Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

==========================================================
Metode Pengajaran Bahasa Asing Noor Hilmah, M. Pd
====

Kesalahan-Kesalahan Dalam Berbahasa


“Tugas ini diajukan untuk memenuhi mata kuliah Metode Pengajaran Bahasa
Asing”
STAI AL JAMI BANJARMASIN

Disusun oleh kelompok 7 :


- Muhammad Subhan : 219116143
- Muhammad Sultan Zainullah : 219116144
- Muhammad Syahri : 219116145
- Muhammad Yani : 219116146
- Mushthafa Amir : 219116147
- Sahriannurohman : 219116148
- Surya Rezeki : 219116149
- Zainal Abidin : 219116150

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL JAMI


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2021
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................................. 1
Pendahuluan ........................................................................................................................ 2
BAB I ISI ............................................................................................................................ 3
A. Kesalahan Berbahasa .............................................................................................. 3
B. Sebab dan Sumber Kesalahan Berbahasa ............................................................... 5
1. Pengaruh Bahasa Pertama ................................................................................... 5
2. Faktor Internal Bahasa Target ............................................................................. 6
3. Sistem Pengajaran ............................................................................................... 7
C. Klasifikasi Kesalahan Berbahasa ............................................................................ 8
1. Kategori Linguistik ............................................................................................. 9
2. Kategori Bentuk Lahir ...................................................................................... 12
3. Kategori Komparatif ......................................................................................... 13
4. Kategori Efek Komunikasi................................................................................ 14
BAB II PENUTUP ............................................................................................................ 15
Kesimpulan ................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 16

1
Pendahuluan
Bahasa adalah alat komunikasi yang mempunyai sistem sebagai
keseluruhan aturan atau pedoman yang ditaati oleh pemakainya. Hal ini tidak
hanya berlaku bagi penutur aslinya, namun juga bagi siapapun yang ingin
menggunakannya. Maka, layaknya dalam penggunaan bahasa pertama, seorang
pembelajar bahasa kedua/asing pun dituntut untuk tahu, paham, dan mampu
menggunakan sistem bahasa target yang dipelajarinya dalam bentuk ketrampilan
berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, dan menulis) dengan benar dan tepat
seperti penutur asli. Setiap penyimpangan terhadap sistem bahasa ini dianggap
sebuah kesalahan.
Namun, layaknya juga dalam setiap belajar sesuatu yang baru, pembelajar
bahasa akan menemui berbagai kesulitan dan kendala dalam proses pembelajaran
yang dijalaninya, baik yang muncul dari dalam bahasa itu sendiri maupun dari
luar. Kesulitan-kesulitan inilah yang kemudian menyebabkan kesalahan-
kesalahan.
Kesalahan-kesalahan tidak hanya menjadi persoalan yang akan dihadapi
oleh setiap pembelajar bahasa sebagai pelaku, namun juga merupakan bahan
pemikiran bagi guru sebagai pembimbing yang bertanggung jawab mengarahkan
mereka menuju penguasaan bahasa secara lebih baik. Dari sinilah perlunya
dilakukan analisis kesalahan dalam rangka memperbaiki kualitas proses
pembelajaran yang berlangsung.

2
BAB I
ISI
A. Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa adalah suatu peristiwa yang bersifat inheren dalam
setiap pemakaian bahasa baik secara lisan maupun tulis. Baik orang dewasa yang
telah menguasai bahasanya, anak-anak, maupun orang asing yang sedang
mempelajari suatu bahasa dapat melakukan kesalahan-kesalahan berbahasa pada
waktu mereka menggunakan bahasanya. Namun, jenis serta frekuensi kesalahan
berbahasa pada anak-anak serta orang asing yang sedang mempelajari suatu
bahasa berbeda dengan orang dewasa yang telah menguasai bahasanya. Perbedaan
ini bersumber dari perbedaan penguasaan kaidah-kaidah gramatikal (grammatical
competence) yang pada gilirannya juga menimbulkan perbedaan realisasi
pemakaian bahasa yag dilakukannya (performance).1
Norrish mendefinisikan kesalahan sebagai sebuah penyimpangan
sistematik dari kaidah yang berlaku ketika pembelajar belum menguasai sesuatu
sehingga secara konsisten menggunakannya dengan salah.2 Sedangkan Jack
Richards, John Platt dan Heidi Weber mendefinisikannya sebagai penggunaan
suatu butir bahasa -kata, kaidah gramatika, ungkapan, dll- yang oleh penutur asli
atau seseorang yang fasih dianggap sebagai sebuah kesalahan atau
ketidaksempurnaan belajar.3
Kesalahan berbahasa tidak sama dengan kekeliruan berbahasa. Keduanya
memang merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang menyimpang.
Kesalahan berbahasa terjadi secara sistematis kerena belum dikuasainya sistem
kaidah bahasa yang bersangkutan. Kekeliruan berbahasa tidak terjadi secara
sistematis, bukan terjadi karena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang
bersangkutan, melainkan karena kegagalan merealisasikan sistem kaidah bahasa
yang sebenarnya sudah dikuasai.

