Anda di halaman 1dari 97

PENGARUH TEKHNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP

PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PRE


MENSTRUASI SYNDROME (PMS) PADA SISWI
DI PESANTREN AR-RISALAH
LUBUKLINGGAU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

DISUSUN OLEH:
MUTHMAINNAH
NIM : 2192614072P

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


BHAKTI HUSADA BENGKULU JALAN
KINIBALU 8 KEBUN TEBENG
TAHUN 2021
PENGARUH TEKHNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PRE
MENSTRUASI SINDROM (PMS) PADA SISWI DI
PESANTREN AR-RISALAH
LUBUKLINGGAU

Muthmainnah
Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (STIKes) Bhakti Husada Bengkulu
x + 67 halaman, 7 tabel, 8 lampiran

ABSTRAK

Tujuan dari penelitan ini untuk mengetahui pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tingkat kecemasan menghadapi pre menstruasi sindrome pada
siswi pesantren Ar-Risalah lubuklinggau. Siswi yang mengalami pre menstruasi
sindrome biasanya akan menimbulkan gejala salah satunya kecemasan. Kecemasan
yang di alami akan mengganggu siswi dalam melakukan aktivitas sehari hari. Untuk
itu dalam mengalami kecemasan di butuhkan suatu cara salah satunya menggunakan
tekhnik relaksasi otot progresif.
Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimen pra dan post test design. Adapun
sample pada penelitian ini adalah siswi yang mengalami kecemasan pre mesntruasi
sindrome sebanyak 23 responden yang di ambil dengan menggunakan metode
pourposive sampling yang menggunakan uji t Paired T-test alat yang di gunakan
adalah lembar observasi skala HARS.
Dari hasil penelitian di dapatkan, tingkat kecemasan ringan sebelum di lakukan
tekhnik relaksasi otot progresif yaitu 52,2%, sesudah di lakukannya tekhnik relaksai
otot progresif menjadi tingkat kecemasan yaitu tidak ada kecemasan senilai 78,3%
dan terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian tekhnik relaksasi otot
progresif dengan penurunan tingkat kecemasan dengan nilai (p = 0,001).
Kesimpulannya pada penelitian ini adalah ada pengaruh tekhnik relaksasi otot
progresif terhadap penurunan tingkat kecemasan siswi di pesantren Ar-Risalah
lubuklinggau. Kepada pihak kesehatan pesantren, diharapkan bahan ini sebagai
masukan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada siswi yang mengalami pre
menstruasi sindrom dan dapat di jadikan tekhnik relaksasi ini sebagai intervensi non
farmakologis untuk mengatasi kecemasan di pesantren Ar-Risalah
Kata kunci : Tekhnik reklaksasi otot progresif, Tingkat kecemasan, Pre
menstruasi sindrom

i
EFFECT OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TECHNIQUES ON
CHANGES IN PRE-PRE ANXIETY LEVELS MENSTRUAL SYNDROME
(PMS) IN SCHOOLGIRLS IN PESANTREN AR-RISALAH
LUBUKLINGGAU

Muthmainnah
High School Nursing Study Program
Health Sciences (STIKes) Bhakti Husada Bengkulu
x + 67 pages, 7 tables, 8 attachments

ABSTRACT

The purpose of this study is to find out the effect of progressive muscle relaxation
techniques on decreasing anxiety levels facing pre menstruation syndrome in students
of pesantren Ar-Risalah lubuklinggau. Students who experience pre menstruation
syndrome will usually cause symptoms such as anxiety. Anxiety in the experience
will interfere with students in doing daily activities. For that in experiencing anxiety
in need of a way one of them uses progressive muscle relaxation techniques.
This study uses pre-experimental pre-experimental design and post test design. The
sample in this study was student who experience pre menstruasi syndrom anxiety as
many as 23 respondents who ware taken using purposive sampling method using t
paired T-test tool used is HARS scale observation sheet.
From the results of the study obtained, the level of mild anxiety before the technique
of progressive muscle relaxation is 52.2%, after the technique of progressive muscle
relaxants into the level of anxiety that is no anxiety worth 78.3% and there is a
significant influence between the administration of progressive muscle relaxation
techniques with a decrease in anxiety levels with a value (p = 0.001). The conclusion
in this study is that there is a thekhnik effect of progressive muscle relaxation on the
decrease in the level of anxiety of students in pesantren Ar-Risalah lubuklinggau. To
the health pesantren, it is expected that this material as an input to lower the level of
anxiety in students who have pre-menstrual syndrome and can be used as a non-
pharmacological intervention to overcome anxiety in pesantren Ar-Risalah

Keywords : Progressive muscle reclaksation technique, Anxiety level, Pre


menstruation syndrome

ii
iii
PERNYATAAN PENGESAHAN

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA BENGKULU

Bengkulu, 5 Maret 2021

Komisi Pembimbing

Ketua Sekretaris

(Ns. Yenni Fusfitasari, S.Kep, M.TPd) (Novega, SKM,MMR)


NIDN: 0230108701 NIDN: 0210119001

Penguji I Penguji II

(Ns. Dita Amita, S.Kep., M.Kep) (Susi Eryani, SH.,M.H)


NIDN: 0223039003 NIDN: 0213127201

Mengetahui,

Ketua Stikes Bhakti Husada Ketua Prodi ilmu keperawatan

(H. Rusiandy,SKM.,Ms) (Ns.Shinta, S.Kep.,M.Kep)


NUPN: 9990051313 NIDN: 0219018801

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas kasih

dan rahmat yang diberikan sehingga penyusunan Skripsi ini yang berjudul “Pengaruh

Tekhnik Otot Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan Menghadapi Pre

Menstruasi Syndrome (PMS) Pada Siswi Di Pesantren Ar-risalah” ini dapat selesai

tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan mengucapkan banyak terima

kasih kepada kedua orang tua, sahabat, teman-teman dan pembimbing saya atas

bimbingan, saran, dan kritik yang tiada henti-hentinya dalam penyusunan Skripsi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis disampaikan kepada:

1. Ibu Dr.M. Hj. Nurhasanah, SKM.,M.kes, selaku Ketua Yayasan Persada Raflesia

Bengkulu.

2. Bapak H. Rusiandy,SKM.,MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

(STIKes) Bhakti Husada Bengkulu.

3. Ibu Ns. Shinta, S.Kep.,M.TPd, selaku Ketua Program Studi Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Bhakti Husada Bengkulu.

4. Ibu Ns. Yenni Fusfitasari, S.Kep.,M.TPd selaku pembimbing I yang banyak

memberikan bimbingan, arahan dan masukan dalam pembuatan proposal ini.

5. Ibu Novega,SKM.,MMR selaku pembimbing II yang banyak memberikan

bimbingan, arahan dan masukan dalam pembuatan proposal ini.

6. Seluruh dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Bengkulu.

v
7. Ibu Mariska Kurnia Putri,M.Pd Selaku Kepala SMA pesantren modern Ar-

Risalah telah memberi saya izin untuk melakukan penelitian di Pesantren Ar-

Risalah Lubuklinggau.

8. Kedua orangtua dan keluargaku yang telah memberi banyak dukungan, motivasi,

dan perhatian dan bantuan dengan berbagai bentuk baik materi maupun non

materi dalam pembuatan proposal ini

9. Teman seperjuangan STIKes Bhakti Husada

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan, baik dari isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna perbaikan dan

peningkatan kualitas di masa yang akan datang.

Atas segala bantuan yang diberikan, penulis mengucapkan terima ksaih

semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat-Nya yang berlimpah kepada kita

semua. Akhir kata Proposal ini dapat berguna bagi kita semua.

Bengkulu, Maret 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMANA JUDUL .................................................................................... i

ABSTRAK ....................................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

BAB I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

C. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 4

D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5

F. Keaslian Penelitian .......................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tekhnik Relaksasi Otot Progresif .................................................... 8

1. Pengertian Relaksasi Otot Progresif ......................................... 8

2. Tujuan Relaksasi Otot Progresif ............................................... 9

3. Manfaat Relaksasi Otot Progrsif ............................................... 9

4. Prinsif Kerja Relaksasi Otot Progresif ...................................... 9

5. Prosedur Penerapan Relaksasi Otot Progresif........................... 10

vii
B. Kecemasan ..................................................................................... 12

1. Pengertian Kecemasan ............................................................... 12

2. Rentang Respon Kecemasan ..................................................... 13

3. Efek/Dampak Kecemasan.......................................................... 15

4. Klasifikasi Kecemasan/Ansietas ................................................ 16

5. Penatalaksanaan Kecemasan/Ansietas ....................................... 17

C. Remaja ............................................................................................ 19

1. Pengertian Remaja .................................................................... 19

2. Tahap Tumbuh Kembang Remaja .............................................. 19

3. Perubahan Fisik Pada Remaja ..................................................... 21

4. Perkembangan Psikologis pada Remaja...................................... 21

D. Pre Menstruasi Sindrome (PMS) ................................................... 23

1. Pengertian Pre Menstruasi Syndrome ....................................... 24

2. Penyebab pre menstruasi sindrom ............................................ 24

3. Manifestasi klinis Pre Menstruasi Sindrome ............................. 26

4. Tipe tipe Pre menstruasi sindrome ............................................ 26

5. Terapi Pre Mesntruasi Sindrom ................................................. 29

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat kecemasan

menghadapi PMS ....................................................................... 31

E. Kerangka Konsep ............................................................................ 32

F. Hipotesis ......................................................................................... 32

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ......................................................................... 33

viii
B. Definisi Operasional ..................................................................... 33

C. Waktu Dan Tempat Penelitian ...................................................... 34

D. Populasi dan sample....................................................................... 35

E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 37

F. Pengumpulan dan Pengolahan Data .............................................. 37

G. Analisa Data ................................................................................. 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Dan Pembahasan .................................................................. 50

1. Analisa Univariat ...................................................................... 50

2. Analisa Bivariat ......................................................................... 51

B. Pembahasan ................................................................................... 52

1. Analisa Univariat ...................................................................... 52

2. Analisa Bivariat ......................................................................... 59

3. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 62

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN .............................................................................. 63

B. SARAN .......................................................................................... 63

1. Bagi Tempat Penelitian ............................................................. 64

2. Bagi Institusi Penelitian ............................................................ 64

3. Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.2 Definisi Operasional ....................................................................... 42

Tabel 3.1 Desain penelitian .............................................................................. 40

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi kecemasan sebelum di lakukan tekhnik relaksasi

otot rogresif .................................................................................... 50

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi kecemasan sesudah di lakukan tekhnik relaksasi

otot progresif ................................................................................... 51

Tabel 4.3 Pengaruh Tekhnik Relaksasi Otot Progresif terhadap penurunan

kecemasan pada siswi di pesantren Ar-Risalah Lubuklinggau ....... 52

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 HARS Hamilton Anxiety Rating Scale

Lampiran 2 SOP Relaksasi Otot Progresif

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Kesbangpol

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Lubuklinggau

Lampiran 8 Surat Izin Penelitian Pesantren Ar-Risalah lubuklinggau

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(WHO, 2015) rentang kelompok usia remaja umumnya 10-19 tahun

adapun menurut surfei penduduk 2010 Jumlah kelompok usia 10-19 tahun

sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari penduduk dunia saat ini. Sebanyak 90%

wanita pada usia reproduktif mengalami gejala PMS. Wanita usis dekade empat

paling sering mengalami pre menstruasi sindrom (Moreno, 2012) Pada usia

Produktif umumnya menginjak usia 15-44 tahun tetapi baru dikatakan usia

wanita dewasa adalah 20-59 tahun (WHO,2013)

Angka kejadian PMS cukup tinggi, yaitu hampir 75% wanita usia subur

diseluruh dunia mengalami PMS. Pada wanita indonesia yang mengalami gejala

premenstrual syndrome cukup tinggi yaitu 80-90% dan kadang- kadang gejala

tersebut sangat berat dan mengganggu kegiatan sehari-hari (Pudiastutik, 2012).

Premenstrual syndrome mengalami berbagai gejala fisik, psikologis, dan

emosi yang terkait dengan perubahan hormonal yang terjadi karena

ketidakseimbangan hormon esterogen dan progesteron, dimana hormon

esterogen dalam siklus menstruasi terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon

progesteronnya (Saryono dan Sejati, 2011). Perempuan yang terkena sindrom

menstruasi yang sedang sampai yang ringan masih bisa di atasi dengan tekhnik

relaksasi otot progresif atau dengan relaksasi yang lainnya tidak perlu

menggunakan obat obatan untuk menghilangkan gejala namun pada perempuan

yang mengalami pre menstruasi dengan intensitas berat, hal ini menjadi masalah

1
yang sangat bererti sebanyak 14,7% perempuan tidak bisa menghadiri kelas dan

12,8% bisa menghadiri kelas tanpa minum obat tetapi tidak berpartisipasi dalam

kegiatan di luar ruangan (Beevi et al. 2017)

Kecemasan adalah berupa rasa kekhawatiran atau rasa takut yang tidak

dapat dihindari dari hal- hal yang berbahaya dan dapat menimbulkan gejala atau

respon tubuh (Manurung, 2016). Kecemasan pada saat PMS dapat berdampak

fisiologis, kognitif maupun afektif. Kecemasan pada remaja yang mengalami

PMS memerlukan penanganan, bahkan beebrapa wanita mengalami depresi

ringan sampai sedang sebelum mentruasi (Sarwono&Sejari 2012) Premenstrual

syndrome dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga harus beristirahat dari

sekolah atau kantornya selama berjam-jam atau beberapa hari (Sukarni dan

Wahyu, 2013).

