh hama dan penyakit

Setelah ditentukan oleh jumlah bibit yang dapat ditanam, bibit tersebut
disiapkan untuk diangkut ke lapangan. Bibit yang akan diangkut dimasukkan
dalam keranjang atau kotak yang dibuat secara khusus. Pada saat
memasukan bibit ke dalam kotak atau keranjang, batang dan pucuk bibit
tidak boleh berhimpitan karena dapat menyebabkan kerusakan.
Pengangkutan bibit dari lokasi persemaian ke lapangan dianjurkan pada
pagi hari atau sore.

2. Sistem Penanaman

Penanaman dilakukan dengan dua cara yakni penanaman sistem


cemplongan dan sistem jalur.
Penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Sistem Penanaman Murni

IX-9
Sistem penanaman murni adalah pembuatan tanaman dengan sistim
silvikultur intensif yang dilaksanakan dengan jenis tanaman kayu-
kayuan.

b. Sistem Penanaman Campuran

Sistem penanaman campuran adalah pembuatan tanaman dengan sistim


silvikultur intensif yang dilaksanakan dengan jenis tanaman kayu-kayuan
minimal 70 % dan tanaman MPTS maksimal 30 %.

3. Teknik Penanaman

Penanaman bibit yang berasal dari persemaian biji dan yang bersal dari
anakan tidak berbeda. Lubang tanam dibuat disesuaikan dengan jenis
tanaman percontohan dan pajang akar.
Pengaturan jarak tanam dan jumlah bibit yang ditanam untuk setiap lubang
tanam disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Khusus untuk
tanaman rotan harus disediakan pohon panjatnya, sedangkan tanaman
penghasil gaharu terdapat pohon sebagai naungan.

D. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan pemeliharaan tahun berjalan, tahun


ke-1 dan pemeliharaan tahun ke-2 dengan rincian sebagai berikut:
1. Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar 1-2
bulan setelah kegiatan penanaman selesai.
2. Pemeliharaan tahun pertama dilakukan pada
tanaman yang telah berumur 1 tahun dan dilaksanakan pada musim hujan.
3. Pemeliharaan tahun ke dua dilakukan pada
tanaman yang berumur 2 tahun dilaksanakan pada awal musim hujan.
Adapun jenis kegiatan pemeliharaan adalah:
1. Penyiangan dan Penyulaman
Penyiangan dilakukan dengan cara pembersihan rumput-rumputan, tumbuhan
bawah dan pemangkasan terhadap tajuk-tajuk pohon yang terlalu lebat dan
mengganggu masuknya sinar matahari. Penyiangan areal tanam dilakukan
secara rutin setiap 3 bulan sekali.
Penyulaman dilakukan apabila tanaman percontohan tumbuh tidak normal,
tidak tumbuh atau mati setelah ditanam. Bibit yang tumbuh tidak normal atau
mati tersebut harus diganti dengan bibit yang baru agar jumlah tanaman
yang ditanam tidak berkurang dan dapat tumbuh secara seragam.

2. Pemupukan

IX-10
Pemupukan tanaman dapat juga dilakukan terutama diareal yang kurang
subur. Pupuk yang dapat digunakan untuk pemupukan adalah pupuk
kandang atau pupuk buatan seperti NPK, KCL dan Fosfat.

3. Pengendalian Hama dan Penyakit


Manajemen hama dan penyakit perlu dilakukan terutama jenis-jenis tanaman
yang ditanam secara monokultur. Kegiatan yang bisa dilakukan dengan
menggunakan insektisida, herbisida, predator dan peralatan lainnya.

4. Pengamanan Terhadap Kebakaran


Kebakaran hutan adalah bahaya yang paling ditakuti oleh petani. Bahaya
kebakaran umumnya terjadi pada mujsim kemarau. Untuk mencegah bahaya
kebakaran perlu diciptakan sistem pengamanan oleh kelompok tani dan
untuk mencegah menjalarnya api lebih luas lagi, maka di sekeliling areal
pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dibuat sekat bakar.

B. Organisasi Pelaksana

1. Penyelenggaraan pembuatan tanaman percontohan dalam rangka GN


RHL/Gerhan adalah Balai Pengelolaan DAS.
2. Dalam pelaksanaannya Balai Pengelolaan DAS bekerjasama dengan
Perguruan Tinggi/Badan Litbanghut / Balai Penelitian Kehutanan setempat.
3. Pelaksana pembuatan tanam, pemeliharaan dan perlindungan tanaman
adalah kelompok tani masyarakat setempat.
4. Pendamping kelembagaan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat
5. Pendamping teknis lapangan adalah penyuluh kehutanan lapangan.

C. Hasil Kegiatan

Terdapatnya suatu unit tanaman percontohan yang sehat pada suatu luasan
tertentu sesuai dengan rancangan teknis yang telah ditetapkan dan dikelola oleh
kelembagaan kelompok tani.

D. Pengeloaan Tanaman

Hasil pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif berupa unit-unit


tanaman dengan luasan tertentu yang dikelola oleh suatu kelembagaan
kelompok tani untuk selanjutnya pada waktunya (setelah 3 tahun) diserah
terimakan pembinaannya kepada Dinas Teknis yang menangani kehutanan di
kabupaten yang bersangkutan.

IX-11
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

A. Pembinaan

Jenis kegiatan pembinaan terdiri dari pembinaan teknis pembuatan tanaman


percontohan dan pembinaan sosial kemasyarakatan kelompok tani peserta
serta pembinaan kelembagaan.
Pembinaan teknis dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal RLPS, Dinas Propinsi
dan Dinas Kabupaten yang menangani kehutanan secara rutin dan berkala.
Pembinaan teknis lapangan dilaksanakan oleh serta penyuluh kehutanan
lapangan secara rutin sesuai dengan kebutuhan.
Sedangkan pembinaan sosial kemasyarakatan oleh Kepala Desa, Camat dan
Bupati serta pembinaan kelembagaan oleh pendamping dan instansi terkait
lainnya.

B. Pengendalian

Kegiatan pengendalian dilakukan melalui pemantauan/monitoring, penilaian


dan dituangkan dalam bentuk pelaporan yaitu laporan bulanan, semesteran
dan tahunan.

Mekanisme pelaporan dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Pelaporan Gerakan


Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

IX-12
BAB V
PENUTUP

Petunjuk pelaksanaan ini merupakan arahan yang harus diacu dalam


penyelenggaraan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unngulan
pada kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan)
yang memuat antara lain perencanaan, pelaksanaan penanaman, pemeliharaan,
pengembangan kelembagaan, pengelolaan, pembinaan dan pengendalian.

Diharapkan petunjuk pelaksanaan ini dapat dipedomani dengan sebaik-baiknya oleh


semua pihak yang terkait guna kelancaran dan keberhasilan penyelengaraan
pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif.

MENTERI KEHUTANAN

MUHAMMAD PRAKOSA

IX-13

Anda mungkin juga menyukai