1
Reni Supriani & Ida Rahmadani Srg, “Penelitian Analisis Kesalahan Berbahasa”, Jurnal
Edukasi Kultura. Hal.68
2
Jassem Ali Jassem, Study on Second Language Learners of Arabic: An Error Analysis
Approach (Kuala Lumpur: Pustaka Hayathi, 2000). Hal.44.
3
Jack Richards, John Platt dan Heidi Weber, Longman Dictionary of Applied Linguistics
(Inggris: Longman, 1985). Hal.95.

3
Kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi, yaitu karena pembelajar
belum memahami atau menguasai sistem bahasa target yang digunakannya.
Sedangkan kekeliruan atau salah ucap terjadi karena faktor performansi, seperti
kurangnya konsentrasi, kelelahan, kantuk, keterburu-buruan, kerja acak-acakan,
dan semacamnya.4
Secara operasional, dalam melakukan kesalahan, pembelajar biasanya
tidak mampu mengenalinya. Jika ditunjukkan kepadanya kesalahan tersebut, ia
juga tidak mampu membetulkannya, bahkan usahanya untuk membetulkan bisa
menimbulkan kesalahan baru.5 Hal ini karena memang dia belum mengetahui
kaidah atau bentuk ungkapan yang benar. Kesalahan seringkali dilakukan secara
sadar, dalam arti bahwa pembelajar sendiri pada dasarnya merasa bahwa dirinya
belum menguasai sistem bahasa yang sedang ia gunakan sehingga ia tidak yakin
dengan kebenaran ungkapan yang ia hasilkan. Kesulitan yang dialaminya
kemudian mendorongnya untuk menciptakan bahasa sendiri atau bahkan
meninggalkannya. Namun tidak jarang seorang pembelajar merasa ungkapannya
sudah benar padahal ternyata salah. Dengan melihat jenis dan tingkat keseriusan
dari kesalahan yang terjadi, dapat diperkirakan seberapa jauh tingkat penguasaan
pembelajar terhadapnya.
Adapun kekeliruan, biasanya dilakukan pembelajar secara tidak sadar atau
tidak sengaja, namun bila dia kemudian mencermati kembali apa yang telah
diucapkan atau ditulisnya, dia akan segera mengenali kekeliruan yang dibuatnya
dan mampu membenarkannya saat itu juga. Seorang guru juga bisa mengenali
kekeliruan dalam penggunaan suatu kaidah atau butir bahasa dengan melihat
tingkat penguasaan pembelajar terhadap bahasa target, khususnya pada kaidah
atau butir bahasa yang berkaitan.
Kekeliruan lebih merupakan ketidaksengajaan melakukan penyimpangan
dalam penggunaan suatu sistem bahasa target yang sebetulnya telah dikuasai
dengan lengkap atau sempurna, sehingga agaknya tidak perlu mendapat perhatian
karena kemunculannya tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
4
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasa (Bandung: Angkasa, 1990), hlm.
21
5
S. Pit. Corder, Introducing Applied Linguistics (Harmondsworth: Penguin, 1973), hlm. 256.

4
proses pembelajaran bahasa. Sedangkan kesalahan mencerminkan tingkat
perkembangan penguasaan kaidah gramatikal si penutur, sehingga menjadi satu
persoalan penting dalam proses pembelajaran bahasa yang perlu mendapat
perhatian cukup serius, baik dari pihak pembelajar sendiri terlebih dari pihak
pengajar.