Angka kejadian kecemasan akibat dari premenstrual syndrome cukup

tinggi yaitu sekitar 20% di populasi umum dan 48% wanita usia subur yang

mengalami kecemasan akibat premenstrual syndrome (Lestari, 2015).

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dian Anisia Widianingrum dan

Dwi Intan Permata Sari (2018) di dapatkan remaja putri yang mengalami

kecemasaan saat premenstrual syndrome, kecemasan sedang yaitu 60,0%,

kecemasan ringan 53,3%. Sementara menurut penelitian Laili dan dewi (2014)

dinyatakan bahwa 71 responden (60,6%) pada remaja putri mengalami tingkat

kecemasan sedang saat menghadapi premenstrual syndrome. Apabila

premenstrual syndromenya semakin berat, maka semakin ringan tingkat

kecemasannya, jika premenstrual syndromenya semakin berat maka sebaliknya.

2
Proverawati dan Misaroh, 2011 mengungkapkan salah satu cara

nonfarmakologi yang bisa menurunkan kecemasan menghadapi premenstrual

syndrome yaitu dengan teknik relaksasi salah satunya adalah teknik relaksasi

otot progresif. Relaksasi otot atau relaksasi progresif merupakan suatu metode

yang terdiri peregangan dan relaksasi sekelompok otot, serta memfokuskan pada

perasaan rileks. Manfaat melakukan relaksasi otot progresif untuk menurunkan

ketegangan otot, mengurangi tingkat kecemasan. Dengan begitu orang yang

setelah melakukan relaksasi otot ini dapat meningkatkan rasa kebugaran dan

konsentrasi, membangun emosi positif dan emosi negatif, dan menurunkan

ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung. Terapi relaksasi ini tidak

memiliki efek samping dan mudah dalam melakukannya (Solehati dan Kosasih,

2015).

Pencegahan untuk berbagai gejala yang kerap muncul pada pre menstruasi

sindrom dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : mengurangi stress

dan kecemasan dengan relaksasi otot progresif dan pengaturan pola makan

dengan mengurangi konsumsi garam serta mengkonsumsi makanan yang

mengandung vitamin B dan E serta berolahraga (Kartal&Akyuz, 2018)

Pesantren Ar-Risalah kota lubuklinggau merupakan pesantren yang

memiliki jumlah siswi sebanyak 412 orang diantaranya terdiri siswi SMA

sebanyak 162 orang sedangkan siswi SMP memiliki 250 orang peneliti

mengambil sample pada kelas 2 SMA karena menurut petugas dari bagian

kesehatan klinik pesantren Ar-Risalah jumlah kasus yang mengalami PMS

banyak di alami siswi SMA kelas 2 sedangkan SMP lebih sedikit.

3
Jumlah siswi kelas 2 sma keseluruhan sebanyak 45 orang dan jumlah siswi

yang mengalami PMS pada bulan desember 2018 sebanyak 25 orang sedangkan

di 2019 jumlah siswi ada 43 orang yang mengalami PMS pada bulan desember

sebanyak 27 orang Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada

bulan oktober 2020 oleh peneliti bahwa di pesantren Ar Risalah jumlah siswi 50

orang dan terdapat 30 orang santri kelas 2 sma yang mengalami pre menstruasi

syndrome, kasus Pre menstrusi sindrom cenderung meningkat pada bulan

oktober 2020 dan setelah di adakan pembagian kuesioner HARS ke 30 orang

siswi yang mengalami PMS dari 30 orang tersebut diantaranya 20 orang

mengalami kecemasan ringan dan 10 orang mengalami cememasan sedang.

setelah dilakukan wawancara di dapatkan keluhan fisik berupa payudara

nyeri, pusing nafsu makan bertambah, tumbuh jerawat, pegal-pegal pada bagian

paha dan pinggang dan merasa keram di perut. Adapun gejala pisikologis lain

yang menyertai seperti mudah marah, mudah sedih, kurang bersemangat, lemah

lesu, badmood, mudah tersingguang, kurang daya konsentrasi, gelisah dan tegang

dan cemas. Alasan saya mengangkat judul ini mengetahui sebagian siswi

mengeluh cemas, takut,gelisah dan badmood serta bisa mengganggu aktivitas di

sekolah belajar sebagian dari mereka mengatasi hal tersebut dengan membiarkan

saja gejala tersebut hilang begitu saja dan ada juga yang menghilangkannya

dengan beristirahat sementara cara penanganan kecemasan dengan menggunakan

tekhnik relaksasi otot progresif tidak pernah di lakukan.

Sehubungan dengan uraian di atas maka penulis tertarik mengadakan

penelitian mengenai” Pengaruh Tekhnik Relaksasi Otot Progresif Terhadap

4
Perubahan Penurunan Tingkat Kecemasan Menghadapi Pre Menstruasi Sindrom

(PMS) pada siswi SMA di Pesantren Ar Risalah Lubuklinggau”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas maka dapat di

rumuskan masalah “ Masih tingginya kasus kecemasan pre menstruasi sindrom

pada siswi di pesantren Ar-risalah lubuklinggau”

C. Pertanyaan Penelitian

“Apakah ada Pengaruh Tekhnik Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Perubahan Penurunan Tingkat Kecemasan Menghadapi Pre Menstruasi Sindrom

(PMS) pada siswi di Pesantren Ar Risalah Lubuklinggau ?”

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh tekhnik otot progresif terhadap perubahan tingkat

kecemasan menghadapi pre menstruasi syndrom pada siswi sma di pesantren

Ar-Risalah lubuklinggau.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya nilai rata-rata kecemasan menghadapi premenstruasi

sindrom (PMS) sebelum di lakukan tekhnik progresif pada siswi di

pesantren Ar-Risalah Lubuklinggau.

b. Diketahuinya nilai rata-rata kecemasan menghadapi premenstruasi

sindrom (PMS) sesudah di lakukan tekhnik progresif pada siswi di

pesantren Ar-Risalah Lubuklinggau.

5
c. Diketahuinya pengaruh pengaruh perubahan tingkat kecemasan

menghadapi pre menstruasi menstruasi (PMS) sesudah dilakukan teknik

otot progresif pada siswi di pesantren Ar-Risalah.

d. Diketahuinya perbedaan pengaruh penurubahan tingkat kecemasan

menghadapi pre menstruasi menstruasi (PMS) sebelum dan sesudah

dilakukan teknik otot progresif pada siswi di Pesantren Ar-Risalah.

E. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian dapat di jadikan sebagai bahan masukan dan khasanah

pengetahuan bagi mahasiswa institusi pendidikan mengenai pengaruh tekhnik

otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan dan bisa di jadikan

bahan referensi di perpustakaan dan dapat di jadikan sebagai data dasar

sebagai penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu kesehatan khususnya

di bidang kesehatan remaja bagi siswi sendiri di harapkan bisa melakukannya

sendri dengan benar sehingga bisa mengatasi timbulnya gejala pre menstruasi

syndrom mandiri dan angka ketidak hadiran masuk sekolah akibat pre

mendtruasi syndrom dapat berkurang.

F. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan saya belum ada yang meneliti tentang “pengaruh tekhnik

otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan pada siswi sma pesantren

modern ar risalah lubuklinggau” adapun yang terkait adalah:

6
1. “Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat nyeri pada

remaja pondok pesantren batang kabung kota padang”

Peneliti: Fitriani program studi sarjana keperawatan fakultas ilmu

keperawatamn prodi keperawatan perintis padang 2018.

Deskripsi hasil penelitian data yang di dapat menggunakan pengumpulan data

berupa instrumen wawancara kepada seluruh santri dan bentuk skor tingkat

nyeri dan variabel pemaparan tersebut meliputi variabel tingkat nyeri yang

mencakup reaksi raut wajah dan mengetahui nilai x dan y.

Perbedaan penelitian ini adalah subjek penelitian ialah penurunan tingkat

nyeri sedangkan yang saya teleti ialah tentang penurunan kecemasan yang di

alami oleh siswi.

2. “Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap pre menstruasi pada remaja putri

pondok pesantren fathul huda”

Peneliti : Rohmawati dan Roro Setyawati prodi bimbingan dan konseling

fakultas ilmu keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Sultan Agung

Tirtayasa 2017.

Responden penelitian ini adalah remaja putri dengan jumlah 15 orang untuk

kelompok eksperimen dan 15 orang untuk kelompok kontrol dari pondok

pesantren fathul huda Deskripsi hasil penelitian metode pengumpulan data

didapatkan menggunakan pengumpulan data dengan menggunakan Skala,

observasi, wawancara dan pengisian lembar observasi metode penelitian

mengguanakan rancangan randomised control group pre test dan post test

7
untuk mengukur PMS Skala PMS di susun dalam 4 aspek yaitu kognitif,

afektif, psikomotor dan afektif.

Perbedaan penelitian ini hanya meneliti pengaruh relaksasi otot progresif

terhadap PMS sedangkan penelitian saya meneliti pengaruh relaksasi otot

progresif untuk penurunan kecemasan.

3. “Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap stress remaja putri saat Pre

menstruasi sindrom

Peneliti : Siska Bela Damayanti Program Studi Keperawatan Program Sarjana

Ilmu Keperawatan Kusuma Husada Surakarta 2020

Deskripsi hasil penelitian data di dapatkan menggunakan rancangan quasi

eksperimen dangn pre and post test nonequivelent control group tekhnik

sample menggunakan non probility dengan metode total sampling dengan

jumalah sample 30 responden instrumen pengumpulan data berupa kuesioner

DASS 42 dan lembar observasi.

Perbedaan penelitian metode pengumpulan yang di pakai ialah memakai

koesioner HARS dan metode penelitian menggunakan pre eksperimen tekhnik

sampling menggunakan purposive sampling.

4. “pengaruh terapi tekhnik otot progresif untuk menurunkan kecemasan pada

siswi dalam menghadapi manarce”

Peneliti : Jumritin Suroso dan Tatik Meyutariningsih fakultas pisikologi

Universitas 17 agustus 1945 surabaya 2018

Deskripsi hasil penelitian data di dapatkan metode penelitian jenis quasi

ekperiment dengan desain one group post test desaign variabel dalam

8
penelitian ini adalah variabel x dan y dan metode pengumpulan data

menggunakan skala likert.

Perbedan penelitian di metode pengumpulan datamenggunakan skala likert

dan objek di teliti ialah siswi yang mengalami manarce sedangkan dalam

penelitian saya metode pengumpulan data menggunakan skala HARS dan

objek yang di teliti siswi yang mengalami PMS.

5. “Pengaruh sindrom pre menstruasi terhadap kecemasan mahasiswi”

Peneliti : Irma Funirina dan Susyadi Fakultas ilmu Kedokteran Yogyakarta

2016.

Deskripsi penelitian ini bersifat obsevasional analitik dengan metode

pendekatan cross sectional yang bersifat untuk mencari pengaruh antar

variabel dan instrumen penelitian untuk mengukur skor kecemasan

menggunakan kuesioner TMAS sedangkan (Taylor Manifest Anxiety Scale)

dan data skor menstruasi sindrom menggunakan kuesioner SPAF (Shortened

Premenstrual Assasement Form) data di peroleh dari analisis uji korelatif.

Perbedaan penelitian skor kecemasan menggunakan TMAS sedangkan

penelelitian saya menggunakan skor HARS.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teknik Relaksasi Otor Progresif

1. PengertiaRelaksasi Otot Progresif

Relaksi progresif ialah suatu pemutusan perhatian pada suatu aktivitas

otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan

ketegangan dengan melakukan teknik relaksai, untuk mendapat perasaan

relaksasi (Townsend,2011). Relaksasi progresif adalah kolaborasi antara

tehnik latihan pernapasan yang terkontrol dengan hubungan kontraksi serta

relaksasi otot (P. A. Potter & Perry,2011). Relaksasi progresif merupakan

suatu teknik relaksasi perenggangan otot dalam yang memerlukan imajinasi

dan sugesti (Davis.2012).