B. Sebab dan Sumber Kesalahan Berbahasa


Ada banyak hal yang bisa menimbulkan kesalahan berbahasa. Sebab-sebab
ini bersumber pada tiga hal, yaitu: 1) pengaruh bahasa pertama, 2) kesulitan
internal bahasa target, dan 3) sistem pengajaran bahasa target.
1. Pengaruh Bahasa Pertama
Proses pembelajaran bahasa kedua/asing tidak bisa terlepas dari pengaruh
bahasa pertama yang telah lebih dahulu dikuasai pembelajar atau yang lebih
dikenal dengan istilah transfer. Transfer bisa bersifat positif sehingga menjadi
faktor pendukung dalam proses penguasaan bahasa target, dan bisa pula bersifat
negatif atau yang lebih dikenal dengan istilah interferensi sehingga menjadi faktor
penghambat dalam proses ini.6 Fried berkata: “bahasa pertama pembelajar akan
selalu muncul sebagai faktor penyebab interferensi atau pendukung dalam proses
pengajaran (bahasa asing).”7 Pernyataan ini diperkuat oleh Lado dengan
pendapatnya bahwa semakin banyak persamaan antara bahasa target dan bahasa
pertama akan semakin mudah proses penguasaan bahasa target. Sebaliknya,
semakin banyak perbedaan antara keduanya, akan semakin sulit proses
penguasaan bahasa target.8
Selain pada tataran struktural, interferensi juga bisa terjadi pada tataran
pragmatis, yaitu penggunaan bahasa dalam komunikasi nyata yang di samping
berkaitan dengan faktor linguistik juga melibatkan faktor sosiokultural masyarakat
setempat. Dalam hal ini, penggunaan bahasa bisa menjadi salah jika tidak sesuai

6
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasiaonal: Metodologi Pembelajaran Bahasa, Analisis
Kontrastif antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa (Jakarta: Erlangga, 1997), Hal. 104-136.
7
Jassem Ali Jassem, op cit. Hal.61
8
Robert Lado, Linguistics Across Cultures (Ann Arbor: University of Michigan Press, 1957).
Hal. 50.

5
dengan budaya setempat. Sebagai contoh, dalam budaya orang Indonesia, kita
biasa menyapa seseorang dengan ucapan: “Selamat pagi Bu, mau ke mana?”
Namun ketika kalimat ini kita terapkan kepada orang Inggris dengan
mengucapkan: “Good morning maam, where are you going?”, mereka tidak akan
terima bahkan bisa menimbulkan salah paham, marah, atau bahkan sakit hati. Hal
ini karena pertanyaan tersebut di atas memasuki wilayah pribadi seseorang yang
menjadi salah satu topik terlarang dalam budaya orang Inggris.9
Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa interferensi akan selalu
ada sebagai salah satu penyebab munculnya kesalahan para pembelajar bahasa
meski dengan besar persentase yang berbeda-beda. Bahkan secara lebih ekstrim,
para pendukung Analisis Kontrastif versi kuat mengatakan bahwa interferensi
adalah satu-satunya sumber munculnya kesalahan-kesalahan berbahasa
10
kedua/asing.
Meski interferensi akan dialami setiap pembelajar bahasa asing, pengaruh
ini biasanya lebih terasa pada masa-masa awal pembelajaran. Seiring
berkembangnya proses penguasaan pembelajar terhadap bahasa target, pengaruh
interferensi akan semakin berkurang dan berkurang lagi.
2. Faktor Internal Bahasa Target
Selain karena faktor interferensi, kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam
proses penguasaan bahasa kedua/asing banyak bersumber pada kesulitan atau
kompleksitas sistem bahasa target itu sendiri. Hasil penelitian bahkan
menunjukkan bahwa faktor internal bahasa target merupakan sumber kesalahan
terbesar. Bahasa pertama (yang sering dituduh sebagai sumber kesalahan terbesar
berbahasa kedua), berdasarkan rata-rata hasil beberapa penelitian kesalahan dalam
berbagai bahasa, ternyata hanya menjadi faktor penyebab yang tidak terlalu besar,
yakni sekitar 33% saja.11 Selebihnya banyak berasal dari bahasa kedua itu sendiri.
Hal ini berbeda jauh dengan pandangan a priori Analisis Kontrastif versi kuat di

9
Sri Utari Subyakto-Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa (Jakarta: Gramedia, 1993).
Hal. 138-148.
10
Rod Ellis, The Study of Second Language Acquisition (Oxford: Oxford University Press,
1994). Hal. 302.
11
Rod Ellis, Understanding Second Language Acquisition (Oxford: Oxford University Press,
1986), Hal. 29.

6
atas yang menganggap bahasa pertama sebagai satu-satunya sumber kesalahan
berbahasa kedua.
Bahasa Arab, misalnya, mempunyai banyak karakteristik yang relatif
rumit sehingga tidak mudah untuk dikuasai. Berbagai literature bahkan
menunjukkan bahwa orang Arab sendiri pun banyak menemui kesulitan dalam
proses memperoleh dan mempelajari bahasa ini sehigga tidak sedikit mereka yang
telah dewasa pun masih melakukan beberapa kesalahan. Jika di tanah air tidak
banyak kita jumpai buku tata bahasa Indonesia selain sebagai buku ajar di
sekolah-sekolah, banyak kita jumpai buku tatabahasa Arab dengan pembahasan
mendetail yang diperuntukkan tidak hanya untuk orang asing, namun juga untuk
orang-orang Arab sendiri secara umum.
3. Sistem Pengajaran
Kesalahan para pembelajar bahasa tidak jarang juga disebabkan oleh
sistem pembelajaran yang digunakan, di antaranya adalah:
a. Model
Belajar berbahasa dengan baik dan benar membutuhkan model berbahasa
yang baik dan benar pula. Hal ini karena berbahasa adalah suatu kebiasaan yang
diperoleh dan dipelajari lewat proses mendengar, merekam, mengingat, dan
menirukannya kembali. Kesalahan berbahasa mungkin disebabkan oleh model
yang kurang baik, yang kemudian ditiru tanpa ada perbaikan atau model
bandingan.
Model bahasa bisa berupa guru, buku atau kamus, yang semuanya menjadi
rujukan bagi pembelajar dalam menghadapi masalah-masalah berbahasa.12
Guru, sebagai model utama dalam pengajaran bahasa, tidak sedikit yang
belum memiliki kemampuan memadai, baik dalam penguasaan terhadap struktur
bahasa maupun terhadap ketrampilan berbahasa, sehingga berdampak kurang baik
pula terhadap kualitas para pembelajarnya.
Dari segi buku, masih ada beberapa buku tuntunan belajar bahasa asing
yang disusun secara kurang sempurna sehingga muncul beberapa kesalahan,
seperti kaidah yang salah, kosa kata atau ungkapan yang kurang tepat, dan kalimat

12
Jos Daniel Parera, op cit, Hal.101

7
yang bergaya bahasa pertama. Kekurangan-kekurangan ini bisa diakibatkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis atau penyusunan buku yang
tidak cermat dan terburu-buru.
Adapun kamus bahasa, tidak jarang kita dapati dengan penjelasan makna
yang sangat terbatas untuk masing-masing kosakata yang dihimpunnya, padahal
hampir setiap kata mempunyai makna yang sangat kompleks dengan munculnya
perbedaan makna sesuai konteks penggunaannya. Penggunaan kamus seperti ini
akan menjebak pembelajar pada satu makna yang diperolehnya sehingga bisa
menimbulkan kesalahpahaman atau ketidakpahaman terhadap makna ungkapan
yang ditemuinya.
b. Metode
Di antara beberapa penyebab kesalahan berbahasa adalah kurang
efisiennya teknik dan metodologi pengajaran yang digunakan.13 Demikian juga
penggunaan metode pengajaran yang hanya memfokuskan pada salah satu
ketrampilan berbahasa akan membuat ketrampilan bahasa lain kurang
berkembang sehingga menimbulkan banyak kesalahan. Metode Grammar-
Translation misalnya, hanya menekankan pada penguasaan grammar serta
pengembangan ketrampilan membaca dan terjemah. Akibatnya, kemampuan para
pembelajar dalam berbicara dan menulis menjadi lemah.
c. Materi
Materi pengajaran bisa menimbulkan kesalahan bila contoh yang diberikan
tidak tepat atau tidak benar. Aspek ketiga ini sangat berkaitan dengan aspek
pertama di atas, yaitu model. Materi pada dasarnya adalah apa yang disampaikan
oleh model, baik yang berupa guru, buku ajar, maupun kamus.