2. Tujuan Relaksasi progresif

Menurut (Setyoadi, 2011) bahwa tujuan dari relaksasi progresif adalah :

a. Menurunkan ketegangan otot,kecemasan,nyeri leher dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung,dan laju metabolik

b. Mengurangi distritmia jantung,kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan

tidak memfokus perhatian seperti relaks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres

f. Membangun emosi dari emosi negatif

g. Memperbaiki gangguan insomnia

10
3. Manfaaat relaksasi progresif

Adapun Manfaat relaksi progresif ialah suatu tehknik yang memberikan

dampak yang sangat baik dalam program terapi terhadap ketegangan otot,

menurunkan ansietas, memfasilitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan,

kram otot, nyeri pada leher dan punggung, menurunkan tekanan darah tinggi,

fobia ringan serta meningkatkan konsentrasi. Target yang tepat dan jelas

dalam memberikan relaksi progresif pada keadaan yang memiliki respon

ketegangan otot yang cukup tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga dapat

mengganggu kegiatan sehari-hari (Davis, 2012).

4. Prinsip kerja relaksasi otot progresif

Berdasarkan pendapat menurut (McGuidan & Lahrer 2013), dalam

melakukan tekhnik relaksasi otot progresif hal yang paling penting dikenali

adalah ketegangan otot, ketika otot berkontraksi (tegang) maka rangsangan

akan disampaikan ke otak melalui jalur saraf efferent. Tenson merupakan

kontraksi dari serat otot rangka yang menghasilkan sensasi tegangan. Relaksi

adalah pemanjangan dari serat otot tersebut yang dapat menghilangkan

sensasi ketegangan. Setelah memahami dalam mengidentifikasi sensasi

tegang, kemudian dilanjutkan dengan merasakan relaks, ini merupakan sebuah

prosedur umum untuk mengidentifikasi lokalisasi, relaksasi dan merasakan

perbedaan antara keadaan tegang (tension) dan relaksasi yang akan diterapkan

pada semua kelompok utama.

Intervensi yang di lakukan langsung ke pasien sebanyak 1 kali sehari

selama 20 menit selama 3 hari berturut turut.

11
5. Indikasi terapi relaksasi otot progresif

Menurut setyoadi dan kusharyadi (2011,hal 108) bahwa indikasi dari terapi

relaksasi otot progresif yaitu:

a) Klien yang mengalami insomnia

b) Klien yang sering stress

c) Klien yang mengalami kecemasan

d) Klien yang mengalami depresi

6. Prosedur terapi relaksasi otot progresif

Cara terbaik untuk melakukan Relaksasi Otot Progresif adlah dengan

mengencangkan dan merelaksasikan setiap kelompok otot di dalam tubuh,

secara bergantian. Fase keterangan sangat singkat, hanya sekitar 5-10 detik.

Jika di bandingkan hasil relaksasi ternyata berlangsung lebih lama sekitar 45

detik dan di lakukan selama 20 menit setiap harinya selama 3 hari berturut

turut, Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relasai, untuk mendapat

perasaan relaksasi (Townsend, 2011).

a. Tujuan terapi: Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju metabolik

(Setyoadi, 2011).

b. Persiapan : Ruangan yang nyaman dan Musik lembut

c. Pelaksanaan terapi tekhnik otot progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk

12
melakukan teknik ini yaitu:

1) Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan

yang tenang dan sunyi.

a) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

b) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau

duduk di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

c) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu.

d) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya

mengikat.

2) Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan

yang terjadi.

c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik

Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali

d) sehingga dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot

dan keadaan relaks yang dialami.

e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

3) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan

13
sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

Gambar gerakan 1 dan 2

4) Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar

padabagian atas pangkal lengan).

a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.

5) Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi

di bahu punggung atas, dan leher.

14
6) Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai

otot terasa kulitnya keriput.

b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di

sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

7) Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami

oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi

sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

8) Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut.

Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut.

Gambar 5, 6, 7 dan 8

15
9) Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan

maupun belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian

otot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher

dan punggung atas.

10) Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

a) Gerakan membawa kepala ke muka.

b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di

daerah leher bagian muka.

11) Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian

relaks.

d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan

otot menjadi lurus.

12) Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di

16
bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks

Gambar 10,11,12,13

13) Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

14) Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha

dan betis).

a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

17
Gambar gerakan 13,14

d. Evaluasi

a) Mengeksplorasi perasaaan pasien

b) Memberikan kesempatan pada pasien untuk memberikan umpan balik

dari terapi yang telah dilakukan.

e. Penutup

1) Simpulan

Ada 15 macam gerakan relaksasi yang bisa dilakukan untuk

menurunkan stres dan kecemasan. Gerakan itu bisa dilatih pada area

tangan, bahu, wajah, punggung, perut, dada dan kaki. Gerakan

relaksasi ini bisa dilakukan kapan saja, tanpa pembatasan waktu dan

akan memberikan efek relaks apabila dilakukan dengan benar.

2) Saran

Lakukan gerakan relaksasi ini secara bertahap dan tidak dalam

sekali waktu. Bisa membagi 15 gerakan ini dalam 2 atau 3 sesi sesuai

dengan kondisi dan kemampuan. Setiap kali mengalami stres atau

cemas, terapi ini bisa dilakukan, hati-hati bagi yang memiliki tekanan

darah di atas normal ( > 120/80 mmHg). Terutama pada saat

18
melakukan penegangan pada area leher, karena dikhawatirkan akan

terjadi vaso konstriksi pembuluh darah leher.

B. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan/Ansietas

Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang tidak jelas

mengganggu dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan

tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara

interpersonal (Brill, 2012).

Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki objek yang spesifik, ansietas dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart & suddent, 2014) gejala utama

dari kecemasan ialah perasaan takut kawatir di mana sesorang merasa

terancam. Kecemasan tidak hanya menyerang perasan namun juga

berdampak pada fisik seperti mual dan jantung berdebar (Nasir, 2015)

1. Rentang Respon kecemasan /Ansietas

Respon adaptif Respon Maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik

(Sumber: Stuart & Sunddent. Buku Saku Keperawatan Jiwa, 2014)

Gambar 1 Rentang respon ansietas/kecemasan

19
Sekala kecemasan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)

Skala kecemasan menurut hamilton anxiety rating scale adalah

Kecemasan yang dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan

menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating

Scale). Skala HARS adalah suatu pengukuran kecemasan yang didasarkan

pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan.

Menurut skala HARS terdapat 14 symptom yang nampak, setiap item yang

diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Persent) sampai dengan 4

(severe) (Stave, 2012).

Adapun sejarah Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959,

yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar

dalam pengukuran kecemasan terutama HARS telah dibuktikan memiliki

validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran

kecemasan pada trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kemudian kondisi ini

menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala

HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS menurut

Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang dikuti (Stave,2011) penelitian

kecemasan yang terdiri dari 14 macam meliputi:

a. Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat buruk,

takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak dapat

istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

c. Ketakutan ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal

20
sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar,

ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang

banyak.

d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun pada

malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-

mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi, daya ingat

buruk, daya ingat menurun.

f. Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun dini

hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah sepanjang hari.

g. pada penelitian trial clinic. Skala Gejala somatik ditandai dengan nyeri

pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil.

h. Gejala sensorik ditandai oleh tinitus, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi (denyut jantung cepat),

berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti

mau pingsan, detak jantung menghilang berhenti sekejap.

j. Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di dada,

perasaan terkecik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas

panjang.

k. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual, perut melilit,

gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan setelah makan, rasa

panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, buang air besar

21
lembek, kehilangan berat badan, sukar buang air besar (konstipasi).

l. Gejala urogenital ditandai oleh sering buang air kecil, tidak dapat

menahan kencing, tidak datang bulan (tidak haid), darah haid berlebihan,

darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat

pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid),

ejakulasi dini, ereksi melemah, ereksi hilang, impoten.

m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri.

n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisah, tidak tenang, jari

gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot

meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori :

0 = Tidak mempunyai gejala apapun sama sekali

1 = Satu dari gejala yang muncul

2 = Sedang Setengan/separuh dari gejala yang muncul

3 = Berat lebih dari separuh gejala yang muncul

4 = Sangat berat semua gejala yang di alami muncul

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor

dan item 1-5 dengan hasil :

1) Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

2) Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan

22
3) Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang

4) Skor 28 – 41 = Kecemasan berat

5) Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali/panik

2. Klasifikasi Kecemasan/Ansietas

Klasifikasi tingkat kecemasan menurut (stuart & suddent 2014) adalah

sebagai berikut :

2) Ansietas/kecemasan Ringan

Ansietas/ kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupam sehari-hari ansietas ini menyebabkan individu menjadi

waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas

(Stuart & suddent, 2014).

3) Ansietas/kecemasan sedang

Ansietas/krcemasan sedang disini akan Memungkinkan individu

untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan

demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat

berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya

(Stuart & suddent, 2014).

4) Ansietas/Kecemasan Berat

Ansietas/kecemasan berat amat mengurangi lapang persepsi individu.

Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta

tidak berfikir tentang hal ini. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

23
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus

pada area lain (Stuart & suddent, 2014).

5) Tingkat Panik

adapun pengertin Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan

terpengaruh, ketakutan dan teror. Hal ini rinci terpecah dari porsinya.

Karna mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik

tidak mampu melakukan apapun walupun dengan suatu arahan Panik

mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan

aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan

orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang

rasional. (Stuart & suddent, 2014)

3. Efek/dampak Ansietas

Jika ansietas tidak di tindak lanjuti, maka dapat menyebabkan gangguan

intraksi sosial. Sehingga individu kesulitan dalam berinteraksi dengan orang

lain, serta akan mengancam integritas diri, mengganggu fungsi mental,

perilaku, daya fikir dan prilaku (Taylor, Peplau & Searsia, 2012).

4. Penatalaksanaan ansietas/kecemasan

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Pengobatan farmakologi untuk anti kecemasan adalah benzodiazepin,

obat ini digunakan untuk pemakaian jangka pendek, tidak di anjurkan

untuk pemakaian jangka panjang karena obat ini menyebabkan

ketergantungan atau kecanduan. Obat anti ansietas nonbenzodiazepine,

24
seperti buspiron (buspar) dan berbagai anti depresan juga di gunakan

(Ann Isaacs, 2011).

b. Penatalaksanaan non farmakologi

a. Tehnik Distraksi

Distraksi adalah cara untuk menghilangkan kecemasan dengan

mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien lupa

terhadap kecemasan yang di alami. Sehingga stimulus sensori yang

menyenangkan bisa menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa

menghambat stimulus ansietas yang mengakibatkan lebih sedikit

stimulus kecemasan yang di antarkan ke otak contoh membaca doa

adalah distraksi yang bisa menurunkan hormon stress. (Potter, 2011)

b. Tehnik Relaksasi

Tehnik relaksasi merupakan terapi yang dapat di lakukan

seperti terapi relaksasi meditasi, relaksasi imajinasi, relaksasi otot

progresif, dan emotional freedom technique karena terapi ini mampu

di atasi dengan cepat dan efektif (Potter & Perry, 2011)

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja dalam beberapa istilah di sebut puberteit, adolance dan youth.

Dalam behasa latin, remaja di kenal denagan kata adolancere dan dalam

bahasa inggris adolance yang berarti tumbuh menuju kematangan.

Kematangan yang di maksud adalah bukan dari kematangan fisik saja

melainkan juga kematangan sosial fisiologis sosial dan fisik (kumalasari dan

25
adhyantaro, 2013). Kusmiran(2012) mengatakan bahwa remaja merupakan

masa di mana individu mengalami perubahan perubahan dalam aspek

kognitif(pengetahuan), emosi (perasaan), sosial (interaksi), dan moral

(akhlak). Masa remaja diartikan sebagai masa transisi atau masa penghubung

antara masa anak-anak menuju masa dewasa.

Remaja merupakan fase umur yang datang sesudah masa anak-anak

berakhir atau masa transisi dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami

perubahan semua aspek baik dari bentuk badan tinggi badan wajah organ

reproduksi dan lain lainya untuk memasuki masa dewasa (Asmuji, 2014).

2. Tahapan Tumbuh Kembang Remaja

Tahapan tumbuh kembang remaja terdiri dari beberapa tahap dengan

karakteristik yang khas di masing-masing tahapannya. (Semetana, 2011)

membagi tumbuh kembang remja menjadi tiga tahapan berikut:

a. Remaja awal (11-13 tahun/early adolancence)

Remaja merasa lebih dekat dengan teman sebaya dan bersifat

egosentris serta ingin bebas. Remaja yang egosentris akan kesulitan untuk

melihat sesuatu hal dari perspsepktif atau sudut pandang orang lain

sehingga sering kali tidak menyadari apa yang orang lain

pikirkan,rasakan,dan lihat. Remaja egosentris sulit untuk menyesuaikan

diri, bahkan mengoreksi pandangannya jika dirasa pandangannya tersebut

tidak sesuai dengan kondisi/lingkungan sekitar.oleh karena itu, remaja

mencari teman sebaya yg sejenis untuk mengatasi ketidak setabilan pada

dirinya.