C. Klasifikasi Kesalahan Berbahasa


Kesalahan berbahasa bisa terjadi pada semua unsur kebahasaan dan aspek
penggunaan bahasa. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh para

13
Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa: Untuk Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Guru
Bahasa (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, tt.), Hal. 53

8
peneliti, kesalahan-kesalahan ini bisa dikelompokkan dalam berbagai kategori
berikut:
1. Kategori Linguistik
Yaitu kesalahan pada tataran komponen atau unsur bahasa. Politzer dan
Ramirez mengawalinya dengan melakukan analisis kesalahan pada tataran
morfologi, sintaksis, dan kosakata.14 Di samping ketiga aspek di atas, dua aspek
linguistik lain juga bisa diambil dalam analisis kesalahan, yaitu fonologi dan
grafologi. Berikut penjelasan masing-masing:
a. Kesalahan morfologis
Yaitu kesalahan pada tingkatan perubahan bentuk morfem dalam
konstruksi suatu kata. Bahasa Indonesia memiliki titik rumit pada aspek morfologi
yang sering menjadi daerah rawan kesalahan bagi orang-orang yang
mempelajarinya sebagai bahasa asing, salah satunya adalah penggunaan afiksasi
pada kata kerja.15 Pada kelompok kata kerja transitif saja, ada beberapa macam
afiks yang bisa ditambahkan dalam pembentukannya dari kata dasar, yaitu “me-”,
“ber-”, “me- kan”, atau “me-i” seperti pada kata: “memasak”, “belajar”,
“mengerjakan”, dan “menghindari”; atau sama sekali tidak ada afiks yang
ditambahkan, seperti kata “makan”. Kerumitan ini masih ditambah dengan variasi
dalam satu macam afiks sesuai dengan kata yang dimasukinya. Afiks “me-” bisa
berubah menjadi “men-”, “mem-”, “meng-” atau “meny-”, seperti pada kata:
melatih, menjaga, membagi, menghisap, dan menyapa. Penggunaan afiks-afiks ini
seringkali terukar antara satu dan yang lain.
b. Kesalahan sintaktis
Yaitu kesalahan pada tingkatan konstruksi frase atau kalimat. Kesalahan
pada aspek ini paling banyak terjadi pada penggunaan bahasa secara produktif,
terutama dalam ketrampilan menulis. Contoh: Harian Umum Pikiran Rakyat
tanggal 11 Agustus 1999 dalam salah satu rubriknya memuat sebuah kalimat,
“Darah, jiwa, raga, dan harta telah menyatu pada bumi Indonesia, menjadi saksi
berdirinya negara Republik Indonesia.”
14
Rod Ellis, op cit. Hal. 54.
15
Setya Tri Nugraha, Kesalahan-kesalahan Berbahasa Indonesia Pembelajar Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Asing: Sebuah Penelitian Pendahuluan (artikel, tidak diterbitkan).

9
Jika dilihat secara sepintas kalimat ini sepertinya benar, tetapi bila dilihat
secara cermat kalimat tersebut tidak benar karena predikat “menjadi” belum
memiliki subyek. Seharusnya kalimat tersebut diperbaiki dengan menambah kata
“yang” antara kata “harta” dan “telah” serta menghilangkan koma yang muncul
setelah kata “Indonesia”
Kesalahan seperti itu sering juga muncul pada skripsi yang berbahasa
Inggris, seperti kalimat berikut ini yang tidak memiliki subyek. Kalimat tersebut
berbunyi With watching television, especially English film, can exercise and
learn,….” Ada dua kesalahan pada kelimat ini: pertama kalimat ini menggunakan
preposisi yang salah sebelum frase watching televison, dan yang kedua tidak
memiliki subyek.
Agar kalimat ini menjadi lengkap dan memiliki subyek dan predikat yang
jelas harus berbunyi: “By watching television especially English film a language
learner can exercise and learn,….” Kalimat seperti itu, yaitu yang tidak memiliki
subyek banyak ditemukan pada tulisan mahasiswa-mahasiswa yang kemahiran
berbahasanya sedang-sedang saja.16
c. Kesalahan leksiko-semantik
Yaitu kesalahan dalam penggunaan atau pemilihan suatu kata atau istilah,
baik karena berbeda dari makna yang dikehendaki atau tidak sesuai dengan
konteks pembicaraan. Dengan demikian, kesalahan leksiko-semantik tidak hanya
menyangkut kebenaran penggunaan kata, namun juga ketepatan pemilihannya
sesuai dengan konteks komunikasi, baik dari segi latar, partisipan, tujuan, saluran,
maupun topik.17 Misalnya: “Your baby is fat and funny, yes?” (“Wah, anak ini
lucu dan gemuk, ya?”). Kata-kata “fat” dan “funny” tidak tepat digunakan dalam