26
Kematanagan seksual antara remaja laki-laki dan perempuan terjadi

pada usia yang berbeda. Coleman dan Hendry (1990) dan Walton (1994)

mengatakan bahwa kematangan seksual pada remaja laki-laki biasanya

terjadi pada usia 10-13,5 tahun, sedangkan remaja perempuan 9-15 tahun

(Notoatmodjo,2010). Pada tahap awal ini remaja lebih banyak

memperhatikan keadaan tubuhnya secara seksual ditandai dengan

terjadinya peningkatan ketertarikan pada anatomi seksual. Selain itu,ia

akan merasa cemas, dan timbul banyak pertanyaan mengenai perubahan

alat kelamin dan ukurannya.

b. Remaja Pertengahan (14-17 tahun/ middle adolescence)

Bentuk fisik semakin sempurna pada masa remaja tengah. Hal- hal

yang terjadi, yaitu mencari identitas diri, timbul keinginan untuk

berkencan dengan lawan jenis, dan berkhayal tentang aktivitas seks.

Perkembangan intelektual semakin baik dengan mengetahui dan

mengeksplor kemampuan diri. Selain itu, remaja akan merasakan jiwa

sosial yang mulai tinggi, seperti keinginan untuk menolong orang lain dan

belajar bertanggung jawab.

c. Remaja Akhir (18-21Tahun/ Late Adolescence)

Remaja akhir disebut dewasa muda karena mulai meninggalkan

dunia kanak-kanak kumalasasi (2012) menjelaskan bahwa transisi dalam

nilai-nilai moral pada remaja dimulai dengan meninggalkan nilai-nilai

tang dianutnya dan menuju nialai-nilai yang dianut orang dewasa. Remaja

lebih selektif dalam mencari teman sebaya,mempunyai citra tubuh(body

27
image) terhadap dirinya sendiri dapat mewujudkan tasa cinta, dan belajar

menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku.

Remaja mempunyai sifat khas yaitu mandiri dan belajar bertanggung

jawab terhadap hal yang dilakukan. Hal ini ditandai dengan menyukai

petualangan dan tantangan serta cendrung berani menanggung resiko atas

perbuatannya,bahkan tanpa didahului pertimbangan yang matang. Remaja

masih berlatih untuk mengambil keputusan dan apabila keputusan yang

diambil tidak tepat mereka akan jatuh kedalam perilaku yang berisko dan

harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam

berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial(Kemenkes RI 2015)

3. Perubahan Fisik pada Remaja

Menurut (wahyudi,2014) Periode atau masa remaja identik dengan proses

pematangan fisik (jasmani) dan psikologis (rohani). Pematangan fisik

terutama pada fungsi seksual ditandai dengan menstruasi pada remaja

perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki. Remaja mengalami

perubahan fisik akibat munculnya ciri-ciri seks sekunder yang begitu

menonjol baik pada perempuan maupun laki-laki. Pertumbuhan dan

perkembangan fisik remaj dapat optimal denagn pemenuhan gizi yang cukup.

Remaja harus mendapat perhatian yang cukup dari orangtuanya agar tidak

menimbulkan efek yang dapat berakibat kurangnya dalam penerimaan sosial.

Ciri-ciri seks sekunder pada remaja perempuan diantaranya pinggul dan

pantat membesar, kulit lebih halus, serta tinggi dan berat badan bertambah.

selain itu, perkembangan payudara sudah dimulai biasanya paling muda usia

28
8-10 tahun. Kelenjar keringat aktif ditandai keringat bertambah banyak.

Rambut pada ketiak dan alat kelamin juga mulai tumbuh, sedangkan ciri-ciri

seks sekunder pada remaja laki-laki umumnya dikenali dari perubahan pada

suara atau suara menjadi berat, tumbuh jakun, serta tinggi dan berat badan

bertambah. Rambut pada ketiak, alat kelamin, dada, dan wajah mulai tumbuh.

Pundak dan dada bertambah besar dan bidang selaian itu, kelenjar keringat

aktif ditandai dengan keringat yang bertambah banyak. Pada alat reproduksi,

penis, dan buah zakar membesar.

4. perkembangan Psikologis pada Remaja

Remaja mengalami perkembangan pada berbagai aspek terutama aspek

kognitif,emosi,sosial dan moral. Secara pesikologis,perubahan kemampuan

intelektual mendorong remaja memahami dunia luar. Remaja belajar

mengorganisasikan ide-ide,seperti dalam kegiatan belajar. Ia akan melatih

daya ingat,kemampuan menalar,berfikir,dan linguistik. Perubahan emosi pada

remaja hampir sama dengan pola emosi anak-anak. Perbedaanya terletak pada

rangsangan yang bisa menbangkitkan emosi, misalnya merasa diperlakukan

seperti kanak-kanak dan tidak adil, sedangkan perubahan perilaku sosial

sebagai salah satu tugas pokok perkembangan remaja ialah penyesuaian

terhadap pengaruh teman sebaya dan meningkatnya minat terhadap

heteroseksual (wahyudi, 2014)

Secara umum, remaja mengalami adaptasi, seperti berusaha mendapat

status dalam kelompok,ingin dihargai, menerima keadaan dan peruban

fisik,menjalin hubungan dilingkungan sosial, dan pembentukan minat

29
terhadap jenis kelamin. Remaja mengalami perubahat minat pada dunia sosial.

Ia ingin menghabiskan akhir pekan dengan berekreasi,memperhatikan

penampilan diri, mengejar prestasi, meningkatkan kemandirian, mendapatkan

status sosial, dan membayangkan seks dan perilaku seks.

D. Pre Menstruasi Syndrome (PMS)

1. Pengertian Pre Menstruasi Syndrome

Pre menstruasi syndrome menurut (El manan, 2011) adalah suatu

keadaan yang menerangkan bahwa beberapa gejala terjadi secara terus

menerus dan berhubungan dengan siklus menstruasi biasanya gejala tersebut

muncul pada 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang ketika mulai

menstruasi keluar.

Pengertian dari Premenstrual syndrome adalah sindrom yang terjadi

pada perempuan 2-14 hari sebelum menstruasi. Premenstrual syndrome

adalah salah satu gangguan umum yang terjadi pada wanita (Rizka, dkk.,

2016)

Adapun Prementual syndrome (sindrom pramenstruasi) adalah gejala-

gejala tidak nyaman yang umumnya didalami oleh wanita pada hari-hari

menjelang menstruasi. Pada dasarnya hal ini wajar, beberapa wanita merasa

sakit seperti kram saat mereka menstruasi. Biasanya sakit ini tidak terlalu

parah dan tidak berlangsung terlalu lama. Namun ada sebagian wanita yang

merasakan sakit yang cukup parah sehingga aktivitas mereka terganggu atau

terhenti. Jika sakitnya tidak tertahan, lebih baik periksakan kepelayanan

kesehatan (Liswidyawati, 2012)

30
Sindrom Pramenstruasi adalah gangguan siklus yang umum terjadi pada

wanita gangguan siklus yang umum terjadi pada wanita muda dan

pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional yang konsisten,

terjadi selama fase luteal pada siklus menstruasi. Sindrom Pramenstruasi

adalah suatu kumpulan gejala, dan jenis serta intensitas gejala berbeda-beda

dari wanita kewanita pada siklus menstruasi. Pada permulaan siklus, lapisan

sel rahim mulai berkembang dan menebal. Lapisan ini berperan sebagai

penyokong bagi janin yang yang sedang tumbuh bila wanita tersebut hamil

(Ningsih, 2013)

2. Penyebab Sindrom Pramenstruasi

Adapun penyebab dari sindrom pramenstruasi menurut Sejati (2009)

adalah sebagai berikut:

a. Faktor Genetik

Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat penting,

yaitu insidensi sindrom pramenstruasi dua kali lebih tinggi pada kembar

satu telur (monozigot) di banding kembar dua telur.

b. Faktor Psikologis

Faktor psikis, yaitu stress sangat besar pengaruhnya terhadap

kejadian PMS. Gejala-gejala sindrom pramenstruasi akan semakin

menghebat jika didalam diri seorang wanita terus menerus mengalami

tekanan.

31
c. Faktor Gaya Hidup

Faktor gaya hidup dalam diri wanita terhadap pengaturan pola

makan memegang peranan yang tak kalah penting. Makan tertalu banyak

atau tertalu sedikit, sangat berperan terhadap gejala-gejala sindrom

pramenstruasi. Abnormalitas kelenjar tiroid/hipotiroid atau rendahnya

aktivitas kelenjar tiroid dapat menyerupai gejala sindrom pramenstruasi.

Dengan demikian, kelenjar tiroid mempunyai peran sebagai penyebab

sindrom pramenstruasi. Namun, beberapa pasien sindrom pramenstruasi

mempunyai kelenjar tiroid yang normal.

3. Manifestasi Klinis Sindrom Pramenstruasi

Adapun gejala dari sindrom pramenstruasi sering ditemui adalah

menurut Mitayani (2009) sebagai berikut:

a. Gejala fisik

Perut kembung, Nyeri payudara, Nyeri panggul Kram di rahim,

Nyeri Dibagian tengah perut, Nyeri kepala Konstipasi atau diare Edema

1. Gejala emsional dan mental

Kecemasan, Letih, lelah, Depresi dan mudah panik, Insomnia,

Mudah tersinggung Gejala Sindroma Pramenstruasi, menurut (Rizka

Safitri dkk, 2016) mengatakan bahwa penderita sindrom pramenstruasi

akan mengalami gejala-gejala sebagai berikut:

a) Gejala Badaniah. Perut kembung, nyeri payudara, sakit kepala,

kejang, nyeri panggul, hilang koordinasi, nafsu makan bertambah,

32
hidung tersumbat, perubahan defekasi, jerawat, sakit punggung,

gatal, kepanasan.

b) Gejala Emosional. Depresi, cemas, tidak mampu, lelah suka

menangis, agresif, pelupa, tidak bisa tidur, tegang, rasa

bermusuhan, suka marah, perubahan dorongan seksual,

konsentrasi berkurang, merasa tidak aman, keinginan menyendiri,

perasaan bersalah, kelelahan, pikiran bunuh diri.

4. Tipe-tipe Sindrom Pramenstruasi

Adapun tipe-tipe sindrom pramenstruasi menurut Sejati (2011) adalah

sebagai berikut: terdapat beberapa macam tipe dan gejala sindrom

pramenstruasi. Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dan

fakultas kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni

sindrom pramenstruas. tipe A, H, C dan D. 80% gangguan sindrom

pramenstruasi termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, sindrom

pramenstruasi C 40% dan sindrom pramenstruasi D 20%. Kadang-kadang

seseorang wanita mengalami kombinasi gejala, misalnya tipe A dan D secara

bersamaan dan setiap tipe memiliki gejalanya sendiri-sendiri, dikatakan

mengalami tipe jika mengalami lebih dari 1 gejala. Tipe-tipe sindrom

pramenstruasi antar lain:

a) Sindrom pramenstruasi tipe A

Sindrom pramenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala

seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan

beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat belum

33
mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan

hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi

dibandingkan dengan hormon progesteron. sebaiknya banyak

mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi

minum kopi.

b) Sindrom pramenstruasi tipe H

Sindrom pramenstruasi tipe H (hyperhydration) memiliki gejala

edema, perut kembung, nyeri pada buah dada, pemebngkakan tangan

dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi. Gejala tipe ini

dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom pramenstruasi.

lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan

luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet

penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi

(penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang

ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan

mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi

minum sehari-hari.

c) Sindrom pramenstruasi tipe C

Sindrom pre menstruasi type c di tandai mengkonsumsi makanan

yang manis.

d) sindrom pramenstruasi tipe D

Sindrom premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala

rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung,

34
sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadnag-kadang

muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya

sindrom pramenstruasi tipe D berlangsung bersamaan dengan sindrom

pramenstruasi. tipe A, hanya

5. Terapi pre menstruasi sindrome

Terapi yang diberikan setelah diagnosis ditetapkan dengan tepat.

Terapi dibedakan menjadi 2 yaitu terapi farmakologi dan terapi non

farmakologi.

a. Terapi farmakologi

Beberapa terapi menurut Sejati (2009) sebagai berikut: Untuk

mengatasi sindrom pramenstruasi biasanya dokter memberikan

pengobatan diuretika untuk mengatasi retensi cairan dan edema pada kaki

dan tangan. Ada juga pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat

diberikan selama 8-10 sebelum menstruasi untuk mengimbangi kelebihan

relatif esterogen. Pemberian hormon testosteron sampai dalam bentuk

methiltesteron sebagai tablet hisap dapat pula diberikan untuk

mengurangi kelebihan esterogen. Yang perlu diperhatikan adalah hati-hati

dalam memonitor gejala individu, karena siklus menstruasi dan gejala

sindrom pramenstruasi bervariasi maka penyebabnya harus dikenali

terlebih dahulu sebelum mengambil satu tindakan pengobatan. Terapi

obat yang biasa digunakan antara lain:

1) Obat anti peradangan non-steroid atau nonsteroidal Anti- inflamasi

NSAIDS seperti ibuprofen atau sodium naproksen dapat

35
digunakan untuk mengurangi rasa sakit kepala, kegelisahan, nyeri

karena kram rahim, dismenore. Penggunaan obat ini seperti asam

mefenamat (ponstel) dan sodium naproksen (anaprox dan aleve),

berdasar pada teori bahwa gejala-gejala sindrom Pramenstruasi

berhubungan dengan prostaglandin.

2) Asam mefenamat

Dosis asam mefenamat digunakan adalah 500 mg, diberikan

3X sehari. Berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala sindrom

pramenstruasi seperti dismenore dan menoragia (menstruasi dalam

jumlah banyak) namun tidak semua. Tidak dianjurkan bagi wanita

yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ilkus peptikum.

3) Obat penenang

Alprazolam atau trizolam dapat digunakan pada wanita yang

merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan

tidur.

4) Obat antidepresi

Obat ini hanya diberikan pada mereka yang mengalami gejala

sindrom pramenstruasi yang parah. Anti depressants, terutama SSRIs

(selective serotonin reuptake inhibitir) atau penghambat-penghambat

pengambilan kembali serotonin selektif, dapat sangat membantu

mengurangi gejala suasana hati pada sindrom pramenstruasi.

kesulitan untuk tidur, mengantuk, kelelahan, kebosanan, keadaan

gugup, sakit kepala, gemetar lembut dan difungsi seksual.

36
5) Diuretika

Obat ini dapat meningkatkan kemampuan ginjal untuk

mengeluarkan sodium dan air didalam urine sehingga jumlah cairan

dalam sel-sel jaringan tubuh berkurang. Obat diuretika seperti

spinororolactone digunakan untuk mengurangi penahanan cairan dan

perut kembung, sebaiknya penderita mengurangi asupan garam.

Spironolactone meruapakan satu antagonis aldosteron yang serupa

dengan hormon-hormon steroid adalah satu-satunya obat diuretik

yang sangat efektif membebaskan gejala sindrom premenstruasi.

b. Terapi non farmakologi

Ada beberapa jenis terapi non farmakologi menurut Misaroh (2011)

sebagai berikut:

1) Lakukan olahraga teratur agar dapat mengurangi atau bahkan

menghilangkan gejala sindrom pramenstruasi. Seperti jogging, jalan

cepat atau berenang.

2) Gunakan kompres di bagian perut atau bagian punggung yang terasa

sakit dengan botol berisi air hangat.

3) Cara mengurangi rasa sakit saat menstruasi, cobalah mandi dengan air

hangat atau bisa minum air hangat.

4) Lakukan perenggangan otot-otot seperti tekhnik otot progresif dan

lain sebagainya agar menghilangkan stress

5) Coba lakukan pijatan di perut bagian bawah dengan ringan, buatlah

gerakan melingkar dengan ujung jari anda.

37
6) Gunakan tekhnik Tidur dengan cara meringkuk dan lutut melekuk

untuk mehindari peregangan otot panggul. Bisa juga menggunakan

bantal untuk menekan lembut perut bagian bawah jika itu terasa

nyaman untuk anda. Jika anda tidur telentang, sanggalah lutut anda

dengan bantal agar menekuk.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tingkat kecemasan

menghadapi pre menstruasi :

a. Psikis/fisik

Kecemasan akan mempengaruhi psikis yaitu mempengaruhi kerja

hipotalamus. Hipotalamus akan mempengaruhi kerja hormon yang

akhirnya menjadi tidak seimbang yang mengakibatkan kadar serotonin di

otak menurun kadar srotonon rendah akan mengakibatkan banyak

keluhan seperti payudara nyeri, pinggang sakit, nyeri perut.

b. Hormon

Yaitu tidak seimbangnya antara hormon estrogen dan progesteron.

Beberapa keluhan di rasakan saat PMS yaitu sakit kepala dan gangguan

tidur. Dari beberapa keluhan yang di rasakan, akibat tersebut dapat

menimbulkan berbagai respon kecemasan antara lain gelisah, keringat

dingin takut, mengalami diare mual dan muntah (Laili dan dewi 2015)

E. Kerangka konsep

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian teknik

relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan menghadapi pre

menstruasi sindrom ( PMS ) pada siswi sma pesanten Ar-Risalah. Adapun

38
variabel independennya adalah teknik relaksasi otot progresif, sedangkan

variabel dependennya adalah perubahan tingkat kecemasan menghadapi pre

menstruasi sindrom di gambarkan dengan kerangka konsep di bawah ini.

Bagan 2.1 Kerangka konsep Teknik relaksasi otot progresif terhadap

perubahan tingkat kecemasan menghadapi pre menstruasi sindrom ( PMS )

pada siswi sma pesanten Ar-Risalah

Variabel Independen Variabel Dependen

Teknik relaksasi Perubahan tingkat kecemasan:


- <14-20: tidak ada kecemasan
otot progresif sampai kecemasan ringan
- 21-41: kecemasan sedang
sampai kecemasan berat

F. Hipotesis

Hipotesis yang dilakukan oleh peneliti adalah :

Ha : Adanya pengaruh pemberian teknik relaksasi otot progresif terhadap

perubahan tingkat kecemasan menghadapi pre menstruasi sindrom

(PMS ) pada siswi sma pesanten Ar-Risalah.

39
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian Pra-eksperimen dengan

menggunaka metode pendekatan one group pra-post design, yaitu melakukan tes

untuk mengetahui tingkat kecemasan yang di alami siswi SMA Pesantren Ar-

Risalah sebelum dan setelah di beri terapi Tekhnik Otot Progresif untuk

mengukur kecemasan siswi peneliti menggunakan skala HARS . Sebelum di

lakukan pengukuran tingkat kecemasan dengan skala HARS semua responden

melakukan melakukan tekhnik relaksasi otot progresif dengan satu kali terapi per

hari selama 20 menit dan dilaksanakan 3 hari berturut2 setelah itu dilakukan

pengukuran tingkat kecemasan meggunakan Skala HARS kembali

(Notoatmodjo,soekidjo 2010).

TABEL
DESAIN PENELITIAN
01 X 02

Keterangan :

01 : Pretest sebelum dilakukan pemberian Teknik relaksasi otot

progresif

02 : Postest setelah dilakukan pemberian Teknik relaksasi otot

progresif

X : Intervensi pemberian Teknik relaksasi otot progresif

40
Penelitian ini telah dilakukan intervensi satu kali sehari selama 3 hari

dengan waktu intervensi ± 20 menit dan pengukuran pada setiap sebelum dan

sesudah dilakukan teknik relaksasi otot progresif.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana caranya menentukan variabel dan suatu pengukuran variabel serta

menjelaskan semua variabel dan istilah skala ukur yang akan di gunakan dalam

penelitian secara operasional yang mempermudah peneliti untuk membaca

makna penelitian yang telah ia buat (Dahlan, 2012)

TABEL 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala
operasional ukur ukur ukur ukur
Variabel independen
1. Tekhnik Teknik relaksasi Intervensi Prosedur Dilakukan -
relaksasi otot progresif teknik sesuai
otot adalah suatu relaksasi SOP
progresif relaksasi yang otot
dilakukan pada progresif
siswi di pesantren
Ar-Risalah untuk
merilek sasikan
tubuh atau otot-
otot, dengan
memberikan
ketegangan pada
kelompok otot,
kemudian
melemaskan
kelompok otot
tersebut tekhnik
relaksasi
ototprogresif
dilakukan 1x
sehari selama 20

41
menit pasien di
berikan intervensi
selama 3 hari
berturut urut.
Variabel Dependen
2. Dependen Respon Mengisi Kuesione Skor 13-56 interval
Perubahan kekhawatiran yang lembar r: keemasan
tingkat di alami siswi di kuesioner Hamilton ringan
kecemasan pesantren Ar- HARS Rating sampai
Risalah terhadap (hawari, Scale for berat/panik
kecemasan yang 2007) Anxiety
dimanifestasikan (HARS)
dengan perubahan
prilaku pasien
sebelum di berikan
tekhnik relaksasi
otot progresif.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pesantren ar Ar-Risalah lubuklinggau,

tempat tersebut memungkinkan target sampel dapat terpenuhi dan peneliti

juga lebih mudah mendapatkan informasi, data- data yang peneliti butuhkan

demi kelancaran penelitian ini.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini di mulai pada april tahun 2021 di Pesantren Ar–Risalah

kota Lubuklinggau.

D. Populasi dan Sampel

a. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan jumlah yang terdiri dari objek atau

subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan

42
oleh peneliti untuk diteliti, kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni,

2014). Populasi dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 30 Siswi SMA

Pesantren Ar-Risalah kota lubuklinggau.

b. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau seluruh dari anggota populasi yang

diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi yang ada (Noatoadmodjo, 2010). Sampel pada penelitian ini

menggunakan purposive sampling dan Sampel dalam penelitian ini diambil

sesuai populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan menghitung besaran

sample menggunakan rumus (Notoatmojo,2010)

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑑)2 = 0,1)2

30
𝑛=
1 + (30𝑥0,1)2

30
𝑛=
1 + (0,30)

𝑛 = 23 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒

Keterangan :

n = Jumlah sample

N = Jumlah populasi

d = Margin of eror (menggunakan 0,1)

Menurut (Notoatmodjo, 2010), agar karakteristik sampel tidak

menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan

sampel perlu ditentukan kriteria inklusi maupun eksklusi. Adapun sampel

43
yang diambil menggunakan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi Penelitian

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Nursalam,

2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Remaja yang mengalami pre menstruasi sindrome (PMS)

2) Bersedia menjadi responden

3) Kelas 2 SMA

b. Kriteria Eksklusi Penelitian

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Adapun kriteria eksklusi

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Cidera akut

2) Ketidaknyamanan musculoskeletal

E. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang di gunaan dalam penelitian ini dimana

variabel independen rentang pemberian tekhnik relaksasi otot progresif yang di

gunakan berbentuk standar operasional prosedur berkaitan dengan pemberian

tekhnik relaksasi otot progresif dan perlengkapan tekhnik tersebut ialah kursi

atau tempat duduk, laptop untuk menampilkan vidio cara melakukan tekhnik

relaksasi otot progresif. Lembar observasi dengan menggunakan skala HARS

yang di gunakan peneliti sebagai alat ukur kecemasan, Pada penelitian ini

44
merujuk pada tingkat kecemasan 14 = Tidak ada kecemasan, 14 – 20=

Kecemasan ringan, 21 – 27=Kecemasan sedang 28 – 41= Kecemasan berat 42 –

56 = Kecemasan berat sekali/panik (skala HARS). Selain pengukuran intensitas

nyeri peneliti juga memberikan tekhnik relaksasi otot progresif selama 20 meni.

Pengkajian skala HARS sebelum dan sesudah di lakukan pemberian intervensi.

F. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

a. Alat Pengumpulan Data

Alat ukur yang di gunakan untuk mengukur kecemasan adalah

menggunakan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang

terdapat 30 santri yang mengalami pre menstruasi sindrom menurut data dari

rekam medik klinik pesantren.

Alat pengumpulan data, dimana pada variabel independen tentang

pemberian teknik relaksasi otot progresif yang digunakan berbentuk standar

operasional prosedur berkaitan dengan pemberian teknik relaksasi otot

progresif dan perlengkapan teknik tersebut yaitu kursi atau tempat duduk,

laptop untuk menampilkan video cara melakukan teknik relaksasi otot

progresif dan leaflet. Setelah di lakukannya tekhnik otot progresif akan di di

bagikan kuesioner lagi sehingga bisa mengetahui hasil sebelum dan sesudah

di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif ( Potter & Perry, 2005).

b. Tehnik pengumpulan data

Tekhnik pengumpulan data tingkat kecemasan adalah menggunakan

kuesioner yang di berikan kepada responden masing masing orang gejala di

beri penilaian angka skor antara 0-4 yang artinya sebagai berikut:

45
0 = Tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/separuh dari gejala yang ada

3 = Berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = Sangat berat semua gejala ada

dan item 1-5 dengan hasil :

1. Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

2. Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan

3. Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang

4. Skor 28 – 41 = Kecemasan berat

5. Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali/panik

c. Cara pengolahan data

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah menjadi beberapa tahap, yaitu:

a. Editing ( Pengecekan)

Hasil observasi yang diisi oleh peneliti diperiksa kelengkapan

pengisiannya, sehingga data yang terkumpul dapat lengkap, relevan dan

konsisten sesuai dengan nilai pengukuran dan observasi

b. Coding (Pengkodean)

Peneliti memberi kode pada lembar observasi dengan cara

pemberian angka pada lembar observasi.

c. Scoring

Pada tahap ini peneliti memberikan skor untuk variabel dependen.