16
Quipper Indonesia, “Yuk Belajar Kesalahan Sintaksis dalam Morfologi Bahasa untuk
Bekal Kuliah di Jurusan Sastra!”, diakses dari https://www.quipper.com/id/blog/quipper-
campus/campus-life/yuk-belajar-kesalahan-sintaksis-dalam-morfologi-bahasa-untuk-bekal-kuliah-
di-jurusan-sastra/ pada tanggal 20 september 2021 pukul 06.28.
17
Furqanul Azies dan Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif, Teori dan
Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), Hal.13

10
konteks ini karena mempunyai arti yang negatif. Ungkapan yang tepat adalah:
“Your baby is cubby and cute (looks well)!”18
d. Kesalahan fonologis
Yaitu kesalahan pada tataran bunyi, baik pada level kata, frase, atau
kalimat. Bila ketiga sub kategori kesalahan di atas bisa terjadi dalam berbagai
bentuk penggunaan bahasa (lisan maupun tertulis), kesalahan pada aspek fonologi
hanya terjadi dalam penggunaan bahasa lisan, baik secara produktif (berbicara)
maupun reseptif (mendengar).
Dalam pembelajaran bahasa Arab bagi orang Indonesia, kesalahan
fonologis banyak terjadi pada bunyi-bunyi yang susah, seperti bunyi huruf ،‫ خ‬،‫ ث‬،
‫ ص‬،‫ ش‬،‫ ق ذ‬،‫ غ‬،‫ ع‬،‫ ظ‬،‫ ط‬،‫ ض‬. Sedangkan dalam pembelajaran bahasa Inggris, selain
pada bunyi-bunyi yang susah (di antaranya adalah: bunyi /r/, bunyi /t/ di tengah,
bunyi konsonan rangkap di akhir kata seperti pada kata: “first”, “ant”, “second”,
“milk”, “bird”, “birth”, “girl”, “world”, “dark”, dll.).19 Banyaknya bunyi ini tidak
jarang membuat para pembelajar bingung mana yang harus diucapkan dengan
bunyi yang satu dan mana yang harus diucapkan dengan bunyi yang lain sehingga
muncullah kesalahan.
Adapun kesalahan mendengar, biasanya paling banyak terjadi
dibandingkan kesalahan pada ketrampilan berbahasa lainnya. Penguasaan
terhadap kosakata dan kaidah bahasa target tidak menjadi jaminan bagi
pembelajar untuk mampu memahami ucapan yang didengar terlebih bila yang
berbicara adalah penutur yang fasih atau native speaker dengan kecepatan normal.
Tanpa banyak latihan mendengarkan, ucapan si penutur asli akan terasa sangat
cepat, asing dan tidak jelas, sehingga tidak mudah ditangkap oleh pembelajar.
Tidak jarang kesalahan juga terjadi karena adanya kemiripan bunyi, yang ternyata
tulisan dan maknanya sama sekali berbeda.

18
Sri Utari Subyakto-Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa (Jakarta: Gramedia, 1993),
Hal.139
19
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1995).