Dari pengukuran skala nyeri diberi skor, dilakukan penjumlahan skor

46
dan dikategorikan berdasarkan ketentuan. Lembar ceklis observasi

untuk perubahan tingkat kecemasan dengan menggunakan skala HARS

terdiri dari 14 pernyataan dengan kriteria pemberian nilai dengan rentan

kecemasan 0-4 total skor krang dari 14 = tidak ada kecemasan skor 14-

20 kecemasan ringan dan 21-27 kecemasan sedang 28-41 kecemasan

berat dan skor 42-56 sangat berat.

d. Tabulating ( Hasil )

Pada tahap ini peneliti menyusun nilai-nilai observasi dalam

master tabel dan selanjutnya memasukkan data yang diperoleh ke dalam

tabel distribusi frekuensi.

e. Procesing ( Proses )

Data yang telah dapat diproses agar dapat dianalisa, proses data

dilakukan dengan cara memasukkan data dari observasi ke program

SPSS (komputerisasi).

f. Cleaning Data (Pembersihan Data)

Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali sesuai dengan

kriteria dan yakin bahwa data telah masuk benar-benar bebas dari

kesalahan yang kemudian dapat disajikan dalam bentuk tabel.

G. Analisa Data

1) Analisa Data Univariat

Analisa univariat adalah suatu teknik analisis data secara mendiri, tiap

variabel dianalisis tanpa di kaitkan dengan variabel lainnya.(Sugiyono,2017).

Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data dari hasil

47
pengukuran sedemikian rupa hingga menjadi informasi yang berguna. Analisa

univariat dalam penelitian ini menggambarkan perubahan tingkat kecemasan

dari variabel dependen perubahan tingakat kecemasan yang dirasakan

responden. Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai

skor dan item 1-5 dengan hasil :

Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan

Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang

Skor 28 – 41 = Kecemasan berat

Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali/panik

Untuk mengetahui hasil analisa ini menggunakan program

komputerisasi SPSS dengan menggunakan analisa distribusi frekuensi untuk

melihat pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif terhadap penurunan

kecemasan siswi di pesantren Ar-Risalah lubuklinggau.

Setelah data di kumpulkan dan diolah menggunakan program

komputerisasi SPSS, dengan tujuan untuk mendapatkan distribusi frekuensi

dari masing-masing variabel.

Untuk menentukan nilai distribusi frekuensi untuk masing-masing

dengan rumus : 𝐹
P= 𝑥 100%
𝑛
Keterangan :

P : Presentase

F : frekuensi jawaban (jumlah skor dalam seluruh responden)

N : jumlah responden (Arikunto, 2001)

48
2) Analisa Data Bivariat

Analisa bivariat merupakan analisis untuk mengetahui pengaruh antara

dua variabel yang di teliti yakni pengaruh sebelum dilakukan tindakan

tekhnik relaksasi otot progresif dan sesudah di lakukan tekhnik relaksasi otot

progresif ( Saryono, 2011). Tujuan hipotesis untuk mengambil keputusan

apakah hipotesis yang di ajukan cukup menyakinkan ditolak atau di terima

dengan menggunakan uji statistik (Uji T) dengan tingkat kepercayaan 95%

dan atau tidak nilai α = 5% (Hastono, 2010)

Rumus : 𝑑
𝑇=
𝑠𝑑√𝑛

Keterangan :d = Rata-rata deviasi 1 dan 2

s_d = Standar deviasi dari deviasi 1 dan 2

n = Sampel

T = Perbedaan

49
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PEMBAHASAN

Penelitian ini tentang pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif terhadap

perubahan tingkat kecemasan menghadapi pre menstruasi sindrom (PMS) pada

siswi di pesantren Ar-Risalah dengan jumlah Responden 23 orang, yang sesuai

dengan kriteria sampel yang di tentukan dengan cara purposive sampling.

Adapun Metode pengumpulan data yang di gunakan ialah dengan melakukan

tekhnik relaksasi otot progresif kepada siswi yang mengalami kecemasan pre

menstruasi sindrom di pesantren Ar-Risalah. Penelitian yang dilakukan oleh

peneliti adalah penelitian pra-eksperimen dengan metode pendekatan bersifat pre

dan post test.

1. Analisa Univariat

a. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan sebelum di lakukan

intervensi tekhnik relaksasi otot progresif

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sebelum Dilakukan
Intervensi Tekhnik Relaksasi Otot Di Pesantren
Ar-Risalah Lubuklnggau

No Skala tingkat Frekuensi Percent Valid Comultive


kecemasan percent percent
1. Kecemasan Ringan 12 52.2 52.2 52.2
2. Kecemasan Sedang 9 39.1 39.1 91.3
3. Kecemasan Berat 2 8.7 8.7 100.0
Total 23 100.0 100.0 -

50
Berdasarkan uraian tabel 4.1 di atas menunjukan bahwa siswi pesantren

Ar Risalah rata2 mengalami tingkat kecemasan ringan sebelum di lakukan

tekhnik relaksasi otot progresif sebanyak 12 orang yaitu 52.2% sedangkan

yang mengalami kecemasan sedang hanya 9 orang dan yang mengalami

kecemasan berat hanya 2 orang.

b. Distribusi Frekuensi sesudah di lakukan intervensi tekhnik Relaksasi

Otor Progresif

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sesudah Dilakukan
Intervensi Tekhnik Relaksasi Otot Di Pesantren
Ar-Risalah Lubuklnggau

No Skala tingkat Frekuensi Percent Valid Comultive


kecemasan percent percent
1. Tidak ada Kecemasan 18 78.3 78.3 78.3
2. Kecemasan Ringan 5 21.7 21.7 100.0
Total 23 100.0 100.0 -

Berdasarkan uraian tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa siswi

pesantren Ar-Risalah rata2 mengalami penurunan kecemasan sesudah di

lakukan intervensi tekhnik relaksasi otot progresif siswi yang mengalami

penurunan kecemasan sebanyak 18 orang 78.3 tidak ada kecemasan

sedangkan yang mengalami kecemasan ringan hanya 5 orang yaitu 21.7%

mengalami penurunan.

2. Analisa Bivariat

a) Perbedaan pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif terhadap

kecemasan yang mengalami PMS siswi pesantren Ar-Risalah

51
Tabel 4.3
Pengaruh Tekhnik Relaksasi Otot Progresif terhadap Perubahan Tingkat
Kecemasan mengalami Pre Menstruasi Sindrom (PMS) pada siswi
pesantren Ar-Risalah

95% Confidence P N
Variabel Mean SD SE interval of the value
difference
Lower Upper
Sebelum di
lakukan tekhnik
relaksasi otot 21,69 4,332 0,903
progresif
Sesudah di 9,071 11,537 0,001 23
lakukan tekhnik
relaksasi otot 11,39 2,482 0,517
progresif

Berdasarkan tabel 4.3 dari 23 responden dapat d nyatakan d atas bahwa

rata-rata sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif 21,69% dengan

standar deviasi 4,332. Sesudah di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif di

dapatkan nilai rata rata 11,39% dengan standar deviasi 2,482. Hasil uji dari

statistic di dapatkan nilai p value adalah 0.001 di mana p<0,05 yang artinya

Ha di terima dan ada pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif terhadap

penurunan kecemasan pada siswi pesantren Ar-Risalah lubuklinggau.

B. PEMBAHASAN

1. Analisa Univariat

a. Tingkat kecemasan sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot

progresif

Dari tabel 4.1 di tujukan bahwa nilai rata-rata yaitu 21,69% dengan

kategori kecemasan sedang, hampir seluruh responden mengalami

52
kecemasan sedang sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif

pada di pesantren Ar-Risalah lubuklinggau.

Biasanya kecemasan siswi berada pada kecemasan sedang dan

ringan dimana skala kecemasan berdasarkan skala HARS berada pada

skor 21-27 kecemasan sedang dan 14-20 kecemasan ringan. Hal ini

berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan di pesantren Ar-Risalah

lubuklinggau terdapat nilai 21,69% dengan kategori kecemasan sedang

sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif, nilai tersebut cukup

tinggi karena hampir seluruh responden mengalami nyeri ringan.

Berdasarkan hasil koesioner tingkat kecemasan menggunakan skala

HARS kepada responden sebelum di lakukannya tekhnik relaksasi otot

progresif, meliputi 3 aspek dari hasil pengukuran menunjukkan

kecemasan yaitu yang paling dominan responden mengalami kecemasan

ringan ada 12 orang responden sedangkan kecemasan sedang ada 9 orang

responden dan kecemasan berat ada 2 orang responden, dapat di ketahui

bahwa tingkat kecemasan yang di alami responden yaitu kecemasan

ringan kenapa peneliti mengambil kecemasan ringan karena dengan

kecemasan ringan responden lebih mudah berkonsentrasi dalam

melakukan tekhnik relaksasi otot progresif dan bisa menimbulkan hasil

yang signifikan dalam perubahan tingkat kecemasan yang di alami.

Dimana kecemasan ringan banyak yang di alami responden berkaitan

dengan perasaan seseorang yang di rasakan secara berlebihan. Hal ini di

53
tunjjukkan dengan perasaan mudah tersinggung, tidak sabar, gelisah,

tegang, dan cepat marah serta perasaan badmood.

Setelah di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif pada 23

responden dan di lakukan lebih kurang sebanyak 1 kali sehari dalam 3

hari berturut-urut pada setian respondennya, maka hasil nilai rata-rata

yang di dapatkan yaitu sebesar 11,39 dengan katagori tidak ada

kecemasan terjadinya penurunan nilai rata-rata pada responden, hampir

seluruh responden berada pada skor tidak ada kecemasan yang di alami.

Sesuai dengan teori Potter & Perry tahun 2006 menyatakan bahwa

relaksasi adalah pendekatan perilaku kognitif yang paling luas digunakan

untuk manajemen nyeri dan mengatasi kecemasan. Relaksasi di

definisikan sebagai tekhnik yang mendukung dan memperoleh relaksasi

untuk tujuan mengurangi tanda dan gejala yang tidak di inginkan seperti

nyeri, ketegangan otot dan Kecemasan. Relaksasi di artikan sebagai bebas

relatif dari cemas dan ketegangan otot skeletal yang memanifestasikan

sebagai kedamaian dan perasaan tentram (Potter&Perry, 2006).

Hal ini juga di dukung oleh pendapat smelzert tahun 2002 bahwa

melakukan relaksasi dapat di pandang sebagai usaha pembebasan mental

dan fisik dari tekanan stres dan kecemasan. Dengan relaksasi pasien dapat

mengubah persepsi terhadap kecemasan . Kemampuan dalam melakukan

relaksasi fisik dapat menyebabkan relaksasi mental dan relaksasi

merupakan metode paling efektif terutama pada pasien yang kronis

(Smelzert,2002)

54
Menurut Helmi Fitriani (2017) mengatakan bahwa dapt di

manipulasi atau d kontrol dengan pemberian intervensi sederhana dengan

menganjurkan responden untuk melakukan tekhnik relaksasi otot

progresif atau mengontraksikan otot secara bergantian.

Penelitian ini di dukung oleh penelitian Dian Anisia Widyaningrum

dan Dwi Intan Permata Sari tahun 2018, tentang pengaruh tekhnik

relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan

menghadapi pre menstrual syndrome pada siswi SMPN Bendo kabupaten

magetan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh

tekhnik relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan. Subjek

penelitian ini adalah siswi SMPN Bendo di kabupaten magetan 2017.

Jenis penelitian ini menggunakan desain pra Eksperimen dengan metode

pendekan pra-post test design. Sampel penelitian ini adalah siswi yang

mengalami pre menstruasi syndrom. Pengambilan sampel denga tekhnik

purposive sampling dengan 15 responden. Analisa data menggunakan uji

walcoxon. Hasil yang di dapatkan sebelum di lakukan tekhnik relaksasi

otot progresif tingkat kecemasan cemas sedang yaitu 60,0% sedangkan

sesudah di lakukan intervensi paling banyak dalam kategori cemas ringan

yaitu 53,3% berdasarkan uji statistik menunjukan adanya pengaruh

tekhnik relaksasi otot progresif terhadap perubahan timgkat kecemasan

menghadapi pre menstruasi sindrom.