11
e. Kesalahan grafologis
Yaitu kesalahan yang menyangkut bentuk tulisan. Sebagai kebalikan dari
kesalahan fonologis, kesalahan grafologis hanya terjadi dalam penggunaan bahasa
tulis, baik secara produktif (menulis) atau reseptif (membaca).
Kesalahan grafologis biasanya terjadi jika ada perbedaan antara bahasa
pertama dan bahasa target dalam bentuk huruf dan atau cara perangkaiannya,
seperti antara tulisan latin dan tulisan Arab, Jepang, Cina, atau India.20 Meski
aspek grafologi tidak jarang menimbulkan kesalahan, biasanya lebih banyak
dilakukan oleh pembelajar tingkat pemula yang baru mengenal baca tulis dalam
bahasa target layaknya seorang anak kecil yang sedang belajar menulis dalam
bahasa pertamanya. Aspek grafologi suatu bahasa biasanya tidak serumit aspek
gramatikanya, sehingga penguasaannya memakan waktu lebih singkat daripada
waktu yang dibutuhkan untuk menguasai seluruh kaidah yang terdapat di
dalamnya.
2. Kategori Bentuk Lahir
Kesalahan pada klasifikasi ini bisa berupa:
a. Penghilangan atau Penanggalan
Yaitu hilangnya satu atau lebih unsur atau komponen bahasa yang penting,
baik dalam konstruksi kata, frase, maupun kalimat.
b. Penambahan
Yaitu adanya suatu unsur atau komponen yang tidak diperlukan, baik
dalam konstruksi kata, frase, atau kalimat. Salah satu contoh kesalahan yang
sering kita ucapkan dengan bahasa kita sendiri adalah: “Masalah ini tidak hanya
merugikan kamu saja, tapi juga aku.” Kata hanya dan saja memiliki makna atau
fungsi yang sama, maka cukup menggunakan satu di antara keduanya.
c. Salah pilih
Istilah ini digunakan oleh Corder untuk menunjukkan adanya pemilihan
satu unsur atau komponen yang salah, baik dalam konstruksi kata, frase, atau
kalimat. Dulay, Burt dan Krashen menggunakan istilah yang berbeda, yaitu salah

20
Fina Sa’adah, Analisis Kesalahan Berbahasa Dan Peranannya Dalam Pembelajaran Bahasa
Asing (artikel, tidak diterbitkan). Hal.12

12
formasi. Salah formasi bisa diartikan sebagai kesalahan membentuk konstruksi
suatu kata, frase, atau kalimat. Sebagai contoh adalah “He is more clever than
me”. Kata sifat “clever” terdiri dari dua suku kata, maka bentuk hiperlatifnya
adalah dengan menambahkan morfem –er di belakangnya, bukan dengan kata
“more” di depannya, sehingga bentuk yang benar adalah: “cleverer”.21
d. Salah Urut
Yaitu penempatan yang tidak benar suatu unsur bahasa dalam sebuah
konstruksi frase atau kalimat. Contoh kesalahan yang sering terjadi di kalangan
pelajar Indonesia yaitu “I don’t know who are you.” Penempatan auxiliary dalam
kalimat pernyataan adalah terbalik dari kalimat pertanyaan, sehingga susunan
yang benar adalah: “I don’t know who you are.”
3. Kategori Komparatif
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Dulay dan Burt, yaitu kesalahan dalam
penggunaan bahasa target berdasarkan ada tidaknya pengaruh bahasa pertama.35
Termasuk dalam klasifikasi kesalahan komparatif adalah
a. Kesalahan interferensi
Yaitu kesalahan akibat adanya pengaruh negatif bahasa pertama.
Interferensi menimbulkan kesalahan-kesalahan dalam bentuk-bentuk berikut:22
1) Produksi berkurang
Pemroduksian berkurang terjadi bila dalam bahasa target terdapat unsur
yang tidak dimiliki bahasa pertama, sehingga pembelajar cenderung akan
menghindarinya.23 Sebagai contoh, pada tataran fonologi, banyak masyarakat kita
merasa kesulitan ketika harus berhadapan dengan beberapa bunyi dalam bahasa
Arab yang tidak terdapat dalam bunyi asli Bahasa Indonesia, seperti: ‫ ث ش‬dan ‫ص‬
seringkali diucapkan sama dengan ‫ س‬yang mempunyai padanan bunyi dengan
huruf /s/, atau ‫ ق‬seringkali diucapkan sama dengan ‫ ك‬yang mempunyai padanan
bunyi dengan huruf /k/, dll.