Dari uraian di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa perasaan

cemas adalah suatu hal yang mengganggu emosional sehingga muncul

55
perasaan-perasaan yang tidak jelas sehingga mengakibatkan firasat buruk

terhadap sesuatu sehingga mengganggu aktifitas misalnya, sebelum masa

menstruasi datang biasanya muncul rasa nyeri, mudah tersinggung,

menangis tak tau sebab serta bad mood hal ini di namakan pre menstruasi

syndrome (PMS). Kecemasan saat PMS ini muncul berbeda-beda pada

setiap penderita ada yang megalami kecemasan berat sekali/panik,

kecemasan berat, kecemasan sedang, kecemasan ringan sampai tidak ada

kecemasan/tidak memiliki kecemasan sama sekali.

b. Tingkat kecemasan sesudah dilakukan tekhnik relaksasi otot

progresif

Dari tabel 4.3 di tunjukkan bahwa setelah di lakukan tekhnik

relaksasi otot progresif memiliki penurunan kecemasan sebanyak 18 atau

78,3% orang dengan tidak ada kecemasan hampir seluruh responden

mengalami penurunan kecemasan dari kecemasan sedang menjadi tidak

ada kecemasan yang di alami responden setelah di lakukannya intervensi

berubah tekhnik relaksasi otot progresif di pesantren Ar-Risalah

lubuklinggau.

Berdasarkan hasil koesioner tingkat kecemasan menggunakan skala

HARS kepada responden sesudah di lakukannya tekhnik relaksasi otot

progresif, meliputi 2 aspek dari hasil pengukuran menunjukkan

kecemasan yaitu yang paling dominan responden dalam katagori tidak

ada kecemasan ada 18 orang responden sedangkan kecemasan ringan ada

5 orang responden, setelah di berikan intervensi tekhnik relaksasi otot

56
progresif ini kecemasan sangat menurun drastis dan membuahkan hasil

yang sangat signifikan, dengan adanya tekhnik relaksasi ini sangat

berpengaruh untu kecemasan pre menstruasi sindrome (PMS).

Menurut stuart dan sundeen (2016) kecemasan adalah keadaan

emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan dipicu oleh hal yang tidak di

ketahui dan menyertai semua pengalaman baru. Karakteristik kecemasan

ini yang membedakandari rasa takut. Menurut Zakaria (2015) kecemasan

adalah suatu perasaan yang tidak menanyakan yang digambarkan dengan

kegelisahan atau ketegangan dan tanda-tanda hemodinamik yang

abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi simpatik, parasimpatik dan

endokrin. Menurut rachmad (2009) kecemasan timbul karena adanya

sesuatu yang tidak jelas atau tidak d ketahui sehingga muncul perasaan

yang tidak tenang, rasa khawatir, atau ketakutan.

Skala kecemasan menurut hamilton anxiety rating scale adalah

Kecemasan yang dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan

menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety

Rating Scale). Skala HARS adalah suatu pengukuran kecemasan yang

didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami

kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 symptom yang nampak,

setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol

Persent) sampai dengan 4 (severe) skor 14 tidak ada kecemasan skor 21-

27 kecemasan sedang dan 14-20 kecemasan ringan skor 21-27 kecemasan

berat 28-41 kecemasan berat sekali atau panik 42-56 (Stave, 2012).

57
Penelitian ini di dukung oleh penelitian Dian Anisia Widyaningrum

dan Dwi Intan Permata Sari tahun 2018, tentang pengaruh tekhnik

relaksasi otot progresif terhadap perubahan tingkat kecemasan

menghadapi pre menstrual syndrome pada siswi SMPN Bendo kabupaten

magetan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh

tekhnik relaksasi otot progresif terhadap penurunan kecemasan. Subjek

penelitian ini adalah siswi SMPN Bendo di kabupaten magetan 2017.

Jenis penelitian ini menggunakan desain pra Eksperimen dengan metode

pendekan pra-post test design. Sampel penelitian ini adalah siswi yang

mengalami pre menstruasi syndrom. Pengambilan sampel denga tekhnik

purposive sampling dengan 15 responden. Analisa data menggunakan uji

walcoxon. Hasil yang di dapatkan sebelum di lakukan tekhnik relaksasi

otot progresif tingkat kecemasan cemas sedang yaitu 60,0% sedangkan

sesudah di lakukan intervensi paling banyak dalam kategori cemas ringan

yaitu 53,3% berdasarkan uji statistik menunjukan adanya pengaruh

tekhnik relaksasi otot progresif terhadap perubahan timgkat kecemasan

menghadapi pre menstruasi sindrom.

Penelitian dari Dian Anisia Widyaningrum dan Dwi Intan Permata

Sari tahun 2018 berpendapat bahwa ada pengaruh tekhnik relaksasi otot

progresif terhadap perubahn tingkat kecemasan siswi emnghadapi pre

menstruasi sindrome, hal ini sesuai dengan teori bahwa tekhnik relaksasi

otot progresif dapat menurun kan kecemasan pada seseorang karena

tekhnik relaksasi otot progrsif dapat menurunkan kecemasan,

58
menenangkan dan merilekskan tubuh. Sehingga penggunaan tekhnik

relaksasi otot progresif dapat di terapkan karena mudah di lakukan,

relaksasi ini hanya melibatkan siste otot tanpa melakukan alat lain dan

dapat di lakukan ketika dalam keadaan istirahat yaitu sedang menonton tv

atau duduk di kursi, sehingga mudah di lakukan kapan saja, selain itu

relakasasi ini bisa di gunakan sebagai sala satu alternatif ketika

menghadapi pre menstruasi sindrome (PMS).

Tekhnik relaksasi otot progresif juga mampu merangsang tubuh

untuk melepaskan opiat endogen yaitu endorvin. Endorfin adalah

substansi seperti morvin yang memproduksi tubuh yang berfungsi sebagai

inhibitor terhadap transmisi kecemasan dan nyeri. Sehingga apabila tubuh

mengeluarkan substansi, salah satu efeknya adalah penurunan kecemasan

dan pereda nyeri. Kondisi tersebut di dukung oleh suzanne C. Smelzer

dan Brenda G. Bare yang menyatakan bahwa relaksasi otot progresif di

percaya dapat menurukan kecemasan dan menurunkan rasa nyeri dengan

merilekskan ketegangan otot. Mekanisme tersebut menjelaskan bahwa

intervensi relaksasi otot progresif dapat menurunkan skala kecemasan dan

skala nyeri ( Health journal, 2014)

2. Analisa Bivariat

Pengaruh tekhnik relaksasi otot progresif terhadap penurunan

kecemasan menghadapi pre menstruasi syndrome pada siswi

setelah di lakukan uji statistic Uji t dependen sehingga di dapatkan

tingkat kecemasan pada siswi yang mengalami pre menstruasi sindrom

59
(PMS) Sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif terdapat nilai

mean adalah 21,69 dan sesudah di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif di

dapatkan nilai mean kecemasan adalah 11,39. Data diatas menunjukkan

bahwa tingkat kecemasan pasien yang mengalami pre menstruasi sindrome

sebelum dan sesudah di lakukannya tekhnik relaksasi otot progresif

mengalami penurunan atau perubahan yaitu dari 21,69 menjadi 11,39 di

mana nilai p value 0,001 ( p < 0,05 ) yang artinya secara statistik tingkat

kecemasan tersebut berubah secara bermakna. Pengaruh yang di berikan

adalah adanya perubahan yang sangat signifikan antar nilai tingkat

kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan tekhnik relaksasi otot progresif

yang mengalami tingkat kecemasan pada siswi yang mengalami pre

menstruasi sindrome.

Menurut penelitian apryaningsih tahun (2020), siswi yang mengalami

pre menstruasi sindrome dan disminorea rentan mengalami kecemasan hal ini

di sebabkan adanya perasaan yang timbul melalui emosi pasien yang

mengalami pre menstruasi sindrom perasan cemas bisa datang kapan saja

karena kecemasan dapat konsekuensi fisik, emosi intelektual, social dan

spiritual. Biasanya efek tersebut terjadi bersamaan kerena mempengaruhi

seseorang secara fisik maupun emosional, mengancam keyakinan dan nilai

seseorang. Salah satu manifestasi stres adalah cemas.

Menurut kaplan, Saddock, dan Grebb (2010) kecemasan adalah respon

terhadap sitiasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang

terjadi yang di sertai perkembangan, perubahan. Kecemasan merupakan suatu

60
perasaan subyektif mengenai ketegangan mental dan menggelisahkan sebagai

reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak

adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya

tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis

dan psikologis. Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan

suatu keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap

kesehatan.

Kecemasan adalah suatu perasaan takut dan gelisah yang tidak jelas

serta tidak di dukung oleh situasi dan keadaan yang ada. Adapun macam-

macam dari tingkat kecemasan yang di alami adalah tidak ada kecemasan,

kecemasan ringan, kecemasan berat, kecemasan berat sekali/panik. Siswi

yang mengalami kecemasan pre menstruasi sindrom sering merasa mudah

tersinggung, sering marah, badmood dan seringkali mudah menangis karena

emosional yang terganggu oleh karena itu perlu di lakukannya intervensi

keperawatan yaitu dengan tekhnik relaksasi otot progresif gunanya agar bisa

merileksasikan siswi yang mengalami kecemasan pre menstruasi sindrom.

Adapun tingkat kecemasan pada siswi yang mengalami pre menstruasi

sindrom sebelum dilakukan tekhnik relaksasi otot progresif adalah tingkat

kecemasan sedang dan ringan. Sedangkan tingkat kecemasan siswi yang

mengalami pre menstruasi sindrom sesudah di berikan tekhnik relaksasi otot

progresif adalah tingkat kecemasan tidak ada kecemasan dan kecemasan

ringan.

61
Peneliti berasusmi bahwa, tingkat kecemasan pada siswi yang

mengalami kecemasan pre menstruasi sindrom sebelum dan sesudah di

lakukan tekhnik relakasasi otot progresif mengalami perubahan yang sangat

signifikan yaitu adanya penurunan tingkat kecemasan. Tingkat kecemasan

siswi yang mengalami kecemasan pre menstruasi sindrom sebelum di

lakukan tekhnik relaksasi otot progresif mengalami perubahan setelah di

lakukan tekhnik relaksasi otot progresif, sehingga adanya pengaruh yang

sangat signifikan dalam tekhnik relaksasi otot progresif kepada siswi yang

mengalami kecemasan pre menstruasi sindrome.

62
C. KETERBATASAN PENELITI

Dalam keterbatasan penelitian ini, peneliti berbagai keterbatasan dalam

melakukan penelitian, adapun beberapa keterbatasan yang di alami peneliti

dalam uraian sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini mempunyai keterbatasan ialah upaya mengajak

responden untuk melakukan tekhnik relaksasi otot progresif karena adanya

kecemasan yang di alami, responden banyak belum mengerti tentang tekhnik

relaksasi ini sehingga peneliti sangat banyak memberikan pengarahan dan

ajaran ber ulang-ulang bahwa penelitian ini sangat penting dan bermanfaat

bagi mereka.

2. Dalam penelitian ini mungkin masih banyak kekurangan dan belum mencapai

kesempurnaan dalam meneliti karena hal ini merupakan pertama kali

penelitian yang di lakukan sehingga peneliti masih dalam tahap belajar dan

sangat berusaha lebih baik lagi kedepannya dalam meneliti.

63
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dapat di simpulkan bahwa :

1. siswi pesantren Ar Risalah rata2 mengalami tingkat kecemasan ringan

sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif sebanyak 12 orang yaitu

52.2% sedangkan yang mengalami kecemasan sedang hanya 9 orang yaitu

39,1% dan yang mengalami kecemasan berat hanya 2 yaitu 8,7% orang.

2. siswi pesantren Ar-Risalah rata2 mengalami penurunan kecemasan sesudah

di lakukan intervensi tekhnik relaksasi otot progresif siswi yang mengalami

penurunan kecemasan sebanyak 18 orang 78.3 tidak ada kecemasan

sedangkan yang mengalami kecemasan ringan hanya 5 orang yaitu 21.7%

mengalami penurunan.

3. Perbedaan nilai rata-rata sebelum di lakukan tekhnik relaksasi otot progresif

21,69% dengan standar deviasi 4,332. Sesudah di lakukan tekhnik relaksasi

otot progresif di dapatkan nilai rata rata 11,39% dengan standar deviasi

2,482. Maka hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan kecemasan yang

sangat signifikan antar sebelum dan sesudah melakukan tekhnik relaksasi otot

progresif dalam menurunkan tingkat kecemasan pada siwi di pesantren AR-

Risalah lubuklinggau

B. SARAN

Berdasarkn dengan kesimpulan di atas, ada beberapa hal yang dapat di saran

kan untuk pengembangan dari hasil penelitian ini terhadap penurunan kecemasan

64
1. Tempat penelitian

Di tempat penelitian di harapkan siswi pesantren Ar-Risalah dapat

memahami dan menerapkan tekhnik relaksasi otot progresif yang telah di

ajarkan guna untuk menurunkan tingkat kecemasan yang di rasakan oleh

siswi yang mengalami kecemasan yang di sebabkan oleh pre menstruasi

sindrome

2. Institusi Pendidikan

Di harapkan agar dapat memberikan materi/informasi kepada

mahasiswi tentang tekhnik relaksasi otot progresif sebagai salah satu

pengobatan secara non farmakologis dalam penurunan kecemasan dan

perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

3. Peneliti Selanjutnya

Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat menggunakan dua kelompok

yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi agar bisa lebih efektif dan

bisa mengetahui pengaruh perbedaaan di antara masing masing kelompok

yang di lakukan intervensi dan yang tidak di lakukan intervensi.