21
Rod Ellis, op cit. Hal.56
22
Jos Daniel Parera, Op cit, Hal. 122
23
Ibid, Hal. 124

13
2) Salah Produksi
Salah pemroduksian terjadi bila terdapat perbedaan antara bahasa pertama
dan bahasa target dalam mengungkapkan maksud atau makna yang sama. Sebagai
contoh pada tataran sintaksis, susunan kata benda dan kata sifat dalam Bahasa
Indonesia adalah Diterangkan + Menerangkan (DM), seperti pada “rumah besar”.
Hal ini berbalikan dengan susunan dalam Bahasa Inggris yang mendahulukan kata
sifat sebelum kata benda, sehingga menjadi: “new house”. Ketidaktahuan tentang
perbedaan ini akan menyebabkan pembelajar Indonesia mengucapkan “house
new”.
4. Kategori Efek Komunikasi
Klasifikasi ini pertama kali disusun oleh Burt dan Kiparsky, yaitu
pengelompokan kesalahan berdasarkan efeknya terhadap pemahaman pesan
komunikasi.24 Kesalahan dalam kategori ini dibedakan menjadi dua:
a. Kesalahan Lokal
Yaitu kesalahan yang tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap makna
kalimat atau wacana secara keseluruhan, contoh: “Jumlah seluruh murid baru
berjumlah 300 orang.” Meski ada pengulangan kata pada kalimat tersebut,
pemahaman terhadap makna sama sekali tidak terganggu.
b. Kesalahan Global
Yaitu kesalahan yang mengakibatkan rusaknya makna dari kalimat atau
wacana secara keseluruhan sehingga menimbulkan kesalahpahaman atau
ketidakpahaman dalam komunikasi, seperti yang diucapkan oleh seorang
pembelajar asing berikut:
“Salah satu utama kebaikan ialah rata-rata guru, saya mengerti bahwa ini bagus,
semua mahasiswa dikesan.”
Alternatif pembetulannya adalah:
“Salah satu keunggulan utama ialah kualitas rata-rata guru. Saya mengerti bahwa
ini yang membuat semua siswa terkesan.”25

24
Henry Guntur Tarigan, op cit. Hal.274
25
Setya Tri Nugraha, Kesalahan-kesalahan Berbahasa Indonesia Pembelajar Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Asing: Sebuah Penelitian Pendahuluan (artikel, tidak diterbitkan).

14
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
Bahasa adalah alat komunikasi yang mempunyai sistem sebagai
keseluruhan aturan atau pedoman yang ditaati oleh pemakainya. Setiap
penyimpangan terhadap sistem bahasa ini dianggap sebuah kesalahan.
kesalahan adalah sesuatu yang sangat wajar dilakukan dalam proses
penguasaan bahasa kedua/asing, baik oleh pembelajar dewasa maupun anak-anak.
Kesalahan tidak perlu ditakuti karena tidak seorangpun bisa terbebas darinya
meskipun telah dilakukan segala usaha untuk mencegahnya. Dengan kata lain,
kesalahan adalah bagian integral dalam proses belajar bahasa sampai si
pembelajar benar-benar menguasainya dengan sempurna.
Namun demikian, tidak berarti bahwa setiap kesalahan yang muncul dapat
dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dan usaha perbaikan, terlebih jika
kesalahan yang sama terus terulang dalam waktu yang cukup lama. Kesalahan
sama yang terus menerus dilakukan dan tidak juga menunjukkan adanya
perkembangan yang signifikan menunjukkan adanya kegagalan dalam proses
pembelajaran, baik karena faktor pengajar dengan sistem pembelajaran yang
diterapkannya, maupun karena faktor pembelajar bahasa itu sendiri dengan
keterbatasan kemampuannya atau cara belajar yang digunakannya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Fina Sa’adah, Analisis Kesalahan Berbahasa Dan Peranannya Dalam
Pembelajaran Bahasa Asing (artikel, tidak diterbitkan).
http://media.diknas.go.id/media/document/5199.pdf
Parera, Jos Daniel, Linguistik Edukasiaonal: Metodologi Pembelajaran Bahasa,
Analisis Kontrastif antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa, Jakarta:
Erlangga, 1997.
Quipper Indonesia, “Yuk Belajar Kesalahan Sintaksis dalam Morfologi Bahasa
untuk Bekal Kuliah di Jurusan Sastra!”, diakses dari
https://www.quipper.com/id/blog/quipper-campus/campus-life/yuk-
belajar-kesalahan-sintaksis-dalam-morfologi-bahasa-untuk-bekal-kuliah-
di-jurusan-sastra/ pada tanggal 20 september 2021 pukul 06.28.
Reni Supriani & Ida Rahmadani Srg, “Penelitian Analisis Kesalahan Berbahasa”,
Jurnal Edukasi Kultura, 67-76
Setya Tri Nugraha, Kesalahan-kesalahan Berbahasa Indonesia Pembelajar
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Sebuah Penelitian Pendahuluan
(artikel, tidak diterbitkan).

16

Anda mungkin juga menyukai