65
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, I. Putria, D. E. dan Afriyanti, E. (2014). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif


Terhadap Penurunan Disminore Pada Mahasiswi A 2012 Fakultas
Keperawatan Unand Diakses pada 1 juni 2020, dari http://ners.fkep.
Unand.ac.id/index.php/ners/article/download/ad/23/20

Andrews, G. (2010). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Ed 2. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Astuti, H. T. dan Ruhyana. (2015). Tentang Pengaruh Pemberian Terapi Relaksasi


Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul. Jurnal: Universitas Muhamadiyah Bantul.

Council S. (2017). Manajemen stress, [e-book], diakses tanggal 20 oktober 2017


Dari: https://books.google.co.id/books?id=DXzaC7RzxkcC&printsec=frontco
ver&hl=id&source=gbs_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false

Damayanti, S.B, Istiningtyas, A & kartina, I (2020), Pengaruh Terapi Otot Progresif
terhadap Stres Pada Remaja Putri Saat Premenstrual Sindrom 2020 Fakultas
Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.

Finurina, I & Susiyadi (2016) Pengaruh Sindrom Menstruasi Terhadap Kecemasan


Mahsiswi 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Vol.14 No.1 diakses februari 2016

Fitriani, (2018). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tingkat nyeri
pada remaja pondok pesantren batang kabung kota padang. Jurnal:
kesehatan

Irliana. (2014). Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja


Tentang Syndrom Premenstuasi Di SMP Mataram Kasihan Bantul.

66
Jumrotin, Suroso & Meyutariningsih, T, (2018), Terapi Relaksasi Progresif Untuk
Menurunkan kecemasan siswi dalam menghadapi manarce vol. 7.No.1
Diakses 1 juni 2018 dari http://jurnal.untag.sby.ac.id/index.php/persona

Laili, S. I. dan Dewi, L. L. (2014). Tingkat Kecemasan Remaja Putri Dalam


Menghadapi Premenstrual Syndrome Di SMP 2 Sooko Mojokerto.

Lestari, C. P. (2015). Hubungan Sindrom Prementruasi Dengan Tingkat Kecemasan


Pada Siswi Kelas XI Jurusan Akutansi SMK Negeri 1 Bantul Yogyakarta

Manurung , N. (2016). Terapi Reminiscence. Jakarta : CV trans Info Media.

Masyur K. (2014). Teknik Relaksasi otot Progresif, Fakultas Ilmu Keperawatan


UNISSULA, [Scrib]

Nur, N. L. (2011). Buku Pintar Menstruasi. Jogyakarta : Buku Biru.

Nursalam. 2010. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan.Jakarta : Salemba Medikal

Proverawati, A. dan Misaroh, S. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh


Makna. Yogyakarta : Nuha Medika.

Rahmawati dan setyawati, R (2017) Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap


Premenstrual Syndrome (PMS) Pada Remaja Putri Pondok Pesantren Fathul
Huda Kebondalem Purwokerto 2017 Fakultas Psikologi Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.

Rerenrahmawati. (2014). Latihan Otot Progresif, [Scrib].

Savitri R. 2015. Gambaran Skala Nyeri Haid pada Usia Remaja, Jurnal
Keperawatan ‘Aisyiyah (JKA) ,vol. 2(2), Desember, p. 25-29.

Soekidjo Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 2. Rineka


Citra. Jakarta.

67
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, R&D. Bandung :
Alfabeta, CV.

Watirohma & Setyawati. R (2017). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap


menstruasi pada Remaja Putri pondok pesantresn fathul Huda. Universitas
sultan agung Tirtayasa.

Widianingrum, D.A Sari, D.I.P (2016), Pengaruh Tehnik Otot progresif terhadap
perubahan tingkat kecemasan, Jurnal: Keperawatan STIKES Bhakti Husada
Madiun

Wirenviona R. (2020). Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja, [e-book], diakses


2020https://books.google.co.id/books?id=Ssf0DwAAQBAJ&pg=PA1&dq=ko
nsep+remaja&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwidzvSrvoHuAhUEfH0KHaewAs
EQuwUwA3oECAMQBw#v=onepage&q=konsep%20remaja&f=false

World Health Organization (WHO). (2015). Adolescent Development: Topicc at


Galance

68
LAMPIRAN 1

HAMILTON RATING SCALE ANXIETY


(HARS)

Nomor Responden :

Nama Responden :

Umur Responden :

Skor : 0 = Tidak mempunyai gejala apapun sama sekali

1 = Satu dari gejala yang muncul

2 = Sedang Setengan/separuh dari gejala yang muncul

3 = Berat lebih dari separuh gejala yang muncul

4 = Sangat berat semua gejala yang di alami muncul

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai skor dan item 1-5

dengan hasil :

1. Skor < 14 = Tidak ada kecemasan

2. Skor 14 – 20 = Kecemasan ringan

3. Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang

4. Skor 28 – 41 = Kecemasan berat

5. Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali/panik

69
No Pertanyaan 0 1 2 3 4

1. Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2. Ketegangan
- Merasa tegang
- Lesu
- Tak bisa instirahat tenang
- Mudah terkejut
- Mudah menangis
- Gemetar
- Gelisah
3. Ketakutan
- Pada gelap
- Pada orang asing
- Di tinggal sendiri
- Pada binatang besar
- Pada keramaian lalu lintas
- Pada kerumunan orang banyak
4. Gangguan Tidur
- Sukar masuk tidur
- Terbangun malam hari
- Tidur nyenyak
- Bangun dengan lesu
- Banyak mimpi-mimpi
- Mimpi buruk
- Mimpi menakutkan
5. Gangguan kecerdasan
- Sukar konsentrasi
- Daya ingat buruk
6. Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya kesenanagan pada
hobi
- Sedih
- Bangun dini hari
- Perasaan berubah ubah sepanjang
hari
7. Gejala Somatik (Otot)
- Sakit dan Nyeri di otot-otot

70
- Kaku
- Kedutan otot
- Gigi gemerutuk
- Suara tidak setabil
8. Gejala Somatik (Sensorik)
- Tinitus
- Penglihatan kabur
- Muka merah dan pucat
- Merasa lemah
- Perasaan di tusuk-tusuk
9 Gejala Kardiovaskuler
- Takikardia
- Berdebar
- Nyeri dada
- Denyut nadi mengeras
- Perasaan lesu/lemas
- Detak jantung berhenti sekejap
10 Gejala Respiratori
- Rasa tertekan atau sempit di dada
- Perasaan tercekik
- Serig sesak nafas
- Nafas pendek/sesak
11 Gejala Gastrointestinal
- Sulit menelan
- Perut melintir
- Gangguan pencernaan
- Nyeri sebelum dan sesudah
makan
- Perasaan terbakar di perut
- Rasa penuh dan kembung
- Mual
- Buang air besar lembek
- Kehilangan berat badan
- Sukar buang air besar
12 Gejala Urogenital
- Sering buang air kecil
- Tidak dapat menahan seni
- Menorghia
- Menjadi dingin
- Ejakulasi
- Ereksi hilang
- impotensi
13 Gejala Otonom
- Mulut kering

71
- Muka merah
- Mudah berkeringat
- Pusing saki kepala
- Bulu-bulu berdiri
14 Tingkah laku saat PMS
- Gelisah
- Tidak tenang
- Jari gemetar
- Kerut kening
- Muka tegang
- Tonus otot meningkat
- Nafas pendek dan cepat
- Muka merah
- Mudah marah/emosional
Skor Total :

72
LAMPIRAN 2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


TEKHNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Pengertian : Relaksasi progresif adalah memusatkan suatu perhatian pada suatu

aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relasai, untuk

mendapat perasaan relaksasi (Townsend, 2011).

Tujuan terapi: Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, dan laju metabolik (Setyoadi,

2011).

Persiapan : Ruangan yang nyaman dan Musik lembut

Pelaksanaan terapi tekhnik otot progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk melakukan teknik

ini yaitu:

6. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang

tenang dan sunyi.

a. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

b. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup

menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi

dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

c. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.

d. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya mengikat.

73
7. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang

terjadi.

c. Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik Gerakan

pada tangan kiri ini dilakukan dua kali

d. sehingga dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan

keadaan relaks yang dialami.

e. Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

8. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

a. Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan sehingga otot

di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang.

b. Jari-jari menghadap ke langit-langit.

Gambar gerakan 1 dan 2

9. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar padabagian atas

pangkal lengan).

a. Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

74
b. Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot biseps akan

menjadi tegang.

10. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur

a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh

kedua telinga.

b. Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi di

bahu punggung atas, dan leher.

11. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti

dahi, mata, rahang dan mulut).

a. Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot

terasa kulitnya keriput.

75
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar

mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

12. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh

otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi

ketegangan di sekitar otot rahang.

13. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut. Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di

sekitar mulut.

Gambar 5, 6, 7 dan 8

14. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun

belakang.

a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot

leher bagian depan.

b. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga

dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

15. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

a. Gerakan membawa kepala ke muka.

76
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah

leher bagian muka.

16. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung

a. Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b. Punggung dilengkungkan

c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks.

d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot

menjadi lurus.

17. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-

banyaknya.

b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian

dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

c. Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi

tegang dan relaks

Gambar 10,11,12,13

77
18. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

a. Tarik dengan kuat perut ke dalam.

b. Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

c. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

19. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan

betis).

a. Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan

pindah ke otot betis.

c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

Gambar gerakan 13,14

f. Evaluasi

c) Mengeksplorasi perasaaan pasien

d) Memberikan kesempatan pada pasien untuk memberikan umpan balik

dari terapi yang telah dilakukan.

78
g. Penutup

3) Simpulan

Ada 15 macam gerakan relaksasi yang bisa dilakukan untuk

menurunkan stres dan kecemasan. Gerakan itu bisa dilatih pada area

tangan, bahu, wajah, punggung, perut, dada dan kaki. Gerakan

relaksasi ini bisa dilakukan kapan saja, tanpa pembatasan waktu dan

akan memberikan efek relaks apabila dilakukan dengan benar.

4) Saran

Lakukan gerakan relaksasi ini secara bertahap dan tidak dalam

sekali waktu. Bisa membagi 15 gerakan ini dalam 2 atau 3 sesi sesuai

dengan kondisi dan kemampuan. Setiap kali mengalami stres atau

cemas, terapi ini bisa dilakukan, hati-hati bagi yang memiliki tekanan

darah di atas normal ( > 120/80 mmHg). Terutama pada saat

melakukan penegangan pada area leher, karena dikhawatirkan akan

terjadi vaso konstriksi pembuluh darah leher.

79
LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan oleh peneliti tentang

penelitian yang akan dilaksanakan sesuai judul diatas, saya mengetahui bahwa

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Tekhnik Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Siswi Pesantren Ar-Risalah

Lubuklinggau.

Saya memahami bahwa tidak ada risiko yang akan terjadi dan saya berhak

untuk menhentikan keikusertaan saya dalam penelitian ini tanpa mengurangi hak-

hak saya. Saya juga mengerti bahwa catatan mengenai penelitian ini akan

dijamin kerahasiannya, semua berkas yang mencamtumkan identitas subyek

penelitian hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah

tidak digunakan akan dismunahkan serta hanya peneliti yang tau ada unsur

paksaan dari siapapun, dengan ini saya menyatakan bersedia berpartisipasi dalam

penelitian ini.

Bengkulu, maret 2021

Responden

80
LAMPIRAN 4

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth:

Di

Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa STIKes Bhakti Husada

Bengkulu Program Studi Keperawatan, akan mengadakan penelitian dengan

judul “Pengaruh Tekhnik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan

Kecemasan Pada Siswi Pesantren Ar-Risalah Lubuklinggau”

Partisipasi adik-adik dalam penelitian ini bersifat suka rela. Adik-adik

mempunyai hak bebas untuk berpartisipasi atau menolak menjadi responden dan

jika adik-adik tidak bersedia menjadi responden maka saya akan tetap

menghargai dan tidak akan mempengaruhui dan jika bapak/ibu bersedia, mohon

untuk menandatangani lembaran persetujuan ini. Saya akan menjamin

kerahasiaan identitas dan jawaban yang adik-adik berikan. Jika adik-adik

mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, maka saya dengan senang hati

akan memberikan penjelasan sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang

saya miliki. Demikian permohonan ini disampaikan atas bantuan dan

partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya

Muthmainnah

81
82
83
84
85

Anda mungkin juga menyukai